• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Pelaksanaan Hazard Reporting System

1. Input

a. Sumber Daya Manusia (Man)

Karyawan SBU Aircraft Services PT Dirgantara Indonesia berjumlah 446 orang ditambah lini manajemen yang berjumlah 25 orang. Berdasarkan Safety Management System, seluruh manajer, lini manajemen, dan pegawai bertanggung jawab terhadap keselamatan. Para manajer dan lini manajemen secara nyata

harus membuktikan komitmennya terhadap keselamatan. Selain itu setiap orang turut memperhatikan keselamatan satu sama lain. Keselamatan pegawai, pemakai supplier, customer dan lingkungan sekitar. Satu kesatuan yang mendukung kelangsungan bisnis penerbangan.

Dalam Peraturan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Departemen Perhubungan tahun 2009 tentang petunjuk dan tata cara pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety management system) pada penerbangan,, seluruh manajer, dan supervisor diwajibkan melaksanaan hazard report di SBU ACS PT Dirgantara Indonesia (Persero). Sementara karyawan wajib melaksanakan voluntary report.

Untuk menjadi seorang manajer minimal harus memiliki pengalaman kerja di PT. Dirgantara Indonesia selama 10 tahun, selain itu juga harus memiliki gelar pendidikan Strata 2 (S2). Untuk manajer baru akan diberikan pelatihan initial mengenai safety management system. Sementara untuk manajer lama akan di berikan pelatihan requerent secara berkala mengenai safety management system. Sementara untuk supervisor harus memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun di PT. Dirgantara Indonesia dan minimal memiliki gelar pendidikan Strata 1 (S1).

Manajer dan supervisor yang berjumlah 25 orang dan pekerja sejumlah 446 orang belum sebanding dengan hasil pelaporan yang seharusnya. Hal ini dikarenakan beban kerja yang sangat banyak, dan anggapan tidak memiliki keuntungan melaporkan hazard dan sehingga personil kurang aktif untuk melakukan pelaporan hazard report dan voluntary report.

Kurangnya perintah untuk melakukan pelaporan hazard dan voluntary hazard report menjadi kendala lain, padahal dalam peraturan safety management system, manajemen harus bertanggung jawab dalam keselamatan. Selain itu dalam Safety Management Manual (SMM) manajer dan supervisor bertugas menindaklanjuti bahaya yang dilaporkan.

Kendala lain yang terdapat adalah karyawan kurang memahami teknis pengisisan form, sehingga membuat karyawan menjadi malas dalam melaporkan hazard. Padahal dalam safety management system, setiap orang harus memperhatikan keselamatan satu sama lain. Selain itu masih terdapat mindset

karyawan yang menganggap bahwa pelaporan akan diberikan sanksi oleh yang bersangkutan.

b. Pendanaan (Money)

Dalam kegiatan hazard reporting system, dana yang digunakan berasal dari anggaran unit kerja yang diberikan kepada Dep. Safety and Airworthiness. Namun dalam pelaksanaan mitigasi, dana yang digunakan berasal dari anggaran divisi yang bersangkutan.

Berdasarkan undang-undang Safety Management System, kebijakan keselamatan harus sejalan dengan kebijakan keselamatan penerbangan Republik Indonesia yang tercantum dalam State Safety Program (SSP), termasuk komitmen untuk menyediakan SDM dan budgetting yang memadai, dan cara untuk mencapai sasaran keselamatan termasuk acuan pelaksanaan non punitive reporting system, hazard and risk management, pendidikan dan atau pelatihan serta cara/alat komunikasi informasi keselamatan dalam pelaksanaan kegiatan hazard report di SBU ACS PT Dirgantara Indonesia (Persero), dana yang digunakan sudah cukup memadai. Namun dalam pelaksanaan mitigasi risiko masih mengalami keterbatasan anggaran. Hal ini mungkin belum terlalu berpengaruh karena tidak semua hazard report selalu di mitigasi dengan anggaran, namun dalam jangka panjang hal ini bisa menjadi sangat pengaruh mengingat sifat hazard yang terus berkembang.

c. Bahan Baku (Material)

Dalam pelaksanaannya, hazard reporting system menggunakan form-form yang diletakkan didalam toolbox. Toolbox tersebut tersebar di 5 wilayah kerja SBU Aircraft Services PT. Dirgantara Indonesia. Selain itu form- form tersebut dapat diminta kepada masing-masing supervisor, karena setiap supervisor memiliki softcopy form yang sudah dikirim melalui email oleh Dept. safety and airworthiness. Dalam hal ini tidak ada kendala dalam melaporkan hazard.

Nantinya dokumen ini disatukan kedalam file dokumen hazard report. sebagai arsip. Kemudian data-data hazard report di input dengan software Microssoft Office Excel 2013 kedalam komputer Dep. safety and airworthiness SBU Aircraft Services. Selain itu tiap divisi memiliki bank data mengenai

hazard report. Belum adanya software khusus hazard reporting system membuat pelaporan lebih memakan waktu.

Instruksi atau form yang berhubungan dengan laporan hazard: Tabel 3.4 Form Pelaporan Hazard

No Judul Definisi

AS-SM-F301-01 (Lampiran 1)

Pelaporan Hazard (Hazard Report)

Form pelaporan dari kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan jika tidak di tindak lanjuti, digunakan untuk mencegah risiko kecelakaan.

AS-SM-F301-03 (Lampiran 2) Laporan bahaya sukarela (Voluntary Hazard )

Form pelaporan dari kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan jika tidak di tindak lanjuti, digunakan untuk mencegah risiko kecelakaan.

AS-SM-F304-01 (Lampiran 3) Identifikasi bahaya dan penilaian risiko (HIRA)

Form pelaporan dari kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan jika tidak di tindak lanjuti, digunakan untuk menilai tingkat risiko kecelakaan. Digunakan sebagai form identifikasi bahaya dan penilaian risiko

d. Metode (Method)

Metode yang digunakan dalam kegiatan hazard report yaitu prosedur Safety Management Manual (SMM) SBU ACS PT. Dirgantara Indonesia. Prosedur safety management manual ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 dan Peraturan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Tahun 2009 tentang petunjuk dan tata cara pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety management system)

Form hazard report dan voluntary report diletakan dalam toolbox yang tersedia untuk diisi oleh personi SBU ACS. Selain itu form bisa dicetak dari

computer supervisor jika persediaannya sudah habis. Kemudian form tersebut diserahkan kepada pihak Dep. Safety and Airworthiness untuk dimitigasi. Dalam mitigasi hazard report (Lampiran 1), sasaran yang dituju adalah manager divisi bersangkutan yang terkena pelaporan, sedangkan dalam mitigasi voluntary report (Lampiran 2), sasaran ditujukan langsung kepada hazard yang dilaporkan. Data Laporan tersebut kemudian dikumpulkan dalam sebuah dokumen dan bank data sebagai arsip. Metode ini tentunya cukup merepotkan karena membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding memiliki software khusus pelaporan.

e. Peralatan (Machine)

Peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan hazard reporting system adalah berupa alat tulis untuk mengisi form hazard report dan voluntary report dan seperangkat komputer beserta printer. Setiap supervisor dan manajer memiliki komputer masing-masing. Total terdapat 26 komputer beserta printer dari 25 manajer dan supervisor ditambah sebuah komputer dari Dep. safety and airworthiness. Hal ini bukan merupakan kendala karena setiap orang memiliki peralatan yang cukup memadai.

f. Pemasaran (Market)

Hazard reportings system disosialasi dalam kegiatan safety talk. Sosialisasi ini dilakukan oleh Dep. Safety and Airworthiness kepada seluruh personil SBU Aircraft Services secara bergantian. Selain dalam kegiatan safety talk, Hazard Reporting System juga terkadang disosialisasikan melalui email Dep. Safety and Airworthiness kepada manajer dan supervisor

Dokumen terkait