• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instrumen kebijakan KKP di tingkat regional

BAB II MATERI MODUL MENJELASKAN PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN

1.5 Sikap Kerja: Setelah mendapat pengetahuan dan pengalaman singkat untuk

1.6.2 Instrumen kebijakan KKP di tingkat regional

Terdapat latar belakang sejarah yang kuat kerjasama multilateral dalam segitiga terumbu karang (Coral Triangle). Sebagian besar mekanisme multilateral yang ada saat ini dibangun untuk kepentingan ekonomi, seperti ASEAN; Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) ; Brunei, Indonesia; Malaysia, Philippines – East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA); dan the Melanesia Spearhead Group (MSG). Beberapa mekanisme multilateral secara khusus berfokus pada sumberdaya pesisir dan kelautan, seperti the South Pacific Regional Environment

A Program (SPREP), Forum Fisheries Agency (FFA), dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs)

Akhir-akhir ini, karena kepedulian akan isu pesisir dan laut telah meningkat, pemerintah di kawasan ini telah membentuk serangkaian mekanisme kerjasama multilateral yang berfokus pada sumberdaya pesisir dan laut, seperti perjanjian tiga negara pada Sulu-Sulawesi Seas Marine Ecoregion dan the Bismarck Solomon Seas Marine Ecoregion, serta the Arafura and Timor Seas Experts Forum (ATSEF). Sebagai tambahan, Pertemuan ke-2 APEC Ocean-related Ministerial Meeting (AOMM2) di Bali (September 2005) menghasilkan Bali Plan of Action on Oceans and Coasts (2006), yang telah ditandatangani oleh sebagian besar pemerintah Coral Triangle Initiative (CTI). (Diambil dari Coral Triangle Initiative Regional Plan of Action).

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.01.002.01Kode Modul

Judul Modul: Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 22 dari 47

B Rencana Aksi Coral Triangle Initiative

Di bulan Agustus 2007, Presiden Yudhoyono mengusulkan kepada pimpinan lain CT, sebuah kerjasama multilateral lain untuk menjaga sumberdaya hayati pesisir dan laut di kawasan tersebut yang disebut “Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). Usulan awal berlanjut kepada serangkaian kegiatan yang telah memberikan kemajuan:

1) Pertemuan tingkat tinggi APEC. Di pertemuan bulan September 2007, dalam deklarasinya, 21 Kepala Negara di kawasan Asia Pasifik menyambut CTI-CFF.

2) Pertemuan tingkat tinggi ASEAN and BIMP-EAGA. Di November 2007, CTI-CFF disepakati oleh pimpinan negara dalam pertemuan ketiga East Asia Summit (dihadiri pimpinan negara ASEAN, Jepang, Cina, dan Korea); serta BIMP-EAGA Summit (Brunei, Indonesia, Malaysia and the Philippines East ASEAN Growth Area).

3) CTI Senior Officials Meeting Pertama (SOM1) di Bali, Desember 2007. Pemerintah CT6 melangsungkan official meeting.

4) Pendanaan Amerika Serikat: Di Oktober 2008, Amerika berkomitmen pendanaan $40 juta dollar untuk mendukung CTI selama 5 tahun yang disalurkan melalui konsorsium LSM. 5) CTI Senior Officials Meeting kedua (SOM2) di Manila, November 2008. Pemerintah CT6

menyepakati Resolusi Manila dan Rancangan Manila Regional Plan of Action.

6) Townsville workshop, November 2008. Australia memfasilitasi diskusi negara-negara CTI dan LSM tentang hambatan utama, celah dan kesempatan seputar implementasi CTI.

7) Pertemuan CTI Coordination Committee (CCC) di bulan Mei, September, Oktober 2008, serta di Januari 2009: CT6 pemerintah mengkaji rancangan CTI Plan of Action.

8) CTI Senior Officials Meeting Ketiga (SOM3) dan Ministerial Meeting Pertama (MM1) dalam Maret 2009: CT6 menyepakati rancangan akhir Regional CTI Plan of Action dan mengesahkan sebuah kesepakatan tingkat menteri (Ministerial Statement).

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.01.002.01Kode Modul

Judul Modul: Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 23 dari 47

C Coral Reef Initiatives for the Pacific (CRISP)

CRISPadalah sebuah inisiatif membangun visi bersama untuk masa depan terumbu karang di Pasifik dan masa depan masyarakat yang bergantung padanya. Inisiatif itu mencakup strategi dan proyek melindungi biodiversitas seiring pembangunan ekonomi dan jasa lingkungan tingkat lokal dan global. Inisiatif juga dirancang untuk mengintegrasikan beragam upaya negara maju (Australia, New Zealand, Jepang, Amerika Serika), ‘French overseas territories’ serta negara berkembang di Pasifik. CRISP disponsori oleh Perancis dan disiapkan oleh French Development Agency (AFD).

Tujuan tematik CRISP adalah:

1) Meningkatkan pengetahuan tentang biodiversitas, status dan fungsi ekosistem terumbu karang.

2) Perlindungan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang dalam skala yang signifikan. 3) Membangun potensi ekonomi yang diperlihatkan oleh nilai manfaat dan nilai biodiversitas

ekosistem terumbu karang

4) Diseminasi informasi dan pengetahuan, peningkatan kapasitas dan kepemimpinan melalui jejaring lokal, nasional dan internasional.

Komponen 1A CRISP, yaitu Pengelolaan Pesisir Terpadu dan Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) memasukkan KKP di dalamnya.

D South Pacific Regional Environmental Programme (SPREP)

SPREP adalah organisasi regional yang dibangun oleh pemerintah dan pengelola kawasan Pasifik untuk menjaga lingkungan mereka. Ia telah tumbuh dari sebuah program kecil di tahun 1980-an yang menjadi bagian dari South Pacific Commission (SPC) menjadi organisasi antar pemerintah

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.01.002.01Kode Modul

Judul Modul: Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 24 dari 47

utama di Pasifik dengan melindungi dan mengelola lingkungan dan sumberdaya alam. SREP berbasis di Apia, Samoa dengan memiliki lebih dari 70 karyawan.

Pemerintah dan pengelola kawasan Pasifik melihat kebutuhan akan SREP sebagai media yang menyatukan kegiatan lingkungan di tingkat regional. Pembentukan SREP juga memberikan tanda kepada masyarakat global akan komitmen mereka yang kuat menuju pembangunan berkelanjutan, terutama pada hasil WSSD berupa Rencana Implementasi, Millennium Development Goals (MDGs)

and Declaration, Rencana aksi Barbados dan Agenda 21.

KKP adalah perangkat penting untuk mencapai kedua sasaran, yaitu:

1) Program 1: Sasaran ekosistem pulau – Negara-negara dan wilayah kepulauan Pasifik mampu mengelola sumberdaya pulau dan ekosistem lautan secara berkelanjutan sehingga mendukung kehidupan dan mata pencaharian.

2) Program 2: Sasaran masa depan Pasifik – Negara-negara dan wilayah kepulauan Pasifik mampu merencanakan dan merespon ancaman dan tekanan yang mengenai sistem-sistem pulau dan lautan.

E Deklarasi Putrajaya tentang Kerjasama Regional bagi Pembangunan Berkelanjutan Asia Tenggara (12 negara pesisir kawasan Asia Timur; 2003).

Dari Deklarasi Putrajaya, rumusan Strategi Pembangunan Berkelanjutan untuk Lautan Asia Timur (Sustainable Development Strategy for the Seas of East Asia = SDS-SEA) dibuat. SDS-SEA mencoba mengatasi masalah utama (di antara banyak masalah) pesisir dan lautan Asia Timur. Kemudian menyediakan tataran kerjasama di tingkat regional, subregional, nasional, dan lokal serta lintas pemerintah, lintas institusi,dan lintas kerjasama, dalam hal:

1) Target-target untuk pembangunan berkelanjutan WSSD;

2) Implementasi beragam pendekatan pengelolaan pesisir dan lautan terintegrasi;

3) Program aksi yang bertujuan mengatasi masalah dan kekurangan dalam pengelolaan pesisir dan lautan.

Di saat bersamaan, SDS-SEA memfasilitasi aksi-aksi sinergis untuk:

1) Meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan laut dari polusi dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kapal, termasuk introduksi invasif alien spesies, serta kesiapan dan tanggap pencemaran minyak dan bahan kimia

2) Melindungi pesisir dan laut dari polusi yang berasal dari daratan melalui implementasi

Global Programme of Action (GPA) dan Deklarasi Montreal

3) Menurunkan secara signifikan kehilangan biodiversitas laut serta menjaga produktivitas dan biodiversitas sumberdaya ekosistem, jenis dan genetis pesisir dan laut

4) Memastikan bahwa stok ikan dijaga atau dipulihkan ke tingkat secara berkelanjutan mampu mendukung generasi saat ini dan akan datang, dengan cara menjalankan pengelolaan pesisir terpadu, pengelolaan ekosistem, penetapkan KKP dan menerapkan Code of Conduct for

Responsible Fisheries serta instrumen-instrument lain yang dikeluarkan FAO dan UNCLOS

termasuk melalui tindakan-tindakan melawan praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak.

The SDS-SEA menyediakan pendekatan yang strategis dalam membangun dan mengelola sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan secara maksimal beragam pengguna, persepsi nilai serta prioritas yang dipilih pemerintah nasional serta pihak lain

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.01.002.01Kode Modul

Judul Modul: Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 25 dari 47

pada sumberdaya tersebut. Dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi menuju pelaksanaan konvensi internasional yang efektif, SDS-SEA bertujuan untuk (1) mengelola sumberdaya dan memperkuat sinergi dan keterkaitan dalam peningkatan kapasitas serta (2) memobilisasi semua pihak (termasuk badan pemerintah, organisasi internasional, donor, institusi keuangan, pengusaha, LSM, peneliti, akademisi, masyarakat, serta masyarakat madani) untuk melaksanakan tanggung jawab sosial mereka serta secara aktif berkontribusi pada program-program pembangunan berkelanjutan. Di tingkat lokal, SDS-SEA menyediakan arahan dan pendekatan untuk pengelola dan para pihak untuk (1) bertindak mengatasi isu sumberdaya alam dan lingkungan lokal yang signifikan kepada nasional, regional dan global; (2) mengidentifikasi dan mempromosikan beragam kesempatan bagi investasi lingkungan, dan (3) memf asilitasi opsi-opsi pendanaan berkelanjutan.

F Kesepakatan Kemitraan Haikou tentang Implementasi SDS-SEA (2006)

Membangun aturan-aturan implementasi. Kesepakatan Kemitraan Haikou menyatakan: “Kami, perwakilan negara-negara kelautan di kawasan Asia Timur berkumpul bersama untuk menetapkan aturan-aturan implementasi untuk SDS-SEA, membangun di atas dasar yang diletakkan dalam Deklarasi Putrajaya. Pada 12 Desember 2003, forum ini mengadopsi SDS-SEA melalui Deklarasi Putrajaya karena memiliki tataran yang sama untuk mencapai sasaran dan tujuan WSSD, Rencana Aksi, dan MDGs. Deklarasi Putrajaya adalah komitmen regional pertama dalam mengimplementasi SDS-DEA”.

Kesepakatan itu juga memuat: kemitraan jangka panjang untuk mengimplementasi SDS-SEA, menetapkan target prioritas implementasi, mekanisme implementasi tingkat global, dan aksi lanjutan yang akan dilaporkan dalam Kongres EAS 2009.

G Micronesian Challenge

Micronesian Challenge adalah sebuah komitme bersama antara Republik Palau, Republik Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia, Guam, dan Persemakmuran Kepulauan Mariana Utara bahwa di tahun 2020 telah secara efektif melindungi sedikitnya 30% sumberdaya pesisir dan 20% sumberdaya teresterial sepanjang Mikronesia.

Mencakup 6,7 juta km2 lautan, Micronesia Challenge mewakili lebih dari 20% wilayah pulau Pasifik, serta merupakan 5% lautan terluas di dunia. Komitmen ini melindungi sedikitnya 66 jenis yang telah teridentifikasi saat ini, 10% dari total luas terumbu karang, serta 462 jenis karang (atau 59% dari total karang di dunia). Setiap negara, dalam jurisdiksi masing-masing, memilih metode-metode terbaik untuk memenuhi komitmen tersebut.

Republic Palau dengan dukungan The Nature Conservancy telah membuat kerangka kerja Jaringan Kawasan yang Dilindungi (Protected Area Network=PAN), yang menjadi dasar bagi Palau dalam mengkonservasi sumberdaya alam serta dalam upaya-upaya pembangunan berkelanjutan. PAN membangun kemitraan dengan masyarakat lokal, LSM, pemerintah pusat, dan lembaga negara tingkat nasional. Usaha itu telah berbuah berupa diterimanya sebuah hukum PAN yang komprehensif serta perhitungan pendanaan yang sesuai untuk mengimplementasi PAN dengan efektif.

H Micronesians in Island Conservation

Micronesians in Island Conservation adalah jaringan pembelajaran yang dibentuk untuk memperkuat kemampuan pimpinan dan organisasi dalam aspek teknis dan organisasi sehingga mereka menjadi lebih baik dalam melindungi kawasan alami.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan KKP.KP.01.002.01Kode Modul

Judul Modul: Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kawasan konservasi perairan

Buku Informasi Versi: Agustus 2011 Halaman: 26 dari 47

Di Mikronesia banyak pimpinan konservasi bekerja sendiri -sendiri karena jarak antar pulau yang sangat jauh sehingga ada kebutuhan untuk mempercepat berbagi kemampuan dasar, pengetahuan dan inovasi dalam isu-isu penting. Jaringan pembelajaran dikenal secara luas sebagai perangkat paling tepat untuk pengembangan individu, profesional dan organisasi. Jaringan ini ikut serta dalam retret dua tahunan pimpinan serta menyelenggerakan kajian dan telepon konferensi untuk berkonsultasi, belajar, dan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari atau dimiliki.

I Jaringan Locally Managed Marine Areas (LMMA)

Jaringan LMMA adalah sebuah kelompok praktisi di seluruh dunia yang terlibat dalam beragam proyek konservasi laut yang bergabung untuk meningkatkan keberhasilan upaya-upaya mereka. LMMA adalah jaring pembelajaran yang artinya proyek-proyek ada dalam jaringan akan menggunakan strategi yang sama serta bekerja sama mencapai tujuan. Jaringan ini tertarik mempelajari dalam kondisi apa strategi LMMA berhasil atau tidak berhasil serta faktor penyebabnya. Anggota berbagi pengetahuan, kemampuan, sumberdaya, dan i nformasi, untuk bersama-sama belajar bagaimana meningkatkan kegiatan pengelolaan laut dan meningkatkan dampak konservasi.

Keanggotaan jaringan sebagian besar terdiri dari proyek-proyek konservasi yang menggunakan (atau berencana menggunakan) pendekatan LMMA. Anggota juga mencakup:

1) Anggota masyarakat 2) Pimpinan/pemuka adat 3) Staf konservasi

4) Akademisi dan peneliti 5) Donor

6) Pengambil keputusan

Para anggota terdiri dari orang-orang dan budaya dari Asia Tenggara, Melanesia, Mikronesia, Polinesia dan Amerika. Banyak negara memiliki jaringan di negaranya yang bekerja secara independen tapi semuanya tetap dalam kerangka kerja LMMA. sebagai contoh di kawasan Pasifik selatan ada Fiji dengan FLLMA, Indonesia, Filipina (PLLMA), Pnom Phen, Negara federasi Mikronesia (CSP), serta Kepualuan Solomon (SILMMA)

1.6.3 Instrumen kebijakan KKP di tingkat nasional

Dokumen terkait