• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi spasial penutup lahan merupakan informasi terpenting yang dapat diturunkan dari data satelit penginderaan jauh. Berbagai metode klasifikasi telah digunakan untuk mendapatkan hasil klasifikasi penutup

lahan yang akurat. Salah satu metode yang populer digunakan adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood.

Tahapan proses sebelum dan setelah proses klasifikasi dilaporkan dapat memperbaiki tingkat akurasi hasil

klasifikasi seperti: proses koreksi data, penambahan kanal masukan, filtering, dan editing. Tujuan penelitian ini

adalah mengkaji pengaruh dari beberapa tahapan proses untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi penutup

lahan dengan metode Maximum Likelihood, sekaligus mengkaji kemampuan data SPOT-4, yang belum

dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia, untuk penurunan informasi spasial penutup lahan. Koreksi sudut

matahari dan jarak bumi-matahari dilakukan untuk mengubah nilai dijital menjadi reflektansi, selanjutnya

dilakukan pengumpulan sampling untuk 13 kelas penutup lahan. Pengambilan sampling dilakukan dengan

merujuk pada hasil survei lapangan dan data satelit resolusi sangat tinggi Ikonos untuk wilayah kajian. Sampling

dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sampling input proses klasifikasi (total 220 sampling) dan sampling pengujian

akurasi (550 data). Hasil klasifikasi difilter dan direklas menjadi 11 kelas. Tingkat akurasi hasil klasifikasi

dievaluasi dengan menggunakan metode confusion matrix, untuk menghitung user accuracy, produser accuracy,

total accuracy, dan kappa statistic. Pengaruh beberapa tahapan proses seperti kanal tambahan, model klasifikasi,

filtering, dan editing (post processing) dianalisis untuk mendapatkan akurasi klasifikasi yang terbaik. Hasil

memperlihatkan bahwa metode Maximum Likelihood Enhanced Neighbor, penambahan topografi, filtering,

dan editing kelas mampu meningkatkan total akurasi hasil klasifikasi penutup lahan di wilayah kajian secara

signifikan dari 67% menjadi 87%.

PEnDahuluan

Degradasi DAS (Daerah Aliran Sungai) dan danau di Indonesia terutama disebabkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan secara besar-besaran dapat menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan (sungai, waduk, danau dll) di bagian hulu DAS (Trisakti et al, 2011).

Tabel 1. Daftar danau prioritas tahun 2010-2014

Degradasi DAS telah banyak menimbulkan masalah terhadap danau yang terdapat di DAS tersebut. Tabel 1 memperlihatkan daftar danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH (http://blhpp. wordpress.com/). Ada 15 danau yang menjadi prioritas dan membutuhkan tindak lanjut dari pemerintah untuk pemulihannya. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha agar proses degradasi DAS tidak berlanjut, sehingga danau-danau di Indonesia dapat tetap lestari dan dimanfaatkan oleh masyakat sekitar. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan informasi kondisi penutup lahan dan perubahan lahan (konversi lahan) dari tahun ke tahun yang terjadi di danau dan DAS. Informasi ini akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan DAS dan danau.

Survei penutup lahan secara langsung di lapangan untuk mendapatkan informasi penutup lahan terbaru memerlukan tenaga yang banyak, waktu yang lama dan biaya besar. Untuk mengatasi masalah tersebut,

diperlukan teknologi yang cepat, murah dan akurat yaitu dengan teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh mampu menggambarkan objek dipermukaan bumi secara luas, terkini dan dapat dimanfaatkan secara periodik untuk memetakan penutup lahan dan memantau perubahannya (Prakosa dan Wuryata, 2009). Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk pemetaan penutup lahan suatu wilayah sudah dilakukan secara luas. Pemetaan penutup lahan telah dilakukan dengan menggunakan berbagai data satelit dalam berbagai resolusi spasial (mulai resolusi spasial dari 1 km sampai dengan 0.6 m) dan berbagai platform (seperti: Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS dll). Dalam penginderaan jauh, klasifikasi diartikan sebagai suatu metode memberi label pada pixel berdasarkan karakter spektral yanga dimiliki oleh piksel tersebut, proses pelabelan dapat dilakukan oleh komputer diantaranya dengan memberikan pelatihan sebelumnya untuk dapat mengenali piksel-piksel dengan spektral yang sama (Buono et al, 2004)

Berbagai metode klasifikasi telah digunakan untuk mendapatkan hasil klasifikasi penutup lahan yang lebih akurat, mulai dari klasifikasi secara visual menggunakan kunci-kunci interpretasi sampai dengan klasifikasi dijital supervised (klasifikasi terbimbing) dan unsupervised (klasifikasi tidak terbimbing). Saat ini di Indonesia, klasifikasi secara visual adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memetakan penutup lahan baik untuk data dengan spasial menengah maupun dengan spasial tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena klasifikasi secara visual mudah dikerjakan dan mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggi. Walaupun begitu perlu disadari bahwa klasifikasi secara visual mempunyai beberapa kelemahan yang cukup signifikan, yaitu: tidak adanya konsistensi dalam penentuan batas deliniasi dan adanya perbedaan pemahaman antara setiap interpreter yang berakibat pada perbedaan hasil penutup lahan yang diperoleh.

Klasifikasi dijital dapat memberikan pemecahan terhadap permasalah ketidak konsistenan yang diakibatkan oleh kemampuan indera manusia yang terbatas. Dengan klasifikasi dijital piksel dapat dikelompokkan ke dalam masing-masing kelas yang telah ditentukan berdasarkan nilai dijital dari masing-masing piksel tersebut. Salah satu metode klasifikasi yang paling populer adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood. Metode ini telah banyak digunakan dalam pemetaan penggunaan lahan (Prakosa dan Wuryata, (2009), Huang et al. (2007), Saha et al.(2005)) Maximum likelihood adalah teknik klasifikasi citra dimana tidak hanya mempertimbangkan pusat cluster tetapi juga bentuk ukuran dan orientasinya. Hasil klasifikasi diperoleh dengan menghitung jarak secara statistik berdasarkan nilai rata-rata dan matrik kovarian dari cluster. Piksel ditandai pada suatu kelas (cluster) apabila mempunyai nilai kemungkinan tertinggi. Asumsi dari kebanyakan metode ini adalah bahwa statistik pada cluster mempunyai distribusi Gausian atau sebaran normal (Prakosa dan Wuryata, 2009). Permasalahan pada klasifikasi dijital adalah tingkat akurasi yang tidak setinggi dari tingkat akurasi klasifikasi dengan metode visual, oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk meningkatkan akurasi dari hasil klasifikasi penutup, sekaligus dapat memberikan referensi bagi pembuatan standar tahapan proses klasifikasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh dari beberapa tahapan proses (seperti: kanal tambahan, model klasifikasi, filtering, dan editing) untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi penutup lahan dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, sekaligus mengkaji kemampuan data SPOT-4, yang belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia, untuk penurunan informasi spasial penutup lahan.

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi kajian dari kegiatan ini adalah Danau Limboto dan sekitarnya yang mempunyai penutup lahan yang cukup beragam, dan merupakan salah satu dari 15 danau prioritas yang menjadi program nasional Pemerintah Indonesia. Pemilihan lokasi juga dilakukan dengan pertimbangan kelengkapan data satelit resolusi sangat tinggi dan data hasil pengamatan lapangan. Karena data-data tersebut diperlukan untuk pengambilan sampling dan pengujian tingkat akurasi dari hasil klasifikasi dapat dilakukan secara akurat.

Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SPOT-4 (resolusi 10 m) yang akusisi oleh stasiun bumi Parepare LAPAN pada tanggal 7 Mei 2010 dan data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). Selain itu juga digunakan data IKONOS (resolusi 1 m) tahun 2010 dan data hasil pengamatan lapangan yang dilakukan pada bulan Oktober 2011. Gambar 1 memperlihatkan data SPOT-4 dan IKONOS untuk wilayah Danau Limboto dan sekitarnya yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

Pada pengolahan awal dilakukan proses orthorektifikasi (membuat citra tegak lurus) dan koreksi radiometrik dengan melakukan koreksi jarak dan sudut matahari untuk citra SPOT-4. Detil tahapan koreksi matahari dijelaskan pada paper terdahulu (Trisakti dan Nugroho, 2012). Kedua koreksi ini dilakukan untuk mengurangi/ menghilangkan kesalahan posisi dan nilai spectral dari data, sehingga diperoleh data yang standar untuk setiap lokasi dan waktu yang berbeda.

Selanjutnya, pemetaan penutup lahan dilakukan dengan klasifikasi terbimbing (supervised classification) menggunakan metode Maximum Likelihood. Diagram alir tahapan kerja diperlihatkan pada Gambar 2. Secara umum kegiatan dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: pengumpulan training sampling, proses klasifikasi penutup lahan, editing hasil klasifikasi dan pengujian akurasi.

IKONOS 2010 SPOT-4 2010

Pada tahap pertama, ditentukan jumlah kelas yang akan diklasifikasi dengan melihat keragaman penutup lahan di lokasi penelitian, kemudian dilakukan pengambilan tranining sampling untuk setiap kelas tersebut. Pada tahap awal, awan dan bayangan awan dimasukan dalam kelas yang akan diklasifikasi dan sehingga dilakukan juga pengambilan sampling untuk kedua objek tersebut. Sehingga total jumlah kelas ada 13 kelas, yaitu: Lahan terbuka, Belukar, Semak, Hutan, Kebun, Ladang, Bayangan awan, Awan, Permukiman, Sawah air, Vegetasi air, Sawah dan Air. Pengambilan sampling berbasis pada data IKONOS yang telah diverifikasi dengan data lapangan. Data IKONOS yang digunakan mempunyai tanggal akusisi yang sangat berdekatan dengan tanggal akusisi data SPOT-4, sehingga kondisi penutup lahannya sangat mirip. Pengambilan sampling dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Setiap kelas diambil 10 – 25 sampel, sehingga total jumlah sampel adalah 221 sampel.

Selanjutnya dilakukan proses klasifikasi Maximum Likelihood dengan menggunakan sampling yang diambil. Hasil klasifikasi dievaluasi dengan sampling yang sama menggunakan confusion matrix untuk melihat kelas-kelas yang masih tinggi percampurannya, untuk kemudian dilakukan perbaikan (penambahan) sampling. Proses pengambilan sampling, klasifikasi dan evaluasi dilakukan berulang sehingga diperoleh hasil confusion matrix yang tinggi yang berarti bahwa percampuran kelas relatif tidak terjadi kemudian dilakukan post prosesing berupa filtering, masking (penghilangan awan dan bayangan awan), reklas menjadi 11 kelas, dan editing kesalahan klasifikasi pada wilayah tertentu dengan menggunakan algortima. Selanjutnya dilakukan pengujian tingkat akurasi dengan sampling yang berbeda menggunakan metode confusion matrix. Training sampling untuk pengujian diambil dengan metode stratified random sampling menggunakan total 550 sampel untuk 11 kelas (setiap kelas 50 sampel). Dari hasil pengujian dianalisis nilai total accuracy, user accuracy, produser accuracy dan kappa statistic.

haSIl Dan PEMBahaSan

Pengambilan sampel, baik yang digunakan untuk proses klasifikasi dan untuk pengujian akurasi akhir, didasarkan pada citra IKONOS dan hasil pengamatan lapangan. Beberapa kondisi penutup lahan hasil dari pengamatan lapangan di sekitar Danau Tondano diperlihatkan pada Gambar 3. Selanjutnya hasil pengumpulan sampling yang digunakan untuk input proses klasifikasi dan yang digunakan untuk input pengujian akurasi dari hasil klasifikasi diperlihatkan pada Gambar 4.

Sawah Perkebunan kelapa rakyat Belukar

Permukiman Eceng gondok Lahan terbuka

Ladang Pinggir danau Limboto Hutan

Ø Dibagi menjadi 13 kelas Ø Setiap kelas ada 10 – 25 sampel Ø Total 221 sampel

Ø Dibagi menjadi 11 kelas Ø Setiap kelas ada 40 – 60 sampel Ø Total 550 sampel

Sampel Input Sampel pengujian

Gambar 4. Sampling untuk input proses klasifikasi (kiri) dan sampling untuk pengujian tingkat akurasi (kanan) Kajian mengenai beberapa parameter yang mempengaruhi proses klasifikasi dilakukan untuk mengetahui metode yang paling sesuai untuk menghasilkan klasifikasi penutup lahan dengan akurasi terbaik menggunakan metode Maximum Likelihood. Analisis mengenai beberapa jenis metode Maximum Likelihood memperlihatkan bahwa Maximum Likelihood Enhanced Neighbor dan Maximum Likelihood Standard Neighbor menghasilkan akurasi klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode Maximum Likelihoood Enhanced (Gambar 5). Hasil pengamatan visual terhadap hasil klasifikasi memperlihatkan bahwa Maximum Likelihood Enhanced Neighbor mempunyai keterpisahan kelas yang lebih baik daripada Maximum Likelihood Enhanced Neighbor. Selanjutnya proses filtering pada hasil klasifikasi dapat meningkatkan total akurasi klasifikasi (Gambar 6), tetapi proses filtering juga mengakibatkan terjadinya generalisasi sehingga merubah bentuk awal dari hasil klasifikasi sehingga diputuskan bahwa filter 3x3 yang terbaik karena dapat meningkatkan total akurasi tetapi juga masih mempertahankan bentuk asal dari hasil klasifikasi. Berdasarkan analisis awal, maka ditetapkan bahwa klasifikasi akan dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Enhanced Neighbor, dan proses filtering dilakukan dengan mengunakan filter 3x3.

ML Enhanced Neighbor ML Enhanced ML Standar Neighbor

Selanjutnya dilakukan analisis pengaruh data input dengan menambahkan parameter topografi (slope dan DEM), dan analisis pengaruh editing pada kelas yang mengalami kesalahan klasifikasi. Parameter topografi ditambahkan dengan pertimbangan perbedaan topografi di wilayah kajian yang cukup besar antara daerah datar di bagian utara dan timur danau dan daerah perbukitan di bagian selatan dan barat danau. Sedangkan proses editing dilakukan dengan cara yang sederhana, mudah dan cepat dengan melakukan pembuatan region dan penerapan algoritma untuk merubah kelas bermasalah menjadi kelas yang benar. Selanjutnya hasil klasifikasi diuji dengan metode confusion matrix. Hasil klasifikasi dan total akurasi untuk setiap perlakuan diperlihatkan pada Gambar 7. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa total akurasi meningkat dengan menambah parameter input (penambahan slope dan DEM) dan melakukan post processing (filtering, masking dan editing). Dibandingkan dengan hasil klasifikasi tanpa perlakuan (penambahan parameter input dan post processing), maka hasil klasifikasi yang dilakukan dengan perlakuan (penambahan parameter input dan post processing) dapat meningkatkan total akurasi klasifikasi penutup lahan secara signifikan dari semula sebesar 67% menjadi 87%.