II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Penelitian Optimalisasi
Penelitian optimalisasi telah banyak dilaksanakan. Widiati (1986)
melakukan penelitian tentang optimalisasi usahatani ternak sapi perah impor
menggunakan analisis
linear programming. Penelitian ini bertujuan mencari
beberapa alternatif atau kemungkinan-kemungkinan pola produksi usahatani
ternak sapi perah yang memberikan pendapatan sesuai dengan yang diinginkan.
Pendapatan yang diinginkan untuk dapat dicapai oleh petani adalah sebesar dua
juta rupiah per tahun. Pendapatan ini diperoleh melalui aktivitas usaha tanaman,
memelihara sapi perah, menjual dan membeli hijauan pakan serta menjual dan
membeli pupuk kandang. Adapun kendala yang dihadapi petani adalah kendala
luas lahan, tenaga kerja dan modal.
Untuk mencapai pendapatan 2 juta rupiah pertahun, maka alternatif
kegiatan usahatani yang dilakukan adalah meningkatkan produktivitas dimana
dalam jangka panjang adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
produktivitas lahan dan meningkatkan produktivitas ternak. Sedangkan dalam
jangka pendek adalah menambah jumlah ternak. Alternatif lain adalah
meningkatkan harga produksi susu. Aktivitas produksi tanaman dilakukan dengan
alternatif luas lahan nol hektar, lebih kecil atau sama dengan 0.5 hektar dan lebih
kecil atau sama dengan 1 hektar. Dengan adanya kenaikan produksi susu, maka
solusi optimal untuk memperoleh pendapatan 2 juta pertahun, direkomendasikan
untuk mengusahakan ternak sapi perah 21.87 ekor untuk petani yang tidak
mengusahakan lahan pertanian. Sedangkan untuk petani yang mengusahakan
lahan pertanian 0.5 -1 hektar masing-masing direkomendasikan aktivitas produksi
ternak sapi perah sebanyak 14.74 ekor dan 8.19 ekor, dengan pola tanam rumput
monokultur.
Rusastra (1985) melakukan penelitian dengan model linier untuk usahatani
ternak. Model yang dikembangkan adalah untuk menangkap keragaman
agroekologi pada berbagai wilayah yang memiliki topografi berbeda. Wilayah
yang dikaji meliputi daerah dataran rendah, dataran berbukit dan dataran tinggi.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kehadiran
usaha ternak pada suatu daerah spesifik tertentu perlu diciptakan teknologi yang
mampu berkompetisi dalam hal pemanfaatan tenaga kerja petani dan modal usaha
secara lebih efisien dan menguntungkan.
Ilham dan Saktyanu (1998) menganalisis sistem usahatani terpadu dalam
menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan dengan menggunakan model
linier, yang bertujuan untuk menganalisis perencanaan usahatani terpadu di
Kabupaten Magetan Jawa Timur, berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya
lahan, tenaga kerja dan modal sesuai dengan kondisi biofisik dalam upaya
melaksanakan usahatani yang berkelanjutan.
Nenepath (2001) dalam penelitian diversivikasi ternak sapi potong dengan
menggunakan
linear programming menunjukkan bahwa pada kondisi optimal,
usaha ternak sapi yang dikombinasikan dengan berbagai macam tanaman akan
memberikan tambahan pendapatan dengan jumlah ternak yang berbeda di dua
kecamatan penelitian, karena dipengaruhi luas lahan yang berbeda.
Optimalisasi usaha tanaman pangan dan pemeliharaan ternak sapi juga
dilakukan oleh Danialsyah (1998) di daerah Barru Sulawesi Selatan. Selain
memasukkan aktivitas usaha tanaman yaitu aktivitas produksi pola tanam tanaman
pangan dan pemeliharaan ternak berupa memelihara sapi induk, penulis juga
memasukkan aktivitas menyewa tenaga kerja pria, wanita dan ternak serta tenaga
kerja anak sebagai gembala, menjual hasil produksi tanaman dan ternak,
meminjam modal dari pemerintah serta aktivitas membeli bahan makanan untuk
konsumsi keluarga. Adapun kendala yang diperhitungkan adalah sumberdaya
tanah sawah, tanah kering, batas pemeliharaan ternak, tenaga kerja keluarga pria,
wanita dan anak yang tersedia, ketersediaan modal kerja milik sendiri dan modal
pinjaman, serta konsumsi padi keluarga.
Hasil pemecahan solusi optimal memberikan peningkatan pendapatan dari
aktivitas usahatani aktual antara 11,81 persen pada petani dengan kepemilikan
lahan 0.05 – 0.09 hektar dan 52.77 persen pada petani dengan luas pengusahaan
lahan 0.50-1.99 hektar, dengan pendapatan asal ternak yang dominan.
Nefri (2000) melakukan penelitian pada peternakan sapi potong skala
industri. Untuk produksi pakan sapi berupa konsentrat digunakan program linier
yang meminimumkan biaya dengan keterbatasan sumberdaya yang tersedia.
Sedangkan untuk aktivitas produksi daging digunakan program tujuan ganda
goal
programming untuk menyelesaikan permasalahan dengan banyak sasaran, yang
tidak dapat diselesaikan dengan
linear programming.
Untuk pengambilan
keputusan produksi dan pemasaran sapi potong maka kendala tujuan atau sasaran
yang ditetapkan adalah sasaran keuntungan, sasaran pemenuhan permintaan dan
sasaran pemenuhan kapasitas produksi. Sedangkan kendala fungsional yang
dihadapi adalah ketersediaan hijauan, ketersediaan konsentrat, kapasitas
penawaran daging beku, penjualan daging segar dan penjualan daging beku.
Hasil analisis tujuan ganda yang menempatkan sasaran keuntungan
sebagai prioritas pertama dan sasaran pemenuhan target penawaran serta target
produksi sebagai prioritas kedua dan ketiga memberikan solusi optimal berupa
produksi daging segar sebesar 5 399.372 kg dan produksi daging beku sebesar
180 kg yang didistribusikan ke masing-masing wilayah pemasaran.
Keputusan produksi hasil optimalisasi untuk mencapai sasaran keuntungan
yang diharapkan (merupakan prioritas pertama), melebihi posisi target penawaran
perusahaan. Sementara sasaran pemenuhan tingkat penawaran dan kapasitas
produksi sebagai prioritas kedua ternyata tidak tercapai yaitu melebihi target
sebesar 585.372 kg yang didistribusikan ke wilayah Bandung. Penelitian Howara
(2004) yang bertujuan menentukan pola usahatani padi-sapi yang optimal dengan
program linier di Kabupaten Majalengka dengan kendala lahan, benih, pupuk,
pakan sapi, tenaga kerja serta modal kerja, memberikan hasil bahwa pola tanam
yang memberikan hasil optimal adalah pada musim tanama I adan II menanam
padi, musim tanam III menanam padi, jagung dan kedelai. Selain pola tersebut
aktivitas memelihara ternak serta meminjam kredit pada musim tanam I dan II
merupakan solusi optimal yang dapat memberikan pendapatan maksimal.
Hasil analisis terhadap sumberdaya menunjukkan bahwa sumberdaya yang
terbatas atau langka adalah sumberdaya lahan pada musim tanam III, pupuk TSP
pada musim tanam I dan III, pupuk ZA pada musim tanam II dan III serta modal
pada musim tanam I dan II. Sehingga penambahan satu-satuan sumberdaya
tersebut akan menambah pendapatan sebesar nilai dualnya.
Penelitian yang mengkaji pengembangan ternak sapi potong dalam sistem
rumahtangga petani dengan menggunakan modellinear programming(LP),untuk
menentukan alokasi optimal penggunaan sumberdaya yang dimiliki petani serta
mengkaji pemanfaatan teknologi pakan, bibit unggul dan kebijakan kredit serta
harga output di empat tipologi wilayah di daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan
oleh Widiati (2003). Fungsi tujuan model LP adalah memaksimumkan pendapatan
rumahtangga petani berupacash flow selama tiga tahun.
Aktivitas untuk mencapai tujuan secara umum pada penelitian Widiati
adalah aktivitas usahatani tanaman dengan berbagai pola tanam, aktivitas
usahatani ternak sapi, aktivitas usaha luar usahatani, aktivitas membeli berbagai
macam input, aktivitas menjual produk serta aktivitas konsumsi. Adapun kendala
yang dihadapi adalah luas lahan garapan, jumlah ternak sapi, jumlah tenaga kerja
keluarga, jumlah tenaga kerja ternak, jumlah pupuk kandang yang dapat
dihasilkan, jumlah hijauan pakan yang dapat dihasilkan pada setiap pola tanam,
pemenuhan konsumsi keluarga dan kendala modal.
Herawati
et al.
(2004) melakukan penelitian untuk mengestimasi skala
usaha yang optimal pada pola integrasi dan non integrasi tanaman-ternak propinsi
Riau dengan menggunakan model
Integer Linear Programming.
Ternak sapi,
kambing jantan, kambing betina, ayam jantan dan ayam betina diperbandingkan
secara simultan dari segi efisiensi ekonomi pada tiga pola usahatani, yaitu (1)
usahatani non integrasi dimana ternak sebagai usaha pokok, (2) usahatani
integrasi, usaha ternak sebagai cabang usaha, dan (3) usahatani integrasi, usaha
ternak sebagai usaha sambilan. Skala usaha optimal yang diperoleh pada pola (1)
adalah 2 kambing jantan, 11 kambing betina, 12 ayam jantan dan 114 ayam
betina; pada pola (2) skala optimal adalah pemeliharaan 14 kambing jantan, 92
kambing betina, 10 ayam jantan dan 95 ayam betina, sementara pada pola (3)
skala optimal adalah 3 kambing jantan dan 21 kambing betina.
Dalam dokumen
Model Integrasi Tanaman Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Pendekatan Optimasi Program Linier
(Halaman 38-44)