• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Perubahan Iklim Dampak Perubahan Iklim terhadap Lingkungan dalam Mata Pelajaran IPS Kelas

Dalam dokumen Suplemen Pembelajaran Perubahan Iklim un (Halaman 43-52)

VIII

a. Kompetensi dasar ;

» KD 3.1. mendeskripsikan permasalahan lingkungan dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan

» Materi pembelajaran : dampak perubahan iklim terhadap lingkungan b. Tujuan pembelajaran:

» memahami dampak perubahan iklim terhadap lingkungan c. Proses pembelajaran

» integrasi perubahan iklim yang dapat dilakukan dalam terkait dengan dampak perubahan iklim, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menfasilitasi kelas :

i. Kegiatan pendahuluan

» Menyiapkan bahan dan peralatan kertas plano dan spidol berwarna

» Menyiapkan bahan materi tentang dampak perubahan iklim terhadap lingkungan

» Guru mengawali dengan penjelasan tujuan standar kompetensi dengan menanyakan ‘Apakah ada yang tahu tentang permasalahan lingkungan?’

ii. Kegiatan pelaksanaan

» Kegiatan pelaksanaan diawali dengan sebuah permainan yang disebut Gempa yang dapat membangkitkan antusias peserta, dengan tahapan sebagai berikut:

» Minta siswa untuk keluar kelas dan berkumpul di halaman, apabila jumlah siswa sedikit bisa dilakukan di depan kelas

» Minta siswa untuk membentuk lingkaran, sampaikan bahwa Indonesia merupakan negara rawan gempa, dan bila guru menyampaikan terjadi gempa di Indonesia maka semua siswa dapat keluar dari lingkarannya dan kembali mencoba membentuk lingkaran besar. Selanjutnya dapat ditentukan untuk membagi kelompok dengan menyampaikan misalkan apabila gempa terjadi di Papua siswa diminta untuk berkelompok 13 orang, bila gempa terjadi di Sulawesi maka siswa harus berkelompok sembilan orang, bila terjadi di Sumatra maka siswa dapat berkelompok sebanyak 7 orang, bila gempa terjadi di Jawa maka siswa berkelompok 5 orang dan bila terjadi di Bali berkelompok 3 orang. Permainan ini dapat digunakan sekaligus untuk berbagi kelompok.

» Tahap Konfirmasi dan Eksplorasi:. Selanjutnya guru meminta setiap kelompok (maksimal dalam satu terdiri dari 5 orang) untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan dengan menggambarkan pada kertas plano yang disediakan, tiap kelompok dapat mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang berbeda, misalkan untuk identifikasi permasalahan lingkungan yang terjadi di perkotaan; di pesisir dan pantai, di wilayah pertanian, di wilayah pegunungan.

» Elaborasi: Setelah setiap kelompok selesai melakukan identifikasi, minta setiap kelompok mempresentasikan hasilnya.

» Konfirmasi. Selanjutnya guru memberikan masukan dan materi untuk melengkapi proses belajar langsung dengan materi dengan mengacu pada materi pembelajaran identifikasi permasalahan lingkungan yang terjadi di setiap wilayah tersebut dan kaitannya dengan perubahan iklim. Misalkan guru dapat memaparkan dampak perubahan iklim terhadap wilayah pesisir dan pantai dan kesehatan antara lain:

i. Kerusakan terumbu karang yang terjadi di wilayah Indonesia telah peningkatan laju abrasi pantai. Luas terumbu karang Indonesia diduga berkisar antara 50.020 Km2 (Moosa dkk, 1996 dalam KLH, 2002) hingga 85.000 Km2 (Dahuri 2002). Diperkirakan sebagian terumbu karang Indonesia akan hilang dalam 10-20 tahun dan sebagian lainnya akan hilang dalam 20-40 tahun. Rusaknya terumbu karang mempunyai dampak pada masyarakat pesisir, misalnya berkurangnya mata pencaharian nelayan kecil karena ikan dan biota laut lainnya semakin berkurang

ii. Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, guru dapat memaparkan tentang:

» Dampak langsung dari perubahan iklim terhadap kesehatan manusia dapat berbentuk: stress akibat perubahan variabel iklim, kelainan panas, perubahan respon kekebalan. Dampak tidak langsungnya berupa bertambahnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk karena perubahan praktik pertanian, bertambahnya kejadian kekurangan gizi yang menyebabkan bertambahnya frekuensi tuberculosis (TBC), campak dan pes, bertambahnya penyakit yang dibawa oleh vektor yang disebabkan kondisi sanitasi yang buruk dan betambahnya penyakit yang dibawa oleh air yang disebabkan dari bertambahnya frekuensi dan magnitude dari banjir dan kekeringan (KLH, 1994). Laporan yang sama juga memprediksi kenaikan angka kejadian malaria, DBD dan diare di masa mendatang. Dari tahun 1989 hingga 2070, kejadian malaria akan meningkat sebanyak 18% dan DBD akan bertambah 4 kali lipat.

» Laporan WHO (2002) menyimpulkan bahwa perubahan iklim menyebabkan

meningkatnya 2,4% kasus diare dan 6% kasus malaria di dunia pada tahun 2000. Penutup, pada akhir kelas, pendidik/guru dapat memberikan informasi tindak lanjut atau pekerjaan rumah untuk mengawali materi selanjutnya.

d. Penilaian

Guru dapat menilai memberikan penilaian terkait pengetahuan peserta didik tentang permasalahan lingkungan dan dampak perubahan iklim, kreativitas siswa pada saat menggambarkan hasil diskusi, peran aktif siswa dalam kelompok. Selain itu Guru juga dapat menilai munculnya kesadaran dari para peserta didik dengan melihat antusias dan pertanyaan kritis dan upaya tanggungjawab peserta didik. e. Sumber belajar

Selain materi yang tersedia dalam buku pelajaran, persoalan lingkungan, dampak perubahan iklim dapat dilink dari berbagai sumber antara lain :

4.4. Pembelajaran Topik Perubahan Iklim di Kelas IX

Pembelajaran topik perubahan iklim kelas IX (sembilan) terdiri dari topik 1. Pendahuluan, yang berkaitan dengan adaptasi dan mitigasi,

2. Upaya pencegahan deforestasi dan degradasi hutan baik tingkat masyarakat Internasional dan maupun di Indonesia

3. Upaya penurunan emisi dari sektor transportasi yang meliputi dukungan pemerintah, kebijakan dan penegakan hukum sektor transportasi serta inovasi teknologi ramah lingkungan; penggunaan sumber bahan bakar ramah lingkungan dan upaya perubahan prilaku.

4. Upaya pengelolaan lingkungan meliputi pengurangan emisi sektor energi dunia dan konservasi energi 5. Perubahan Iklim Pendahuluan Mitigasi PI Adaptasi Upaya pencegahan deforestasi & Degradasi hutan Upaya pencegahan di masyarakat internasional Upaya pencegahan di Indonesia Peran sekolah dalam pencegahan di Indonesia Upaya penurunan

emisi dari sektor transportasi Dukungan pemerintah: kebijakan dan penegakan hukum sektor tranportasi Inovasi teknologi ramah lingkungan Penggunaan sumber bahan bakar ramah lingkungan Upaya pengelolaan energi Kebijakan pengurangan emisi sektor energi dunia

Upaya Konservasi energi PKN 2.2 PS 1.1, BInd 11.1, 11.2 IPA 3.4; 5.4, 5.5 Perubahan Perilaku B.Ind 12.3; IPS 3.1, 3.2, 7.3 B.Ind 2.2, 3.2, 4.2, 12.1 IPA 5.4; 5.5, PKN 3.2, 3.3, 3.4, IPS 5.2, 5.3, 7.2 IPS 1.1, 4.2; PKN 1.2 PKN 3.3; 3.4 PKN 3.3; 3.4; IPS 5.1 IPA 2.1; B.Ind 2.2, 3.2, 4.2, 12.1 B.Ind 10.1, 10.2, 12.3

Tabel 3. Standar Kompetensi Kelas IX untuk mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan PKN yang dapat mengintegrasikan perubahan iklim

IPA IPS Bahasa Indonesia PKN

2.1. Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam dan perkembangbiakan

1.1 Mengidentifikasi ciri-ciri negara berkembang dan negara maju

2.2 Melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan menggunakan kalimat yang jelas

1.2 . Mengidentifikasi bentuk- bentuk usaha pembelaan negara

3.4. mendeskripsikan hubungan energi dan daya listrik serta pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari

3.2 Menguraikan tipe-tipe perilaku masyarakat dalam menyikapi perubahan

3.2 Menemukan informasi yang diperlukan secara cepat dan tepat dari indeks buku melalui kegiatan membaca memindai.

2.2. Menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di daerah

4.3. Menerapkan Induksi elektromagnet untuk menjelaskan prinsip kerja beberapa alat yang memanfaatkan prinsip induksi elektromagnet

4.2.Mendeskripsikan perdagangan internasional dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia

4.2 Meresensi buku pengetahuan.

3.2. Mendeskripsikan politik luar negeri dalam hubungan internasional di era global

5.4. Mendiskripsikan proses-proses khusus yang tejadi di lapisan lithosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan penduduk di kawasan Asia Tenggara

4.3 Menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana

3.3 Mendeskripsikan dampak globalisasi terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

5.5 Menjelaskan hubungan antarar proses yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer dengan kesehatan dan permasalahan lingkungan

5.3 Mendeskripsikan pembagian permukaan bumi atas benua dan samudera

5.2Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan penduduk di kawasan Asia Tenggara.

3.4 Menentukan sikap terhadap dampak globalisasi

7.2. Menguraikan perkembangan lembaga- lembaga internasional dan peran Indonesia dalam kerjasama internasional

10.1. Berpidato/ berceramah/ berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas. 11.2. Mengubah sajian grafik, tabel atau bagan menjadi uraian kegiatan membaca intensif.

12.1 Menulis karya ilmiah sederhana dengan menggunakan berbagai sumber

12.3. Menulis surat pembaca tentang lingkungan sekolah.

Materi pembelajaran perubahan iklim di kelas IX berfokus pada pemahaman tentang adaptasi dan mitigasi berkaitan dengan sektor hutan dan energi, sekaligus kebijakan yang terkait upaya adaptasi dan mitigasi ditingkat nasional dan internasional, serta perubahan prilaku yang dapat dilakukan ditingkat individu dan komunitas khususnya di komunitas sekolah serta komunitas dunia. Siswa dapat memahami konsep perubahan iklim dengan melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim dan juga melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Materi adaptasi dan mitigasi disampaikan pada awal pertemuan agar siswa dapat memahami konsep adaptasi dan mitigasi.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dapat mengintegrasikan materi perubahan iklim terutama dalam topik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan PKN, secara rinci contoh dari silabus untuk integrasi khususnya untuk pelajaran Bahasa Indonesia disajikan pada Lampiran 4.

Sebagai contoh, topik pemahaman adaptasi dan mitigasi dapat diintegrasikan pada mata pelajaran IPS salah satunya KD 3.2. menguraikan tipe-tipe masyarakat dalam menyikapi perubahan, guru dapat mempelajari topik tentang masyarakat adat dalam melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim baik yang terjadi di Indonesia maupun di dunia. Materi berikut merupakan materi yang dikutip langsung dari bahan Perubahan Iklim, REDD+ dan Masyarakat Adat: Pelatihan untuk Masyarakat Adat (2009). Topik ini diangkat mengingat Indonesia memiliki keragaman adat istiadat yang berakar dari masyarakat adat yang beragam yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia, sebagian besar masyarakat adat tersebut masih mempertahankan pengetahuan lokal yang arif dalam mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan. misalkan saja masyarakat Adat Kasepuhan di Jawa Barat dan Banten yang memiliki masih menerapkan sistem pertanian ekologis dan mengelola hutan dengan sistem yang sangat mirip dengan sistem zonasi taman nasional yang dikembangkan malah dengan mengadopsi dari Amerika. Topik Masyarakan adat dan mitigasi perubahan iklim dengan skema REDD menjadi penting dipelajari ditingkat pendidikan formal karena sangat relevan dengan kondisi Indonesia dan juga isu global.

Masyarakat Adat Kasepuhan : Rumah yang terbuat dari bahan lokal; Upacara Seren Tahun- Perayaan Panen hasil pertanian yang dikelola secara ekologis

Masyarakat adat merupakan kontributor terkecil terhadap perubahan iklim, namun mereka merupakan kelompok pertama yang menanggung dampak-dampaknya. Kekeringan yang parah, topan dan badai yang makin merusak, mencairnya es, banjir, naiknya permukaan laut, meningkatnya penyebaran dan keganasan penyakit menular telah nyata mempengaruhi cara hidup, kesehatan, sumber penghidupan, tanah, sumber daya dan wilayah mereka. Dalam menghadapi ini semua, masyarakat adat terpaksa beradaptasi, menggunakan pengetahuan tradisional, inovasi dan praktek-praktek mereka, untuk menyesuaikan diri dengan kondisi- kondisi yang berubah dengan cepat ini. Berikut adalah sejumlah studi kasus dan contoh- contoh upaya inovatif yang terdokumentasi di berbagai benua didunia, yang menggunakan pengetahuan tradisional untuk menghadapi perubahan iklim, disajikan pada box berikut (Sumber :http://rumahiklim.org):

Afrika

a. Petani lokal mempraktekkan praktek pertanian tanpa pengolahan tanah (zero-tilling practices), menyebarkan dedaunan busuk pada tanaman untuk mengurangi penguapan dan erosi tanah (mulching) dan teknik pengelolaan tanah lainnya. Kegiatan-kegiatan ini diketahui dapat menurunkan temperatur tanah, menekan penyakit dan hama perusak, dan menjaga kelembaban tanah. Petani- petani kecil juga menggunakan bahan-bahan tanaman tradisional seperti agrokimia untuk melawan hama yang umumnya menyerang tanaman pangan.

b. Para penggembala beradaptasi terhadap kondisi iklim yang radikal ini dengan memanfaatkan pakan ternak darurat, menyisihkan ternak yang lemah untuk makanan, dan membuat komposisi ternak dari berbagai jenis untuk bertahan dari kondisi iklim yang radikal. Mereka juga berupaya berpindah dari daerah utara yang kering ke selatan yang lebih basah selama musim kering untuk bertahan hidup dan mempertahankan hewan peliharaan mereka.

c. Kaum perempuan menanam tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan dan hama, dengan demikian menyediakan cadangan untuk masa-masa ekonomi sulit yang berkepanjangan. Mereka juga memilih dan menyimpan bibit untuk ditanam tiap tahun. Mereka merawat berbagai jenis bibit yang dijamin tahan terhadap kondisi-kondisi yang mungkin timbul di musim tanam kapan saja. d. Strategi adat lainnya mencakup pembersihan semak terkontrol; menggunakan rumput tinggi untuk

memperbaiki zat hara tanah permukaan yang terkikis luapan air; pengontrolan erosi untuk mengurangi efek limpasan air; mengembalikan fungsi tanah lewat pemberian pupuk hijau; membangun pematang dari batu; mengelola dataran rendah dan melindungi tepian sungai.

Asia

a. Masyarakat adat Asia menanam berbagai jenis tanaman untuk meminimalisir risiko kegagalan panen dan upaya ini dilengkapi dengan perburuan dan penangkapan ikan.

b. Sebagian masyarakat adat melengkapi basis subsisten mereka dengan kerajinan tangan, bekerja sebagai buruh dan hasil hutan atau menjual kelebihan panen di pasar. Dalam contoh lain, masyarakat adat beralih ke ekstrasi pati dari pohon sagu selama musim kering ketika tanaman mengalami kekurangan air.

c. Di Bangladesh, masyarakat desa menciptakan kebun sayuran terapung untuk melindungi sumber penghidupan mereka dari banjir. Di Vietnam, masyarakat membantu menanam pohon bakau yang rapat sepanjang pesisir untuk memecah gelombang laut yang disebabkan badai tropis.

d. Panen air hujan di Asia Selatan telah dipraktekkan selama berabad-abad. Praktek ini merupakan prosedur sederhanadengan menyekop tanah dan membangun galangan sepanjang lahan pertanian untuk menangkap air. Metode adaptasi ini amat vital dalam penggabungan dan diversifikasi tanaman pangan.

Amerika Tengah dan Selatan dan Karibia

a. Orang mengalihkan kegiatan pertanian dan pemukiman mereka ke lokasi baru yang lebih tahan terhadap kondisi iklim yang merugikan.

b. Di musim kering, masyarakat adat mengubah ketergantungan mereka terhadap pertanian ke penangkapan ikan.

c. Desa terpencil Guarita di Honduras memanfaatkan metode pertanian tradisional bernama Quezungal. Mereka menanam tanaman di bawah pepohonan yang akarnya mengikat tanah. Mereka juga memotongi vegetasi untuk menyediakan nutrien bagi tanah dan melestarikan air tanah. Terakhir, mereka membuat teras-teras untuk menghindari erosi tanah.

d. Masyarakat Aymaras di Bolivia telah berabad-abad harus berjuang menghadapi kerawanan dan kekurangan air. Untuk menampung air di pegunungan, mereka mengembangkan suatu cara menampung air yang canggih lewat pembangunan bendungan-nendungan kecil yang disebut quthanas. Bendungan ini amat bermanfaat bukan hanya untuk konsumsi manusia namun juga untuk hewan perliharaan mereka terutama di musim kering. Bendungan ini juga berfungsi sebagai pengatur kelembaban dan menyerap sinar ultra violet dari matahari, dan dengan demikian mengurangi risiko kanker kulit.

Wilayah Kutub (Artik)

a. Praktek adaptasi masyarakat adat mencakup berburu spesies alternatif saat spesies seperti angsa dan rusa mengubah saat dan jalur migrasi mereka.

b. Perubahan untuk berburu spesies laut di laut terbuka di akhir tahun sesuai dengan kondisi laut dan es yang berbeda.

c. Orang membekukan makanan saat teknik penjemuran tradisional tidak mungkin dilakukan akibat cuaca basah yang tidak pas waktu. Makanan dibekukan sampai muncul cuaca cerah/kering.

Eropa Tengah dan Timur, Federasi Rusia, Asia Tengah dan Transcausia

a. Masyarakat adat secara aktif berupaya bermitra dengan komunitas akademik sehingga kelompok- kelompok lokal dapat berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian dan hasil-hasilnya dikomunikasikan kepada dan antar komunitas lokal. Mereka melakukan program-program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran publik akan isu-isu ini yang akan menuju pada bantuan pengembangan perilaku mereka sendiri dan norma-norma etika di sekitar upaya adaptasi.

Amerika Utara

a. Masyarakat adat di Amerika Utara sangat positif sehingga bahan baru dan cara baru dalam melakukan sesuatu telah menjadi suatu hal yang umum dalam sejarah masyarakat. Sebagian mengambil keuntungan dari perubahan iklim untuk melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan di masa lalu. Mereka mengubah teknik penyimpanan makanan, perburuan dan daerah tangkapan ikan. b. Sebagian lainnya mengubah jenis hewan dan ikan yang mereka tangkap.

c. Untuk mempertahankan keluarga dan hewan peliharaan mereka, suku Inuits di musim dingin memberi makan kijang reindeer mereka dengan rumput dan bukannya lumut seperti biasanya.

d. Dalam kasus-kasus yang ekstrim, orang mencari tempat hunian baru, baik untuk jangka panjang atau sementara.

e. Untuk masa depan, mereka meyakini bahwa mengadopsi teknologi baru mungkin akan menjadi satu- satunya cara untuk menghadapi gangguan terhadap ekonomi subsisten tradisional mereka.

Pacific

a. Institusi sosial kelautan tradisional di Ra’ui in Rarotonga, Cook Islands, berfungsi sebagai alat pengelolaan konservasi yang efektif dan terus berupaya meningkatkan kesehatan terumbu karang. b. Pengetahuan ekologi masyarakat adat dan penguasaan laut adat mereka juga diintegrasikan dengan

ilmu kelautan dan sosial untuk melestarikan bumphead parrotfish (sejenis ikan) di Roviana Lagoon, Solomon Islands.

c. Perubahan pada penguasaan laut, yang kembali ke peran-peran yang lebih tradisional, telah dilakukan Kiribati.

d. Di sebuah desa pesisir di Vanua Levu,Fiji, vanua (yang mengacu pada hubungan antara manusia dan alam lewat nenek moyang dan roh penjaga mereka) berfungsi sebagai sebagai prinsip yang memandu pengelolaan dan pemanfaatan lestari hutan bakau, terumbu karang dan kebun desa.

e. Di wilayah Pasifik lainnya, masyarakat adat membangun dinding pelindung pantai dari hempasan, sistem drainase air dan tanki-tanki air dan melarang penebangan pohon.

Mata pelajaran PKN dikelas IX dapat mengupas kebijakan perubahan iklim ditingkat nasional dan dunia, terutama terkait dengan kebijakan penurunan emisi di sektor transportasi, energi dan juga terkait deforestasi dan degradasi hutan. Salah satu yang dapat diangkat dalam integrasi pembelajaran kebijakan tersebut adalah terkait dengan sala satu program mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan yang dikenal dengan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation - REDD). Box terkait materi kebijakan REDD di tingkat global dan nasional.

Kebijakan tentang Skema Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan melalui Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD)

Kebijakan perubahan iklim global mengidentifikasikan bahwa deforestasi dan degradasi hutan sebagai salah satu sumber utama gas rumah kaca. Emisi karbon dari perubahan tata guna lahan diperkirakan sebesar seperlima dari total emisi global dunia saat ini, sehingga banyak pihak yang menganggap bahwa dengan menjaga tutupan hutan yang masih ada adalah suatu pilihan untuk mitigasi perubahan iklim. Anggapan tersebut melahirkan suatu skema mitigasi perubahan iklim yang menjadikan sektor kehutanan sebagai pemain utama dengan lahirnya skema REDD (Reducing Emission from deforestation and Forest Degradation).

Awalnya, upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan mulai mengemuka setelah diterbitkannya “Stern Review on Climate Change” oleh pemerintah Inggris pada awal 2007. Mantan ekonom Bank Dunia Sir Nicholas Stern menyarankan langkah pencegahan deforestasi harus dimasukan kedalam komitmen pasca 2012 disaat berakhirnya Kyoto Protokol. Laporan Stern mengusulkan bahwa suatu tindakan penting yang seharusnya diambil oleh komunitas internasional untuk memperlambat perubahan iklim adalah mengatasi “emisi non-energi” dengan cara memberikan imbalan atau kompensasi kepada negara-negara berkembang untuk mengurangi deforestasi. Semakin sadarnya komunitas dunia akan hal tersebut diatas maka pada COP-13 di Bali tahun 2007 dihasilkan Bali Action Plan yang merupakan rencana atau peta jalan negosiasi strategi iklim global untuk melanjutkan Protokol Kyoto. Rencana ini mengakui pentingnya hutan dalam mengatasi perubahan iklim dan besarnya potensi yang terkandung didalam REDD. Beberapa tahun sebelum COP-13, pada bulan Desember 2005, Koalisi Bangsa-bangsa Hutan Tropis (Coalition of Rainforest Nations) yang dipimpin oleh Kosta Rika dan Papua New Guinea menyampaikan usulan resmi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) dari deforestasi dan degradasi hutan. Usulan ini disampaikan pada saat pelaksanaan COP-11 di Montreal, Kanada. Selanjutnya, setelah COP-14 di Poznan Polandia, dihasilkan suatu konsensus agar kegiatan REDD sebaiknya diperluas. Pendekatan ini disebut dengan REDD-Plus. Dalam mekanisme ini transfer financial dibawah REDD-plus tidak hanya digunakan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. Transfer financial juga akan digunakan untuk melakukan konservasi cadangan karbon di hutan, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon melalui kegiatan penanaman pohon dan rehabilitasi lahan yang terdegradasi.

Terkait dengan konsensus global tersebut, Pemerintah Indonesia, sejak penyelenggaraan COP13 di Bali c.q. Departemen Kehutanan sangat giat mengembangkan perangkat hukum atau peraturan yang terkait langsung dengan pelaksanaan REDD. Di antara perangkat tersebut terdapat tiga Peraturan Menteri yang telah resmi diundangkan, yaitu:

a. Permenhut No. P. 68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (www.dephut.go.id/files/P68_08.pdf)

b. Permenhut No. P. 30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (www.dephut.go.id/files/P30_09_r.pdf)

c. Permenhut No. P. 36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung (www.dephut.go.id/files/P36_09.pdf) Permenhut No. 68/2008 pada dasarnya menguraikan prosedur permohonan dan pengesahan kegiatan demonstrasi REDD, sehingga metodologi, teknologi dan kelembagaan REDD dapat dicoba dan dievaluasi. Tantangannya adalah bagaimana kegiatan demonstrasi dapat dialihkan menjadi proyek REDD yang sesungguhnya di masa yang akan datang.

Sementara itu, Permenhut No. 30/2009 mengatur tata cara pelaksanaan REDD, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi pengembang, verifikasi dan sertifikasi, serta hak dan kewajiban pelaku REDD. Hingga saat ini ketentuan mengenai penetapan tingkat emisi acuan sebagai pembanding belum ditetapkan.Permenhut No. 36/2009 mengatur izin usaha REDD melalui penyerapan dan penyimpanan karbon. Di dalamnya juga diatur perimbangan keuangan, tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran dan penggunaan penerimaan negara dari REDD. Peraturan ini membedakan antara kegiatan penyerapan

Dalam dokumen Suplemen Pembelajaran Perubahan Iklim un (Halaman 43-52)

Dokumen terkait