VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN
6.3. Input – Output Usahatani Pendukung Model Integrasi Tanaman-
6.3.1. Input – Output Usahatani Padi
Sistem integrasi padi-ternak menuntut adanya keterkaitan antara usahatani
tanaman padi dengan usahatani ternak baik sapi maupun kambing. Input tanaman
padi berupa bibit, pupuk, pestisida digunakan dalam proses produksi untuk
memperoleh output berupa padi sebagai hasil utama serta jerami dan dedak
sebagai hasil sampingan. Output dari tanaman padi berupa jerami dan dedak ini
digunakan sebagai input untuk ternak sapi dan kambing yang akan digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan output berupa daging dan hasil
samping berupa kotoran yang kemudian dijadikan input tanaman padi. Jumlah
input yang digunakan oleh petani contoh serta output yang dihasilkan dari
tanaman padi, ternak sapi dan kambing ditampilkan pada Tabel 14.
Varietas padi yang banyak diusahakan oleh petani adalah Cigeulis,
Ciliwung, Paburu dan Ciherang, dengan rata-rata penggunaan benih adalah 68.12
kg per hektar. Sedangkan penggunaan pupuk dan pestisida bervariasi pada tiap
petani. Seluruh petani (100%) menggunakan urea dengan dosis yang beragam,
yaitu rata-rata 180.74 kg per hektar, menggunakan KCl 10.34 persen,
menggunakan SP-36 10.34 persen, menggunakan ZA 17.24 persen, menggunakan
pupuk lain seperti pupuk pelengkap cair 13.79 persen, dengan biaya sebagaimana
diperlihatkan pada Tabel 14. Demikian pula penggunaan pestisida dan herbisida
sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya, dengan rata-rata biaya
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 14. Pemakaian pupuk organik atau pupuk
kompos yang berasal dari kotoran sapi maupun kambing masih belum dilakukan
oleh petani di daerah ini. Pada model integrasi yang dibangun, maka kebutuhan
pupuk kompos untuk setiap hektar lahan sawah adalah sebanyak 1 500 kg per
musim tanam, dimana menurut Dirjen Peternakan Departemen Pertanian (2008)
bahwa kebutuhan pupuk kandang untuk 1 hektar lahan sawah adalah antara 1.5-2
ton.
Penggunaan jerami padi sebagai pakan terutama setelah jerami kering
sangat terbatas, mengingat nilai nutrisi jerami padi yang rendah, yaitu: kandungan
protein kasar 4.6 persen, abu 18 persen, NDF (Neutral Detergent Fiber
= serat
yang tidal larut dalam larutan detergen netral/dinding sel) 76 persen, ADF (Acid
Detergent Fiber = serat yang tidak larut dalam larutan detergen asam) 51 persen,
selulosa 31 persen, hemiselulosa 25 persen dan lignin 6 persen (Doyleet al., 1986
dalam Aguset al., 2004). Kandungan serat kasar yang tingggi serta adanya lignin
menyebabkan daya cerna jerami menjadi rendah, menurut Van Soest (1982)
adalah sebesar 40-60 persen. Jerami padi memiliki kandungan gizi yang rendah,
sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan yang dapat meningkatkan kualitas
jerami, misalnya melalui proses fermentasi yang telah banyak diintroduksikan
melalui pelaksanaan program integrasi padi-ternak.
Proses fermentasi selain meningkatkan kualitas nutrisi, juga akan
meningkatkan nilai biologis dari jerami padi, sehingga lebih disukai ternak. Hal
yang lebih penting adalah dengan teknologi ini pakan dapat disimpan dalam
waktu yang cukup lama sehingga dapat memenuhi kekurangan pakan terutama
pada saat musim kemarau.
Tabel 14. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Padi Berdasarkan Pola
Tanam per Hektar Lahan
Uraian
Padi 11 Padi21 Padi22 Padi31
Input
Benih (kg)
53.33
69.96
60.00
56.00
Pupuk Anorganik (kg)
338.33
333.10
345.54
342.00
Pestisida/herbisida (Rp 000)
221.50
312.17
301.23
293.50
Tenaga Kerja (Rp 000)
820.00
1 389.32
1 484.35
1 405.00
Lainnya (Rp 000)
773.33
754.91
784.91
755.00
Hasil Utama
Beras (kg)
1 970.00
1 946.00
2 140.00
2 300.00
Konsumsi keluarga (kg)
435.67
435.67
435.67
435.67
Dijual (kg)
1534.33
1510.33
1704.33
1864.33
Hasil Ikutan / Pakan Ternak
Jerami fermentasi (kgBK)
1 755.36
1 755.36
1 755.36
1 755.36
Dedak (kg BK)
225.89
223.14
234.26
263.73
Keterangan: kgBk = kilogram Bahan Kering
Berdasarkan hasil pemanfaatan teknologi jerami fermentasi ini pada Balai
Besar Penelitian Padi di Sukamandi Jawa Barat, pakan dapat disimpan selama
tujuh bulan. Proses fermentasi jerami padi dilakukan dengan menggunakan
probiotik seperti probion atau starbio/starter atau EM4 sebanyak 2.5 kg dan urea
sebanyak 2.5 kg untuk setiap 1 ton jerami. Pemberian probion ditujukan sebagai
pemacu proses degradasi serat, sedangkan urea sebagai sumber nitrogen yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk berkembang biak. Adapun proses pembuatan
produk fermentasi adalah sebagai berikut: jerami dengan kadar air sekitar 60
persen (jerami kering panen) ditumpuk setebal kurang lebih 20 cm, kemudian
ditaburkan campuran probion dan urea secara merata. Selanjutnya diatas
tumpukan pertama ditumpuk lagi jerami setebal 20 cm dan ditaburi campuran
probion dan urea, demikian seterusnya sampai bahan habis atau maksimal tinggi
tumpukan 3 meter.
Tumpukan dibiarkan tanpa perlakuan apapun selama 21 hari, selanjutnya
dibongkar dan dikeringanginkan atau dijemur di bawah sinar matahari. Setelah
proses ini selesai, selanjutnya pakan dapat dipergunakan dan disimpan pada
tempat yang terlindung dari terpaan hujan dan sengatan matahari (Ditjen
Peternakan Departemen Pertanian, 2008). Proses fermentasi jerami padi ini
membutuhkan biaya kurang lebih Rp 53.5 ribu untuk setiap ton jerami atau
Rp 214 ribu untuk setiap hektar lahan (untuk 4 ton jerami), dan hasil yang
diperoleh akan susut atau berkurang sebanyak 40 persen. Jika dikonversi ke dalam
satuan bahan kering maka setiap 4 ton jerami akan diperoleh jerami fermentasi
sebanyak 1755.36 kg Bahan Kering (Tabel 14).
Pemanfaatan dedak padi sebagai pakan ternak belum banyak dilakukan di
lokasi penelitian, namun ada beberapa peternak yang telah memanfaatkan limbah
ini sebagai pakan ternak sapinya dengan pemberian kurang lebih dua kilogram per
ekor per hari. Produksi dedak padi sekitar 8 persen dari produk utama (gabah
kering giling) sedangkan produksi beras sekitar 60 persen dari produksi gabah,
sehingga diperoleh produksi dedak sebagaimana terlihat pada Tabel 14.
Pemanfaatan dedak padi sebagai sumber karbohidrat pada pakan ternak
ruminansia diharapkan dapat meningkatkan pertambahan berat badan ternak, yang
pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui nilai
jual ternak yang lebih tinggi.
Komposisi pakan yang dimasukkan dalam program linier adalah 70 persen
hijauan dan 30 persen dedak. Sumber hijauan untuk model konsumsi pakan 1
adalah dari rumput selama 6 bulan musim hujan dan dari jerami fermentasi selama
6 bulan musim kemarau. Sedangkan untuk model pakan 2, kebutuhan hijauan 50
persen dari rumput dan 50 persen dari jerami fermentasi.
Dalam dokumen
Model Integrasi Tanaman Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Pendekatan Optimasi Program Linier
(Halaman 93-97)