• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFRASTRUKTUR BAB 5

Dalam dokumen Profil Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif 2016 (Halaman 84-100)

Perkembangan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh unsur inovasi, kreativitas, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) modern. Profil infrastruktur yang diperoleh dari hasil SKEK 2016 meliputi daerah asal input produksi maupun infrastruktur yang berkaitan dengan TIK. Pada era digital (information society) saat ini menuntut pelaku usaha ekonomi kreatif menciptakan karya kreatif dengan mengoptimalkan penggunaan TIK.

Para pelaku usaha ekonomi kreatif relatif kecil melakukan impor untuk kegiatan produksi ekonomi kreatif. Hal ini diindikasikan dari persentase perusahaan dengan input produksi berasal dari luar negeri sebesar 5,71 persen. Dominasi daerah asal input produksi usaha ekonomi kreatif berasal dari domestik, yang meliputi dari dalam kabupaten/kota (86,29 persen) dan dari luar kabupaten/kota (55,86 persen).

Profil usaha ekonomi kreatif dari hasil SKEK 2016 ini sejalan dengan fenomena ekonomi digital (digital economy) yang mencakup penetrasi di

bidang Network, Device, and Application (NDA). Hal ini diindikasikan dari

usaha ekonomi kreatif yang menggunakan komputer sebesar 64,24 persen (device), menggunakan internet sebesar 68,83 persen (network), serta

fenomena e-commerce (application) untuk penjualan sebesar 46,53 persen

dan untuk pembelian 47,99 persen. Sedangkan kepemilikan website oleh usaha ekonomi kreatif masih relatif rendah, sekitar 30,39 persen.

Secara rinci, ulasan tentang infrastruktur ekonomi kreatif hasil SKEK 2016 disajikan sebagai berikut.

INFRASTRUKTUR BAB

5

Perkembangan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh unsur inovasi, kreativitas, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) modern. Profil infrastruktur yang diperoleh dari hasil SKEK 2016 meliputi daerah asal input produksi maupun infrastruktur yang berkaitan dengan TIK. Pada era digital (information society) saat ini menuntut pelaku usaha ekonomi kreatif menciptakan karya kreatif dengan mengoptimalkan penggunaan TIK.

Para pelaku usaha ekonomi kreatif relatif kecil melakukan impor untuk kegiatan produksi ekonomi kreatif. Hal ini diindikasikan dari persentase perusahaan dengan input produksi berasal dari luar negeri sebesar 5,71 persen. Dominasi daerah asal input produksi usaha ekonomi kreatif berasal dari domestik, yang meliputi dari dalam kabupaten/kota (86,29 persen) dan dari luar kabupaten/kota (55,86 persen).

Profil usaha ekonomi kreatif dari hasil SKEK 2016 ini sejalan dengan fenomena ekonomi digital (digital economy) yang mencakup penetrasi di

bidang Network, Device, and Application (NDA). Hal ini diindikasikan dari

usaha ekonomi kreatif yang menggunakan komputer sebesar 64,24 persen (device), menggunakan internet sebesar 68,83 persen (network), serta

fenomena e-commerce (application) untuk penjualan sebesar 46,53 persen

dan untuk pembelian 47,99 persen. Sedangkan kepemilikan website oleh usaha ekonomi kreatif masih relatif rendah, sekitar 30,39 persen.

Secara rinci, ulasan tentang infrastruktur ekonomi kreatif hasil SKEK 2016 disajikan sebagai berikut.

5.1 Daerah Asal Input Produksi

Usaha/Perusahaan ekonomi kreatif dalam melakukan kegiatan produksi membutuhkan input baik berupa barang maupun jasa. Input produksi dapat diperoleh dari dalam kabupaten/kota itu sendiri, dari luar kabupaten/kota, dan juga dari luar negeri. Pada Gambar 5.1.1 terlihat bahwa usaha ekonomi kreatif di Indonesia yang input produksinya berasal dari dalam kabupaten/kota cukup tinggi, yaitu 86,29 persen.

Gambar 5.1.1 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Daerah Asal Input Produksi, 2016

Sementara usaha ekonomi kreatif yang input produksinya berasal dari luar kabupaten/kota, baik yang masih dalam satu provinsi maupun dari provinsi lain sebesar 55,86 persen. Usaha/Perusahaan ekonomi kreatif yang input produksinya berasal dari luar negeri cukup rendah, yaitu sebesar 5,71 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa pemenuhan input produksi usaha

82,69

55,86

5,71

3 Tertinggi: 1. Lampung (89,05%) 2. DKI Jakarta (88,87%) 3. Sulawesi Tengah (88,18%) 3 Terendah:

32. Kep. Bangka Belitung (72,50%) 33. Sulawesi Barat (70,00%) 34. Papua Barat (55,00%) 3 Tertinggi: 1. Sulawesi Barat (75,71%) 2. Bengkulu (73,00%) 3. Papua Barat (70,00%) 3 Terendah: 32. Sumatera Utara (45,66%) 33. Kep. Riau (42,22%) 34. DKI Jakarta (38,96%) 3 Tertinggi: 1. DI Yogyakarta (14,74%) 2. Bali (14,09%) 3. Sulawesi Tengah (10,91%)

Tidak melakukan impor:

Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat

dalam kab/kota luar kab/kota luar negeri

ekonomi kreatif Indonesia masih dapat dipenuhi dari daerah kabupaten/kota di mana usaha tersebut berada dan hanya sedikit yang bergantung pada luar negeri atau impor.

Bila ditinjau menurut provinsi, secara umum setiap provinsi memiliki kecenderungan pola yang sama dimana usaha ekonomi kreatif paling banyak menggunakan input produksi dari dalam kabupaten/kota, kemudian diikuti dari luar kabupaten kota, dan yang terakhir dari luar negeri.

Pada setiap provinsi, usaha ekonomi kreatif dengan input produksi dari dalam kabupaten/kota rata-rata cukup tinggi yaitu di atas 50 persen untuk setiap provinsi. Lampung menjadi provinsi dengan persentase terbesar yaitu 89,05 persen, diikuti oleh DKI Jakarta (88,87 persen), dan Sulawesi Tengah (88,18 persen). Sementara provinsi dengan usaha ekonomi kreatif paling sedikit menggunakan input dari dalam kabupaten/kota adalah Papua Barat yaitu 55,00 persen. Tingginya persentase ini menunjukkan input produksi usaha ekonomi kreatif relatif masih dapat dipenuhi dari dalam kabupaten/kota itu sendiri. Hal ini juga menunjukkan usaha ekonomi kreatif di setiap provinsi membangun usaha dengan memanfaatkan barang/jasa yang tersedia di sekitarnya, yaitu dalam lingkup kabupaten/kota dimana usaha tersebut berada.

Input produksi usaha kreatif tidak seluruhnya dapat dipenuhi dari dalam kabupaten/kota itu sendiri, sehingga masih membutuhkan pasokan dari daerah lain, baik yang masih berada dalam satu provinsi yang sama maupun dari daerah lain di provinsi yang berbeda. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi yaitu Sulawesi Barat (75, 71 persen), Bengkulu (73,00 persen), dan Papua Barat (70,00 persen). Provinsi dengan persentase yang tinggi menunjukkan input produksi di kabupaten/kota tersebut belum tersedia atau belum cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan usaha ekonomi kreatifnya, sehingga membutuhkan input dari kota lain atau provinsi lain. Sementara provinsi dengan usaha ekonomi kreatif paling sedikit menggunakan input dari luar kabupaten/kota adalah DKI Jakarta yaitu 38,96 persen. Hal ini menunjukkan

5.1 Daerah Asal Input Produksi

Usaha/Perusahaan ekonomi kreatif dalam melakukan kegiatan produksi membutuhkan input baik berupa barang maupun jasa. Input produksi dapat diperoleh dari dalam kabupaten/kota itu sendiri, dari luar kabupaten/kota, dan juga dari luar negeri. Pada Gambar 5.1.1 terlihat bahwa usaha ekonomi kreatif di Indonesia yang input produksinya berasal dari dalam kabupaten/kota cukup tinggi, yaitu 86,29 persen.

Gambar 5.1.1 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Daerah Asal Input Produksi, 2016

Sementara usaha ekonomi kreatif yang input produksinya berasal dari luar kabupaten/kota, baik yang masih dalam satu provinsi maupun dari provinsi lain sebesar 55,86 persen. Usaha/Perusahaan ekonomi kreatif yang input produksinya berasal dari luar negeri cukup rendah, yaitu sebesar 5,71 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa pemenuhan input produksi usaha

82,69

55,86

5,71

3 Tertinggi: 1. Lampung (89,05%) 2. DKI Jakarta (88,87%) 3. Sulawesi Tengah (88,18%) 3 Terendah:

32. Kep. Bangka Belitung (72,50%) 33. Sulawesi Barat (70,00%) 34. Papua Barat (55,00%) 3 Tertinggi: 1. Sulawesi Barat (75,71%) 2. Bengkulu (73,00%) 3. Papua Barat (70,00%) 3 Terendah: 32. Sumatera Utara (45,66%) 33. Kep. Riau (42,22%) 34. DKI Jakarta (38,96%) 3 Tertinggi: 1. DI Yogyakarta (14,74%) 2. Bali (14,09%) 3. Sulawesi Tengah (10,91%)

Tidak melakukan impor:

Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat

dalam kab/kota luar kab/kota luar negeri

ekonomi kreatif Indonesia masih dapat dipenuhi dari daerah kabupaten/kota di mana usaha tersebut berada dan hanya sedikit yang bergantung pada luar negeri atau impor.

Bila ditinjau menurut provinsi, secara umum setiap provinsi memiliki kecenderungan pola yang sama dimana usaha ekonomi kreatif paling banyak menggunakan input produksi dari dalam kabupaten/kota, kemudian diikuti dari luar kabupaten kota, dan yang terakhir dari luar negeri.

Pada setiap provinsi, usaha ekonomi kreatif dengan input produksi dari dalam kabupaten/kota rata-rata cukup tinggi yaitu di atas 50 persen untuk setiap provinsi. Lampung menjadi provinsi dengan persentase terbesar yaitu 89,05 persen, diikuti oleh DKI Jakarta (88,87 persen), dan Sulawesi Tengah (88,18 persen). Sementara provinsi dengan usaha ekonomi kreatif paling sedikit menggunakan input dari dalam kabupaten/kota adalah Papua Barat yaitu 55,00 persen. Tingginya persentase ini menunjukkan input produksi usaha ekonomi kreatif relatif masih dapat dipenuhi dari dalam kabupaten/kota itu sendiri. Hal ini juga menunjukkan usaha ekonomi kreatif di setiap provinsi membangun usaha dengan memanfaatkan barang/jasa yang tersedia di sekitarnya, yaitu dalam lingkup kabupaten/kota dimana usaha tersebut berada.

Input produksi usaha kreatif tidak seluruhnya dapat dipenuhi dari dalam kabupaten/kota itu sendiri, sehingga masih membutuhkan pasokan dari daerah lain, baik yang masih berada dalam satu provinsi yang sama maupun dari daerah lain di provinsi yang berbeda. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi yaitu Sulawesi Barat (75, 71 persen), Bengkulu (73,00 persen), dan Papua Barat (70,00 persen). Provinsi dengan persentase yang tinggi menunjukkan input produksi di kabupaten/kota tersebut belum tersedia atau belum cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan usaha ekonomi kreatifnya, sehingga membutuhkan input dari kota lain atau provinsi lain. Sementara provinsi dengan usaha ekonomi kreatif paling sedikit menggunakan input dari luar kabupaten/kota adalah DKI Jakarta yaitu 38,96 persen. Hal ini menunjukkan

input produksi usaha ekonomi kreatif di Provinsi DKI Jakarta cukup diperoleh dari dalam kota itu sendiri.

Gambar 5.1.2 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Subsektor Ekonomi Kreatif dan Daerah Asal Input Produksi, 2016

40,91 41,22 43,81 46,12 46,81 47,83 52,77 53,27 54,98 55,19 57,89 61,82 66,02 67,72 68,14 68,83 Arsitektur Kuliner Aplikasi dan Game…

Seni Pertunjukan Fotografi Desain Komunikasi Visual Musik Desain Produk Televisi dan Radio Seni Rupa Periklanan Desain Interior Kriya Fashion Film, Animasi, dan Video Penerbitan 69,22 72,14 75,98 79,54 80,90 84,42 84,52 84,55 84,76 86,93 87,72 89,66 90,00 92,75 92,79 95,02 Fashion Kriya Film, Animasi, dan Video Musik Penerbitan Seni Rupa Fotografi Desain Interior Aplikasi dan Game…

Desain Produk Periklanan Seni Pertunjukan Arsitektur Desain Komunikasi Visual Kuliner Televisi dan Radio

1,72 1,82 2,46 3,45 3,76 4,19 4,55 5,16 5,41 5,54 6,53 6,93 8,70 9,00 13,33 18,63 Kuliner Arsitektur Periklanan Seni Pertunjukan Kriya Fotografi Desain Interior Fashion Penerbitan Musik Desain Produk Seni Rupa Desain Komunikasi Visual Televisi dan Radio Aplikasi dan Game Developer Film, Animasi, dan Video

dalam luar

luar negeri

Pada Gambar 5.1.2 menunjukkan usaha kreatif menurut subsektor ekonomi kreatif dan daerah asal input produksi. Secara umum, penggunaan input produksi dari dalam kabupaten/kota relatif tinggi di setiap subsektor yaitu di atas 60 persen. Usaha/Perusahaan kreatif subsektor televisi dan radio memiliki kecenderungan tertinggi dalam menggunakan input dari dalam kabupaten/kota yaitu 95,02 persen, diikuti subsektor kuliner (92,79 persen) dan desain komunikasi visual (92,75 persen). Sementara subsektor fashion memiliki kecenderungan terendah menggunakan input dari dalam/kota yaitu 69,22 persen.

Penggunaan input produksi dari luar kabupaten/kota tidak setinggi penggunaan input produksi dari dalam kabupaten kota. Dari seluruh subsektor, usaha penerbitan memiliki kecenderungan tertinggi dalam menggunakan input produksi dari luar kabupaten/kota yaitu 68,83 persen, diikuti oleh subsektor film, animasi, video (68,14 persen), serta fashion (67,72 persen). Sementara usaha kreatif dalam subsektor arsitektur memiliki kecenderungan terendah dalam menggunakan input produksi dari luar kabupaten/kota yaitu 40,91 persen.

Usaha/Perusahaan kreatif dalam setiap subsektor secara umum memiliki kecenderungan yang cukup rendah dalam menggunakan input produksi dari luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang kurang dari 20 persen pada setiap subsektor ekonomi kreatif. Subsektor film, animasi, dan video merupakan subsektor dengan kecenderungan tertinggi yaitu 18,63 persen, diikuti subsektor aplikasi dan game developer (13,33 persen), serta subsektor televisi dan radio (9,00 persen). Sedangkan subsektor dengan kecenderungan terendah yaitu subsektor kuliner (1,72 persen).

5.2 Penggunaan TIK dalam Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi salah satu pendorong utama usaha ekonomi kreatif. Kreativitas dengan didukung oleh

input produksi usaha ekonomi kreatif di Provinsi DKI Jakarta cukup diperoleh dari dalam kota itu sendiri.

Gambar 5.1.2 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Subsektor Ekonomi Kreatif dan Daerah Asal Input Produksi, 2016

40,91 41,22 43,81 46,12 46,81 47,83 52,77 53,27 54,98 55,19 57,89 61,82 66,02 67,72 68,14 68,83 Arsitektur Kuliner Aplikasi dan Game…

Seni Pertunjukan Fotografi Desain Komunikasi Visual Musik Desain Produk Televisi dan Radio Seni Rupa Periklanan Desain Interior Kriya Fashion Film, Animasi, dan Video Penerbitan 69,22 72,14 75,98 79,54 80,90 84,42 84,52 84,55 84,76 86,93 87,72 89,66 90,00 92,75 92,79 95,02 Fashion Kriya Film, Animasi, dan Video Musik Penerbitan Seni Rupa Fotografi Desain Interior Aplikasi dan Game…

Desain Produk Periklanan Seni Pertunjukan Arsitektur Desain Komunikasi Visual Kuliner Televisi dan Radio

1,72 1,82 2,46 3,45 3,76 4,19 4,55 5,16 5,41 5,54 6,53 6,93 8,70 9,00 13,33 18,63 Kuliner Arsitektur Periklanan Seni Pertunjukan Kriya Fotografi Desain Interior Fashion Penerbitan Musik Desain Produk Seni Rupa Desain Komunikasi Visual Televisi dan Radio Aplikasi dan Game Developer Film, Animasi, dan Video

dalam luar

luar negeri

Pada Gambar 5.1.2 menunjukkan usaha kreatif menurut subsektor ekonomi kreatif dan daerah asal input produksi. Secara umum, penggunaan input produksi dari dalam kabupaten/kota relatif tinggi di setiap subsektor yaitu di atas 60 persen. Usaha/Perusahaan kreatif subsektor televisi dan radio memiliki kecenderungan tertinggi dalam menggunakan input dari dalam kabupaten/kota yaitu 95,02 persen, diikuti subsektor kuliner (92,79 persen) dan desain komunikasi visual (92,75 persen). Sementara subsektor fashion memiliki kecenderungan terendah menggunakan input dari dalam/kota yaitu 69,22 persen.

Penggunaan input produksi dari luar kabupaten/kota tidak setinggi penggunaan input produksi dari dalam kabupaten kota. Dari seluruh subsektor, usaha penerbitan memiliki kecenderungan tertinggi dalam menggunakan input produksi dari luar kabupaten/kota yaitu 68,83 persen, diikuti oleh subsektor film, animasi, video (68,14 persen), serta fashion (67,72 persen). Sementara usaha kreatif dalam subsektor arsitektur memiliki kecenderungan terendah dalam menggunakan input produksi dari luar kabupaten/kota yaitu 40,91 persen.

Usaha/Perusahaan kreatif dalam setiap subsektor secara umum memiliki kecenderungan yang cukup rendah dalam menggunakan input produksi dari luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang kurang dari 20 persen pada setiap subsektor ekonomi kreatif. Subsektor film, animasi, dan video merupakan subsektor dengan kecenderungan tertinggi yaitu 18,63 persen, diikuti subsektor aplikasi dan game developer (13,33 persen), serta subsektor televisi dan radio (9,00 persen). Sedangkan subsektor dengan kecenderungan terendah yaitu subsektor kuliner (1,72 persen).

5.2 Penggunaan TIK dalam Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi salah satu pendorong utama usaha ekonomi kreatif. Kreativitas dengan didukung oleh

perkembangan informasi yang cepat serta penerapan teknologi-teknologi baru menciptakan suatu ide bernilai ekonomi tinggi dan sesuai dengan perkembangan zaman. Penggunaan TIK oleh usaha ekonomi kreatif diantaranya dapat tergambar dari penggunaan komputer, kepemilikan website, serta penggunaan internet.

a. Komputer

Berdasarkan hasil survei, penggunaan komputer oleh usaha kreatif di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 64,24 persen (gambar 5.2.1). Bila ditinjau menurut provinsi, usaha kreatif di DI Yogyakarta memiliki kecenderungan tertinggi dalam penggunaan komputer yaitu 83,68 persen, diikuti Kepulauan Riau (83,33%), dan Sumatera Selatan (73,08 persen). Sedangkan provinsi dengan kecenderungan penggunaan komputer terendah adalah Sumatera Utara yaitu 40,00 persen.

Gambar 5.2.1 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Penggunaan Komputer, 2016 Bila ditinjau menurut subsektor, seluruh usaha aplikasi dan game developer yang disurvei telah menggunakan komputer. Kecenderungan penggunaan komputer yang tinggi juga dijumpai pada subsektor televisi dan

64,24

35,76

Menggunakan komputer Tidak Menggunakan Komputer

3 Tertinggi: 1. DI Yogyakarta (83,68%) 2. Kepulauan Riau (83,33%) 3. Sumatera Selatan (73,08%) 3 Terendah: 32. Sulawesi Barat (48,57%) 33. Gorontalo (46,25%) 34. Sumatera Utara (40,00%)

radio (98,34 persen) serta desain komunikasi visual (97,10 persen). Usaha-usaha tersebut dalam memproduksi karya kreatif memang sangat berkaitan dengan teknologi terutama komputer. Membuat Aplikasi dan game, menciptakan program televisi maupun siaran radio yang menarik, dan membuat desain komunikasi visual membutuhkan komputer dalam proses pengerjaannya.

Sementara subsektor dengan penggunaan komputer terendah adalah kriya (25,35 persen), kuliner (36,52 persen), dan fashion (42,43 persen). Ketiga subsektor ini juga diketahui sangat mengandalkan keterampilan tangan atau pembuatan produk secara langsung, seperti membuat kerajinan anyaman dari bambu, membuat masakan, serta mendesain dan menjahit suatu baju. Komputer dalam subsektor ini biasanya digunakan untuk membantu dari sisi lain seperti administrasi dan pemasaran.

Gambar 5.2.2 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif yang Menggunakan Komputer menurut Subsektor Ekonomi Kreatif, 2016 25,35 36,52 42,43 45,24 47,61 48,71 74,37 87,03 90,00 92,73 93,44 95,10 95,44 97,10 98,34 100,00 Kriya Kuliner Fashion Seni Rupa Musik Seni Pertunjukan Desain Produk Penerbitan Desain Interior Arsitektur Fotografi Film, Animasi, dan Video Periklanan Desain Komunikasi Visual Televisi dan Radio Aplikasi dan Game DeveloperAplikasi dan Game

Developer Televisi dan Radio Desain Komunikasi Visual

Periklanan Film, Animasi, dan Video

Fotografi Arsitektur Desain Interior Penerbitan Seni Pertunjukan Musik Seni Rupa Fashion Kuliner Kriya Desain Produk

perkembangan informasi yang cepat serta penerapan teknologi-teknologi baru menciptakan suatu ide bernilai ekonomi tinggi dan sesuai dengan perkembangan zaman. Penggunaan TIK oleh usaha ekonomi kreatif diantaranya dapat tergambar dari penggunaan komputer, kepemilikan website, serta penggunaan internet.

a. Komputer

Berdasarkan hasil survei, penggunaan komputer oleh usaha kreatif di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 64,24 persen (gambar 5.2.1). Bila ditinjau menurut provinsi, usaha kreatif di DI Yogyakarta memiliki kecenderungan tertinggi dalam penggunaan komputer yaitu 83,68 persen, diikuti Kepulauan Riau (83,33%), dan Sumatera Selatan (73,08 persen). Sedangkan provinsi dengan kecenderungan penggunaan komputer terendah adalah Sumatera Utara yaitu 40,00 persen.

Gambar 5.2.1 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Penggunaan Komputer, 2016 Bila ditinjau menurut subsektor, seluruh usaha aplikasi dan game developer yang disurvei telah menggunakan komputer. Kecenderungan penggunaan komputer yang tinggi juga dijumpai pada subsektor televisi dan

64,24

35,76

Menggunakan komputer Tidak Menggunakan Komputer

3 Tertinggi: 1. DI Yogyakarta (83,68%) 2. Kepulauan Riau (83,33%) 3. Sumatera Selatan (73,08%) 3 Terendah: 32. Sulawesi Barat (48,57%) 33. Gorontalo (46,25%) 34. Sumatera Utara (40,00%)

radio (98,34 persen) serta desain komunikasi visual (97,10 persen). Usaha-usaha tersebut dalam memproduksi karya kreatif memang sangat berkaitan dengan teknologi terutama komputer. Membuat Aplikasi dan game, menciptakan program televisi maupun siaran radio yang menarik, dan membuat desain komunikasi visual membutuhkan komputer dalam proses pengerjaannya.

Sementara subsektor dengan penggunaan komputer terendah adalah kriya (25,35 persen), kuliner (36,52 persen), dan fashion (42,43 persen). Ketiga subsektor ini juga diketahui sangat mengandalkan keterampilan tangan atau pembuatan produk secara langsung, seperti membuat kerajinan anyaman dari bambu, membuat masakan, serta mendesain dan menjahit suatu baju. Komputer dalam subsektor ini biasanya digunakan untuk membantu dari sisi lain seperti administrasi dan pemasaran.

Gambar 5.2.2 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif yang Menggunakan Komputer menurut Subsektor Ekonomi Kreatif, 2016 25,35 36,52 42,43 45,24 47,61 48,71 74,37 87,03 90,00 92,73 93,44 95,10 95,44 97,10 98,34 100,00 Kriya Kuliner Fashion Seni Rupa Musik Seni Pertunjukan Desain Produk Penerbitan Desain Interior Arsitektur Fotografi Film, Animasi, dan Video Periklanan Desain Komunikasi Visual Televisi dan Radio Aplikasi dan Game DeveloperAplikasi dan Game

Developer Televisi dan Radio Desain Komunikasi Visual

Periklanan Film, Animasi, dan Video

Fotografi Arsitektur Desain Interior Penerbitan Seni Pertunjukan Musik Seni Rupa Fashion Kuliner Kriya Desain Produk

b. Website

Website atau situs web adalah sekumpulan halaman informasi yang disediakan melalui jalur internet sehingga bisa diakses di seluruh dunia selama terkoneksi dengan jaringan internet. Website merupakan sebuah komponen yang terdiri dari teks, gambar, suara animasi sehingga menjadi media informasi yang menarik untuk dikunjungi oleh orang lain. Pada era informasi saat ini, kepemilikan website oleh suatu usaha menjadi hal yang penting karena melalui website usaha tersebut dapat memberikan informasi mengenai usaha yang dijalankan.

Pada usaha ekonomi kreatif, kepemilikan website menjadi kebutuhan karena website dapat menjadi media untuk memberikan informasi mengenai produk-produk kreatif baik barang maupun jasa. Dengan memiliki website, usaha ekonomi kreatif dapat dengan leluasa memberikan penjelasan yang lengkap dan menarik. Melalui website juga suatu usaha ekonomi kreatif bisa dikenal oleh masyarakat. Bahkan terkadang kepemilikan website dinilai menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu usaha.

Berdasarkan hasil survei, usaha ekonomi kreatif di Indonesia yang telah

memiliki website sebesar 30,39 persen. Kepemilikan website terutama oleh

usaha ekonomi kreatif yang ingin memperkenalkan usahanya melalui internet atau untuk memasarkan barang dan jasa yang dihasilkan.

Gambar 5.2.3 Persentase Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia menurut Kepemilikan Website, 2016 Usaha/Perusahaan kreatif di Provinsi DI Yogyakarta memiliki kecenderungan tertinggi dalam kepemilikan website yaitu 56,84 persen. Kecenderungan yang cukup tinggi juga ditunjukkan oleh usaha kreatif di Kepulauan Riau sebesar 48,89 persen dan DKI Jakarta sebesar 43,23 persen. Sementara usaha kreatif di Provinsi Gorontalo cenderung masih rendah dalam

kepemilikan website yaitu 12,50 persen, diikuti provinsi Sulawesi Barat (17,14

persen) dan Maluku Utara (15,00 persen).

Berdasarkan subsektor, usaha televisi dan radio memiliki kecenderungan tertinggi kepemilikan website yaitu 72,99 persen. Website bagi usaha ini sangat penting sebagai sarana untuk melayani pelanggan seperti memberikan layanan streaming, memberikan informasi mengenai program acara, memberikan informasi mengenai perusahaan, dan lainnya. Kecenderungan yang cukup tinggi juga ditunjukkan subsektor aplikasi dan game developer sebesar 69,52 persen serta subsektor film, animasi, dan video 55,39 persen.

30,39

69,61

Memiliki Website Tidak Memiliki Website

3 Tertinggi: 1. DI Yogyakarta (56,84%) 2. Kepulauan Riau (48,89%) 3. DKI Jakarta (43,23%) 3 Terendah: 32. Sulawesi Barat (17,14%) 33. Maluku Utara (15,00%) 34. Gorontalo (12,50%)

b. Website

Website atau situs web adalah sekumpulan halaman informasi yang disediakan melalui jalur internet sehingga bisa diakses di seluruh dunia selama terkoneksi dengan jaringan internet. Website merupakan sebuah komponen yang terdiri dari teks, gambar, suara animasi sehingga menjadi media informasi yang menarik untuk dikunjungi oleh orang lain. Pada era informasi saat ini, kepemilikan website oleh suatu usaha menjadi hal yang penting karena melalui website usaha tersebut dapat memberikan informasi mengenai usaha yang dijalankan.

Pada usaha ekonomi kreatif, kepemilikan website menjadi kebutuhan karena website dapat menjadi media untuk memberikan informasi mengenai produk-produk kreatif baik barang maupun jasa. Dengan memiliki website, usaha ekonomi kreatif dapat dengan leluasa memberikan penjelasan yang lengkap dan menarik. Melalui website juga suatu usaha ekonomi kreatif bisa dikenal oleh masyarakat. Bahkan terkadang kepemilikan website dinilai menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu usaha.

Berdasarkan hasil survei, usaha ekonomi kreatif di Indonesia yang telah

memiliki website sebesar 30,39 persen. Kepemilikan website terutama oleh

usaha ekonomi kreatif yang ingin memperkenalkan usahanya melalui internet atau untuk memasarkan barang dan jasa yang dihasilkan.

Dalam dokumen Profil Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif 2016 (Halaman 84-100)