Keberadaan perusahaan industri tidak terlepas dari kehidupan manusia, karena hakikatnya dunia industri tercipta untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun disisi lain, perusahaan industri telah meninggalkan jejak tidak baik bagi masyarakat. Dunia industri meninggalkan pencemaran lingkungan, tanah longsor, dan hal sebagainya yang dapat meresahkan masyarakat. Negara telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimana seharusnya dunia industri berhubungan dengan masyarakat serta mewajibkan pada perusahaan untuk melakukan CSR, disamping melakukan kewajiban-kewajiban lain. Penelitian Hakim (2016) mengungkapkan bahwa Sejak diundangkannya peraturan tentang CSR, maka semakin marak perusahaan atau instansi yang berlomba melakukan pencitraan untuk menjaga reputasi dan keberlangsungan usaha.
Oleh karena itu, tanpa reputasi yang baik mustahil mendapatkan respon positif dari masyarakat. Citra perusahaan merupakan aksioma penting bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berkembang secara berkesinambungan menuju puncak kesuksesan. Cara yang ditempuh untuk membentuk citra dan menjaga keberlangsungan perusahaan, salah satunya adalah melalui program CSR, karena tidak bisa dipungkiri bahwa pencitraan sebuah perusahaan akan dibuat sedemikian rupa dan disinergikan dengan program CSR, sehingga perusahaan bisa memproteksi dari krisis kepercayaan masyarakat Disamping pendekatan normatif, perusahaan juga harus mempunyai kesadaran bahwa perusahaan bukan hanya melaksanakan CSR sebagai kewajiban, akan tetapi perusahaan harus sadar
118
bahwa perlunya bersinergi dengan masyarakat dimana ia berada.
Penelitian Santoso (2016) mengungkapkan bahwa Ketika perusahaan menjalin hubungan yang mesra dengan masyarakat sekitar maka akan menguntungkan perusahaan itu sendiri, karena usahanya didukung oleh lingkungan yang kondusif, aman dan mereduksi konflik. Penerapan CSR seharusnya tidak dianggap sebagai cost semata, melainkan juga sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan harus yakin bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan CSR dengan meningkatnya apresiasi dunia internasional maupun domestik terhadap perusahaan bersangkutan. Selain itu perusahaan juga ikut serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Hadirnya Fikih sosial diharapkan dapat mengeluarkan manusia dari jurang kebekuan (statis) dan keterbelakangan karena berhubungan, dan berkaitan dengan problematika sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, ekonomi, keilmuan, budaya dan politik. Tujuan pokok fikih sosial adalah membentuk satu konsep fikih yang berdimensi sosial atau fikih yang dibangun dengan sejumlah peranan individu atau kelompok dalam proses bermasyarakat dan bernegara. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. yang menyebutkan bahwa
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu merubah nasibnya sendiri (dengan berusaha)” (Q.S. al-Ra’d: 11). Masyarakat juga perlu disadarkan tentang bahaya laten kemiskinan yaitu dapat menjerumuskan pada kekafiran sebagaimana Hadis Nabi
”Kefakiran mendekatkan diri pada kekufuran” (HR. Abu Na’im dari Anas). Fikih sosial tidak tercerabut dari akar intelektual pesantren, karena justru bertujuan untuk
119
menghidupkan konsep fikih klasik dalam lapangan sosial aktif, sehingga tidak ada dikotomi, demarkasi, dan diferensiasi antara agama dan dunia, karena keduanya terintegrasi dalam wawasan keagamaan yang holistic (Ma’mur, 2014).
Dari aspek fikih sosial, perusahaaan sebagai subjek dan objek hukum harus melaksanakan kewajiban, bukan saja kewajiban kepada negara seperti membayar pajak namun juga melaksanakan kewajiban sosial yaitu dengan melaksanakan CSR setidaknya di lingkungan dimana perusahaan itu berada. Penelitian Supardin (2014) mengungkapkan bahwa setiap orang yang telah di akui oleh hukum bahwa ia telah dewasa dan sehat, maka ia wajib melaksanakan segala peraturan yang telah ada, dalam fikih disebut kewajiban, dalam fikih sosial disebut sebagai kewajiban kelompok seperti menciptakan kedamaian, ketenangan, kenyamanan, dan keamanan masyarakat.
Penelitian Muhadjir dan Qurani (2011) mengungkapkan bahwa persaingan yang ketat membuat perusahaan berharap bahwa kegiatan CSR ini akan membantu perusahaan untuk memberikan nilai lebih bagi pelanggan dan meningkatkan citra perusahaan, agar kegiatan CSR ini benar-benar efektif, perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan dan pemahaman masyarakat tentang kegiatan CSR dan juga memperkirakan dengan cermat sumber daya yang dibutuhkan untuk program CSR ini.
Semakin meningkatnya dorongan dari eksternal perusahaan yaitu dari konsumen, pemerintah dan sistem regulasi maupun persaingan bisnis, paradigma lama yang menganggap kepedulian perusahaan terhadap lingkungan adalah pemborosan dan dapat menghambat daya saing perusahaan, tergeser dengan paradigma baru dimana
usaha-120
usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan justru dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang bernilai tinggi, berkualitas, unik dan berharga murah. Disinilah peran Enveronment Accounting menjadi sangat penting untuk mengukur dampak positif (social benefit) dan dampak negative (social cost) lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan. Penelitian Martusa (2009) mengngkapkan bahwa beberapa negara mulai memasukkan unsur lingkungan pada penilaian kinerja bisnis perusahaan dan meminta perusahaan yang terlibat di pasar modal untuk melaporkan laporan keuangannya beserta pengungkapan penerapan kebijakan lingkungan pada operasionalnya. Salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan adalah menerapkan CSR.
Penelitian Santoso (2016) mengungkapkan bahwa contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Dengan demikian, hal tersebut selaras dengan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Sustainable Development Goals (SDGs) didefinisikan sebagai kerangka kerja untuk 15 tahun kedepan hingga tahun 2030. SDGs memiliki 5 pondasi utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
121
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Tujuan dan target SDGs atau pembangunan pasca-2015 ini yang akan berlaku hingga 2030, dimensi pokoknya terletak pada persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang bersinggungan satu sama lain. Keterhubungan antara dimensi tersebut, menuntut sebuah proses pengawalan yang serius agar tidak terjadi tumpang tindih antara berbagai dimensi yang dikelola oleh berbagai bidang dalam pemerintahan (Ngoyo, 2015). Hal ini selaras dengan konsep fikih sosial.
G. Simpulan
Hakikat dari gagasan fikih sosial adalah sebuah upaya untuk merubah paradigma berfikir tentang ibadah sosial.
Pengentasan kemiskinan, misalnya, harus dimulai dari proses penyadaran kepada masyarakat tentang kemiskinan dan tata cara penanggulangannya. Masyarakat diajak untuk sadar bahwa kemiskinan adalah musuh yang harus dilawan dan dihilangkan. Kemiskinan bukanlah takdir Allah swt.
yang harus diterima tanpa reserve. Cara mengentaskannya adalah dengan usaha keras, sistematis, terus menerus dan serius, oleh karena itu, dengan berlandaskan fikih sosial dalam melaksanakan CSR akan membantu perusahaan dalam menjalankan ibadah sosial, secara otomatis perusahaan bukan hanya menjalankan program CSR secarasukarela, tetapi secara tidak langsung CSR sudah membantu pemerintah dalam mencapai tujuan dari program Sustainable Development Goals (SDGs).
122
BAB VII
BAKU MUTU LINGKUNGAN PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH
A. Pendahuluan
eiring dengan perkembangan usaha yang semakin meningkat, serta persaingan usaha yang semakin ketat, memberikan tantangan dan tanggung jawab yang semakin besar pula bagi setiap perusahaan untuk dapat memaksimalkan setiap sumber daya yang dimilikinya guna unggul dari setiap kompetitornya, hal ini memberikan signal bagi setiap perusahan agar mereka memikirkan kelangsungan hidup usahanya yaitu dengan memerhatikan permasalahan lingkungan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan pembangunan yang berkelanjutan (Failasufa dan Permatasari, 2014). Tarmisi dkk. (2012) perkembangan dunia usaha menjadi semakin luas, semakin banyak pabrik-pabrik dan perusahaan yang didirikan untuk melakukan aktivitasnya yaitu memproduksi barang mentah maupun barang setengah jadi atau barang jadi.
Perusahaan dalam melakukan aktivitasnya menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuannya, dalam mencapai tujuan tersebut perusahaan selalu berinteraksi dengan lingkungan. Hal inilah yang menjadikan suatu perusahaan dituntut untuk selalu memerhatikan dampak lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh aktivitas produksinya. Irwan dkk. (2016) mengatakan bahwa dalam aktivitas yang dilakukan perusahaan akan menghasilkan limbah dari sisa hasil produksi perusahaan yang berpotensi mencemari
S
123
lingkungan hidup sekitar perusahaan, dalam hal ini limbah perusahaan harus ditangani dengan cepat melalui perencanaa pengelolaan limbah sebelum dibuang di lingkungan sekitar.
Putra dan Utami (2017) menjelaskan bahwa isu lingkungan menjadi masalah penting di berbagai negara, permasalahan lingkungan terus menjadi sorotan serta perbincangan dan saat ini dalam dunia bisnis terjadi peningkatan usaha dalam hal pengelolaan serta pelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan adanya dorongan dari pihak luar perusahaan. Penelitian Setiawan (2013) mengatakan bahwa polemik perhatian terhadap isu lingkungan saat ini menimbulkan pro dan kontra bagi sebagian besar perusahaan, dimana perusahaan menganggap bahwa perhatian terhadap lingkungan sudah merupakan mandat atau suatu kewajiban bagi perusahaan melihat dari pertumbuhan penduduk yang berjalan sangat cepat dan kebutuhan ekonomi masyarakat yang sangat meningkat akan sangat memungkinkan pihak perusahaan merusak lingkungan. Penelitian Oktariani dan Mimba (2014) mengemukakan bahwa permasalahan lingkungan harus segera diatasi, dalam hal ini perusahan yang menjalankan aktivitas dalam suatu lingkungan masyarakat harus bertanggung jawab atas apa yang telah perusahaan perbuat terhadap lingkungan masyarakat bukan hanya sekedar mencari keuntungan semata (laba) karena, sebagian masyarakat semakin menyadari dampak yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungan dan menuntut perusahaan untuk mengatasinya.
Menurut Sudarman dkk. (2018) pencemaran terhadap lingkungan dalam dasawarsa terakhir ini semakin hangat dibicarakan, hal ini terkait dengan realitas
124
perubahan alam dan iklim yang dirasakan oleh penduduk bumi. permasalahan lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang begitu pesat, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, industrialisasi, dan transportasi. Dalam hal ini yang hangat dibicarakan adalah mengenai meningkatnya industrialisasi dengan dampak polusi udara, utamanya karena pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna dan berlebihan. Di samping pencemaran udara, industrialisasi juga meningkatkan penggunaan bahan–bahan kimia di mana bahan kimia tersebut serta limbahnya dapat merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Menurut irwan dkk. (2016) lingkungan hidup sangat berperan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, melihat dari isu-isu lingkungan yang semakin hangat dibicarakan dalam dunia bisnis, maka dari itu manajer perusahaan sebagai manusia dalam bumi yang berperan penting dalam suatu perusahaan perlu kesadaran dalam memerhatikan dampak sisa produksi perusahaan. Menurut Ratulangi dkk. (2018) permasalahan lingkungan merupakan faktor penting yang harus segera dipikirkan karena dampak buruknya perusahaan dalam berproduksi yang mengakibatkan merusak lingkungan, maka manajemen perusahaan haruslah sadar akan hal tersebut. Sebagai manusia layaklah kita menjaga lingkungan hidup melihat permasalahan yang terjadi dalam dunia bisnis berhubungan langsung dengan manusia, manusia sangat bergantung terhadap sumber daya alam dalam mencari sesuap nasi.
Pencemaran lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang cepat, beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam kimia.
125
Pencemaran lingkungan terbagi dari beberapa kategori yaitu pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah.
Upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menerapkan baku mutu lingkungan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan standar baku mutu lingkungan supaya kadar yang dikeluarkan perusahaan dalam proses produksinya dapat dikendalikan, baku mutu lingkungan itu sendiri dapat diterapkan dari berbagai bentuk pencemaran (Pratiwi dan Sari, 2016).
Sejalan dengan penelitian Firmansyah dan Evendia (2014) yang mengatakan bahwa penetapan baku mutu lingkungan akan menjadi ukuran telah terjadinya atau tidaknya suatu pencemaran lingkungan hidup, baik penetapan kriteria kualitas lingkungan hidup maupun kualitas buangan atau limbah. Kriteria dan pembakuan ini dapat berbeda untuk setiap lingkungan, wilayah atau waktu mengingat akan perbedaan tata gunanya.
Banyaknya pencemaran lingkungan yang terjadi dalam dunia bisnis dikarenakan kurangnya kesadaran manajer terhadap dampak negatif dari aktivitas produksinya. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia diciptakan didunia sebagai khalifah dimuka bumi, kewajiban sebagai khalifah dimuka bumi ialah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada didalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya bukan malah merusaknya.
Surah ar-Rum ayat 41 berbunyi “telah nampak kerusakan didarat dan dilautan akibat dari ulah manusia, sebagian dari mereka tidak mengetahui apa yang akan mereka dapatkan dari perbuatannya, Allah swt akan memberikan peringatan supaya mereka kembali kejalan yang benar”, dalam surah ar-Rum menjelaskan bahwa jagalah lingkungan hidup yang
126
engkau tempati dan janganlah kamu merusaknya dengan alasan apapun, dalam hal ini syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam atau lingkungan hidup.
Penjelasan diatas mengingatkan para manusia yang sedang melakukan aktivitas perusakan lingkungan atau perusahaan yang berorientasi laba (Fatmawatie, 2015).