• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informed Consent

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN UMUM (Halaman 51-68)

1. Pengertian Informed Consent

Kata consent berasal dari bahasa latin consensio atau concentio kemudian dalam bahasa Inggris Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu

persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya. Informed consent atau real consent di Indonesia dikenal dengan " Persetujuan Tindakan Medik " berarti pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapat informasi dari dokter dan sudah dimengerti oleh pasien. Secara yuridis, kewajiban memberikan informasi kepada pasien dibebankan kepada dokter untuk memperoleh persetujuan sebelum melakukan tindakan105

Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PERMENKES No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent” yang kemudian digantikan dengan PERMENKES No 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan

.

106

Pada hakikatnya, persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah informed consent merupakan alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri berfungsi di dalam praktik dokter. Persetujuan (informed consent) ini sesungguhnya berasal dari 2 hal dasar dari hak pasien, yaitu hak menentukan nasib sendiri dan hak atas informasi medis. Penentuan nasib sendiri adalah nilai, sasaran dalam informed consent, dan intisari permasalahan informed consent adalah alat. Secara konkret persyaratan informed consent adalah untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik, pada asasnya senantiasa diperlukan persetujuan pasien yang bersangkutan. Oleh karena pasien hanya dapat memberikan persetujuan riil apabila pasien dapat menyimak situasi yang dihadapinya, maka satu-satunya yang diperlukan adalah informasi

.

107

Persetujuan dalam pelayanan medis pertama timbul di Inggris dalam abad-XVIII, yaitu pada pembedahan atau operasi yang dilakukan tanpa persetujuan atau hak lain.

.

105

http://irwandykapalawi.wordpress.com/2007/11/01/mengenal-informed-consent/ diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

106 http://irwandykapalawi.wordpress.com/2007/11/01/mengenal-informed-consent/ diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

Dalam kasus termaksud, pengadilan memutuskan ahli bedah bertanggung jawab atas battery (penyentuhan/pencederaan tubuh oleh orang lain tanpa izin). Dengan demikian, jika tidak terdapat persetujuan atau hak lain untuk suatu prosedur medis, pengadilan modern memutuskan dokter bertanggung jawab untuk battery. Dengan demikian, berarti persetujuan itu sendiri melindungi pemberi pelayanan medis dari tanggung jawab battery, sedangkan persetujuan tindakan medis diperlukan untuk melindungi pemberi pelayanan medis dari tanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan108

a. Adanya informasi dari tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi; .

Informed consent diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pada Pasal 1 angka (1) PERMENKES tersebut menyebutkan bahwa Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.

Menurut Salim HS ada tiga unsur Persetujuan Tindakan Medik/Kedokteran, yaitu: b. Adanya persetujuan;

c. Adanya tindak medik;

Informasi adalah suatu keterangan yang diberikan oleh tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi kepada pasien tentang keuntungan dan risiko yang akan terjadi di dalam melakukan tindakan medik. Persetujuan adalah suatu persesuaian pernyataan kehendak antara pasien dengan tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi. Sementara itu, tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik (penentuan jenis penyakit) atau terapeutik (pengobatan penyakit)109

a. Pengungkapan dan penjelasan kepada pasien dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien tentang : penegakkan diagnosis, sifat dan prosedur atau tindakan medik yang diusulkan, kemungkinan timbulnya risiko, manfaat, dan alternatif (bila ada).

.

Informed consent terdiri dari tiga bagian yaitu :

108 Ibid. hal. 106-107.

b. Memastikan bahwa pasien mengerti dengan apa yang telah dijelaskan kepadanya, pasien telah menerima risiko tersebut dan pasien mengizinkan dilakukan prosedur tindakan.

c. Harus didokumentasikan110

Pasien harus mempunyai kesempatan untuk berfikir dan mempertimbangkan informasi yang diberikan oleh dokter. Informasi atau penjelasan diberikan dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien dan hindari menggunakan bahasa medik.

Keputusan pasien mengenai tindakan medik atau perawatan medik harus dilakukan secara kolaboratif antara pasien dengan dokter. Pada prinsipnya Informed

consent adalah suatu proses bukan hanya sekedar meminta pasien untuk

menandatangani suatu formulir tetapi merupakan suatu kelanjutan atau pengukuhan yang sebenarnya sudah disepakati antara dokter dengan pasien.

Hakikat informed consent merupakan sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tak menyenangkan, oleh karenanya hanya dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya risiko serta akibat yang tak menyenangkan saja. Hakikatnya, informed consent mengandung dua unsur essensial, yaitu :

.

a. Informasi yang diberikan oleh dokter (information for consent) dan b. Persetujuan yang diberikan oleh pasien (statement of informed consent)111

Ada dua standar yang dikenal untuk menetapkan cukup tidaknya informasi yang diberikan kepada pasien oleh dokter agar mencapai persetujuan pasien, yaitu :

a. Standar profesional atau standar yang layak dari dokter.

b. Standar materiil atau standar yang layak dari pasien.

Standar profesional digunakan oleh beberapa negara maju, sedangkan standar materiil digunakan oleh beberapa negara berkembang. Didasarkan pada standar materiil, luas dari tugas seorang dokter untuk memberikan informasi ditentukan oleh informasi yang dibutuhkan oleh pasien112

110

.

http://www.sanglahhospitalbali.com/informasi.php?ID=3 diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

111 Endang Kusuma Astuti, op. cit. hal. 136.

Menurut Beauchamp dan Walters, informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting, yaitu : a. Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yang dipilihnya

berdasarkan pemahaman yang memadai, dan

b. Keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yang memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan dari pihak lain113

Oleh karena individu itu otonom, diperlukan informasi untuk mengadakan pertimbangan agar dapat bertindak sesuai dengan pertimbangannya tersebut. Prinsip inilah oleh para ahli etik disebut doktrin informed consent. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dasar dari informed consent ialah :

.

a. Hubungan dokter-pasien berasaskan kepercayaan.

b. Adanya hak otonomi atau menentukan sendiri atas dirinya sendiri. c. Adanya hubungan perjanjian antara dokter dan pasien.114

Jadi, pada hakikatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.

Namun doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan yaitu : a. Keadaan darurat medis.

b. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat. c. Pelepasan hak memberikan consent (waiver).

d. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.

113 Ibid.

e. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.115

Doktrin Informed consent adalah suatu prinsip dalam bidang etika yang direfleksikan ke dalam peraturan hukum. Dari segi hukum medik, memperoleh informasi adalah hak pasien dan kewajiban dokter untuk memberikannya. Pasien berhak tanpa harus diminta untuk memperoleh informasi mengenai panyakitnya serta tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya116

Walaupun sudah ada Informed consent tertulis, dokter tidak bebas dari tuntutan bila melakukan kelalaian. Persetujuan pasien tidak dapat dilakukan setelah prosedur atau tindakan medik dilakukan karena menyalahi prinsip utama dari Informed consent yang bersifat pro-aktif. Tidak semua tindakan medik selalu harus dimintakan

Informed consent, untuk tindakan rutin atau berisiko minimal seperti pengukuran

tensi, pemeriksaan darah tidak begitu diperlukan. Rekaman foto dan video yang merupakan bagian dari tindakan pengobatan atau foto radiologi menggunakan kontras harus meminta izin terlebih dahulu. Demikian pula jika foto dan rekaman video akan dipergunakan untuk pendidikan, publikasi atau penelitian harus meminta izin khusus kepada pasiennya

.

117

2. Bentuk Informed Consent .

Sehubungan dengan cara pernyataan kehendak menurut hukum, maka adanya informed consent dari pasien dapat dilakukan antara lain :

a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan;

c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan; d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan;

115

http://yusufalamromadhon.blogspot.com/2008/01/informed-consent.html diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

116 http://www.sanglahhospitalbali.com/informasi.php?ID=3 diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan118

Oleh karena itu, bentuk informed consent dapat dikategorikan, sebagai berikut : .

a. Informed Consent yang dinyatakan secara tegas (express) 1) Informed Consent yang dinyatakan secara lisan (oral)

Informed consent dilakukan secara lisan apabila tindakan medis itu tidak berisiko, misalnya, pada pemberian terapi obat dan pemeriksaan penunjang medis.

2) Informed Consent yang dinyatakan secara tertulis (written).

Untuk tindakan medis yang mengandung risiko, misalnya pembedahan, informed consent dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pasien. Informed consent secara tertulis ialah bentuk yang paling tidak diragukan.

b. Informed Consent yang dinyatakan secara diam-diam/tersirat (implied or tacit consent)

Informed consent juga dianggap ada, hal ini dapat tersirat pada gerakan pasien yang diyakini oleh dokter. Dengan anggukan kepala, maka dokter dapat menangkap isyarat tersebut sebagai tanda setuju. Atau pasien membiarkan dokter untuk memeriksa bagian tubuhnya, dengan pasien menerima atau membiarkan/tidak menolak, maka dokter menganggap hal ini sebagai suatu persetujuan untuk dilakukan suatu pemeriksaan guna mendapatkan terapi dari penyakitnya. Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat tidak sadarkan diri dan keluarganya tidak ada ditempat, sedangkan dokter memerlukan tindakan segera, maka dokter dapat melakukan tindakan medis tertentu yang terbaik menurut dokter (persetujuannya disebut presumed consent, dalam arti bila pasien dalam keadaan sadar, maka pasien dianggap akan menyetujui tindakan yang dilakukan dokter)119

3. Isi Informasi dalam Informed Consent

.

Informasi yang harus diberikan adalah informasi yang selengkap-lengkapnya, yaitu informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan dan risiko yang ditimbulkannya. Informasi yang harus diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian dari tindakan medis yang akan dilaksanakan, baik diagnostik maupun terapeutik. Isi informasi medis yang dikemukakan Leenen, yaitu :

118 Veronica Komalawati, op. cit. hal. 110.

a. Diagnosa;

b. Terapi, dengan kemungkinan alternatif terapi; c. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter; d. Risiko;

e. Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lainnya (misalnya, gatal-gatal); f. Keuntungan terapi; dan

g. Prognosis120

Pasien sebagai individu yang mempunyai otonomi harus memberikan persetujuan terlebih dahulu terhadap pemeriksaan medis, pengobatan atau tindakan medis yang akan dilakukan terhadap tubuhnya setelah mendapat penjelasan dari dokter. Oleh karena itu persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa masukan sebagai berikut :

.

a. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan medis tertentu (yang masih berupa upaya, percobaan) yang diusulkan oleh dokter serta tujuan yang ingin dicapai (hasil dari upaya, percobaan).

b. Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tak diinginkan yang mungkin timbul.

c. Deskripsi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi bagi/untuk pasien.

d. Penjelasan mengenai perkiraan lamanya prosedur berlangsung.

e. Penjelasan mengenai hak pasien untuk menarik kembali persetujuan tanpa adanya prasangka (jelek) mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya.

f. Prognosis mengenai kondisi medis pasien jika ia menolak tindakan medis tertentu (percobaan) tersebut121

Informasi itu harus diberikan sebelum dilakukan suatu tindakan operatif atau yang bersifat invansif, baik yang berupa diagnostik maupun terapeutik. Yang harus memberikan informasi itu adalah dokter ahli bedah itu sendiri yang akan melakukan operasi tersebut. Informasi harus diberikan di dalam bahasa yang sederhana yang

.

120 Ibid. hal. 131-132.

dapat dimengerti oleh pasiennya, sehingga ia dapat mempunyai gambaran jelas untuk memutuskannya. Menurut J.Guwandi, informasi yang harus diberikan adalah berkenaan dengan :

a. Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan, b. Manfaatnya dilakukan operasi tersebut,

c. Risiko-risiko apa yang melekat pada operasi itu,

d. Alternatif lain apa yang ada (kalau ada dan juga kalau mungkin dilakukan), e. Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan122

Dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah ditentukan substansi penjelasan yang harus diberikan oleh dokter/dokter gigi terhadap pasien. Penjelasan itu sekurang-kurangnya mencakup :

.

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dari risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan123

Dalam Pasal 7 ayat (3) PERMENKESNo. 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran telah ditentukan cakupan-cakupan informasi-informasi yang diberikan dokter kepada pasien. Informasi yang disampaikan oleh

.

122 J. Gunandi, op. cit. hal. 68.

tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi kepada pasien mencakup hal-hal diantaranya sebagai berikut :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran; b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan; c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. f. Perkiraan pembiayaan.

Pada prinsipnya tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi harus memberikan informasi kepada pasien, namun ketentuan itu ada pengecualiannya. Hiller mengemukakan empat macam pengecualiannya, yaitu :

a. keadaan darurat medis;

b. pasien inkompeten (tidak wenang); c. pasien pelepas hak; dan

d. hak terapeutik istimewa bagi dokter124

”Keempat pengecualian itu terkandung pengakuan bahwa nilai individualitas yang hendak ditegakkan dalam informed consent bukanlah satu-satunya masalah dalam proses pengambilan keputusan medis. Pertimbangan kesehatan bagi kepentingan individu sendiri juga dipertimbangkan”

. 125 124 Ibid. hal. 61. 125 Ibid. .

4. Timbulnya Informed Consent

Timbulnya atau berubahnya consent menjadi informed consent dalam prakteknya harus melalui beberapa fase. Maka dikatakan bahwa informed consent itu adalah suatu ”Communication process”, bukan suatu formulir (Rozovsky). Formulir itu hanya merupakan suatu pengukuhan atau pendokumentasian belaka apa yang sudah disepakati lebih dahulu bersama sewaktu pasien diperiksa dan terjadi dialog antara dokter dan pasien. Lembaga ini memberi kemungkinan kepada seorang dokter untuk memperoleh informasi dari pasiennya. Sebaliknya seorang dokter yang sudah mengetahui penyakit yang diderita pasien dan mengusulkan suatu tindakan medik tertentu, haruslah juga memberikan informasi kepada pasiennya, tegasnya saling memberi informasi. Proses terjadinya suatu penandatanganan formulir informed consent dapat dibagi dalam 3 (tiga) fase yaitu :

Fase Pertama adalah saat dimana seorang pasien datang ke tempat praktek

dokter/rumah sakit untuk berobat. Dengan datangnya sang pasien secara sukarela ke tempat itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien itu sudah memberikan persetujuannya (consent) untuk dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang biasa dilakukan. Di dalam melakukan tindakan-tindakan pemeriksaan yang biasa dan umum dilakukan secara yuridis dianggap sudah ada implied consent, sehingga tidak bisa dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap privacy seorang atau dituduh melakukan ”assault and battery”.

Fase Kedua adalah pada saat pasien duduk berhadapan dengan dokter dan sang

dokter mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang riwayat penyakitnya (anamnesis) serta membuat catatan-catatan pada Kartu Pasien (Rekam Medik). Pada tahap ini sang pasien mulai ”mengungkapkan” rahasianya kepada dokter dan pada saat itu dapat dikatakan sudah mulai ada hubungan dokter-pasien.

Fase Ketiga adalah saat dimana dokter sudah mulai melakukan pemeriksaan yang

mungkin masih akan ditambah dengan pemeriksaan tambahan: laboratorium untuk pemeriksaan konstelasi darah dan air seni, X-ray foto, ECG, USG, CT-scanning atau MRI, atau juga lain-lain pemeriksaan jika diperlukan sebagai penunjang penegakan diagnosis dan pemberian terapinya. Dokter akan menulis resep dan juga menjelaskan larangan-larangannya atau mungkin juga anjuran untuk mempercepat penyembuhannya, misalnya dianjurkan untuk berolah-raga sedikit.

Jika menurut pendapat dokter untuk penyembuhan penyakit itu harus dilakukan suatu tindakan medik yang bukan termasuk spesialisasinya, maka dokter itu wajib merujuk kepada dokter spesialisnya. Misalnya jika pasien harus dibedah, maka dokter itu akan merujuk atau menyerahkan pasien itu ke dokter bedah. Atas dasar surat

rujukan itu, maka sang dokter bedah akan memeriksa lagi lebih khusus berdasarkan keahliannya. Sesudahnya barulah ia menegakkan diagnosisnya dan menganjurkan terapinya. Jika pasien setuju dengan usul terapi yang dianjurkan oleh dokter bedah, maka barulah timbul masalah informed consent. Persetujuan (lisan) untuk melakukan pembedahan sebenarnya sudah ada pada saat pasien memberikan persetujuannya terhadap tindakan medik yang diusulkan dokter. Kelak bila sudah berada di rumah sakit atau sebelum melakukan pembedahan, maka pasien diminta untuk menandatangani formulir yang menyatakan persetujuan untuk pembedahan tersebut.

Haruslah dibedakan pada satu pihak antara informed consent yang sudah diperoleh secara lisan setelah terjadi suatu communication process antara dokter dan pasien, dan pada lain pihak penandatanganan formulir sebagai pengukuhan apa yang telah disepakati. Hal ini hanya sebagai suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medik, bahwa sudah diperoleh persetujuan pasien. Jika kelak pasien atau keluarganya menuntut dan menyangkal telah memberikan informed consentnya, maka formulir yang ditandatangani pasien dapat dipakai sebagai bukti di pengadilan126

5. Syarat Informed Consent

.

Menurut Beauchamp dan Walters bahwa informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting, yaitu : (1) setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yang dipilihnya berdasarkan pemahaman yang memadai, dan (2) keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yang memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan dari pihak lain. Oleh karena individu itu otonom, maka diperlukan informasi untuk mengadakan pertimbangan agar dapat bertindak sesuai dengan pertimbangannya tersebut. Prinsip inilah yang oleh para ahli etik disebut doktrin informed consent.

Prinsip ini untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1947 dalam Nuremberg Code, rule 1, yang intinya merupakan standar pokok yang harus dipenuhi dalam melakukan eksperimen atas manusia.

Menurut Appelbaum bahwa, untuk menjadi doktrin hukum maka informed consent harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada pasien.

b. Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan127

Maka untuk itu Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :

.

a. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter b. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

c. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.128

6. Teori Informed Consent

Ada tiga teori informed consent berikut pandangan yang mendasarinya dikemukakan oleh Veatch. Adapun ketiga teori yang akan dikemukakan ini sehubungan dengan eksperimen pada manusia di bidang kedokteran, yaitu129

a. Teori manfaat untuk pasien

:

Pada hakikatnya, peristiwa eksperimen dalam bidang kedokteran sejak dulu merupakan bagian yang terpisahkan dari pelayanan dan perawatan pasien sebab eksperimen yang dilakukan senantiasa berhubungan dengan pelayanan dan perawatan pasien. Padahal, syarat informed consent belum dikenal dalam tradisi ilmu kedokteran.

Namun, dengan perkembangan ilmu dan teknologi pada zaman modern, berbagai eksperimen direncanakan secara sistematis dan dilakukan dengan maksud serta tujuan

127

Veronica Komalawati, op. cit. hal. 108.

128 http://irwandykapalawi.wordpress.com/2007/11/01/mengenal-informed-consent/ diakses pada tanggal 23 Februari 2011.

untuk memperoleh pengetahuan medis. Oleh karena itu, pada tahun 1949 oleh World Medical Association telah di sahkan kode etik medis. Di dalam kode etik medis tersebut, antara lain, ditetapkan bahwa dengan dalil apapun seorang dokter tidak dibenarkan melakukan sesuatu yang dapat melemahkan daya tahan tubuh dan jiwa manusia, kecuali untuk maksud terapeutik atau pertimbangan pencegahan semata-mata, setiap tindakan dokter termasuk penyelenggaraan eksperimen yang dilakukan tidak demi kepentingan pasien, harus dilarang.

Pandangan mengenai hal yang baik dan bermanfaat bagi seorang pasien tertentu tidak sama antara pasien yang satu dan pasien lainnya karena bergantung pada situasi dan kondisi pribadi serta nilai yang dianut oleh pasien yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, pada hakikatnya pemberian informasi kepada pasien harus dilakukan sedemikian rupa hingga pasien dapat berperan serta dalam proses pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif pasien menguasainya, agar semaksimal mungkin dapat diperoleh manfaatnya. Terhadap teori ini, timbul keraguan karena dalam teori ini asas manfaat bagi pasien, yang berarti tertutup kemungkinan dilakukannya eksperimen nonterapeutik.

b. Teori manfaat bagi pergaulan hidup

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN UMUM (Halaman 51-68)

Dokumen terkait