• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Institusi Lokal dalam Pengelolaan Air

Institusi atau kelembagaan merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, dan abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat-istiadat, aturan dan kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Institusi mengatur apa yang dilarang dikerjakan oleh individu atau dalam kondisi bagaimana individu dapat mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, institusi adalah instrumen yang mengatur hubungan antar individu (Kartodihardjo, et.al, 2000). Organisasi juga menyediakan mekanisme yang mengatur hubungan antar individu. Aturan dalam institusi dipergunakan untuk menata aturan main dari pemain-pemain atau organisasi-organisasi yang terlibat, sedangkan aturan organisasi ditujukan untuk memenangkan permainan tersebut. Institusi juga dapat dilihat sebagai behavioral

rules that govern pattern of action and relationship, sedangkan organisasi didefinisikan sebagai the decision making units-families, firms, bureaus - that exercise control of resources (Kartodihardjo, et.al, 2000).

Institusi juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana masyarakat tersebut telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan serta tanggung-jawab yang harus mereka lakukan. Hak-hak tersebut mengatur hubungan antar individu dan atau kelompok yang terlibat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam tertentu (Schmid, 1987 dalam Kartodihardjo, 2000). Sementara itu menurut Smith dan Brinkerhoff (1990) dalam Kartodihardjo (2000) mendefinisikan institusi sebagai aturan atau prosedur yang menentukan bagaimana manusia bertindak dan bagaimana peranan dalam suatu sistem atau organisasi yang bertujuan memperoleh status atau legitimasi serta tujuan tertentu. Selanjutnya Etzioni (1985) dalam Kartodihardjo, et.al (2000) mendefinisikan institusi sebagai unit sosial dalam pengelompokkan manusia yang sengaja dibentuk dengan penuh pertimbangan dalam mencapai suatu tujuan tertentu dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) adanya pembagian kerja, kekuasaan dan tanggung jawab (2) adanya satu atau beberapa pusat kekuasaan yang berfungsi sebagai pengendali institusi dalam mencapai tujuan (3) adanya penggantian tenaga atau kepengurusan bila tidak bekerja dengan baik.

Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan bahwa institusi atau pranata sosial merupakan sistem tata kelakuan dan hubungan untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Disamping penjelasan tersebut, pengertian institusi juga merujuk pada bentuk atau wadah dalam suatu organisasi, mengandung pengertian-pengertian abstrak tentang norma-norma dan peraturan- peraturan tertentu yang menjadi inti dari institusi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka institusi merupakan himpunan dari norma-norma yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan bermasyarakat dalam wadah atau organisasi tertentu. Institusi secara sistematik merupakan seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual yang sangat penting. Berdasarkan definisi tersebut, maka ada tiga kategori klasifikasi institusi yaitu: (1) institusi yang

dibentuk oleh pemerintah, (2) institusi yang dibentuk karena kesadaran masyarakat tanpa adanya sistem institusi yang kondusif, (3) institusi yang dibentuk masyarakat dengan peran serta masyarakat secara aktif, sehingga kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dapat dicapai.

Institusi sebagai modal dasar masyarakat (social capital) dapat dipandang sebagai aset produktif yang mendorong individu-individu anggotanya untuk bekerjasama menurut aturan perilaku tertentu yang disetujui bersama untuk meningkatkan produktifitas anggotanya dan produktifitas masyarakat secara keseluruhan. Ikatan istitusi masyarakat yang rusak secara langsung akan menurunkan produktifitas masyarakat dan menjadi faktor pendorong percepatan eksploitasi sumberdaya alam di sekitarnya (Kartodihardjo,et.al, 2000). Bandaragoda (2000) menyebutkan bahwa institusi merupakan kombinasi dari : (a) kebijakan dan tujuan (policies and objectives); (b) hukum dan peraturan perundangan; (c) organisasi dan nilai dasar organisasi; (d) rencana dan prosedur operasional; (e) mekanisme insentif; (f) mekanisme akuntabilitas; serta (g) norma, tradisi, praktek dan kebiasaan.

Institusi dalam pengelolaan sumberdaya air memiliki peranan penting. Aturan main sebagai bagian dari institusi yang menentukan interdependensi antar individu atau kelompok. Perwujudan institusi masyarakat dapat diidentifikasi melalui sifat-sifat kepemilikan sumberdaya, batas-batas kewenangan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya, dan aturan-aturan perwakilan dalam memanfaatkan sumberdaya, apakah ditetapkan secara individu atau kelompok. Instansi pemerintah merupakan institusi formal yang menjadi agen pembangunan dan berperan sentral dalam menentukan perubahan-perubahan yang diinginkan. Kinerja institusi sangat tergantung dari kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Kondisi institusi yang kuat menjadi prasyarat penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan (Kartodihardjo, 2000).

Keberadaan sebuah institusi lokal ditentukan oleh kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya sehingga terdapat nilai-nilai budaya setempat serta institusi tersebut dimaksudkan untuk senantiasa mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat akan semakin meningkat bila pembangunan menggunakan media lembaga tradisional yang ada. Institusi

lokal yang berlandaskan pada adat istiadat dan kebutuhan masyarakat setempat adalah prasarana kelembagaan yang potensial bagi pembangunan masyarakat (Imron, Soeprapto dan Suwandono 2005). Lebih lanjut Satria (2006) mengemukakan bahwa suatu institusi lokal mengupayakan pengelolaan sumberdaya yang ada kaitannya dengan sistem normatif (ideologi, kepercayaan), sistem regulatif (aturan lokal), dan sistem kognitif (pengetahuan lokal). Hal ini berarti bahwa aturan lokal (rules) itu dibuat sebagai refleksi keyakinan (normatif) dan pengetahuan (kognitif) masyarakat tentang sumberdaya yang dikelolanya.

Beberapa institusi yang ada selama ini kurang berperan dalam menyelesaikan konflik yang ada di masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya air. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya konflik air diantara pengguna air yang terjadi di beberapa wilayah.

Upaya untuk memperkuat institusi lokal merupakan salah satu pengembangan institusi itu sendiri dan pada akhirnya untuk pembangunan daerah (Hardjapamekas, 2002). Untuk itu pengembangan institusi lokal perlu dilakukan mengingat fungsi institusi lokal yang ada masih belum optimal dalam pelaksanaannya. Suatu institui yang kuat akan menjamin keberhasilan dari program pembangunan yang sedang dilaksanakan Beberapa fungsi penting institusi lokal yang menjadi kewajibannya adalah sebagai berikut (Hardjapamekas, 2002) :

1. Melakukan kajian kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam penentuan solusi konflik (relokasi atau penataan ulang)

2. Menjembatani kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik

3. Mengantisipasi dan menyelesaikan konflik yang mungkin timbul atas solusi program yang direkomendasikan

4. Melakukan koordinasi dengan pihak eksternal sebagai tindak lanjut atas solusi yang direkomendasikan

5. Memberikan rekomendasi kebijakan pembangunan daerah/nasional untuk penanganan konflik

Sebuah institusi lokal yang baik akan memiliki standar tersendiri dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Pola penyelesaian konflik melalui institusi lokal dilakukan melalui tahapan prosedur berikut ini (Hardjapemekas, 2002) :

a. Delegating, dengan membentuk perwakilan dari masing-masing pihak membicarakan permasalahan yang dihadapi secara langsung dengan itikad mencari solusi yang terbaik dan memuaskan seluruh pihak.

b. Interfacing, yaitu menggunakan mediator yang bersifat netral untuk memperlancar pencapaian solusi permasalahan.

c. Actuating, yaitu pelaksanaan solusi yang telah dicapai oleh masing-masing pihak dengan penuh tanggung jawab serta sesuai dengan hak dan kewajibannya.

d. Evaluating, yaitu kontrol dari pelaksanaan solusi yang telah diperoleh hingga tingkat keberhasilannya dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.