Tatanan realita, masih banyak sekali perusahaan yang sepertinya belum efektif dalam menerapkan akuntansi lingkungan itu sendiri. Para pengelola usaha sadar terhadap lingkungan sekitar, namun tidak disertai dengan adanya action ataupun dorongan untuk mewujudkan kepeduliannya dengan mengolah menjadi lebih aman untuk lingkungan sekitar usaha karena lebih mementingkan keuntungan. Ada juga perusahaan yang sudah mengeluarkan biaya lingkungan, akan tetapi terkendala pada pengelompokan biaya lingkungannya sehingga berakibat pada sulitnya pelaporan CSR. Walaupun sudah ada regulasi yang mengatur tentang pentingnya diterapkan green accounting yaitu dalam konstitusi No. 40 tahun 2007 tentang perusahaan perseroan terbatas dan perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam wajib mengeluarkan biaya lingkungan, tidak membuat para pelaku usaha menganggap bahwa penerapan green accounting merupakan hal yang wajib (mandatory disclosure) tetapi hanya menganggap bahwa green accounting hanya bersifat sukarela (voluntary disclosure).
Tabligh merupakan menyampaikan segala kebenaran yang datang dari Allah. Apabila green accounting ditinjau dalam konsep tabligh maka dapat dikatakan perusahaan menyampaikan semua biaya lingkungannya kedalam laporan keuangan secara benar tanpa ada manipulasi. Biaya lingkungan benar-benar diperhitungkan dan di dasarkan pada aktivitas operasional perusahaan. Perusahaan juga tidak melihat bahwa green accounting merupakan beban bagi perusahaan. Konsep tabligh memandang bahwa
19
pengungkapan green accounting bersifat wajib (mandatory disclosur).
Apabila konsep tabligh diinternalisasikan kedalam penerapan green accounting, tidak bisa dipungkiri perusahaan akan menyandang gelar going concern. Tabligh adalah komunikatif, transparansi dan marketable. Konsep tabligh membuat perusahaan komunikatif dalam melaporkan rincian biaya lingkungan, mendorong dan meningkatkan transparansi lingkungan, meningkatkan komitmen perusahaan untuk perbaikan lingkungan sebagai perwujudan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Apabila perusahaan menerapkan green accounting berbasis konsep tabligh, hal ini dapat memberikan nilai yang positif karena perusahaan mendapatkan legitimasi dari masyarakat sehingga perusahaan dapat menarik investor untuk berinvestasi.
Green accounting berbasis konsep tabligh juga dapat mendorong konsumen untuk membeli produk hijau, karena perusahaan lebih memiliki keunggulan pemasaran yang lebih kompertitif dibandingan perusahaan yang tidak menerapkan green accunting.
20
BAB II
VOLUNTARY REPORT BERBASIS IHSAN
A. Pendahuluan
erusakan lingkungan kini merajalela bagaikan mimpi buruk yang telah dirancang sedemikian rupa hingga terlihat baik-baik saja dalam lingkup sosial masyarakat. Refleksi dari masalah ini kemudian membuka kesadaran individu maupun organisasi untuk melakukan gerakan peduli lingkungan sebagai tanda munculnya sikap dan gaya hidup yang selaras dengan lingkungan. Kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan kemudian menjadi satu agenda bagi perusahaan-perusahaan yang bersentuhan langsung dengan alam sekitar dan menjadi sebab diterapkannya green accounting.
Hadirnya green accounting, juga dilatarbelakangi oleh tekanan-tekanan yang timbul dari lembaga-lembaga pemerintah maupun masyarakat sendiri (Sulistiawati dan Dirgantari, 2016). Menurut Zulhaimi (2015) pengorbanan perusahaan dalam mengeluarkan biaya untuk lingkungan dapat mengurangi potensi pengeluaran biaya yang lebih besar di masa yang akan datang seperti adanya tuntutan biaya masyarakat atas perusakan lingkungan oleh industri, resiko penutupan usaha akibat sanksi pemerintah dan lain sebagainya. Perubahan pola pikir (mind-set) oleh para eksekutif perusahaan bahwa bisnis hijau merupakan bisnis masa depan yang harus disegerakan, membuat mereka tidak lagi berpendapat bahwa biaya bisnis hijau akan mengurangi keunggulan biaya untuk bersaing dengan perusahaan yang tidak menjalankan bisnis hijau (Wintoro, 2014).
K
21
Penyajian dan publikasi pos dalam laporan keuangan yang berkaitan dengan lingkungan, pekerja, dan masyarakat atau sosial dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan merupakan hal yang memungkinkan, namun akan berdampak pada aktivitas bisnis karena pos-pos sosial dan lingkungan yang tersaji dalam laporan keuangan tidak mungkin hanya berisikan informasi keuangan saja, tetapi akan menimbulkan kombinasi antara pos kualitatif dengan pos kuantitatif (Yuesti, 2014). Tujuan dari penyajian ini adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka untuk memanfaatkan kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan, dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal (Yulianthi dkk., 2018).
Pertumbuhan investasi di sektor ini juga cukup pesat, baik dari segi jumlah dana yang tercipta ataupun nilai ukuran investasinya karena adanya orientasi jangka panjang yang menjanjikan bagi keberlanjutan perusahaan maupun lingkungan sekitar (Faiz dan Legowo, 2019). Fenomena ini, membuktikan bahwa berbagai lini kini semakin memikirkan dampak lingkungan sebagai suatu tolok ukur dalam keberlanjutan perusahaan dengan persaingan yang lebih kompetitif.
Pemerintah diberbagai negara juga melakukan tindak lanjut atas pelestarian lingkungan dengan memberlakukan berbagai peraturan untuk menopang pertanggungjawaban perusahaan atas lingkungan maupun masyarakat. Indonesia sebagai salah satu negara yang memberlakukan aturan untuk hal tersebut dengan memberlakukan Undang-Undang No. 4 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 ayat 1
22
hingga 4, sebagai upaya untuk mengantisipasi datangnya bencana alam agar tidak berlanjut mengingat tingkat pembangunan dimasing-masing daerah semakin tinggi (Susilo dan Astuti, 2014). Oktariani dan Mimba (2014) berpandangan bahwa dengan adanya program pemeringkatan yang dilakukan pemerintah juga menjadi memicu perusahaan untuk mengungkapkan kepedulian untuk menjaga lingkungan. Lembaga-lembaga internasional juga turut andil dalam menetapkan aturan seperti, United State Environmental Protection Agency (US EPA), International Organization for Standarization, United Nation (PBB), Global Reporting Initiative (GRI) dan Islamic Standard Reporting (ISR).
Komponen pengungkapan lingkungan antara lain;
pengungkapan kebijakan lingkungan, sertifikasi lingkungan, rating lingkungan, energi yang dipergunakan dalam operasi perusahaan, pencegahan/pengurangan polusi, dukungan pada konservasi satwa, dukungan pada konservasi lingkungan dan regulation compilance (Astuti, 2012).
Menurut Burhany dan Nurniah (2012) isu lingkungan menjadi isu yang menonjol karena fenomena pemanasan global (global warming) dan meningkatnya kerusakan lingkungan seperti pencemaran tanah, air dan udara, deforestasi, serta limbah beracun yang mencemari laut dan sungai. Eksistensi isu lingkungan ini, dibuktikan dengan adanya gerakan aktif oleh pemerintah dengan memberlakukan UU tentang lingkungan serta adanya pemberian penghargaan untuk perusahaan yang melakukan pertanggungjawaban sosial-ekologi.
Akuntansi sosial dan lingkungan telah menjadi perhatian para akuntan, hal ini menjadi penting karena isu keberlanjutan atas pelaporan pada akuntansi sebagai respon
23
untuk masa depan pelaporan akuntansi, dimana sebelumnya laporan keuangan menjadi primadona untuk menilai baik buruknya suatu perusahaan (Kusumawardani dkk., 2017).
Menurut Wong dkk. (2016) minimnya penyelenggara program akuntansi keberlanjutan, kurang teks dan materi tentang hal tersebut menjadi suatu kendala dalam perkembangan akuntansi keberlanjutan. Sifat voluntary perusahaan terhadap laporan sustainability reporting membuat Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bagian Kompartemen Akuntan Manajemen bekerjasama dengan National Center Sustainability Reporting (NCSR) untuk menganugerahkan penghargaan pelaporan keberlanjutan (sustainability reporting) bagi perusahaan-perusahaan yang dengan baik melaporkan kinerja lingkungan dan ekonomi perusahaan sebagai motivasi (Indrayani dkk., 2018).
Pertanggungjawaban atas lingkungan dan sosial dituangkan dalam voluntary report perusahaan yang kemudian, memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam lingkup laba maupun saham. Menurut Wijaya (2009) adanya pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan mengenai kepekaan sosial dan lingkungannya akan meningkatkan investasi maupun citra perusahaan. Sinyal positif dari pengungkapan tersebut menjadi sebuah peluang investasi, sehingga akan meningkatkan harga saham dan nilai perusahaan pun akan meningkat dan mendukung pertumbuhan perusahaan di masa mendatang (Tjahjono, 2013). Menurut Lukito dan Susanto (2013) faktor-faktor lain yang menyebabkan perusahaan tersebut melakukan pengungkapan sukarela dalam rangka pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah ukuran dari perusahaan dan leverage yang terkandung dalam indeks IFRS. Voluntary Report dikatakan memiliki suatu relevansi yang kuat dalam organisasi bilamana ada suatu nilai didalamnya yang
24
membuat kepekaan untuk shareholder meningkat dengan adanya suatu pengakuan yang dilakukan. Salah satu contoh nilai dalam voluntary report adalah adanya relevansi nilai atas dekomposisi modal intelektual secara voluntary menunjukkan bahwa ada suatu indikasi external dan human capital mempunyai relevansi nilai yang mudah dipahami oleh investor dan pelaku pasar modal lainnya, terkait peranan kedua komponen tersebut untuk memberikan arus kas di masa depan (Rachmawati dan Silawati, 2018).
Pengelolaan dalam perusahaan juga menjadi suatu hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pertanggungjawaban lingkungan maupun sosial karena mengarah pada tata kelola dari perusahaan pada lingkup kinerja. Penelitian Yesika dan Chariri (2013) menunjukkan bahwa jenis industri yang berhubungan langsung dengan alam akan memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik.
Penentuan arah kinerja dari suatu perusahaan menjadi penjelas hubungan antara pemilik dan manajer perusahaan untuk mencerminkan corporate governance dengan nilai tambah yang muncul dari persepsi masyarakat terhadap perusahaan (Annisa dan Kurniasih, 2012). Nilai perusahaan yang baik kemudian akan menjadi suatu keuntungan bagi para pemegang saham yang menginginkan keuntungan lebih dari aktivitas operasional perusahaan. Maksimalisasi atas upaya perolehan laba ditahan akan diperoleh dengan adanya corporate governance, sehingga harapan para pemegang saham untuk memperoleh pendapatan dapat terpenuhi (Darmawan dan Sukartha, 2014). Suhartati dkk., (2011) menyatakan bahwa peran dan tuntutan investor dan kreditor asing mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu faktor dalam pengambilan keputusan berinvestasi pada suatu perusahaan.
Menurut Wati (2012) prinsip-prinsip dasar dari GCG juga
25
pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja keuangan pada suatu perusahaan.
Gambaran dari suatu perusahaan yang berumur panjang ialah perusahaan dengan tingkat kerelaannya tinggi, karena dengan adanya kerelaan untuk melakukan pelaporan maupun pengungkapan atas sumbangsinya dalam dunia sosial maupun lingkungan alam. Pertanggungjawaban atas segala keuntungan yang dituangkan dalam wujud kepedulian sosial dan lingkungan ini, sebagai suatu bentuk penjagaan terhadap karunia yang diberikan oleh-Nya. Kebaikan adalah salah satu upaya perusahaan untuk menjaga eksistensinya dalam pandangan para investor maupun stakeholders lainnya, sehingga dapat melakukan operasional secara maksimal dan menghasilkan laba yang lebih baik. Langkah yang ditempuh perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan merupakan bentuk dari perbuatan baik.
Menurut Amran (2012) Islam mengenal perbuatan baik sebagai ihsan yang dibangun diatas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan serta berwujud dalam perbuatan.
Ali dan Puteh (2017) menyatakan bahwa ihsan adalah satu nilai yang berbentuk kesadaran dalam hati manusia untuk memperbaiki amalan dan melakukan kebaikan dengan ikhlas karena merasa diawasi oleh Allah. Islam memandang bahwa sumbangan bukan hanya dengan sukarela untuk menunjukkan kedermawanan (filantropi) melainkan suatu kewajiban, karena adanya elemen paksaan dalam konteks wajib disertakan dengan ihsan sebab makna kesempurnaan yang dikandungnya (Chik dkk., 2018).
Konsep ihsan dapat menjadi pedoman kerelaan perusahaan dalam melakukan tanggungjawab sosial dan lingkungan, yang merupakan suatu bentuk pengabdian
26
hamba kepada Tuhannya dengan mengubah cara pandang dalam berbuat kebaikan dan tidak hanya memikirkan tingkat pengembalian yang menguntungkan saja (Wahyuningsih, 2018). Meneropong pada bagaimana green accounting yang memiliki andil besar dalam membentuk pertanggungjawaban sosial dan lingkungan secara menyeluruh oleh suatu perusahaan dan berlandaskan pada peraturan pemerintah dan sesuai dengan kesadaran dari para pemangku kepentingan dalam perusahaan. Perpaduan antara sosial dan lingkungan ini, kemudian menjadi sautu harmonisasi yang dapat menjadi alasan bagaimana perusahaan memiliki kelangsungan hidup yang panjang (Yuesti, 2014).
Kesadaran akuntan untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan, merupakan suatu ciri keimanan yang menyadari tugasnya sebagai khalifatul fil ard (khalifah di bumi) dan kemudian berupaya menegakkan syari’ah-syari’ah Islam dalam pengembangan keprofesiannya menuju pada perbuatan ihsan yang didasarakan kesadaran Ilahiyah.
Konsep ihsan dalam Islam bukan hanya sekedar hubungan kepada Allah saja melainkan turut melibatkan manusia dan alam sekitar sebagaimana dengan ihsan yang dimaksud dalam hadits Rasulullah saw: “...Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, sekiranya kamu tidak dapat melihat Allah, maka sesungguhnya Dia melihat kamu....”
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).