• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Adsorpsi 13

2.5.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 3 4 5 6

Bahan bakar sampel oksigen

Gambar 2.2 Komponen yang Membentuk Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan : 1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia ( neon atau argon) dengan tekanan rendah (Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Rohman, 2007).

3. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memisahkan garis-garis spektrum lainnya yang mungkin mengganggu sebelum pengukuran. Sistem monokromator terdiri dari celah masuk (entrance slit), pemilih panjang gelombang berupa prisma atau kisi-kisi difraksi. Dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper (Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya melalui tempat pengatoman. Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik (Mulja, 1995).

5. Rekorder

Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read out.

6. Sistem Pencatat (Sistem Read-Out)

Read-out merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks yang mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada komposisi keseluruhan dari sampel. Telah kita catat sebelumnya bahwa efek matriks seringkali merupakan masalah dalam kimia analisis, dan seringkali efek-efek ini menentukan pentingnya dalam spektroskopi karena komposisi kasar yang umum dari sampel dapat mengeluarkan efek yang besar terhadap jauhnya dan laju disosiasi yang menghasilkan uap atom yang diinginkan (Underwood, 2002).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dan Uji antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) Medan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Botol Aquadest

2. Bola Karet DNG

3. Corong Kaca Pyrex

4. Gelas Beaker Pyrex 100 mL

5. Gelas Ukur Pyrex 100 mL

6. Gelas Ukur Pyrex 10 mL

7. Hot Plate Cimarec

8. Kertas Saring Whattman No. 41

9. Labu Takar Pyrex

10. Kolom 11. Kertas Label

12. Spektrometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-7000 13. Pipet Tetes

14. Botol Sampel 15. Bunsen 16. Erlenmeyer 17. Cawan Petri

18. Neraca Analitik Mettler

3.2.2 Bahan 1. Aquadest (l)

2. CH3COOH glasial p.a ( E.Merck )

3. Larutan standar Ni 1000 mg/L p.a ( E.Merck ) 4. Larutan standar Cr 1000 mg/L p.a ( E.Merck ) 5. Media MHA (Mueller Hinton Agar)

6. Biakan Bakteri E.coli dan S.aureus 7. Cutton Swab

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1.1 Larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glasial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.

Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

3.3.1.2 Larutan Kitosan 2%

Sebanyak 2 gram kitosan dilarutkan dengan 100 mL larutan asam asetat 1% lalu distirrer selama 24 jam sehingga diperoleh larutan kitosan yang kental.

3.3.2 Pelapisan Kitosan

3.3.2.1 Pelapisan Kitosan Pada Kain Kasa Dengan Cara Perendaman

Kain Kasa ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian larutan kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.

3.3.2.2 Pelapisan Kitosan Pada Kertas Saring Dengan Cara Perendaman

Kertas Saring ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian larutan kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.

3.3.3 Pembuatan Larutan Media

19

3.3.3.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dicuci sampai bersih dan dikeringkan, lalu ditutup rapat dengan kertas perkamen. Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan ditutup rapat.

Disterilisasi selama 15 menit pada suhu 1210C.

3.3.3.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 11,4 gram serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan kedalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.3.3.3 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 9,8 gram Nutrient Agar dimasukkan dalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.3.3.4 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 mL media Nutrient Agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-450. Biakan bakteri E.coli dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media Nutrient Agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri S.aureus.

3.3.3.5 Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 10 mL akuades dimasukkan kedalam tabung reaksi, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Diambil koloni bakteri E.coli dari stok kultur bakteri dengan jarum ose bengkok lalu dimasukkan kedalam akuades steril, kemudian dihomogenkan dengan vortex, lalu diukur nilai absorbansi blanko berupa akuades steril dengan panjang gelombang 600 nm. Diukur nilai absorbansi suspensi bakteri dengan panjang gelombang 600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri S.aureus.

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri

3.3.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Yang Dilapisi Kitosan

Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45-500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah memadat. Digunting kain kasa yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran berdiameter 6 mm, dimasukkan kain kasa yang dilapisi kitosan yang berukuran 6 mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.

Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.

3.3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Kertas Saring Yang Dilapisi Kitosan

Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45-500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah memadat. Digunting kertas saring yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran berdiameter 6 mm, dimasukkan kertas saring yang dilapisi kitosan yang berukuran 6 mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.

Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.

3.3.5 Analisa Permukaan Dengan SEM

Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan Stab yang terbuat dari logam specimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan palladium dengan mesin dionspater yang bertekanan 1492x10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 Kvolt sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dengan detektor scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas (Negulescu, 2004).

21

3.3.6. Penentuan Kadar Logam Nikel (Ni) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

3.3.6.1 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 100 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.2 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 10 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm

Larutan standar Nikel (Ni) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.4 Pembuatan Kurva Standar Nikel (Ni)

Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 248,3 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm.

3.3.7 Penentuan Kadar Logam Krom (Cr) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

3.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 100 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.2 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 10 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Krom (Cr) 1 ; 3 ; dan 5 ppm

Larutan standar Krom (Cr) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.4 Pembuatan Kurva Standar Krom (Cr)

Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Krom (Cr) 1 ; 3

; dan 5 ppm.

3.3.8 Penentuan Konsentrasi Optimum Pada Kain Kasa Dan Kertas Saring Yang Dilapisi Kitosan

Kain kasa dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi larutan standar, didiamkan selama 10 menit dengan berdasarkan variasi konsentrasi yaitu 1, 3, dan 5 ppm kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial. Selanjutnya diuji absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.

23

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Larutan Kitosan 2%

dilarutkan dengan 100 mL asam asetat 1%

distirrer selama 24 jam hingga homogen

3.4.2 Perendaman Kitosan

direndam kain kasa selama 2 menit diangkat

dipanaskan sampai kering pada temperatur 600C

dikarakterisasi

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada kertas saring

2 gram Kitosan

Kitosan 2%

Kitosan 2%

Hasil

Uji Antibakteri Uji SEM

3.4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum

Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3, dan 5 ppm

Dimasukkan kain kasa tanpa kitosan kedalam kolom

Didiamkan selama 10 menit

Dibuka bagian tutup bawah kolom

Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3, dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan menggunakan SSA

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring tanpa kitosan dan pada Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.

Kain Kasa Tanpa Kitosan

Hasil Rendaman

Hasil Rendaman

25

3.4.4 Penentuan Konsentrasi Optimum pada pelapisan Kitosan

Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3, dan 5 ppm

Dimasukkan kain kasa terlapis kitosan kedalam kolom

Didiamkan selama 10 menit

Dibuka bagian tutup bawah kolom

Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3, dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan menggunakan SSA

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring terlapis kitosan dan pada Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.

Kain Kasa Terlapis Kitosan

Hasil Rendaman

Hasil Rendaman

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri

Kitosan merupakan polikationik alami yang unik yang memiliki gugus amina kuartener atau ammonium kuartener. Gugus amina kuartener ini merupakan gugus aktif yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri dapat melalui cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kemudian besar interaksi sifat antibakteri kitosan dengan bakteri melalui interaksi antara polikationik ammonium kuartener kitosan dengan muatan ion negatif sel bakteri. Prashanth et al. (2007), bahan anti bakteri khususnya dengan gugus ammonium kuartener berinteraksi dengan dinding sel yang mengandung protein, lipopolisakarida atau peptidoglikan, serta asam teikoat yang mengandung alkohol dan fosfat.

Pada penelitian ini, pelapisan kitosan diharapkan mampu memberikan sifat antibakteri pada kertas saring dan kain kasa. Metode yang digunakan dalam pengujian sifat antibakteri pada kertas saring dan kain kasa yang dilapisi kitosan adalah metode sumur. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap 2 jenis bakteri yaitu bakteri Escherichia Coli (E.coli) dan bakteri Staphylococcus Aureus (S.aureus), dengan menghitung indeks zona antimikrobial menggunakan persamaan 1 yang

hasilnya disajikan pada tabel 4.1.

27

Indeks Zona Antimikrobial

(1)

Keterangan (-) : Tidak terdapat zona bening

Dari data pada tabel 4.1 terlihat bahwa kain kasa dan kertas saring yang terlapis kitosan memiliki diameter zona bening yang lebih tinggi dan lebih bagus terhadap bakteri E.coli.

Sedangkan terhadap bakteri S.aureus hanya kertas saring terlapis kitosan saja yang memiliki zona bening.

Gambar 4.1 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.

Perlakuan

Hasil uji antibakteri pada Bakteri Escherichia Coli terdapat zona bening pada semua sampel baik yang terlapis kitosan maupun tanpa kitosan.

Gambar 4.2 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.

Hasil uji antibakteri pada Bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat zona bening hanya pada kertas saring yang terlapis kitosan saja.

4.1.2 Hasil Analisa SEM

Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi bentuk dan permukaan sampel. Pengujian SEM dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope.

29

a. Kain kasa tanpa kitosan b. Kain kasa yang dilapisi kitosan Gambar 4.3 Hasil Foto SEM dari Kain Kasa

Pada gambar 4.3b terlihat bahwa kain kasa yang telah dilapisi dengan larutan kitosan, kitosan melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kain kasa, hal ini diperjelas dengan hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan adanya lapisan kitosan pada serat maupun rongga kain kasa.

c. Kertas saring tanpa kitosan d. Kertas saring yang dilapisi kitosan Gambar 4.4 Hasil Foto SEM dari Kertas Saring

Pada gambar 4.4d terlihat bahwa kertas saring telah dilapisi kitosan, kitosan melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kertas saring. Berdasarkan hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan adanya lapisan kitosan pada serat maupun rongga kasa. Dalam hal ini hasil uji SEM menunjukkan bahwa

permukaan kertas saring baik serat maupun rongga diantara serat telah dilapisi kitosan dengan kontur yang relatif rata hampir tidak terlihat adanya butiran kitosan.

4.1.3 Logam Nikel (Ni)

Pada pembuatan kurva larutan standar logam Nikel (Ni) dilakukan dengan menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran 1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.2 dan untuk data absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.3 sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada gambar 4.5.

Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA- 7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Nikel (Ni)

No Parameter Logam Ni

Tabel 4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā)

1

31

Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

4.1.4 Pengolahan Data Logam Nikel (Ni)

4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada tabel 4.3 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.

Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Nikel (Ni) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

Σ 3,0 0,3248 0,0 0,000200 0,073200 0,700000 0,007667

Penurunan persamaan garis regresi : Y = aX + b

Dimana a = Slope b = Intersept ∑

∑ ∑

Maka persamaan garis regresi adalah :

4.1.4.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

√∑

4.1.5 Logam Krom (Cr)

Pembuatan kurva larutan standar logam Krom (Cr) dilakukan dengan menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran 1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer

33

Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Krom (Cr) dapat dilihat pada tabel 4.5 dan untuk data absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) dapat dilihat pada tabel 4.6 sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam Krom (Cr) pada gambar 4.6.

Tabel 4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA- 7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Krom (Cr)

No Parameter Logam Cr

Tabel 4.6 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā) 1

Gambar 4.6. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 4.1.6 Pengolahan Data Logam Krom (Cr)

4.1.6.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) pada tabel 4.6 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.

Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Krom (Cr) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Krom (Cr)

35

Penurunan persamaan garis regresi : Y = aX + b

Dimana a = Slope b = Intersept ∑

∑ ∑

Maka persamaan garis regresi adalah :

4.1.6.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

√∑

4.1.7 Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam pada Kasa Kasa dan Kertas Saring Sebelum dan Sesudah Penyerapan dengan menggunakan SSA (Penentuan Persen Adsorpsi)

Persentase penurunan konsentrasi logam pada kain kasa dan kertas saring sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.12 dan 4.13 maka penentuan

% adsorpsi untuk waktu kontak optimum dengan kitosan adalah :

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diperoleh persentase penurunan sebagai berikut :

Tabel 4.9 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan konsentrasi 3 ppm

37

Tabel 4.10 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan konsentrasi 5 ppm

Tabel 4.11 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring dengan konsentrasi 1 ppm

Tabel 4.12 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring dengan konsentrasi 3 ppm

Tabel 4.13 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring dengan konsentrasi 5 ppm

4.2 Pembahasan

4.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dapat digunakan sebagai informasi mengenai teknik untuk mengukur berapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme. Untuk metode pengujian antibakteri suatu zat metode yang sering digunakan diantaranya metode difusi atau sumuran.

Adanya zona hambat yang terbentuk menandakan kitosan memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Kontrol negatif yang digunakan adalah asam asetat sebagai pelarut kitosan. Asam asetat memberikan daya hambat terhadap bakteri, sehingga luas zona penghambatan ini digunakan sebagai faktor pengurang untuk zona penghambatan oleh larutan kitosan.

Kitosan memberikan efek penghambatan yang lebih tinggi pada Escherichia coli (bakteri gram negatif) dibandingkan pada Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (bakteri gram positif). Hal ini didukung oleh penelitian Nurainy (2008) dan Chung et al. (2004). Perbedaan struktur dinding sel pada bakteri gram negatif dan gram positif menyebabkan perbedaan respon bakteri terhadap kitosan. Penghambatan yang lebih besar pada bakteri gram negatif disebabkan oleh dinding sel bakteri gram negatif yang lebih tipis yang terdiri dari peptidoglikan 10% dan kandungan lipid tinggi (11-22%). Sedangkan bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri peptidoglikan lebih dari 50% dan kandungan lipid rendah.

Logam

39

4.2.2 Analisa SEM

Analisa dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ini dapat dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan struktrur permukaan kain kasa dan kertas saring yang sebelum dan setelah dilapisi larutan kitosan. Hasil dari SEM memperlihatkan bahwa kitosan mampu melapisi dengan baik serat maupun rongga diantara serat pada kain kasa dan kertas saring.

Baik dengan cara perendaman maupun cara elektrospinning, kain kasa telah berhasil dilapisi kitosan. Kitosan yang terkandung dalam kain tersebut mempunyai sifat haemostatik, antimikroba dan biokompatibel, hal ini memberi potensi bagi penggunaan kain yang telah dilapisi kitosan tersebut untuk digunakan dalam pengelolaan luka khususnya sebagai penutup luka yang interaktif ataupun bioaktif.

4.2.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Dengan Menggunakan Kain Kasa Dan Kertas Saring Yang Terlapis Kitosan

Penentuan kadar logam Nikel (Ni) dan Krom (Cr) dalam larutan standar sebelum dan sesudah penambahan kain kasa dan kertas saring yang terlapis kitosan dengan menggunakan konsentrasi optimum dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan konsentrasi menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom.

Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion nikel (Ni2+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kain kasa memiliki konsentrasi 2,1947; 2,1367; dan 2,2232 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kain kasa konsentrasi berkurang menjadi 1,8371; 1,1112; dan 1,9246 mg/L dengan variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion nikel (Ni2+) masing-masing 16,29%; 47,99%; dan 13,43%.

Persentase (%) penurunan konsentrasi ion krom (Cr3+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kain kasa memiliki konsentrasi 1,6341; 1,4438;

dan 1,5102 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kain kasa konsentrasi berkurang menjadi 1,3752; 0,8730; dan 1,1186 mg/L dengan variasi konsentrasi

larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion krom (Cr3+) masing-masing 15,84%; 39,53%; dan 25,93%.

Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion nikel (Ni2+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kertas saring memiliki konsentrasi 1,0778; 0,9314; dan 0,9418 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kertas saring konsentrasi berkurang menjadi 0,6004; 0,4108 dan 0,6809 mg/L dengan variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion nikel (Ni2+) masing-masing 44,29%; 55,89%; dan 27,70%.

Persentase (%) penurunan konsentrasi ion krom (Cr3+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kertas saring memiliki konsentrasi 1,0566;

0,8442; dan 0,8730 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kertas saring konsentrasi berkurang menjadi 0,4126; 0,2291; dan 0,4108 mg/L dengan variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan

0,8442; dan 0,8730 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kertas saring konsentrasi berkurang menjadi 0,4126; 0,2291; dan 0,4108 mg/L dengan variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan

Dokumen terkait