IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Air di Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki daya tarik ekonomi tinggi yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju urbanisasi. Peningkatan laju urbanisasi ini meningkatkan peluang meluasnya jumlah permukiman kumuh di Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk tersebut, khususnya di kawasan kumuh, akan meningkatkan kebutuhan air masyarakat. Permasalahan ketersediaan air merupakan masalah serius yang dihadapi di wilayah Jakarta. Penyediaan air bersih perlu dilakuakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat dan produktif.
Penyediaan air bersih telah menjadi kendala yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan. Keterbatasan sumberdaya air tidak hanya menyangkut jumlah sumber air yang menurun, tetapi juga tingkat pencemaran di sumber air yang meningkat. Dalam penelitian ini sumber air yang dianalisis adalah sumur gali yang umumnya digunakan di permukiman kumuh. Tabel 4 menunjukkan kualitas air sumur pada beberapa kecamatan yang dijadikan sampel penelitian. Hasil analisis kualitas air selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 sampai dengan Tabel Lampiran 6.
Tabel 4. Kualitas Sumur di Empat Kecamatan Lokasi Penelitian
No Kecamatan Skor Nilai Storet Kriteria Kode
1 Tanah Abang -25 Buruk sekali Bs
2 Sawah Besar -25 Buruk sekali Bs
3 Pademangan -15 Buruk sedang Bsd
4 Tebet -15 Buruk sedang Bsd
Keterangan : Bsd = Buruk sedang Bs = Buruk sekali
Analisis terhadap empat belas parameter kualitas air diperoleh data bahwa lima parameter utama (kekeruhan, besi, nitrat, deterjen dan coliform tinja (E.coli), kecuali nitrat, ternyata hasilnya telah melampaui baku mutu. Sedangkan untuk sembilan parameter pendukung masih memenuhi baku mutu. Kualitas air sumur di Tanah Abang, Tebet tergolong pada kriteria buruk sedang, sedangkan di Pademangan dan Sawah Besar tergolong kriteria buruk sekali. Tabel 5 menunjukkan parameter utama kualitas air yang dianalisis.
Tabel 5. Parameter Utama Kualitas Air di Lokasi Penelitian.
Parameter Kimia No Kecamatan Parameter
Fisik Besi (Fe) NO3-N Deterjen
Parameter Biologi
1 Tanah Abang Tidak
Layak
Layak Layak Tidak Layak Buruk Sedang
2 Sawah Besar Layak Tidak
Layak
Layak Tidak Layak Buruk Sedang
3 Pademangan Layak Tidak
Layak
Layak Tidak Layak Buruk Sedang
4 Tebet Layak Layak Layak Tidak Layak Buruk Sedang
Faktor dominan yang mempengaruhi rendahnya kualitas air sumur yang diteliti, yaitu pencemaran mikrobiologi (E. coli) dimana seluruh sampel 100% tidak memenuhi baku mutu dengan nilai skor -15, kemudian disusul pencemaran kimia (organik) yaitu deterjen sekitar 85% tidak memenuhi dengan nilai skor -10, kemudian pencemaran kimia (besi), hampir 60% tidak memenuhi dengan nilai skor -10, dan pencemaran fisik (kekeruhan) sekitar 14% tidak memenuhi baku mutu dengan nilai skor -1 parameter NO-3-N ternyata seluruhnya belum melampaui baku mutu.
Kekeruhan air menunjukkan adanya bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar. Pada daerah permukiman, kekeruhan disebabkan oleh buangan penduduk dan industri baik yang telah diolah maupun yang belum mengalami pengolahan (Saeni, 1989). Semakin banyak kandungannya, nilai kekeruhan semakin tinggi.
Besi (dalam bentuk Fe2+) adalah zat terlarut dalam air yang sangat tidak diinginkan dalam keperluan rumah tangga, karena dapat menimbulkan bekas karat pada pakaian dan porselin, dan pada konsentrasi menimbulkan rasa tidak enak pada air minum (Saeni,1991). Sesuai dengan baku mutu air untuk air minum, nilai maksimum Fe adalah >0,3 mg/, maka untuk sampel tersebut sebagian nilainya telah melampaui baku mutu, Sawah Besar memiliki nilai maksimum 1,1 mg/l. Berdasarkan atas nilai tersebut, air tidak enak untuk diminum, dan tidak layak untuk diminum.
Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang larut dalam air, yang sumber pencemarannya dari lingkungan permukaan berasal dari kotoran manusia dan hewan, dan dari daerah pertanian dari aktivitas pemupukan. Dari hasil pengukuran nilai NO3-N minimum terendah 0,29 mg/l di Kecamatan Kemayoran
dan maksimum tertinggi 8,77 mg/l di Kecamatan Tanah Abang dan rata-rata 7,50 mg/l di Kecamatan Tanah Abang. Sesuai dengan baku mutu air minum dari Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai maksimum NO3-N adalah
10 mg/l, maka untuk sampel tersebut seluruh titik sumur nilainya belum melampaui batas baku mutu.
Deterjen merupakan pencemaran yang keruh dari limbah air cucian rumah tangga. Dari hasil pengukuran, nilai deterjen minimum terendah sebesar 0,02 mg/l di Kecamatan Kramat Jati, nilai maksimum tertinggi sebesar 1,42 mg/l di Kecamatan Tanah Abang, dan nilai rata-rata tertinggi sebesar 1,25 mg/l di Kecamatan Tanah Abang.
Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri indikator adanya bakteri patogen di dalam air. Sumber pencemaran adalah dari tinja manusia, sehingga bila bakteri tersebut ditemui dalam sampel air, merupakan petunjuk bahwa air tersebut mengandung bakteri patogen kategori jarak sumur sampel dengan tangki septik lebih dari 10 m, dan kurang dari 10 m. Jarak ini dipilih sebagai titik tolak, dengan pertimbangan mengacu pada penyebaran mikroorganisme kuman-kuman di dalam tanah hanya mampu sejauh 11 m ; sehingga yang ideal jarak antara sumber air (sumur) dengan kakus (tangki septik) minimal 10 m (Ryadi, 1984). Sedang dalam permukiman kumuh karena keterbatasan lahan, maka jarak tersebut diduga lebih banyak yang kurang 10 m.
Dari hasil penelitian pengambilan sampel tahun 2002 (data primer), kadar bakteri (E. coli) minimal rata-rata 17.280 MPN/100 ml, dan maksimum rata-rata adalah 22.508 MPN/100 ml, atau rata-rata 19.894 MPN/100 ml. Lokasi yang tertinggi kadar E.coli terdapat pada lokasi Tanah Abang, minimal 30.000 MPN/100 ml dan maksimal 98.000 MPN/100 ml, rata-rata 39.000 MPN/100 ml dan terendah di Tebet minimum 50 MPN/100 ml dan maksimum 500 MPN/100 ml atau rata-rata 560 MPN/100 ml. Dibanding dengan hasil penelitian tahun sebelumnya (data sekunder), ada peningkatan kadar E. coli yaitu kadar E. coli sebelum tahun 2002, minimum adalah 94.514 MPN/100 ml dan maksimum adalah
208.000 MPN/100 ml. Kualitas sumber dangkal terkait dengan jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah domestik penduduk, misalnya tangki septik.
Apabila dikaitkan dengan jarak sumur dengan tempat penampungan akhir tinja yang sebagian besar <10 m, dari hasil diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sumur yang diteliti berjarak <10 m dengan penampungan akhir tinja. Hal ini disebabkan karena padatnya bangunan, yang mengakibatkan kurangnya jarak yang ideal antara sumur dengan tempat buang akhir tinja, karena kecilnya rata- rata ukuran persil per unit bangunan. jarak sumur banyak kurang dari 10 m (Tabel 6). Sistem pembuangan limbah manusia tersebut ternyata dapat mencemari sumur yang menjadi sumber air penduduk di permukiman kumuh. Penjelasan pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menyebutkan bahwa kepadatan penduduk sebesar 300 jiwa/ha atau lebih padat tidak layak menggunakan tanki septik tanpa mengakibatkan pencemaran sumur air bersih setempat (sumur dangkal). Dalam hal ini di kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi sangat berpotensi untuk terjadinya pencemaran sumber air .
Tabel 6. Presentase Rumah Tangga yang Mempunyai Jarak Sumur ke Penampungan Akhir Tinja < 10 m
No Lokasi Kecamatan Jarak ≤10 M (%)
1 Tanah Abang 60,20
2 Sawah Besar 64,71
3 Pademangan 73,61
4 Tebet 61,90