• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode PenelItIAn

GL.DEXSDWHQ6OHPDQ7DKXQ

1. Input, Activities, Output, Outcome

Instrumen yang digunakan untuk mengukur Variabel Dampak (dengan indikator input, activities, output dan outcome) terdiri dari 61 item pertanyaan. Instrumen ini memiliki skor terendah 61, tertinggi 244, sehingga skor hipotetiknya (61+244)/2=152,5. Berdasar data empirik diperoleh skor terendah 61, tertinggi 244, standar deviasi 19,15 dan skor rerata empirik 195,92. Ternyata skor rerata empirik > skor rerata hipotetik, yaitu 195,92> 152,5. Dengan membuat tiga kategori skor dampak (tinggi, sedang dan rendah), maka diperoleh distribusi kategori input sebagaimana terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi kategorisasi Input, activities, output, outcome

kategori rentang frekuensi persentase

Tinggi 219-245 44 17,6

Sedang 192-218 69 27,6

Rendah 165-191 137 54,8

*Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasar kategori indikator input, activities, output, outcome dalam Tabel 9, ternyata skor rerata empirik sebesar 195,92 berada pada kategori sedang, dinyatakan oleh 27,6% responden. Terdapat 54,8% responden berada di bawah rerata. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa indikator input, activities, output dan outcome memiliki dampak sosial yang sedang dalam transformasi program Sembako.

Indikator

2. Input

Instrumen yang digunakan untuk mengukur indikator input terdiri dari 15 butir pernyataan Skor terendah yang diperoleh adalah 15 dan skor tertinggi yang diperoleh sebesar 60, sehingga skor hipotetiknya (15+60)/2=37,5. Berdasar data empirik diperoleh skor terendah sebesar 39, skor tertinggi sebesar 60, standar deviasi sebesar 5,37 dan skor rerata empirik sebesar 48,96. Ternyata skor rerata empirik > skor rerata hipotetik, yaitu 48,96> 37,5. Dengan membuat tiga kategori skor dampak (tinggi, sedang dan rendah), maka diperoleh distribusi kategori input sebagaimana terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi kategorisasi Input

kategori rentang frekuensi persentase

Tinggi 55-62 55 22

Sedang 47-54 75 30

Rendah 39-46 120 48

*Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasarkan Tabel 10, ternyata skor rerata empirik sebesar 48,96 berada pada kategori sedang yang dinyatakan oleh 30 persen responden. Hanya 22 persen responden berada di atas rerata. Sedangkan 48 persen responden yang lain berada di bawah rerata. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa indikator input memberikan dampak yang sedang dalam transformasi program Sembako.

Indikator

3. Activities

Instrumen yang digunakan untuk mengukur Indikator activities terdiri dari 21 butir penyataan. Skor terendah yang diperoleh adalah 21 dan skor tertinggi sebesar 84, sehingga skor hipotetiknya (21+84)/2=52,5. Berdasar data empirik diperoleh skor terendah sebesar 51, skor tertinggi sebesar 84, standar deviasi sebesar 7,14 dan skor rerata empiric sebesar 67,44. Ternyata skor rerata empirik > skor rerata hipotetik, yaitu 67,44> 60. Dengan membuat tiga kategori skor dampak (tinggi, sedang dan rendah), maka diperoleh distribusi kategori activities sebagaimana terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi kategorisasi Activities

kategori rentang frekuensi persentase

Tinggi 75-86 21 8,4

Sedang 63-74 203 81,2

Rendah 51-62 26 10,4

*Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasar kategori indikator activities dalam Tabel 11, ternyata skor rerata empirik sebesar 67,44 berada pada kategori sedang yang dinyatakan oleh oleh 81,2 persen responden.

Hanya ada 10,4 persen responden yang berada di bawah

rerata. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa indikator activities memberikan dampak yang sedang dalam transformasi program Sembako.

Indikator

4. Output

Instrumen yang digunakan untuk mengukur Indikator Output terdiri dari 14 butir pernyataan. Instrumen ini memiliki skor terendah sebesar 14, skor tertinggi sebesar 56, sehingga skor hipotetiknya (14+56)/2=35. Berdasarkan data empirik diperoleh skor terendah sebesar 37, skor tertinggi sebesar 56, standar deviasi sebesar 4,79 dan skor rerata empiric sebesar 45,53. Ternyata skor rerata empirik > skor rerata hipotetik, yaitu 45,53> 35. Dengan membuat tiga kategori skor dampak (tinggi, sedang dan rendah), maka diperoleh distribusi kategori output sebagaimana terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi kategorisasi Output

kategori rentang frekuensi persentase

Tinggi 51-57 58 23,2

Sedang 44-50 36 36

Rendah 37-43 102 40,8

*Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasarkkategori indikator output dalam Tabel 12, ternayata skor rerata empirik sebesar 45,53 berada pada kategori sedang, dinyatakan oleh 36% responden. Sedangkan 40,8%

responden berada di bawah rerata. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa indikator output memiliki dampak sedang dalam transformasi program Sembako

Indikator

5. Outcome

Instrumen yang digunakan untuk mengukur Indikator outcomes terdiri dari 11 butir pernyataan. Instrumen ini memiliki skor terendah sebesar 11, skor tertinggi sebesar 44, sehingga skor hipotetiknya (11+44)/2=27,5. Berdasarkan data empirik diperoleh skor terendah sebesar 30, skor tertinggi sebesar 44, standar deviasi sebesar 3,28 dan skor rerata empirik sebesar 34,25. Ternyata skor rerata empirik > skor rerata hipotetik, yaitu 34,25> 27,5. Dengan

membuat tiga kategori skor dampak (tinggi, sedang dan rendah), maka diperoleh distribusi kategori outcomes sebagaimana terlihat pada Tabel.13

Tabel 13. Distribusi kategorisasi Outcomes

kategori rentang frekuensi persentase

Tinggi 40-44 34 13,6

Sedang 35-39 113 45,2

Rendah 30-34 103 41,2

*Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasar kategori indikator outcomes dalam Tabel 13, ternyata skor rerata empirik sebesar 34,25 berada pada kategori rendah, dinyatakan oleh 41,2% responden. Sedangkan 58,2%

responden berada di atas rerata. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa indikator outcomes memberikan dampak yang rendah dalam transformasi program Sembako.

Ringkasan hasil uji statistik deskriptif dari seluruh indikator variabel dampak transformasi program Sembako dapat disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. ringkasan Hasil Statistik Deskriptif Dampak Transformasi program Sembako

152,5 195,92 Sedang 27,6 Berdampak

Sedang

2 Input 35,7 48,96 Sedang 30 Berdampak

Sedang

3 Activities 60 67,16 Sedang 81,2 Berdampak

Sedang

4 Output 35 45,53 Sedang 36 Berdampak

Sedang

5 Outcome 27,5 34,25 Rendah 41,2 Berdampak

Rendah *Sumber: pengolahan data primer, 2020

Berdasar data pada Tabel 14 dapat disimpulkan, bahwa secara bersama-sama indikator input, activities, output dan outcome memiliki dampak sedang dalam transformasi bansos sembako di DIY. Di antara empat indikator yang diukur, terbukti bahwa indikator input, activities dan output memiliki dampak sedang, adapun indikator outcome memiliki dampak rendah.

Analisis Dampak Transformasi program Sembako B. per Indikator

Hasil analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan rerata persentase per indikator juga menunjukkan bahwa indikator outcome memiliki dampak terendah di bandingkan dengan indikator yang lain, sebagaimana disajikan pada Gambar 25.

gambar 25. Dampak Sosial Transformasi program Sembako di D.I.

Yogyakarta Indikator

1. Input

Berdasar aspek atau indikator yang diukur, indikator input terdiri dari empat sub indikator yaitu: Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), pendanaan dan sarana/prasarana. Di antara keempat sub indikator, yang paling berdampak dalam transformasi bansos program sembako adalah SDM (83,77%), diikuti pendanaan (83,47%). SDM merupakan aktor kunci dalam transformasi bansos sembako. Apabila SDM yang terlibat dalam pelaksanaan transformasi bansos sembako telah siap sesuai peran dan kapasitas masing-masing, maka akan berdampak secara positif terhadap transformasi bansos sembako yang dilaksanakan. Demikian halnya pendanaan yang memegang

INDIKATOR DAMPAK SOSIAL PROGRAM SEMBAKO D.I. YOGYAKARTA

Outcome 78.67%

Output 80.61%

Activities 79.96%

Input 81.6%

peran sentral dalam transformasi bansos sembako. Transformasi bansos Sembako akan berjalan sebagaimana yang diharapkan apabila semua komponen dalam program terbiayai dengan dana yang memadai. Deskripsi indikator input berdasar aspek dapat disajikan dalam Gambar 26.

gambar 26. Dampak Sosial Transformasi program Sembako dari Indikator Input

Indikator

2. Activities

Activities dimaknai sebagai tindakan dan upaya yang dilakukan oleh para aktor yang terlibat dalam suatu program untuk mencapai output dan outcome yang diharapkan. Pada tahap ini peneliti melihat aktivitas melalui tujuh poin, yaitu a) persiapan, b) edukasi dan sosialisasi, c) registrasi dan distribusi KKS, d) penggantian KPM, e) penyaluran dana bantuan, f) pemanfaatan dana bantuan, dan g) pemantauan atau evaluasi.

Berdasar indikator activities, sub indikator yang memiliki dampak paling tinggi adalah pemantauan dan evaluasi (81,85%), kemudian diikuti edukasi & sosialisasi (81,1%). Pemantauan dan evaluasi penting dilakukan untuk menjamin, bahwa transformasi program bansos sembako yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan (panduan umum dan panduan teknis). Edukasi dan sosialisasi juga penting dalam meningkatkan pemahaman responden terhadap transformasi bansos yang berjalan. Dengan pemahaman yang baik, maka responden akan berpartisipasi aktif dalam proses transformasi yang menjadi kebijakan pemerintah.

Aspek registrasi dan distribusi KKS dinilai memberi dampak yang paling kecil (77,98%) dibandingkan indikator yang lain. Hal ini disebabkan karena daftar penerima manfaat yang memperoleh bantuan sembako tidak banyak berubah dari program sebelumnya. Terkadang yang terjadi di lapangan adalah tidak ada perubahan daftar KPM atau bahkan data KPM tidak valid karena kurang update. Hal inilah yang dapat mengurangi kepercayaan KPM kepada tim koordinasi baik daerah maupun pusat yang menangani program Sembako. Deskripsi indikator activities berdasarkan aspek dapat disajikan dalam Gambar 27.

gambar 27. Dampak Sosial Transformasi program Sembako dari Indikator Activities

Indikator

3. Output

Pengukuran dampak sosial tidak hanya dilihat dari penerima manfaat bansos, tetapi juga bagaimana program tersebut dapat mendorong penerima manfaat agar dapat memberikan dampak yang lebih luas pada kehidupan sosialnya.

Output meliputi hasil dari aktivitas yang dilakukan, yakni berupa produk atau layanan. Gambar 28 menunjukkan aspek output dan capaian dampaknya berdasarkan indikator untuk wilayah D.I. Yogyakarta.

gambar 28. Dampak Sosial program Transformasi Basos dari Indikator output

Berdasarkan Gambar 28, sub indikator output yang memiliki persentase paling tinggi adalah tepat sasaran (84,9%), dan diikuti dengan sub indikator tepat jumlah (83,37%). Menurut hasil analisis penghasilan dan pengeluaran, mayoritas responden adalah keluarga miskin dengan penghasilan di bawah UMP DIY dan perkapita nasional. Hal ini relevan dengan analisis output yang dilakukan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa jumlah bantuan program Sembako yang diterima pada KPM telah sesuai dengan ketentuan.

Indikator

4. Outcome

Indikator outcome terdiri dari empat sub indikator yaitu:

kepercayaan, disiplin, kendali sosial, dan Kerjasama yang menjadi tolak ukur dampak sosial yang dirasakan transformasi program Sembako dari segi outcome. Berdasar hasil analisis diperoleh informasi, bahwa aspek dalam Indikator outcome yang paling kecil memberi kontribusi adalah kedisiplinan (69,33%).

Hal ini berkaitan dengan kurang tertibnya sebagian KPM dalam menyimpan struk bukti pencairan dana bantuan Sembako, dan ada beberapa KPM yang mencairkan bantuan tidak pada waktu yang ditentukan. Namun demikian, sebagian besar KPM disiplin dalam mengikuti setiap mekanisme bansos sembako.

Deskripsi indikator outcome berdasar aspek yang diukur dapat disajikan dalam Gambar 29 sebagai berikut

,00

6264,00 66,00 68,00 70,00 72,00 74,00 76,00 78,00 80,,0000

82 80,73

69,33

77,4 80,37

065$0.&

gambar 29. Dampak Sosial Transformasi program Sembako dari Indikator outcome

Merujuk pada empat aspek di atas, dapat disampaikan bahwa transformasi bansos sembako dapat meningkatkan kepercayaan KPM terhadap pemerintah, penyelenggara program dan pendamping (80,73%); dapat mendorong responden untuk mengembangkan sifat kemandirian seperti halnya dalam memilih e-Warong yang untuk mengakses bantuan sembako, untuk memilih jenis kebutuhan pangan yang dibutuhkan dan untuk menyampaikan keluhan apabila bantuan tidak sesuai ketentuan.

Transformasi bansos sembako juga meningkatkan kerjasama di antara berbagai pihak terkait seperti tikor, pendamping, suplier, e-Warong dan juga KPM. Capaian dalam aspek kemandirian dan kerjasama pada indikator outcome sebesar 80,37 persen.

Transformasi bansos sembako juga menguatkan kendali sosial di antara berbagai pihak yang terkait (77,4%, kategori sedang).

Meskipun perhitungan dampak outcome setiap sub indikator memberikan hasil yang relatif sedang, namun berdasar analisis statistik deskriptif kontribusi indikator outcomes terhadap dampak transformasi bansos sembako bagi KPM termasuk dalam kategori rendah. Ini berarti, meskipun transformasi bansos sembako bermanfaat bagi KPM, namun dampak program dalam menumbuhkan kepercayaan, disiplin, kendali sosial dan kemandirian KPM masih dalam kategori rendah.

Adapun dampak sosial transformasi bansos sembako berdasar indikator/aspek input, activities, output, dan outcome di lima lokasi penelitian dapat disajikan pada Gambar 30.

80,3%

Dampak Sosial per Aspek di DIY

Outcome Output Activities Input

gambar 30. Dampak Sosial Transformasi program Sembako di D.I.

Yogyakarta per Indikator

Berdasar indikator input, transformasi program Sembako berdampak sangat tinggi di Kabupaten Bantul (84,77%), Kabupaten Sleman (83,48%), dan Kabupaten Kulon Progo (82,2%). Berdasarkan indikator activities dampak program sangat tinggi dirasakan oleh responden di Kabupaten Sleman (83,48%) dan Kabupaten Bantul (81,69%). Berdasarkan indikator output, dampak terbesar transformasi bansos sembako dirasakan oleh responden di Kabupaten Sleman (83,21%).

Terkait indikator outcome, responden di semua lokasi menyatakan bahwa dampak sosial yang dirasakan KPM adalah paling rendah di banding indikator yang lain. Hal ini berkaitan dengan program Sembako yang masih baru, sehingga outcome belum begitu dirasakan oleh KPM. Di banding lokasi lain, outcome di Kabupaten Bantul paling tinggi. Hal ini karena trust antar aktor-aktor yang terlibat, baik KPM maupun stakeholders. Menurut

Putnam, konsep modal sosial terdiri dari tiga komponen, yaitu norma dan obligasi, nilai sosial (trust/kepercayaan) dan jaringan sosial (terutama asosiasi sukarela) (Putnam, 1993). Menurut Putnam, kepercayaan akan menciptakan reprositas dan asosiasi, sedangkan reprositas dan asosiasi menguatkan dan memproduksi kepercayaan. Kepercayaaan yang terjalin adalah suatu aset yang harus dijaga, sehingga suatu saat terdapat transformasi program baru, masyarakat bisa menggunakan kepercayaan tersebut sebagai modal sosial yang dapat di konversikan menjadi bentuk modal yang lain dan tentunya menambah kemandirian masyarakat.

KesImpulAn dAn ReKomendAsI

Kesimpulan A.

Berdasarkan hasil penelitian dampak sosial transformasi bantuan sosial pangan dari program bantuan pangan non tunai (BPNT) menjadi program Sembako dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Kesiapan transformasi bansos pangan dari BPNT 1.

menjadi program Sembako diukur melalui empat (4) indikator, yaitu: isi, proses, konteks dan individu. Ke-empat indikator tersebut menunjukkan indeks kesiapan yang sangat tinggi (81,12-81,82%). Indikator individu memiliki tingkat kesiapan yang paling tinggi. Ini berarti, individu atau aktor yang terlibat merupakan komponen paling siap untuk melakukan transformasi Program Sembako. Beberapa aktor yang terlibat dalam transformasi program Bansos Pangan, antara lain: KPM, Pendamping, Tim Koordinasi (Tikor) dan e-Warong.

Aktor yang paling siap adalah e-Warong. Kesiapan ditunjukkan dalam bentuk kesiapan untuk melakukan perubahan sesuai mekanisme yang berlaku, kesiapan menyediakan berbagai jenis pangan yang bervariasi dan berkualitas tinggi. Pendamping juga menyatakan siap mengawal dan mendukung transformasi yang terjadi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terkait tugas dan fungsinya dalam mendampingi KPM. Tikor juga menyatakan siap mengawal dan mendukung proses

transformasi bansos yang menjadi kebijakan pemerintah untuk masyarakat miskin. Demikian halnya KPM juga siap menerima dan menjalankan kebijakan transformasi bansos pangan menjadi program Sembako, apalagi indeks bantuan ditingkatkan dan bantuan yang bisa diakses juga lebih bervariasi. Tingkat kesiapan transformasi program Sembako berdasar aspek isi juga sangat tinggi. Terlihat dari keberadaan struktur kelembagaan program, prosedur panduan program, pendanaan, sarana dan prasarana, serta sistem administrasi yang tertata dengan baik. Aspek proses tingkat kesiapan transformasi bansos pangan juga sangat baik, hal ini terlihat dengan adanya prosedur kerja dan tahapan-tahapan yang jelas terkait pelaksanaan transformasi program Sembako. Meski secara teknis, pelaksanaan program Sembako tidak jauh berbeda dengan program BPNT. Namun, dalam tahapan pelaksanaan dan fleksibilitas prosedur masih terdapat beberapa kekurangan. Kendati demikian, kendala tersebut dapat diatasi dan permasalahan yang timbul dapat diminimalisir.

Berdasarkan aspek konteks, program Sembako memiliki tingkat kesiapan yang baik karena dukungan dari Pemda, masyarakat dan stakeholders menjadi kunci utama dalam pelaksanaan program Sembako.

Secara kualitatif, KPM mengetahui transformasi bantuan sosial dari BPNT menjadi program Sembako; perubahan kenaikan nominal bantuan; komoditas yang bervariasi;

kebebasan memilih e-Warong; dan penyampaian aduan.

Selain itu, KPM memahami prosedur/ mekanisme pengambilan program Sembako melalui mesin EDC.

Lokasi e-Warong yang dekat dan jadwal pencairan dana bantuan sudah ditentukan, sehingga KPM semakin siap beradaptasi dengan transformasi program Sembako.

Menurut indikator

2. basic social impact measurement (EVPA Guide), pengukuran dampak sosial (input, activities, output, dan outcome), secara umum dirasakan oleh 250 KPM di D.I

Yogyakarta, dan berada dalam kategori sedang. Berdasar indikator dampak, capaian indikator input, activities dan output berada dalam kategori sedang. Khusus untuk indikator outcome, dampak yang dirasakan KPM terkait transformasi bansos pangan dalam kategori rendah. Hal ini karena program sembako (yang merupakan transformasi dari program BPNT) masih relatif baru, masih dalam tahap penyesuaian sehingga dampak yang dihasilkan terhadap tumbuhnya kepercayaan, disiplin, kendali sosial, kemandirian dan kerja sama relatif masih rendah. Berdasar aspek indikator yang diukur, dari empat aspek indikator input (Sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam, pendanaan dan sarana/prasarana), aspek yang paling berdampak dalam transformasi bansos program sembako adalah SDM dan pendanaan. SDM ini terkait aktor yang terlibat dalam transformasi bansos sembako. Kesiapan SDM atau aktor yang terlibat dalam melaksanakan transformasi bansos sembako (Tikor, Pendamping, KPM, Pengelola e-Warong, Supplier) akan berdampak secara positif terhadap transformasi bansos sembako yang dilaksanakan. Demikian halnya dengan pendanaan, apabila program bansos sembako semua komponen yang ada terbiayai, maka transformasi bantuan sosial yang dilaksanakan akan berjalan lancar dan berdampak secara positif bagi KPM yang menjadi sasaran program.

Berdasar indikator activities, aspek atau sub indikator yang memiliki dampak paling tinggi dalam transformasi bansos sembako adalah pemantauan dan evaluasi dan edukasi &

sosialisasi. Kesiapan kedua aspek ini sangat berdampak pada kesinambungan program dan dukungan KPM dalam proses transformasi. Berdasarkan indikator output, capaian terbesar yang diperoleh terkait dengan ketepatan sasaran program dan ketepatan jumlah bantuan yang diterima KPM. Berdasar indikator outcome, program bansos sembako dapat meningkatkan kepercayaan KPM terhadap

pemerintah, penyelenggara program dan pendamping, menumbuhkan sifat kemandirian, menguatkan kendali sosial dan menumbuhkan sifat disiplin pada KPM. Kendati aspek ini berdampak, namun dampak yang dihasilkan masih rendah. Ini berarti, meskipun transformasi bansos sembako bermanfaat bagi KPM, namun dampak program dalam menumbuhkan kepercayaan, disiplin, kendali sosial dan kemandirian KPM masih dalam kategori rendah.

Rekomendasi B.

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa rekomendasi sebagai bahan tindak lanjut pelaksanaan program Sembako dalam rangka pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Kementerian Sosial cq. Direktorat Jenderal Penanganan 1.

Fakir Miskin dengan;

Memperbaiki data penerima manfaat berdasar hasil a.

verifikasi dan validasi di tingkat bawah (hasil muskel/

musdes) sehingga dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi di lapangan.

Perlu perluasan atau penambahan kuota penerima b.

manfaat bagi masyarakat miskin yang belum terdata dalam BDTKS.

Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara c.

rutin agar program berjalan sesuai dengan prosedur.

Perlu merespon cepat keluhan/permasalahan yang d.

terjadi di lapangan terkait transformasi bantuan sosial sembako, sehingga hal ini dapat meningkatkan tingkat kepercayaan KPM terhadap pemerintah/pengelola program.

Perlu mengoptimalkan komponen program (

e. input,

proses, output dan outcome) sehingga dampak program lebih efektif dan efisien.

Kementerian Sosial c.q Balai Diklat 2.

Melakukan pengembangan kapasitas SDM (Bimtek) a.

bagi aktor yang terlibat dalam program bansos sembako (Pendamping program, pengelola e-Warong, dsb) sehingga aktor tersebut bisa berperan dan berkontribusi secara optimal dalam pengelolaan program bansos sembako.

Bank Himbara 3.

Proses re-link dana bantuan KPM ke dalam rekening a.

dilaksanakan tepat waktu, agar KPM dapat mencairkan dana sesuai dengan jadwal yang sudah tetapkan. Jika ada pengunduran waktu top up, dari pihak pusat agar berkoordinasi dengan pendamping supaya ketika pencairan dana bantuan Sembako KPM tidak mengalami saldo nol.

Penetapan KPM pengganti hendaknya dapat diproses b.

dengan cepat sehingga dapat segera memperoleh bantuan program Sembako.

Pengaktifan atau penonaktifan penerima manfaat c.

program Sembako berkoordinasi dengan pendamping setelah dilakukan verifikasi dan validasi.

Bank penyalur lebih aktif dalam menangani masalah d.

KKS, kartu hilang, kartu rusak,kartu terblokir lupa PIN, saldo nol, atau mesin EDC yang rusak.

Pemerintah Daerah 4.

Suport dana APBD untuk mendukung program a.

Sembako.

Perlu dijalin kerjasama yang sinergis antara Pihak b.

terkait seperti dinas sosial, dinas pertanian, dinas perikanan dan kelautan dinas perindustrian, supplier dan pendamping dalam penyediaan komuditas bahan Sembako dan dikuatkan secara legal dalam bentuk Perda atau Perbup yang mengikat semua pihak yang berkepentingan. Dengan diterbitkannya regulasi antar instansi/lembaga mampu mendorong ketahanan

pangan dan menjaga kestabilan harga komoditas pangan.

Program Sembako dapat dipertahankan dan c.

ditingkatkan kualitasnya karena sangat membantu KPM dalam memenuhi kebutuhan pangan, khususnya di masa pandemi COVID-19.

Agustina, I., & Octaviani, R. (2016). Analsis dampak sosial dan ekonomi kebijakan pengembangan kawasan mix use di Kecamatan Jambon. JKMP, 4(2), 151–167.

antaranews.com. (2020). Pemerintah evaluasi prosedur penyaluran bantuan sosial. //www.antaranews.com/berita/1500440/

pemerintah-evaluasi-prosedur-penyaluran-bantuan-sosial%0A

Arikunto, S. (2010). Metode Peneltian. Rineka Cipta.

Armenakis, A., Harris, S., & Mosseholder, K. (1993). Creating readiness for organizational change. Human Relation, 46, 681–703.

Azwar, S. (2017). Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. (2015). Konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia dan provinsi. Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2019). Ringkasan eksekutif pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia berdasarkan hasil Susenas september 2019. Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2020). Persentase Penduduk Miskin September 2019 turun menjadi 9,22 persen. https://www.bps.

go.id/pressrelease/2020/01/15/1743/persentase-penduduk-miskin-september-2019-turun-menjadi-9-22-persen.html Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan

Kesejahteraan Sosial. (2018). Hasil Evaluasi Efektivitas Program Bansos Rastra dan BPNT pada 50 Kota/Kabupaten Di Indonesia.

BantulKab.bps.go.id. (2020). Kemiskinan. https://bantulkab.bps.

go.id/subject/23/kemiskinan.html

bappeda.gunungkidulkab.go.id. (2020). Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2021.

Bappeda.jogjaprov.go.id. (2020). Kemiskinan: Data Vertikal Badan Pusat Statistik. http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/

data_dasar/index/383-kemiskinan?id_skpd=29

Bappenas. (2018). Integrasi program-program kemiskinan dapat menurunkan dua persen tingkat kemiskinan. https://bappenas.

go.id/id/berita-dan-siaran-pers/integrasi-program- program-kemiskinan-dapat-menurunkan-dua-persen-tingkat-kemiskinan/.

Boydston, J. (2008). Democracy and Education. Southern Illinois University Press.

Cilliana, Mansoer, & Wilman. (2008). Pengaruh kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stress kerja, dan komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan PT Bank Y. JPS Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 14(2).

Clarke, L., & Beck, U. (1994). Risk Society: Towards a New Modernity. Social Forces, 73(1), 328. https://doi.org/https://

doi.org/10.2307/2579937

CNBCIndonesia.com. (2019). Januari 2020, Kartu Sembako Murah

CNBCIndonesia.com. (2019). Januari 2020, Kartu Sembako Murah

Dokumen terkait