BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA
2.5 Instrumen Diagnosis Delirium
pada sel glia. Adanya hubungan yang kuat antara kadar S100B serum dengan
delirium setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu. Pada ketiga
penelitian ini menunjukkan kadar S100B yang tinggi pada pasien yang mngalami
delirium. Salah satu penelitian melaporkan adanya korelasi antara S100B dengan
sitokin IL-6 dan IL-8 (Aly dkk., 2014).
2.4.2 Interleukin-6
Interleukin-6 merupakan glikoprotein multifungsi yang diproduksi oleh sel
normal dan sel yang mengalami transformasi, misalnya: sel T, monosit/makrofag,
fibroblast, hepatosit, sel endotel vaskular, cardiac mixoma, sel karsinoma kandung
kemih, sel mieloma, astroglioma dan glioblastoma. Produksi IL-6 pada sel-sel
tersebut diatas diatur baik secara positif maupun negatif oleh berbagai sinyal
termasuk mitogen, stimulasi antigen, LPS, IL-1, TNF, dan virus (Scheller dkk.,
2011).
Pada SSP, sel astrosit merupakan sumber utama IL-6. Walaupun IL-6
mempunyai efek yang menguntungkan karena bersifat neurotropik, overekspresi dari
IL-6 pada umumnya bersifat merusak. Hal inilah yang berhubungan dengan
patofisiologi terjadinya gangguan pada SSP. Interleukin-6 sebagai marker inflamasi
mempunyai peranan dalam terjadinya delirium. Pada beberapa penelitian, IL-6
berhubungan dengan risiko terjadinya delirium, aktifitas penyakit dan diagnosis
delirium (Adamis dkk., 2007; Van Munster dkk., 2010).
2.5 Instrumen Diagnosis Delirium
Sebelum adanya revisi Diagnostic and Statistical Manual (DSM) III,
beberapa instrumen diagnsotik delirium masih belum terstandarisasi. Oleh karena itu,
27
sindrom organik akut, psikosis postoperasi, insufisiensi serebral, ensefalopati, dll)
yang digunakan dalam literatur untuk mengambarkan delirium. Kemudian dalam
beberapa tahun ini, ada beberapa instrumen yang telah dipakai untuk skrining,
diagnosis dan menilai derajat severitas delirium. Diantara berbagai instrumen
skrining delirium, NEECHAM confusion scale dan Delirium Observation Scale
merupakan yang paling cocok dipakai pada pasien-pasien di bangsal perawatan
bedah dan medik. Secara umum, instrumen-instrumen yang dipakai untuk
mendiagnosis delirium (seperti CAM, CAM-ICU, DRS-R-98, dan MDAS) selalu
mengacu pada kriteria DSM. Instrumen-intrumen tersebut mempunyai nilai
reliabilitas dan validitas yang baik. Diantara bermacam-macam instrumen delirium
ini, CAM merupakan yang paling sering digunakan sebagai instrumen diagnosis
karena akurasi, ringkas, dan mudah digunakan para klinisi (Grover dan Kate, 2012;
Adamis dkk, 2010).
Tabel 1. Beberapa Instrumen Klinis untuk Diagnosis Delirium (Grover dan Kate, 2012).
Cutoff DRS ≥ 10 DRS-98-R ≥ 12 MDAS ≥ 13 MMSE < 24
Sensitivitas 95% 80% 68% 96%
Spesifitas 61% 76% 94% 38%
Negatif PA 89% 69% 63% 88%
Positif PA 80% 85% 95% 72%
2.5.1 Confusion Assesment Method (CAM)
Confusion Assesment Method merupakan alat diagnostik utama untuk
delirium yang banyak digunakan berdasarkan kriteria DSM-III-R dan diskusi panel
ahli. Versi singkatnya meliputi algoritme diagnostik, berdasarkan empat ciri kardinal
delirium yakni (1) onset akut dan perjalanan fluktuatif; (2) penurunan perhatian; (3)
28
berdasarkan CAM membutuhkan ciri 1, 2, disertai 3 atau 4. Kelima butir lainnya
yang tidak tercakup dalam algoritma CAM, dianggap tidak memiliki kontribusi
apappun bagi spesivitas dan sensitivitas diagnostik. Kelima gambaran tersebut,
ketika ditambahkan sendiri atau dalam kombinasi yang bervariasi, tidak
meningkatkan sensitivitas, spesivitas atau rasio probabilitas. Keberadaan gambaran
satu dan dua serta salah satu dari butir tiga atau empat dalam algoritma CAM
memberikan kontribusi terbaik dari seluruh kombinasi yang dinilai. Butir satu dan
dua diidentifikasi sebagai gejala terpenting delirium dalam DSM III-R, sedangkan
gambaran tiga dan empat didukung oleh opini ahli dan praktek klinis dengan
pertimbangan bahwa dalam kondisi kesadaran yang menurun, pikiran yang tidak
tertata seringkali tidak dapat diperkirakan atau diketahui (Vietara, 2012).
Confusion Assesment Method memiliki sensitivitas (antara 77%-100%)
(Hesterman dkk, 2009) (Vresswijk dkk., 2009) dan spesifitas yang baik (antara
84%-99%) (Laurila dkk., 2002) (Gonzales dkk., 2004). CAM juga memiliki nilai
predictive value yang tinggi (antara 97%-100%) ketika digunakan di unit gawat
darurat (Monette dkk., 2001).
Confusion Assesment Method dapat digunakan dengan mudah pada kondisi
klinis rutin oleh staf medis nonpsikiatrik atau staf perawat dengan latihan
sebelumnya. Pada ruang rawat kritis atau ruang pemulihan pasca bedah, terutama
pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal, CAM-IC (adaptasi dari
CAM) harus digunakan. Studi review terbaru menguatkan rekomendasi ini, mensitasi
bukti untuk mendukung penggunaan CAM sebagai instrumen diagnostik (Vietara,
29
2.5.2 Memorial Delirium Assesment Scale (MDAS)
Memorial Delirium Assesment Scale merupakan instrumen yang dipakai oleh
dokter untuk menilai tingkat keparahan delirium pada pasien-pasien yang menderita
penyakit medis. MDAS terdiri dari sepuluh item, dimana masing-masing item
memiliki nilai nol sampai tiga berdasarkan interaksi dengan pasien atau perilaku
pasien atau kejadian beberapa jam yang lalu. Sepuluh item pada MDAS
menggambarkan kriteria diagnostik delirium pada DSM IV.
Setiap item menilai gangguan kesadaran dan tingkat kesadaran, seperti pada
beberapa area dari fungsi kognisi (memori, perhatian, orientasi, dan gangguan
berpikir) dan aktivitas psikomotor. Item-item ini dihubungkan dengan gambaran
severitas atau intensitas dari gejala, dan telah ditinjau oleh dokter yang
berpengalaman untuk memastikan kemudahan pelaksanaan dan ketepatan penilaian.
MDAS hanya membutuhkan waktu ± 10 menit untuk dilakukan, observasi perilaku
dan tes pengenalan obyek. Ketika salah satu item tidak bisa dikerjakan, skor tetap
bisa dibagi rata dari item-item yaang bisa dikerjakan. MDAS dibuat dengan maksud
bahwa MDAS dapat dikerjakan beberapa kali pada hari yang sama, untuk menilai
secara objektif perubahan severitas delirium sebagai respon terhadap intervensi
klinis. Total skor MDAS secara signifikan dapat membedakan pasien delirium
dengan pasien-pasien yang mengalami gangguan kognisi lainnya atau mereka yang
tidak mengalami gangguan kognisi. MDAS dapat dipakai juga untuk mengdiagnosis
delirium dimana cutoff skornya adalah 13 (Breitbart dkk., 1997).
Validasi MDAS telah dilakukan oleh dua penelitian terpisah , dimana kedua
penelitian ini dikerjakan di Memorial Sloan King-Kettering Cancer Center antara
tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. Penelitian yang pertama meneliti tentang
30
validitas dari MDAS. MDAS memiliki nilai interreliabilitas (0,92) dan konsistensi
internal yang tinggi (koefisien a = 0,91). MDAS juga menunjukkan korelasi yang
kuat dengan DRS (r = 0,88, p < 0,0001), MMSE (r = 0,91, P < 0,0001) dan Clinian’s