• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instrumen Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Instrumen Penelitian

Tohirin (2012: 62) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen yang efektif untuk mengumpulkan data. Hal ini karena dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan umumnya secara partisipatif (pengamatan berperan serta). Peneliti mempunyai peran aktif dalam pengumpulan data sehingga peneliti harus dapat beradaptasi dengan perubahan fenomena yang terjadi di lapangan dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen penelitian juga harus divalidasi. Validasi dapat dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara melakukan mengevaluasi diri sendiri. Peneliti sebagai instrumen penelitian harus memiliki kemampuan berkomunikasi dalam pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti akan membahas latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan pengalaman peneliti dalam menempuh pendidikan yang memungkinkan mempengaruhi cara pandang peneliti dalam menganalisis data. Peneliti lahir di kota Surakarta pada tanggal 19 Februari 1995. Peneliti dilahirkan sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Peneliti mempunyai kakak perempuan yang saat ini sudah berkeluarga dan bekerja secara mandiri. Peneliti dilahirkan menjadi anak dari bapak yang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan ibu berkerja sebagai ibu rumah tangga. Sedari kecil saat peneliti duduk di

50

bangku Taman Kanak-Kanak (TK) peneliti lebih sering ditemani oleh ibu. Sesekali jika bapak mempunyai waktu luang, beliau menyempatkan untuk menjemput peneliti pulang sekolah atau mengajari peneliti untuk belajar di malam hari. Saat peneliti duduk di bangku TK peneliti sempat mengalami kesulitan untuk membaca dengan lancar salah satunya untuk mengeja sebuah kata. Bapak peneliti saat itu membantu peneliti dalam belajar namun karena peneliti masih anak kecil, peneliti cenderung sesuka hati dan masih mementingkan untuk bermain-main. Bapak berusaha keras untuk membantu saya agar bisa lancar membaca, sempat bapak juga memarahi peneliti karena peneliti tidak serius dalam belajar tetapi bapak tidak begitu memaksakan kemampuan peneliti saat belajar. Pada akhirnya peneliti dapat lulus dari jenjang TK dan dapat membaca dengan lancar. Sosok seorang bapak dalam keluarga peneliti cenderung tegas, keras kepala, namun tetap memiliki pengertian yang sangat besar. Peneliti sendiri merasa takut jika peneliti sudah dimarahi oleh bapak dibandingkan dengan ibu karena ibu peneliti cenderung memiliki kesabaran yang ekstra dalam menghadapi peneliti. Peneliti saat bersekolah di jenjang pendidikan tingkat SD sampai SMA selalu ditemani oleh ibu seperti jika ada jadwal pengambilan raport ibu peneliti yang mengambilnya dan mengurusi segala macam hal mengenai sekolah sedangkan bapak berusaha untuk mencukupi peneliti dalam hal materi karena bapak menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Peneliti selama bersekolah tidak memiliki prestasi yang begitu membanggakan hanya sesekali pernah mendapatkan peringkat sepuluh besar dan itu hanya bisa dihitung dengan jari. Saat peneliti bersekolah di

51

jenjang SD peneliti sangat merasa kesulitan dalam pelajaran matematika untuk hasil belajar, peneliti mendapatkan nilai yang dapat dikatakan masih dalam wajar. Peneliti saat bersekolah tingkat SD tidak terlalu memikirkan hasil belajar peneliti namun peneliti juga memiliki rasa malu jika peneliti tertinggal dengan teman-teman peneliti.

Pada waktu SD peneliti sempat dipaksa oleh bapak peneliti untuk mengikuti les di sebuah lembaga pendidikan bahasa inggris bukan les matematika melainkan les bahasa inggris. Peneliti tidak begitu mengetahui alasan yang pasti pada saat itu mengapa bapak menyuruh peneliti mengikuti les bahasa inggris. Namun sekarang peneliti menyadari bahwa bapak menyuruh les bahasa inggris karena sekarang bahasa inggris adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi nilai lebih jika seseorang memiliki kemampuan bahasa inggris. Dahulu peneliti sangat cemas jika peneliti sudah disuruh bapak untuk mengikuti les. Peneliti merasa susah sekali untuk belajar bahasa inggris apalagi saat peneliti tidak mendapatkan teman untuk mengikuti les bahasa inggris pasti peneliti mencari beribu-ribu alasan agar tidak jadi mengikuti les bahasa inggris. Jadi setiap datangnya jadwal les bahasa inggris peneliti sangat terpaksa mengikutinya karena jika tidak mengikutinya peneliti akan kena marah bapak. Hal tersebut berlangsung sampai peneliti bersekolah di tingkat SMA. Namun karena di jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah SD peneliti bukan hanya kesulitan dalam pelajaran bahasa inggris melainkan pelajaran matematika peneliti merasa kesulitan. Peneliti memutuskan untuk berhenti les bahasa inggris walaupun orang tua peneliti tidak setuju jika peneliti berhenti les bahasa

52

inggris. Peneliti menunjukkan kepada orang tua bahwa nilai bahasa inggris sudah cukup memuaskan daripada nilai matematika. Singkat cerita akhirnya orang tua peneliti sudah tidak pernah menyuruh peneliti mengikuti les bahasa inggris lagi. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena orang tua peneliti sudah lelah memaksakan kehendak mereka untuk peneliti maupun merasa kasihan dengan peneliti.

Pada tingkat pendidikan di SMP dan SMA peneliti sangat merasakan kesulitan dalam mata pelajaran matematika. Setiap kali peneliti belajar matematika peneliti selalu merasakan cemas jika peneliti mendapatkan nilai yang jelek. Saat peneliti belajar ditingkat kelas tiga SMP saat menjelang ujian nasional, sekolah selalu membuat percobaan ujian nasional dengan menyuruh siswa mengerjakan soal-soal terkait dengan ujian nasional. Hasil akhir dari mengerjakan soal-soal tersebut diperingkatkan. Siswa yang mendapat nilai yang bagus dan dapat dikatakan lulus dijadikan satu kelas, siswa yang mendapatkan nilai yang kurang memuaskan dan belum dinyatakan lulus juga dijadikan satu kelas. Setiap hari Jumat dan Sabtu sekolah memberikan tambahan pelajaran berdasarkan peringkat kelas tersebut. Peneliti merasa cemas jika peneliti mendapatkan nilai yang kurang memuaskan dan masuk ke kelas peringkat bawah berisi siswa-siswa yang mendapatkan nilai yang kurang memuaskan pada saat tambahan pelajaran. Peneliti berusaha keras untuk selalu mendapatkan nilai yang bagus setiap sekolah mengadakan uji coba ujian nasional walaupun sempat peneliti merasakan masuk di kelas peringkat bawah namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena di minggu berikutnya peneliti sudah naik ke

53

tingkat kelas yang lebih baik lagi. Orang tua peneliti sendiri tidak begitu mempersoalkan tentang kemampuan peneliti yang pas-pasan. Hanya saja orang tua peneliti tetap memberikan nasihat agar peneliti lebih bertanggung jawab dengan hasil belajar yang peneliti peroleh.

Konflik yang sesungguhnya terjadi pada saat peneliti akan mulai masuk ke jenjang pendidikan di tingkat SMA. Peneliti sebenarnya memiliki keinginan untuk melanjutkan ke SMK setelah menyelesaikan studi tingkat SMP. Namun keinginan peneliti tidak direstui oleh orang tua peneliti terkhusus bapak peneliti yang sangat menentang. Peneliti sendiri tidak berani melawan orang tua dengan membantah orang tua karena peneliti memiliki keyakinan orang tua tidak akan pernah menjerumuskan anaknya ke hal yang buruk. Akhirnya peneliti memutuskan untuk melanjutkan ke SMA. Pada saat pendaftaran SMA peneliti sangat meinginkan untuk masuk ke SMA Negeri tetapi sangat disayangkan karena saat itu pemerintah kota Surakarta menerapkan kebijakan bahwa jika calon siswa baru yang berdomisili tinggal di luar kota Surakarta dan ingin mendaftar di sekolah negeri Surakarta mendapatkan pengurangan nilai skor UN sebanyak 1,75. Kebijakan tersebut berdampak pada peneliti karena peneliti tinggal di luar kota Surakarta. Peneliti memiliki alamat rumah yang berkabupaten Sukoharjo. Jika dilihat dari hasil skor UN peneliti mendapatkan nilai yang memungkinkan untuk dapat masuk di SMA Negeri Surakarta. Pada akhirnya peneliti tetap mengikuti pendaftaran online siswa baru dengan mengikuti kebijakan kota Surakarta. Peneliti memilih untuk mendaftar dengan mengisi pilihan dua SMA Negeri Surakarta dan dua SMA Swasta

54

Surakarta. Setelah menunggu dan berharap agar peneliti diterima di salah satu SMA Negeri Surakarta takdir berkata berbeda. Peneliti diterima di salah satu SMA Swasta Surakarta. Peneliti merasa kecewa dan sedih namun peneliti tidak bisa berlarut dalam kesedihan. Saat peneliti bersekolah di kelas X SMA peneliti berjuang dan ingin membuktikan bahwa peneliti tidak kalah dengan mereka teman-teman peneliti yang diterima di SMA Negeri. Perjuangan peneliti tunjukan dengan peneliti selalu mendapat rangking sepuluh besar saat di kelas X SMA.

Naik ke kelas XI peneliti diuji kesabaran kembali dengan harus memilih jurusan IPA atau IPS. Peneliti memiliki keinginan untuk memilih jurusan IPS dikarenakan peneliti menyadari kemampuan yang peneliti punyai khususnya kemampuan untuk berhitung sangat kurang baik. Namun lagi-lagi keinginan peneliti tidak diterima oleh bapak peneliti. Peneliti merasa bapak sangat berperan aktif dalam mengambil keputusan hidup peneliti. Di sisi lain peneliti merasa hal tersebut tidaklah nyaman untuk peneliti tetapi peneliti merasa takut jika peneliti akan menyakiti hati orang tua dengan membantah apa yang diinginkan oleh orang tua. Peneliti pun hanya bisa bersabar dan berusaha mencoba semampu peneliti karena peneliti juga yakin orang tua peneliti lebih memahami peneliti daripada peneliti sendiri. Pada akhirnya peneliti memutuskan untuk mengikuti keinginan orang tua memilih jurusan IPA. Tidak sampai situ saja perjuangan peneliti. Saat peneliti belajar di tingkat kelas XI dan XII IPA SMA, peneliti sangat-sangat kesulitan untuk mendapatkan nilai yang bagus tidak seperti saat di kelas X. Nilai-nilai mata pelajaran peneliti saat di kelas

55

XI dan XII cenderung mendapatkan nilai pas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Nilai-nilai yang kurang memuaskan peneliti selalu dapatkan pada mata pelajaran yang berhubungan dengan hitung-menghitung termaksud mata pelajaran matematika. Saat belajar matematika pun peneliti selalu merasa cemas karena peneliti takut akan mendapatkan nilai jelek dan berdampak peneliti tidak dapat naik kelas maupun lulus sekolah. Peneliti terus berusaha untuk selalu mendapatkan nilai yang bagus tanpa mengikuti remedial. Tetapi peneliti selalu bisa mendapatkan nilai yang lulus harus dengan mengikuti remedial terlebih dahulu. Bukan masalah materi pelajaran yang peneliti merasa sulit. Peneliti juga tidak merasakan nyaman saat diajar oleh guru peneliti yang menurut peneliti dan teman-teman peneliti guru tersebut galak dan sangat mudah marah. Jika pelajaran matematika datang peneliti sudah merasakan cemas, takut, malas dan tidak ingin mengikuti pelajaran tersebut karena peneliti yang sedikit susah memahami materi dan guru matematika yang peneliti tidak sukai karena galak. Guru matematika peneliti tersebut sering meminta siswa menjawab soal di depan papan tulis secara tiba-tiba jika siswa tersebut tidak bisa menjawab maka guru tersebut akan marah dan meminta siswa tersebut harus memberikan jawaban terlebih dahulu baru siswa tersebut boleh kembali ke tempat duduknya. Setelah siswa tersebut kembali ke tempat duduk, guru tersebut akan berubah mood dan terlihat berbicara kepada satu kelas dengan nada yang meninggi. Pernah guru tersebut bilang kepada satu kelas dengan gaya beliaulah yang paling pandai dan bisa menjawab soal tersebut dengan berkata “soal begini saja tidak bisa!”. Hal tersebut yang menyebabkan peneliti sangat merasa

56

khawatir jika diminta menjawab soal kemudian peneliti tidak bisa menjawab soal dengan benar, takut jika peneliti dipermalukan dihadapan teman-teman dengan dimarahi saat peneliti tidak dapat menjawab soal, dan perasaan tidak nyaman saat belajar matematika. Tanpa peneliti sadari hal tersebut berdampak pada saat peneliti belajar. Peneliti tidak dapat menerima materi dengan baik sehingga pemahaman peneliti kurang dan menghasilkan nilai matematika yang jelek. Jika nilai matematika peneliti jelek peneliti takut tidak bisa naik kelas ataupun lulus dari sekolah. Peneliti berusaha untuk mencari cara memperbaiki nilai yang kurang memuaskan tersebut dengan jalan mengikuti les maupun tambahan pelajaran. Beruntung sekali hasil kerja keras peneliti selama tiga tahun di tingkat pendidikan SMA tidak sia-sia dan peneliti dapat dikatakan lulus. Berbagai pengalaman terhadap matematika di tingkat SMA tersebut menjadikan peneliti memilih tema skripsi dalam penelitian ini. Peneliti sendiri ingin mengetahui apa yang menyebabkan siswa yang mendapatkan nilai matematika jelek mengalami kecemasan belajar sama halnya dengan peneliti yang merasakan kecemasan terhadap matematika itu sendiri atau sebenarnya peneliti hanya takut terhadap guru matematika peneliti saat di SMA.

Setelah lulus dari SMA peneliti melanjutkan studi di perguruan tinggi swasta yang jauh dari rumah. Peneliti terpaksa merantau ke luar kota karena peneliti tidak diterima dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang peneliti pilih dan di kota peneliti sendiri tidak terdapat perguruan tinggi swasta yang sama kualitasnya dengan PTS yang peneliti pilih untuk menempuh pendidikan saat ini. Peneliti memilih melanjutkan studi di salah

57

satu perguruan tinggi swasta Yogyakarta. Peneliti belajar untuk lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari karena selama 17 tahun peneliti hidup bersama orang tua namun peneliti harus segera menyesuaikan diri dengan hidup yang baru jauh dari orang tua setelah lulus dari SMA. Sebelumnya peneliti masih sering bergantung dengan orang tua dan setiap hari masih bisa bertemu dengan orang tua. Setelah memulai kuliah peneliti sudah memulai untuk hidup mandiri tidak tergantung dengan orang lain, bertemu dengan orang tua paling cepat dua minggu sekali karena kesibukan peneliti mengikuti kegiatan perkuliahan.

Semasa peneliti menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Peneliti mempunyai banyak pengalaman untuk beradaptasi di lingkungan yang baru di setiap semesternya. Peneliti mencoba mencari kesibukan baru untuk mengisi kebosanan dan waktu luang dengan mengikuti kegiatan organisasi maupun kepanitiaan. Peneliti sempat mengikuti organisasi himpunan mahasiswa yang ada di program studi tempat peneliti menempuh pendidikan dalam satu periode, peneliti pernah mengikuti kepanitiaan untuk sebuah acara pelepasan wisuda dan acara seminar. Peneliti mendapatkan pengalaman yang berharga selama mengikuti kegiatan organisasi maupun perkuliahan. Selain mendapat pengalaman, peneliti juga belajar dalam membagi waktu antara aktivitas akademik dengan aktivitas non akademik, belajar bekerja sama dengan orang lain, belajar menghargai perbedaan pendapat, dan lain sebagainya.

Selain itu universitas memberikan pengalaman kepada peneliti semenjak semester II untuk melatih peneliti berkomunikasi dan terjun di

58

lapangan secara langsung. Peneliti diberi bekal pengalaman menjadi seorang guru SD dari dini. Program-program praktek lapangan yang peneliti dapatkan dari semester II hingga semester VII memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti. Semester II peneliti diberikan kesempatan untuk mengajar pramuka, semester III dan IV peneliti diminta untuk mengadakan bimbingan belajar kelas atas dan kelas bawah, semester V dan VI peneliti melakukan probaling I dan II (magang guru dan magang kepala sekolah). Kesempatan peneliti melakukan pengalaman pada semester II sampai semester VI berlangsung selama 14 kali pertemuan. Semester VII peneliti melaksanakan kegiatan PPL (magang guru) yang diharuskan mengajar di setiap kelas selama 18 kali. Peneliti belajar untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terkait di lapangan, mengasah kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi, berdinamika dengan kelompok, dan lain-lain.

Program praktek lapangan yang terakhir peneliti dapatkan di semester VII yaitu kegiatan PPL. Kegiatan PPL berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Kegiatan PPL memberikan banyak pengalaman untuk peneliti. Salah satunya berkomunikasi di depan umum, belajar melayani dengan sepenuh hati, belajar menghargai perbedaan dan menerima satu sama lain, belajar hal yang semula tidak tahu menjadi tahu, dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman yang peneliti dapatkan yaitu pengalaman menyesuaikan diri dan berkomunikasi di lingkungan yang baru sangat membantu peneliti dalam memperoleh data saat melakukan sesi wawancara dengan guru, orang tua siswa, dan siswa di SD Nila.

59

Berdasarkan pengalaman hidup yang peneliti dapatkan dari tingkat pendidikan dasar hingga perkuliahan menjadikan peneliti sebagai pribadi yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan hidup, peneliti menjadi lebih mandiri tidak tergantung dengan orang lain, peneliti menjadi lebih dewasa, tanggung jawab dalam menyikapi segala macam persoalan yang ada, dan masih banyak lagi pelajaran hidup yang peneliti dapatkan. Peneliti juga bersyukur karena peneliti didekatkan dengan orang-orang yang tanpa peneliti sadari dapat mempengaruhi hidup peneliti khususnya dalam membentuk karakter kepribadian peneliti seperti bapak peneliti maupun guru peneliti. Walaupun bapak peneliti sosok seorang yang tegas, keras kepala, dan ‘suka ikut campur’ urusan pribadi peneliti. Peneliti menyadari bahwa bapak mempunyai maksud yang baik agar peneliti tidak salah dalam mengambil langkah dan lebih berhati-hati mengambil sebuah keputusan. Peneliti juga mendapatkan pelajaran dari sosok guru matematika SMA peneliti yang terkesan galak saat mengajar. Walaupun dulu peneliti belum menyadari maksud cara mengajar guru matematika peneliti terdahulu namun sekarang peneliti dapat mengambil sisi positifnya yaitu peneliti tidak boleh menyerah dalam menghadapi kesulitan. Peneliti harus tetap bersemangat dalam menghadapi rintangan yang ada sehingga peneliti dapat mencapai tujuan yang peneliti inginkan. Pengalaman yang diperoleh oleh peneliti memberikan pengetahuan yang cukup untuk melakukan penelitian ini.

60

Instrumen penelitian ini selain peneliti sendiri menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam, dan alat tulis. Berikut adalah alur wawancara dan obserasi yang telah dilakukan.

Tabel 3.2 Alur Instrumen Penelitian No Partisipan Aspek yang

diteliti Teknik pengumpulan data Sumber data

1. Guru kelas III A Penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika anak Wawancara tidak terstruktur dan observasi Guru kelas III A 2. Siswa kelas III A Penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika anak Wawancara tidak terstruktur dan observasi Siswa kelas III A yang bernama Fabian 3. Kakak kandung dari Penyebab siswa yang mendapatkan Wawancara tidak terstruktur Alin

61 siswa yang tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika anak

4. Orang tua dari siswa yang tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika Penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika anak Wawancara tidak terstruktur Bu Wuri dan Pak Robi

3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas

Dokumen terkait