• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inisiasi penyusunan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional

Inisiasi penyusunan regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) didasari atas adanya amanat dari UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tepatya pada Pasal 6 ayat 5 yang menyebutkan bahwa “Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri”. Sebelumnya, penyusunan Rancangan Undang-Undanga (RUU) PRUN ini telah dilakukan oleh LAPAN pada tahun 2006, dimana telah terdapat Naskah Akademis RUU PRUN, namun masih mengacu kepada UU Penataan Ruang terdahulu yaitu UU No. 24 Tahun 1992.

Sebagai langkah awal dari penyusunan regulasi PRUN ini, telah dilakukan serangkaian pertemuan dan pembahasan baik pertemuan yang bersifat lintas sektor antar K/L terkait, maupun pembahasan internal Bappenas antara Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan,

27

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

Direktorat Pertahanan Keamanan, dan Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan. Jika dikronologiskan, serangkaian pertemuan yang telah dilakukan diantaranya:

1) Brainstorming PRUN pada 17 Maret 2014, dengan narasumber dari Pusat Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, LAPAN sebagai pihak yang terlibat dalam penyusunan Naskah Akademik RUU PRUN pada tahun 2006.

2) FGD Perumusan Peran dan Pentingnya RUU PRUN dalam Sistem Perencanaan Nasional pada 5 Mei 2014 dengan narasumberDinas Hukum Angkatan Udara, TNI AUsebagai pihak yang sangat berperan dalam pemanfaatan ruang udara nasional serta Kepala BPHN sebagai pihak yang mengetahui perkembangan regulasi di Indonesia, termasuk di dalamnya regulasi terkait PRUN.

3) Bilateral Meetingantara Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas dengan Direktorat Pertahanan dan Keamanan Bappenas pada 13 Juni 2014 untuk pembahasanan mengenai usulan Kemenhan sebagai pemrakarsa RUU PRUN (hasil dari FGD sebelumnya).

4) Pertemuan Bappenas dengan Kemenhan dan TNI AU pada 17 Juni 2014 untuk pembahasan pemrakarsa RUU PRUN.

5) Trilateral Meetingantara Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Direktorat Pertahanan dan Keamanan, serta Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan Bappenas untuk membahas mengenai inisiasi penyusunan regulasi PRUN yang disepakati agar didahului dengan kajian oleh tim teknis kajian (Bappenas).

6) Pertemuan Teknis Tindak Lanjut Trilateral Meeting 14 Juli 2014 pada 15 Juli 2014 untuk membahas lebih lanjut mengenai kajian urgensi penyusunan regulasi PRUN. 7) Rakor BKPRN Tingkat Eselon I pada 18 Juli 2014 dengan salah satu agenda

pelaporan inisiasi penyusunan regulasi PRUN kepala Eselon I K/L anggota BKPRN. 8) FGD Kilas Balik Urgensi dan Proses Penyusunan Naskah Akademis RUU PRUN pada

7 Agutus 2014, dengan mengundang Prof. Supancana sebagai salah satu pakar hukum udara di Indonesia dan juga merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam penyusunan Naskah Akademik RUU PRUN pada tahun 2006.

9) Pertemuan Teknis Tindak Lanjut Penyusunan RUU PRUN di internal Bappenas pada 28 Agustus 2014, untuk menyepakati langkah-langkah inisiasi penyusunan regulasi PRUN ke depan (roadmap), termasuk di dalamnya kajian urgensi penyusunan regulasi PRUN.

10) Konsinyering Pendalaman Urgensi Penyusunan Regulasi PRUN (Internal Bappenas) pada 6-7 Oktober 2014 dengan agenda utama pemetaan dan pendalaman isu dan masalah sektoral terkait regulasi PRUN sebagai bahan utama dalam kajian penyusunan regulasi PRUN serta pembahasan penerapan CBA dalam penyusunan regulasi PRUN.

11) Trilateral Meeting antara Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas,Direktorat Pertahanan Keamanan Bappenas, serta Kementerian Pertahanan pada 27 Oktober 2014 untuk membahas mengenai langkah-langkah penyusunan regulasi PRUN kepada Kementerian Pertahanan sebagai pemrakarsa yang diusulkan.

12) Rapat Pembahasan Perkembangan Inisiasi Penyusunan Regulasi PRUN pada 19 Desember 2014 antara Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Direktorat Pertahanan Keamanan, dan Direktorat Analisa Peraturan Perundang-Undangan Bappenas untuk membahas mengenai usulan pemindahan pemrakarsa penyusunan regulasi PRUN kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

28

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

Dari serangkain pertemuan dan pembahasan tersebut didapatkan pokok-pokok kesepakatan, diantaranya:

1)

Penyusunan dan muatan naskah akademis RUU PRUN yang telah disusun oleh LAPAN pada tahun 2006 (amanat UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang)

2)

Disepakati regulasi PRUN bersifat melengkapi regulasi yang sudah ada (hanya mengatur yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada)

3)

Apabila terkait kedaulatan negara, pengaturannya dalam bentuk UU. Dengan

demikian tidak semua substansi yang berkaitan dengan PRUN akan diatur dalam UU.

4)

Perlu disepakati aspek terpenting yang akan menjadi pertimbangan untuk mengidentifikasi pemrakarsa

5)

Aspek terpenting yang menjadi urgensi utama PRUN adalah: pelanggaran wilayah batas udara (sebagai dasar kewenangan penindakan dan sangsi yang menimbulkan efek jera)

6)

Perlu disepakati pula: a) Apakah perlu menentukan batas atas ruang udara? ; b) Definisi pengelolaan; c) Apakah pengaturan akan difokuskan pada aspek pemanfaatan atau pengaturan?

7)

Diperlukan pembahasan mengenai mekanisme pengalihan pemrakarsa secara formal dari LAPAN kepada pemrakarsa yang baru.

8)

Mempertimbangkan sifatnya yang spesifik CBA dalam rangka kajian sepatutnya dilaksanakan oleh sektor yang bersangkutan.

9)

Diusulkan bahwa penyusunan regulasi PRUN dikoordinasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kementerian Agraria dan Tata Ruang sebagai pemrakarsa). Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2015 akan dilakukan serangkain pertemuan dengan agenda pembahasan untuk menyepakati usulan pemrakarsa beserta dengan pengalihan pemrakarsa secara formal dari LAPAN. Selain itu perlu pula dilakukan pembahasan lebih lanjur mengenai bentuk dan pembagian peran dalam kajian penyusunan regulasi PRUN jika sudah diserahkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang, termasuk di dalamnya pembahasan mengenai kebutuhan akan peraturan perundang-undangan turunan dari regulasi PRUN jika disepakti bahwa regulasi ini akan berbentuk Undang-Undang.

Inisiasi penyusunan regulasi PRUN ini telah dimasukkan ke dalam RPJMN 2015-2019. Diharapkan kajian penyusunan regulasi ini dapat berjalan pada tahun 2015 dengan menghasilkan naskah akademis regulasi PRUN, untuk kemudian akan disusun ke dalam draft regulasi pada tahun 2016 dan selanjutnya dapat dilegalkan secara hukum, sehingga target penyusunan reguasi PRUN dalam RPJMN 2015-2019 dapat tercapai.

I. Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Penataan Ruang

Dalam melaksanakan fungsi koordinasi di bidang penatan ruang, BKPRN menjadi forum pemberian rekomendasi untuk berbagai konflik baik antarsektor, antardaerah, maupun antara sektor dan daerah.Sepanjang tahun 2014, BKPRN telah melakukan serangkaian pembahasan dalam upaya menyelesaikan konflik pemanfaatan ruang untuk mencapai

29

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

kesepakatan dan menghasilkan rekomendasi penyelesaian kepada Pemerintah Daerah sebagai pertimbangan pengambilan keputusan.

1. Rencana investasi pabrik kelapa sawit di Kota Dumai

Pembahasan konflik pemanfaatan ruang Kota Dumai dilatarbelakangi oleh Surat Walikota Dumai No. 503/BPTPM/06 tertanggal 15 Januari 2014 perihal permohonan kepada BKPRN terkait rencana investasi pabrik kelapa sawit PT. Aekloba Sawita Jaya Mandiri pada kawasan yang dalam Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Dumai termasuk kedalam Kawasan Pengembangan Dumai Baru.

Dalam Pasal 89 huruf f Rancangan Perda RTRW Kota Dumai disebutkan bahwa pengembangan yang diperbolehkan dalam Kawasan Pengembangan Dumai Baru adalah permukiman terencana; perdagangan dan jasa; peternakan; serta perkantoran pemerintah terpadu. Sedangkan pengembangan kegiatan industri sama sekali tidak diperbolehkan. Hasil pembahasan forum BKPRN berkesimpulan bahwa pada prinsipnya, izin rencana investasi pengembangan pabrik kelapa sawit PT Aekloba Sawita Jaya Mandiri dapat diberikan, dengan mengacu pada Perda RTRW Kota Dumai No. 11 Tahun 2002 berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 188.34/1055/IV/Bangda tenggal 5 Februari 2013 tentang Percepatan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Sebagai tindak lanjut, Kemenko Perekonomian akan mengeluarkan surat rekomendasi usulan perubahan peruntukan kawasan industri di Kawasan Pengembangan Dumai Baru. Disamping itu juga akan dilakukan kunjungan lapangan dan pembahasan pengembangan industri agro di Kota Dumai.

2. Pembangunan pabrik baja di Kabupaten Trowulan

Konflik pemanfaatan ruang di Kabupaten Mojokerto muncul berkenaan adanya rencana pembangunan pabrik baja di Kawasan Cagar Budaya Trowulan.Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Mojokerto, lokasi pembangunan pabrik baja diperuntukan sebagai kawasan industri menengah.Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Surat Keputusan No. 260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Berdasarkan pembahasan Forum BKPRN, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan konflik tersebut yaitu:

1)

Pemerintah Kabupaten Mojokerto segera menyusun Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) guna memastikan pemanfaatan ruang bagi kepentingan konservasi maupun budidaya sesuai dengan ketentuan pada RTRW Kabupaten Mojokerto.

2)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera menyusun sistem zonasi pada kawasan cagar budaya sebagai tindak lanjut Kepmendikbud No. 260/M/2013 sesuai ketentuan peraturan perundangan.

3)

Kementerian Perindustrian menyusun kriteria klasifikasi industri menengah dan besar.

4)

Alternatif kegiatan budidaya yang sejalan dengan RTRW Kabupaten Mojokerto dan tidak melanggar prinsip-prinsip pelestarian cagar budaya setempat.

30

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

3. Pembangunan bandara karawang dan pelabuhan cilamaya di Kabupaten Karawang Mengemukanya konflik pemanfaatan ruang di Kabupaten Karawang dikarenakan adanya rencana peningkatan pelayanan transportasi di wilayah Greater Jakarta Metropolitan Area, meliputi pembangunan Bandara Karawang serta Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang.

Rencana pembangunan Bandara Karawang telah diakomodir dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Namun demikian, rencana tersebut tidak sesuai dengan arahan peruntukan ruang dalam RTRWN, RTR Pulau Jawa-Bali, RTRW Provinsi Jawa Barat, maupun RTRW Kabupaten Karawang. Selain itu, diperkirakan akan muncul overlapping pelayanan dengan Bandara Kertajati yang direncanakan mulai beroperasi Tahun 2018.

Dalam pembangunan Bandara Karawang masih terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau sebagai pertimbangan kelanjutan rencana pembangunan, antara lain: a) Bentuk kebijakan dalam RTRWN dalam mengendalikan pemanfaatan ruang disekitar bandara maupun akses menuju bandara; b) Kajian teknis terhadap upaya meminimalisir peralihan fungsi lahan pertanian; c) Kompensasi penggantian lahan hutan; serta d) Kajian mengenai titik jenuh pelayanan bandara dan kebutuhan pengembangan bandara di masa yang akan datang. Sementara itu, rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya telah sesuai dengan arahan peruntukan ruang dalam RTR Jawa-Bali, RTRW Provinsi Jawa Barat, serta RTRW Kabupaten Karawang.Namun pembangunan akses dari dan ke pelabuhan tersebut masih terkendala adanya rencana jaringan jalan yang melewati lahan pertanian pangan.Padahal Kabupaten Karawang merupakan Lumbung Padi No. 2 di Indonesia.

Di sisi lain, masih terjadi overlapping pembangunan daerah Pelabuhan Cilamaya dengan fasilitas eksisting migas milik PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONJW), yang juga memasok gas untuk listrik PLN wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan pembahasan dalam Forum BKPRN, Kabupaten Karawang agar segera menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang mengakomodasi titik koordinat jalur akses pelabuhan, alokasi kawasan terkait Back Up Area, serta penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

31

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

IV. PEMANTAPAN KELEMBAGAAN DAN

KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

DAN DAERAH

Dokumen terkait