• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

C. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia pada kasus Silet di

Program televisi, baik news, informasi, maupun hiburan seharusnya tidak memuat pemberitaan yang mengandung unsur mistis, sekalipun masyarakat Indonesia kebanyakan masih percaya pada alam metafisika, kepercayaan, animisme, dan dinamisme. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bukan tanpa alasan menghentikan sementara program infotainment Silet di salah satu stasiun televisi swasta. Tayangan informasi, bukan hanya Silet, telah membuat masyrakat di sekitar lereng Gunung Merapi panik akibat pemberitaan di dalamnya.

Seperti diketahui, Silet yang tayang pada 7 November 2010 lalu memberitakan pernyataan paranormal Joyo Boyo bahwa bencana letusan

Gunung Merapi akan lebih dahsyat. Melanjutkan aduan masyarakat dan LSM, KPI akhirnya memberikan surat teguran kepada program tersebut. Anggota KPI Pusat, Ezki Suyanto, mengatakan tayangan apa pun dilarang menyeret bencana Merapi ke hal-hal mistis karena akan berpengaruh kepada aspek sosiologis masyarakat di lereng Gunung Merapi. Ini kan bencana, kalau terjadi kepanikan kan kasihan masyarakat. Media, dalam kasus Silet, tidak berfungsi memberikan pemahaman kepada masyarakat (khalayak) tentang kondisi yang realistis. Dengan mampu membaca keadaan yang realistis, masyarakat berlatih untuk berpikir logis.

Pengemasan program acara semenarik mungkin sebetulnya memang ada di kewenangan tim produksi siaran itu sendiri. Tetapi masalalahnya, cara membumbui konten tersebut yang KPI anggap terlalu berlebihan. Kata berlebihan ini sendiri memunyai makna abstrak, tidak jelas, dan ambiguitas. Absurditas kata tersebutlah yang barangkali bagi KPI akhirnya menjaring program-program bandel. Alangkah bijak jika media turut berempati terhadap pemberitaan yang sangat sensitif dengan memilih narasumber yang kredibel, kapabel, dan berimbang. Sebab, penonton sendiri sangat terganggu dengan pemberitaan tersebut. Bencana alam memosisikan manusia pada level tekanan psikologi yang tinggi. Situasi yang luar biasa itu memicu kepanikan, kekalutan, rasa khawatir, dan rasa takut makin dominan. Faktor inilah salah satu yang menjadi pertimbangangan utama KPI menindak tegas program-program siaran yang dinilai provokatif. Kendati demikian, KPI tidak berpretensi pada salah satu program tertentu, apalagi yang tengah mengalami

kasus pencekalan. Tetapi aturan tersebut berlaku umum sesuai Undang-Undang Penyiaran No 32 Tahun 2008.

Selain pernyataan Joyo Boyo, dalam siaran Silet waktu itu pembawa acara Fenny Rose tak luput dari kritikan KPI. Fenny Rose dianggap semakin menguatkan ramalan mistis Joyo Boyo dengan mengatakan bahwa Yogyakarta adalah kota malapetaka. Secara psikologis, pernyataan Fenny tersebut memicu pikiran negatif semua masyarakat se-Indonesia. Betapa tidak, seusai pemberitaan itu, KPI mendapat laporan sekitar 550 warga di lereng Gunung Merapi mengungsi dengan sangat panik.

Media sedianya perlu banyak introspeksi diri apakah program yang disajikan kepada khalayak sudah baik dan benar. Tujuan besar menciptakan situasi pertahanan dan keamanan yang kondusif adalah kewajiban bersama elemen terkait. Efek Psikologis paling tidak itulah yang tergambar dalam kontroversi tayangan Silet pada 7 November 2010 lalu. Media mampu menggerakkan massa melalui pola pikir ke arah yang mereka rencanakan. Media ikut berperan penting dalam merekonstruksi masyarakat.

Sebaiknya para pekerja inftotainment agar mengedepankan data yang digali dari narasumber bernilai faktual, bukan bersifat opini atau rekayasa, maka kehati-hatian saat wawancara mutlak diperlukan. Secara motif psikologi, tiap narasumber memiliki agenda tersembunyi saat berbicara kepada pers. Ada yang karena ingin dipuji, ingin mendapat simpati, ingin menyerang pihak lain, atau ingin menyembunyikan sesuatu. Seharusnya narasumber, dalam hal ini Joyo Boyo memberikan sebuah pernyataan netral. Artinya, apa pun jenis ramalan manusia bersifat unpredictable atau berpeluang fifty-fifty. Sementara

pers pada posisi itu bukan malah mengangkat sudut pemberitaan (angle) pada hal-hal yang berbau sensasional. Tapi, mengatakan bahwa maksud dari tayangan tersebut sebagai upaya early warning system. Alam metafisika individu tak dapat dikendalikan, satu-satunya cara adalah memberikan ketenangan kepada mereka. Lantas siapa yang berperan untuk mengambil alih kondisi kepanikan itu? Pemerintah dalam hal ini kementerian yang ditunjuk-harus bersikap tanggap atas respons ketakutan warga lereng Merapi. Pemerintah kembali menetralisasi keadaan, misalnya, melalui Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, supaya pemberitaan program yang bersangkutan tidak meresahkan masyarakat.

Meski dampak pemberitaan kepada masyarakat dalam pola hidup tradisional lebih besar sisi negatif tetapi, ada sisi positifnya. Keuntungan bagi individu yang percaya teologisme ini akan mendorong ia jadi rajin beribadah.

Oleh karena itu yang perlu diperhatikan oleh para pekerja media khususnya infotainment agar lebih berhati-hati dlam pemuatan berita mengenai bencana alam, yang harus dikaji kembali dalam hal ini adalah kembali kepada buku pedoman perilaku penyiaran (P3) BAB XXIV mengenai PELIPUTAN BENCANA ALAM, dalam meliput dan/ atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah, lembaga penyiaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. melakukan peliputan subyek yang tertimpa musibah harus mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya;

b. tidak menambah penderitaan ataupun trauma orang dan/ atau keluarga yang berada pada kondisi gawat darurat, korban kecelakaan atau korban kejahatan, atau yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan, mengintimidasi korban dan/ atau keluarganya untuk diwawancarai dan/ atau diambil gambarnya; dan/ atau

c. menyiarkan gambar korban dan/ atau orang yang sedang dalam kondisi menderita hanya dalam konteks yang dapat mendukung tayangan;

Komisi Penyiaran Indonesia telah melaksanakan tugas dengan sebenar-benarnya dalam mengawasi tayangan infotainment khususnya pada Silet di RCTI. Contoh kasus tayangan yang disiarkan pada tanggal 7 November 2010 tersebut yaitu tentang bencana alam meletusnya gunung merpai oleh infotaiment Silet, berita bencana akibat letusan Merapi diarahkan kesisi mistis dengan mewawancarai paranormal yang bernama Joyo Boyo. Prediksi-prediksi tentang kondisi Merapi yang berlebihanpun diuraikan olehnya, lebih lagi hal ini diungkapkan kembali oleh Feni Rose yang membacakan narasi sebagai berikut:

Puncak letusan Merapi kabarnya akan terjadi hari ini (Minggu) hingga esok hari pada bulan baru yang jatuh pada tanggal 8 November 2010, ahli lapan selalu mencatat hampir semua letusan dan guncangan gempa muncul pada bulan baru. Lantas apa yang akan terjadi dengan Yogyakarta, kota budaya yang elok akan tergolek lemah tak berdaya? Benarkah Jogja yang dalam banyak lagu digambarkan begitu indah akan berubah penuh malapetaka?. Akibatnya, Dadang rahmat Hidayat selaku ketua Komisi Penyiaran Indonesia menjelaskan, dalam penayangan tersebut KPI menerima

1.128 keluhan dalam kurun waktu dua hari semenjak acara ditayangkan, karena mayoritas masyarakat setempat sangat yakin dengan apa yang diucapkan oleh Joyo Boyo adahal benar, dan ini merupakan kejawen orang jawa setempat percaya dengan sesepuh. Bahkan, lantaran isi tayangan Silet itu 550 orang berpindah dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, ke Nanggulan. Kesalahan utama, menyampaikan informasi yang tampaknya tak benar dan ada dampak ketakutan di masyarakat Yogyakarta.

Dalam perkara ini tentu KPI menyikapi tayangan infotainment Silet yang dinilai provokatif dan berlebiahan, KPI menindak tayangan infotainment Silet melalui prosedural yang tertera dalam undang-undang penyiaran (P3SPS) yaitu dengan menghentikan sementara tayangan infotainment Silet, serta melalui tahapan-tahapan hukum siaran sesuai apa yang telah dilanggar oleh

infotainment Silet. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. KPI telah mengeluarkan surat teguran kepada infotainmet Silet, bahwa Silet harus memohon permintaan maaf kepada masyarakat sekitar bencana merapi yang di tayangkan pada siaran iklan di RCTI, namun hal tersebut diabaikan oleh infotainment Silet, akan tetapi program

infotainment Silet yang dilarang tayang untuk sementara waktu oleh KPI

pada senin 15 November 2010 telah tayang kembali. Dalam hal ini KPI tentu merasa tidak dihargai oleh pihak infotainment Silet atas sanksi yang telah diberikan, maka KPI menindak lanjutinya.

2. Karena hal pertama tidak dilaksanakan Silet, maka izin siarannya dicabut oleh KPI berupa penghentian sementara siaran, sampai dicabutnya status bahaya menjadi status aman dari Badan Geologi Bencana Merapi.

3. Pihak tergugat tidak boleh membuat acara dengan format yanag sama atau sejenis selama penghentian sementara. Maka Silet mengganti program acara menjadi Intens.

Apabila ketentuan kedua dan ketiga tidak dipenuhi oleh pihak tergugat

(infotainment Silet) maka KPI akan langsung menindak lanjuti izin siaran

tayangan infotainment Silet untuk ditutup sepenunhnya.

Sampai akhirnya Silet memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh KPI untuk menghentikan sementara siarannya selama kurang lebih tiga setengah bulan. Pada tanggal 25 Februari 2011 Silet dapat kembali hadir di televisi setiap hari pukul 17.30 tetapi hanya berdurasi 30 mentit saja karena telah mendapatkan izin siaran dan Silet telah mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kekhasan Silet juga terlihat dari mottonya yaitu Mengangkat hal yang

dianggap tabu menjadi layak dan pantas untuk diperbincangkan”. Bahkan

presenter utamaSilet yaitu Fenny Rose berhasil tiga kali menjadi presenter

infotainment favorit dalam ajang penghargaan Panasonic Award di Indoensia

serta yang terbaru penghargaan yang diterima yaitu terpilihnya kembali Fenny Rose menjadi presenter infotainment terfavorit dalam ajang yang sama pada tahun 2007.

Kemunculan infotainment Silet dilayar kaca RCTI sebagai pelopor tayangan infotainment yang berbau investigasi ikut menambah deretan jenis hiburan di televisi. Sebagai pelopor tayangani infotainment investigasi Silet sudah mendapat kepercayaan dari khalayak ini terbukti dengan terpilihnya

infotainment Silet sebagai tayangan infotainment terbaik tahun 2007 mengalahkan acara infotainment lainnya. Karena itu infotainment Silet juga turut andil dengan bermunculannya acara infotainmnet yang memiliki format sama dengan tayangan Silet tersebut. Infotaiment boleh saja berada dalam kebebasan pers atau pers bebas, akan tetapi kebebasan tersebut harus ada batasan berupa kode etik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan kelayakan uji siaran.

62

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Infotainment dan realitas tayangannya

Infotainment adalah suatu program tayangan yang bersisikan

information and entertainment. di Indonesia infotainment adalah salah satu

acara yang sangat digemari oleh pemirsa khususnya kaum wanita dan lebih kesisi kaum ibu, karena didalamnya dikemas tentang kabar burung atau gonjang-ganjing kehidupan selebritis (gosip). asumsi dasar peneleti adalah untuk mencerahkan pembaca agar lebih kritis dalam mengkonsumsi suatu tayangan yang ada di televisi khususnya dalam tayangan

infotainment. Ide dasar konsep infotainment berawal dari asumsi informasi

karena dibutuhkan oleh masyarakat atau publik namun tidak dapat diterima begitu saja, apalagi untuk kepentingan merubah sikap negatif menjadi sikap positif manusia. Karena itu diperlukan semacam pancingan khusus untuk mengambil perhatian masyarakat. Pilihannya adalah dengan menyusupkan entertainment (hiburan) yang dapat menarik perhatian masyarakat ditengah-tengah information (informasi). dari sinilah kemudian muncul istilah infotainment, yaitu kemasan suatu acara yang bersifat informatif namun disisipi dengan entertainment untuk menarik perhatian khalayak sehingga informasi sebagai pesan utamanya dapat diterima sehingga infotainment dalam segi narasi juga bias berbentuk pemberitaan yang bersifat provokatif sperti infitainment Silet dalam

pemberitaan 7 November 2010 lalu mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi.

2. Perbedaan Berita dan Infotainment

Berita

Berita adalah sutu informasi yang yang faktual atau realevent ketika mengumpulkan bahan untuk pemutan berita, didalamnya harus berisikan unsur-unsur berita diantaranya:

a. What-Apa yang terjadi didalam suatu peristiwa? b. Who-Siapa yang terlibat didalamnya

c. Where-Dimana terjadinya peristiwa itu? d. When-Kapan terjadinya peristiwa itu? e. Why-Mengapa peristiwa itu terjadi?

Suatu informasi dan peristiwa juga dapat dinyatakan berita jika didalamnya terdapat nilai News, News adalah suatu informasi yang baru saja terjadi atau masih hangat dan menarik untuk disajikan kepada khalayak.

Suatu berita juga harus memiliki nilai faktual artinya sesuai fakta dan tidak berebihan, subtansi isi berita harus mengarah kepada objektifitas dan tidak provokatif.

Infotainment

Infotainment mempunyai nilai News artinya peliputan yang diambil

masih hangat untuk diperbincangkan atau informasi dan peristiwa yang baru terjadi, akan tetapi terkadang infotainment tidak mementingkan nilai

faktual atau sesuai fakta, tidak heran jika dalam penayangannya banyak pihak yang merasa dirugikan. Infotainment bersifat provokatif karena kebanyakan tayangan yang disiarkan mengarah kepada perselisihan, perselingkuhan khususnya dalam dunia selebritis.

Jika dilihat dari konten berita memang infotainment didalamnya terdapat nilai News artinya sesuatu yang baru, atau baru terjadi. Bila kita merujuk pada latarbelakang historis munculnya konsep infotainment dan

edutainment sebagai pembandingnya, maka seharusnya acara infotainment

yang ditayangkan disejumlah televisi Indonesia bermakna informasi. Informasi sebagai inti acara yang disampaikan kepada publik dengan menggunakan metode dengan cara menghibur. Realitas yang ada di Indonesia dalam hal ini adalah makna infotainment yang terjadi dalam industri televisi Indonesia adalah informasi tentang hiburan, yang mana sisi hiburannya dijadikan subtansi untuk disampaikan kepada masyarakat. Apakah ini penting informasi hiburan yang ada disuatu tayangan berita untuk kita konsumsi, kalau ingin hiburan lebih baik mengganti channel dan beralih kepada tayangan pelawak, ini sebagai kritik penulis.

3. Fungsi dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi tayangan Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010.

Jika melihat pada Pasal 8 (1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepantingan masyarakat akan penyiaran. Hal tersebut sudah dijalankan dengan

sebenar-benarnya oleh KPI pada kasus infotainment Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010 dengan memberikan teguran, surat pencekalan dengan memberhentikan tayangan Silet untuk sementara waktu.

Oleh karena itu penulis mengajak kepada pembaca sebagai mahasiswa komunikasi khususnya semoga skripsi ini dapat menjadi arahan dalam menyikapi dilematis dan etis dalam suatu tayangan khusunya dalam tayangan infotainment, peneliti juga telah mengangkat suatu permasalahan yang terjadi diranah siaran infotainment dengan mengambil salah satu contoh kasus yang disiarkan oleh infotainment Silet di RCTI pada 7 November 2010 dengan pemberitaan yang berlebihan dan bersifat provokatif sehingga menimbulkan kegelisahan di masyarakat, dengan melibatkan Lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi tayangan infotainment yang lebih dikhususkan kepada

infotainment Silet. kenyataan dilapangan bahwa infotainment hanya

menggambarkan dan mengambil nilai informasi sesuatu yang baru dan dianggap penting lalu dibesar-besarkan kepada publik sehingga kita seakan dijejali konsumsi informasi yang penting untuk diterima.

Akhirnya peneliti berharap kepada pembaca sekali lagi untuk lebih kritis dan jeli dalam menerima suatu tayangan dan untuk para orang tua, guru, dosen mereka juga sebagai penentu dalam mengawasi generasi penerus bangsa.Amat sangat disayangkan kalau nilai-nilai berita yang utuh untuk informasi agen sosialisasi masyarakat dan pemerintah sekarang

sedikit-demi sedikit dekesampingkan nilai berita dan dikemas menjadi informasi hiburan. Para ahli komunikasi dan media menyebut infotainment sebagai soft journalism, jenis jurnalisme yang menawarkan berita-berita sensasional, lebih personal, dengan selebriti sebagai perhatian liputan.

B. Saran

1. Hendaknya kepada lembaga Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga Independen mempertahankan kerja yang baiknya untuk menjadi lebih baik dalam menngawasi infotainment khususnya, dan segala jenis siaran pada umumnya. Penulis sangat mendukung dalam agenda rapat yang dibuka antara DPR dan fraksi terkait masalah penyiaran untuk menambahkan wewenang yang ada pada Komisi Penyiaran Indonesia hal tersebut tentu sebagai acuan yang kuat untuk mengkritisi permasalah penyiaran dan membuat efek jera kepada indutri siaran sehingga dapat meminimalisir kerusakan dalam penyiaran.

2. Untuk lembaga terkait mengenai penyiaran seperti Dewan Pers, Lembaga Sensor Film (LSF) dan lain sebagainya. Penulis berharap agar likut serta dan berperan lebih, saling membantu dengan hubungan yang erat kepada Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi dan memegang teguh serta menjunjung tinggi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

3. Khusus mengenai infotainment Komisi Penyiaran Indonesia hendaknya lebih ekstra tegas lagi dalam mengawasi tayangan infotainment, karena penulis merasa ada beberapa hal yang dianggap remeh dan sepele untuk industri infotainment, dari kasus Silet misalnya terkait pemberitaan bencana Merapi 7 November 2010. Pertama, KPI telah meminta Silet untuk meminta maaf kepada masyarakat sekitar bencana, dan hal tersebut dihiraukan. Kedua, Silet kembali tayang sebelum waktu yang telah ditetapkan oleh KPI, seakan-akan tidak ada masalah baginya untuk siaran.

68 Buku

Burhan, Bungin, “Imaji Media Massa,; Konstruksi dan Makna Realitas Sosial

Iklan Televisi Dalam Masyarakat Kapitalistik,” Yogyakarta: Jendela, 2001. Djuroto, Totok. ”Manajemen Penerbitan Pers,” Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004.

Faturrohman, Pupuh, dan M Sobry Sutikono. Strategi belajar mengajar melalui

penanaman, Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika

Aditama, 2007.

George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self, and Society 1934. Haryatmoko, Etika Komunikasi, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007

___________, Etika Komunikasi, Dilematis dan Etis program Televisi PT. Kanisius, 2007.

___________, Etika Komunikasi Mimetisme Infotainment Televisi PT. Kanisius, 2007

___________, Etika Komunikasi Infotainment atau jamaah gosip PT. Kanisius, 2007.

Ignacio Ramonet, Infotainment dan Logika Bisnis Media 2001.

Katz, Elihu and Paul F. Lazarsfeld,“Between Media and Mass/the Part Played by

People/the Two-Step Flow of Communication” in Boyd-Barret, Oliver

and Chris Newbold (eds.) Approaches to Media a Reader, London: Arnold Press, 1995.

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1993.

Lexy J. Moeleong, "Metode Penelitian Kualitatif," PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.

M. Echos, John and Hassan Sadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakrta: Gramedia. Mason, N. Gross, W. S., and A. W. Mc eachern. Explorations in Role Analysis,

dalam David Barry, pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi Jakarta: Raja

Grafindo Persada 1995

Mc Quail, Denis and Sven Windahl, “Communication Models for the Study of

Mass Communications,” Singapore: The Print House, 1984.

Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, Jakarta

_______, Teori Komunikasi Massa, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010

Pupuh Faturrohman, dan M Sobry Sutikono. Strategi belajar mengajar melalui

penanaman, Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika

Aditama, 2007.

Rakmad Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis

Statistik. Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Cet ke 12, h 83.

S. Sadiman, Arief, dkk. Media pendidikan, pengertian, pembangunan, dan

pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Sarwono, Sarlito Wirawan, Teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 003

Siregar, Ashadi, dkk. Bagaimana Menjadi Penulis Media Massa, Paket 4

Jurnalistik, PT Karya Unipers, Jakarta, 1982.

Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1993

WJS, Poerwadarminta, , Kamus Modern, Jakarta: Jembatan, 1976

Website

http://bataviase.co.id/node/451458 (Akses 25 November 2010).

http://itjen-depdagri.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 (Akses 27 November 2010)

http://pendidikanmanusia.blogspot.com/2008/08/analisis-media-massa.html (Akses 3 Desember 2010)

http://id.wikipedia.org/wiki/Televisi (Akses 5 Desember 2010)

http://kries07.blogspot.com/2009/02/pengertian-berita.html (Akses 5 November 2010)

http://sulfikar.com/dasar-dasar-jurnalistik-1.html (Akses 14 Desember 2010) http://www.scribd.com/doc/34518749/Menyoal-Nilai-Beita-Infotainment (Akses

http://www.unisba.ac.id/index.php/en/Artikel/qinfotainmentq.aspx (Akses 23 Desember 2010)

http://www.swarakita manado.com/index.php/berita/berita-utama/14671-menyoal-nilai-berita-infotainment.html. Sumber: Harian “Swara Kita”, Manado.

(Akses 27 Desember 2010) http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1799%3 Amozaik-kelembagaan-kpi-&catid=29%3Apublikasi&lang=id (Akses 28 Desember 2010) http://itjen-depdagri.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 (Akses 27 Maret 2011)

http://sambasalim.com/manajemen/konsep-pengawasan.html (Akses 30 Maret 2011)

Wawancara Penelitian Skripsi

Dalam menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dalam Mengawasi Pemberitaan, Studi Kasus Tayangan

Infotainment Silet di RCTI”. Penulis menggunakan metode deskriptif analisis

berupa wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen untuk mendapatkan data-data yang digunakan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penyelesaian masalah.

Untuk itu peneliti berharap kepada lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Mohon penjelasan mengenai sejarah berdirinya lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia?

2. Mohon penjelasan mengenai Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia? 3. Mohon penjelasan mengenai tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran

Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

4. Bagaimana batasan dan ketentuan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

5. Bagaimana wewenang dan aturan Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

6. Tindakan apa yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia jika ada tayangan infotainment menayangkan pemberitaan yang masih menduga-duga (tidak sesuai fakta)?

7. Mohon penjelasan perbedaan berita dan infotainment? 8. Apakah infotainment termasuk berita faktual?

9. Bagaimana KPI menyikapi infotainment Silet pada kasus 7 November 2010 dalam pemberitaan bencana merapi yang berlebihan?

10.Bagaimana kerjasama antara KPI dengan lembaga lainnya seperti Lembaga Sensor Film (LSF) dan Dewan Pers dalam mengawasi penyiaran lebih khuhus terhadap infotainment?

11.Mengenai Kasus Silet sebagai pertimbangan dan kebijakan Silet tergugat karena melanggar pasal?

12.Apakah Silet melanggar karena dalam tayangan 7 November 2010 tidak sesuai dengan Pedoman Standar Siaran (P3SPS)?

13.Bagaimana tahapan-tahapan atau metode KPI dalam menyikapi kasus

Dokumen terkait