MOHAMAD ELDIARY AKBAR. Pengaruh Lama Ketiadaan Inang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Terhadap Pola Reproduksi Parasitoid
Snellenius manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae). Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.
Pengendalian hayati merupakan salah satu solusi dalam masalah hama pertanian yang seharusnya lebih banyak dipraktekkan di lapangan karena lebih ramah lingkungan dan mengurangi dampak buruk dari penggunaan pestisida. Salah satu agens hayati yang dapat digunakan dalam pengendalian hayati adalah parasitoid. Imago betina parasitoid berperan penting dalam pencarian dan pemilihan inang yang sesuai untuk melakukan oviposisi sehingga perilaku reproduksi parasitoid merupakan salah satu tumpuan keberhasilan dalam penggunaan teknik pengendalian hayati. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama ketiadaan inang S. litura terhadap perilaku reproduksi parasitoid
S. manilae. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioekologi Predator dan Parasitoid, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini terdiri atas 14 perlakuan dengan variasi waktu ketiadaan inang selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari. Ketiadaan inang mempengaruhi perilaku reproduksi parasitoid S. manilae. Ketiadaan inang cenderung meningkatkan parasitisasi dan juga lama hidup imago parasitoid. Ketiadaan inang juga cenderung menyebabkan penurunan jumlah telur yang diproduksi parasitoid. Parasitoid yang diberi inang pada awal kemunculan menjadi imago cenderung memproduksi lebih banyak telur daripada yang tidak diberi inang pada awal kemunculan menjadi imago. Parasitoid dapat langsung melakukan oviposisi walaupun tidak diberi inang selama 7 hari berturut- turut.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan insektisida sebagai sarana pengendalian hama seringkali menimbulkan efek samping yang dapat merugikan, seperti residu yang membahayakan kesehatan manusia, pencemaran lingkungan, dampak negatif terhadap hewan non-target hingga timbulnya resurjensi dan resistensi hama. Pengendalian hayati merupakan salah satu solusi dalam masalah hama pertanian yang seharusnya lebih banyak dipraktekkan di lapangan karena lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida. Norris et al. (2003) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai penggunaan parasitoid, predator, patogen, antagonis atau populasi kompetitor untuk menekan populasi hama, membuat hama menjadi lebih sedikit kelimpahannya dan lebih sedikit merusak daripada seharusnya bila agens hayati tidak ada. Selain itu, Norris et al. (2003) juga menjelaskan beberapa keuntungan penggunaan pengendalian hayati dibandingkan teknik pengendalian lainnya, yaitu pertama, bila populasi agens pengendalian hayati dapat menetap di suatu area, maka secara esensial tidak ada biaya lebih lanjut. Kedua, untuk program pengendalian hayati yang telah mapan dan sukses, maka hama tidak akan pernah melebihi ambang kerusakan ekonomi. Bila populasi hama mulai meningkat, agens pengendali hayati meningkat dan mengurangi tingkat pertumbuhan populasi hama. Ketiga, pengendalian hayati tidak meninggalkan residu pestisida yang mampu mengkontaminasi tanaman atau lingkungan. Keempat, pengendalian hayati dapat menjadi sangat efektif pada ekosistem ekstensif yang permanen. Kelima, tidak seperti pestisida dan teknik fisik, pengendalian hayati tidak mengganggu kegiatan pengendalian hama yang lainnya. Keenam, teknik pengendalian hayati secara tradisional telah diakui tidak mengganggu ekosistem. Namun terdapat juga beberapa kelemahan dari pengendalian hayati, yaitu pengendalian terhadap OPT berjalan relatif lambat, hasilnya sulit untuk diprediksi, perlu pengawasan ahli dalam pelaksanaannya, pengembangan pengendalian hayati harus selalu dilakukan pemantauan.
Parasitoid merupakan salah satu jenis musuh alami yang dapat digunakan untuk pengendalian hayati. Menurut Godfray (1994), larva parasitoid makan di dalam tubuh arthropoda lain yang menjadi inang sehingga menyebabkan kematian inangnya. Parasitoid hanya memerlukan satu inang untuk menyelesaikan perkembangannnya dan sering kali sejumlah parasitoid berkembang secara berkelompok dalam satu inang yang sama. Elzinga (2004) menyebutkan beberapa kelebihan penggunaan parasitoid, yaitu agens hayati ini biasanya sangat selektif, resistensi serangga lebih sedikit terjadi dibandingkan pada penggunaan pestisida, pengaruh terhadap ekosistem lebih sedikit dan parasitoid lebih tidak berbahaya pada manusia dibandingkan penggunaan pestisida.
Parasitoid Snellenius (=Microplitis) manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae) merupakan salah satu endoparasitoid larva S. litura (Xu & Yang 1983 dalam Waterhouse & Norris 1987). Parasitoid S. manilae ditemukan memarasit larva S. litura pada larva instar-instar awal sehingga kematian larva S. litura terjadi lebih dini. Hal tersebut menguntungkan karena dapat mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar. Prabowo (1994) menyebutkan S. manilae
banyak ditemukan pada populasi S. litura yang menyerang tanaman talas di daerah Tajur dan Sindangbarang Bogor. Ulat grayak (S. litura Fabr.) merupakan hama penting yang sering dijumpai pada berbagai tanaman budidaya di Indonesia. Hama ini bersifat polifag yang inangnya tidak terbatas hanya pada tanaman budidaya saja, tetapi juga pada tanaman liar. S. litura menyerang bagian daun pada tanaman sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis pada tanaman yang berakibat pada penurunan hasil produksi. Kalshoven (1981) menyebutkan tanaman inang S. litura di antaranya tembakau, kedelai, jagung, ubi jalar, kakao, kacang tanah, jarak, pisang, bayam, gandum, kangkung, bawang merah, babadotan, dan tanaman hias. Status sebagai hama utama pada beberapa tanaman budidaya menjadikan pengendalian hama ini sangat penting. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerusakan tanaman demi tercapainya peningkatan hasil produksi pertanian.
Beberapa penelitian dan studi mengenai parasitoid S. manilae di Indonesia sampai saat ini telah dilakukan dalam beberapa aspek kajian, diantaranya aspek biologi (Prabowo 1994), umur parasitoid (Darwati 1999), ketersediaan inang
3
(Hidayatullah 2000) dan efektifitas parasitisasi (Ratna 2008). Penelitian mengenai aspek biologi reproduksi dari parasitoid betina penting karena parasitoid betina berperan penting dalam kegiatan parasitisasi inang. Salah satu tumpuan keberhasilan pengendalian hayati menggunakan parasitoid sangat tergantung pada perilaku reproduksi imago betina parasitoid. Hal ini disebabkan imago parasitoid betina memliki peran yang penting dalam mencari dan memilih inang yang sesuai baginya untuk melakukan oviposisi. Selain itu imago parasitoid betina juga berperan dalam keberlangsungan populasi parasitoid karena imago betina yang menentukan inang yang sesuai dan baik bagi keturunannya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai aspek yang dapat mempengaruhi biologi dan ekologi parasitoid perlu dipelajari dengan lebih seksama.
Terkadang selama beberapa waktu inang tidak tersedia bagi parasitoid. Berdasarkan beberapa studi awal, ketidaktersediaan inang tersebut dapat mempengaruhi perilaku peletakan telur parasitoid. Heriyano (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pemuasaan parasitoid Eriborus argenteopilsus
(Hymenoptera: Ichneumonidae) tidak mempengaruhi kemampuan untuk memarasit, namun lama waktu parasitoid tidak mendapatkan inang ternyata dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi parasitoid. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian hayati ketika diterapkan dilapangan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketiadaan inang S. litura terhadap tanggap reproduksi S. manilae.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah tersedianya informasi tambahan mengenai strategi reproduksi parasitoid S. manilae terkait perannya sebagai agens hayati.