• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

B. Infotainment sebagai Berita Faktual yang Dipertanyakan Nilai

Infotainment merupakan jelmaan dari dua kata yaitu information dan

entertainment yang dianggap sebagai informasi yang berisi kabar, misalnya

‘kabar burung’ (tidak ada faktanya), dan ‘kabar angin’ (tidak jelas sumbernya)

yang di kemas biasanya seputar dunia hiburan. Kabar seputar dunia hiburan ini dianggap sebagai informasi yang kemudian dikaitkan dengan berita. Memang, stasiun televisi menyiarkan berita dalam berbagai bentuk, seperti berita langsung (hard news), reportase, dan lain-lain. sehingga ada kesan infotainment juga sebagai berita.

Anggapan itulah kemudian yang rancu dan membingungkan oleh karena itu penulis akan mengutarakan apakah infotainment temasuk berita faktual atau sebaliknya berita non faktual. Penyiar berita di televisi selalu mengatakan informasi untuk berita. Padahal, informasi tidak otomatis bisa menjadi berita karena informasi atau fakta baru bisa menjadi berita jika memenuhi unsur-unsur layak berita didalam buku Ashadi Siregar, dkk. Bagaimana Menjadi Penulis Media Massa, Paket 4 Jurnalistik, yaitu significance (menyangkut kepentingan publik), magnitude (angka), timelines (aktualitas), proximity (kedekatan secara geografis atau psikologis), prominence (ketenaran), dan human interest (manusiawi). Selain itu ada pula kelengkapan berita yaitu 5W (what, who, when, where, why) + 1H (how).1

1

Ashadi Siregar, dkk. (Bagaimana Menjadi Penulis Media Massa), Paket 4 Jurnalistik, PT Karya Unipers, Jakarta, 1982.

Konten infotainment yang memiliki dampak negatif dan berada di ruang publik saja yang dilarang, termasuk unsur yang terlibat dalam mengekpliotasi berita itu sendiri. Setidaknya ada lima elemen yang dilarang atau diharamkan membuka atau membuat berita aib, gosip dan lain-lainnya. Pertama sumber berita, yaitu orang yang menceritakan aib itu sendiri. Karena sekarang ini banyak orang yang senang mempublikasikan,walaupun itu aibnya sendiri. Ini tidak boleh, kepada satu orang saja tidak boleh, apalagi ke publik atau khalayak. Kedua, yang masuk larangan membuat berita aib dan gosip ini adalah wartawan atau insan infotaimentnya. Ketiga, media penyiarannya. Keempat, masyarakat sebagai konsumen, penonton, pembaca atau sebagai penggunanya. Kelima, pihak yang mengambil keuntungan dari berita gosip seperti Production House (PH), stasiun televisi, penerbit dan lain-lainnya. Lima elemen ini dilarang keras untuk menyiarkan berita berisi aib dan gosip itu, ini yang tidak boleh.

Dalam jurnalistik yang disebut berita harus mengandung nilai (news value atau news worthy). Berita bisa disebut mempunyai nilai al. jika mengutamakan fakta, mengedepankan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, membela yang diabaikan, seimbang, dan lain-lain. Jika sudah memenuhi unsur-unsur layak berita dan kelengkapan berita maka berita tersebut bisa menjadi agent of change. Bandingkan dengan informasi dalam infotainment lebih mengutamakan fakta privat yang tidak terkait dengan kepentingan publik. Informasinya lebih menonjolkan ‘kabar burung’ dan

‘kabar angin’ maka informasi yang ada di infotainment tidak mempunyai nilai

Pembahasan korelasi antara media (TV) dengan masyarakat umum Indonesia (khalayak) dengan meneropong tayangan infotainment yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia serta peranan pemerintah di dalamnya. Fenomena infotainment dapat dilihat dari beberapa sudut pandang: sosiologi, antropologi, psikologi, komunikasi/jurnalistik, hukum, agama. Dari hasil pengamatan infotainmet merupakan tayangan yang penuh dengan gosip. Namun acara tersebut merupakan tayangan yang memiliki rating tinggi dan sebagian besar dari televisi swasta di Indonesia mempunyai program tayangan tersebut. Tidaklah heran beberapa televisi swasta menjadikan program ini sebagai acara unggulan atau utama di stasiun televisinya.

Hal tersebut memberikan beberapa bukti, dimana media merupakan jendela yang memungkinkan kita untuk melihat fenomena yang terjadi melebihi lingkungan di sekitar kita sehingga dapat kita katakana media sebagai pembatas yang menghalangi kebenaran. Dari perspektif komunikasi, acara infotainment yang disiarkan di telivisi swasta kita sangat kompleks. Setidaknya ada dua konteks komunikasi di sini, yakni komunikasi antarpelaku seperti yang dilaporkan oleh infotainment dan komunikasi media massa antara TV dengan khalayaknya.

Bila mengamati dengan menggunakan program tayangan infotainment di televisi swasta Indonesia, terlihat masyarakat berperan pasif. Dimana masyarakat mudah terpengaruh oleh media. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan mengamati pengaruh tayangan program yang disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia ini. Ini disebabkan tayangan tersebut memenuhi

naluri primitive manusia, yakni untuk tertarik pada misteri, drama, konflik, dan sensualitas. Gosip tentang kaum selebritis dalam tayangan infotainment yang di sajikan oleh TV swasta memiliki unsur -unsur diatas, khususnya drama dan konflik. Sehingga masyarakat Indonesia lebih suka menonton

infotainment, daripada film.

Dari kenyataan yang terjadi dapat terlihat bagaimana peranan media dalam masyarakat Indonesia. Peranan pemerintahan dalam menangani hal ini cenderung tidak terlihat, media khususnya TV swasta tidak pernah memikirkan pengaruh negative dari tayangan tersebut terhadap perilaku masyarakat Indonesia, namun masyarakat Indonesia juga lebih memilih untuk menikmati acara yang berunsurkan drama dan konflik.

Hubungan media, khususnya pada pembahasan ini adalah tayangan

infotainment dalam TV swasta dengan masyarakat Indonesia berpengaruh

dalam kehidupan nyata dari sebagian besar khalayak masyarakat umum Indonesia. Terlihat bagaimana media memegang kendali dalam perilaku masyarakat lewat program tayangan-tayangan yang ditampilkan di televisi.

Komunikasi bersifat irreversible, dimana sekali pesan, termasuk penjulukan, disampaikan kepada khalayak pemirsa, maka amat sulit bagi siapapun untuk meniadakan sama sekali efek dari penjulukan yang diberikan oleh media. Ketika seseorang difitnah oleh media, pemberitaan tersebut sulit untuk dihilangkan, walaupun pers atau media memohon maaf atas kesalahan dari pemberitaan mereka. Karena akan ada saja sejumlah pemirsa yang kadang diterpa berita negative tersebut, tanpa mengetahui permohonan maaf dari media atau hal tersebut merupakan kesalahan informasi. 2

2

Gosip yang ditayangkan pasti mengandung bias, karena bahasa itu sendiri (termasuk bahasa gambar), merupakan serangkaian pesan yang diciptakan oleh orang -orang yang hidup dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Semua perangkat nilai yang telah mereka cerap, plus kondisi fisiologis dan psikologis mereka yang situasional, turut mempengaruhi perumusan dan penyampaian gosip. Dengan kata lain gosip merupakan rekontruksi dari wartawan (institusi pers) mengenai suatu peristiwa atau pernyataan yang telah lewat. Hal ini akan berdampak pada sebagian besar cara berpikir khalayak. Tidaklah salah ketika kita memandang pemberitaan dari gosip tersebut adalah opini dan tidak obyektif, karena sudah dirancang atau ada batasan-batasan penayangan oleh para wartawan. Dampak yang terjadi pada khalayak adalah memandang seseorang atau sekelompok orang tertentu sesuai dengan pemberitaan, tanpa mengamati lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi. Contohnya ketika media memaparkan keburukan dari seseorang atau kelompok, maka sebagian besar khalayakpun akan mempunyai anggapan yang sama, tanpa mengetahui permasalahan yang sebenarnya.

Seperti kasus yang diangkat dalam meneropong infotainment sebagai salah satu contoh melihat dan mengamati hubungan media massa dengan khalayak. Sebagian besar masyarakat umum berperilaku cenderung sesuai dengan apa yang ditayangkan oleh media massa. Peranan media sebagai interpreter adalah memaknai segala sesuatu atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan seharin-hari, dimana kejadian tersebut penting untuk diberitakan kepada khalayak. Namun setiap media mempunyai interpretasi yang berbeda- beda sesuai dengan kepentingan, cara pandang, ideology, dan sebagainya

yang digunakan oleh setiap media tertentu. Sedangkan masyarakat umum cenderung terpancing terhadap pemberitaan media massa. Sebagian besar khalayak menjadi pihak yang dirugikan, karena tidak sedikit media massa menginterpretasikan sesuatu sesuai dengan kepentingannya, tanpa mau berpikir dampak yang akan terjadi di masyarakat.

Terkadang media massa telah melupakan salah satu fungsi dari media tersebut. Media ada bukan hanya sekedar untuk memberikan informasi namun harus dapat mendidik dan membimbing khalayak (publik). Infotainment hanyalah salah satu contoh dari sebagian besar program acara TV swasta yang tidak memberikan didikan atau bimbingan yang mendidik. Karena media ketika mengkaji satu isu tertentu harus dapat membedakan pemberitaan antara opini dan fakta. Namun pada kenyataannya sangat sulit untuk memisahkan antara fakta dan interpretasi yang dilakukan oleh wartawan media massa.

Sebagian besar masyarakat umum Indonesia kecanduan terhadap media TV sangatlah tinggi dibandingkan media massa lainnya. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa komunikasi harus dapat berpikir kritis; analitis, kreatif, normatif, serta konstruktif dalam mengamati dan menganalisa hubungan media dengan khalayak (masyarakat umum Indonesia) yang sudah tidak sehat lagi.

Fungsi media jangan sampai keliru, padahal dalam kelangsungannya media haruslah berperan dalam fungsinya yaitu dapat memberi feedback positif kepada khalayak (public) diantaranya:

1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.

2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.

3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.

4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).

Media juga harus memiliki pengaruh yang baik terhadap pemirsanya bukan malah membeberkan mengenai perceraian, perselingkuhan dan lain-lain misalnya, masyarakat dalam hal ini tentu akan lebih respek secara langsung dan dapat meniru apa yang ditayangkan televisi, terkecuali masyarakat yang kritis dalam menentukan tontonannya yang lebih mampu menilai subtansi suatu tayangan bukan hanya apa yang disampaikan kemudian ikut-ikutan.

Pengaruh positif media memberikan pesan kepada khalayak:

1. Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.

2. Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mempengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai

membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.

3. Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat.

4. Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.

C. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia pada kasus Silet di RCTI

Dokumen terkait