• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran dan Aksi di Tingkat Sekolah

Dalam dokumen Suplemen Pembelajaran Perubahan Iklim un (Halaman 52-76)

Sekolah merupakan institusi yang memiliki peran penting dalam membudayakan prilaku yang dapat mengatasi perubahan serta berperan aktif dalam adaptasi dan mitgasi perubahan iklim secara langsung dalam kegiatan sehari-hari, beberapa tindakan nyata yang dapat segera dilakukan antara lain:

5.1. Kegiatan adaptasi di sekolah

1. Mengoptimalkan penggunaan air.

Saat ini banyak sekolah berada di kawasan yang memiliki sumber air terbatas ataupun di perkotaan yang padat dan air menjadi kendala utama, maka mereka melakukan upaya pengelolaan bekas pakai (umumnya air bekas cucian tangan dari wastafel) untuk menyiram tumbuhan yang ditanam di sekolah baik di halaman maupun di pot.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan air juga dapat dilakukan melalui upaya penghematan air di sekolah, melalui pembelajaran materi perubahan iklim yang terintegrasi praktek yang dilakukan bisa mengajak siswa untuk membuat informasi menghemat air disekolah, misalkan di toilet, kamar mandi, di wastafel ada poster atau ajakan untuk hemat air (Jangan lupa matikan keran; Yuk hemat air; dll). Sementara bagi sekolah-sekolah yang memiliki sumber air berlimpah maka upaya mengelola sumber air sekolah dengan sebaik-baiknya antara lain dengan membuat kolam pengelolaan limbah air untuk dijadikan media praktek siswa tentang fungsi tanaman dalam menyerap bahan-bahan berbahaya.

Sekolah juga dapat mengajak aksi bersama masyarakat sekitar dalam momen hari Air Internasional yang jatuh pada tanggal 21 Maret, misalkan dengan melakukan kampanye bersama hemat air, praktek mengolah air limbah rumah tangga, eksplorasi sumber air sekolah dan masyarakat sekitar. Beberapa contoh kegiatan Hari Air dapat dilihat dari link berikut; 2. Kebun Organik Sekolah

Upaya memperkenalkan dan melakukan adaptasi perubuhan iklim di sekolah dapat dikaitkan dengan isu lokal di sektor pertanian, mengingat lokasi sekolah di Indonesia terletak di berbagai wilayah, maka bagi yang berlokasi di daratan dan memiliki pekarangan sekolah, kebun organik sekolah dapat menjadi salah satu alternatif praktek

adaptasi perubahan iklim yang dipadukan dengan pengetahuan sistem pertanian di Indonesia. Pertanian organik dapat mengatasi kondisi pertanian yang kurang air dan juga kekurangan hara tanah, dengan memperkaya unsur-unsur organik kesuburan tanah semakin meningkat, sehingga menjadi pilihan bagi petani dalam situasi iklim yang tidak menentu. Pertanian organik juga mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia sebagai pestisida, karena dalam sistem pertanian organik kombinasi tanaman untuk mencegah serangan hama menjadi bagian penting, serta penggunaan pestisida alami (racikan daun sirsak, daun pepaya, bawang putih, kemangi, serta daun tumbuhan lainnya) mampu menghindari penggunaan bahan-bahan kimia yang membahayakan siswa dan lingkungan. Contoh sekolah yang mengembangkan pertanian organik di pekarang sekolah mereka adalah sekolah SMPN 7 Ciamis, Jawa Barat. Bahkan di Jakarta Timur, SMP 209 yang bertanam padi organik dalam pot dengan halaman sekolah sempit namun dapat mempraktekan kegiatan pertanian organik. Beberapa informasi lengkap terkait pertanian organik di sekolah dapat diunduh di alamat web berikut ;

» http://emelci.or.id/groups/PendidikanKearifanLokal/PendidikanPetaniPertanian/

docs/satu-lagi-sekolah-negeri-berbasis-keunggulan-lokal-yg-sukses/

» http://investasiyuuk.blogspot.com/2012/06/siswa-smp-tanam-padi-organik-di-

ember.html

Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk cair organik

Bertani organik di halaman terbatas

Dok. DeTara Foundation 3. Latihan Tanggap Bencana di Sekolah dan Jalur Evakuasi

Banyak kawasan yang rawan bencana di wilayah Indonesia, termasuk dampak dari perubahan iklim yang menyebabkan banyak bencana banjir, tsunami, longsor, dll., sekolah tentunya harus turut berperan aktif, peran tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan latihan rutin untuk tanggap bencana bagi siswa dan seluruh pihak sekolah. Misalkan beberapa sekolah yang rawan tsunami, sekolah harus selalu bersiap siaga, selain latihan rutin juga dapat mengajak siswa untuk menggambar poster atau media lain yang kreatif untuk mengatasi adanya bencana.

Sekolah juga sebaiknya segera menyediakan jalur evakuasi bencana, misalkan menentukan jalur evakuasi untuk setiap ruangan di sekolah. Jalur evakuasi dapat menggunakan penunjuk arah yang jelas untuk menuju lapangan terbuka sebagai tempat berkumpul. Perlu diperhatikan bahwa jalur evakuasi perlu menghindari: tiang listrik karena dimungkinkan roboh, tower air, dan selokan yang terbuka karena dimungkinkan anak terperosok ke dalamnya.

4. Jum’at Bersih

Di tingkat pendidikan sekolah dasar maupun menengah penerapan pola hidup sehat merupakan bagian keseharian, untuk itu tidaklah susah menerapkan upaya adaptasi perubahan iklim di sekolah. Banyak sekolah yang sudah menerapkan satu hari dalam seminggu untuk melakukan-bersih-bersih bersama, misalkan saja melalui Jum’at Bersih - Jumsih, sekolah yang terletak di perkotaan dapat memulai aksi untuk bersih-bersih got serta wadah-wadah bekas yang tergenang air, menguras bak dan kolam sekolah secara berkala, sehingga tidak menjadi media untuk tumbuh dan berkembangnya jentik-jentik nyamuk, mengingat perkembangan nyamuk dengan temperatur udara yang semakin panas mengalami percepatan pembiakan.

5. Sekolah Penjaga Hutan

Sementara bagi sekolah di pedesaan, misalkan untuk yang sekolah yang berlokasi di sekitar hutan dapat mengajak siswa untuk berkampanye agar tidak membuang puntung rokok sembarangan terutama di musim kemarau agar tidak terjadi kebakaran hutan, mengingat asap kebakaran dapat sangat membahayakan kesehatan siswa dan masyarakat (sakit pernafasan, dll), disamping akibat kebakaran hutan dan lahan juga akan berdampak pada kelaparan akibat terbakarnya sumber pangan dari ladang atau huma. Huma adalah tanah olahan untuk pertanian dengan sistem gilir balik yaitu membuka lahan kemudian diolah dan ditanami padi dan atau palawija serta pohon buah atau jenis berkayu laiinnya, setelah dua atau tiga kali tanam akan ditinggalkan sementara untuk mengembalikan humus. Sistem ini umumnya diterapkan dengan lahan yang masih luas sebagai salah satu cara mengatur sistem kesuburan tanah.

Sekolah-sekolah yang tinggal di kawasan hutan juga dapat bersama-sama dengan pihak pengelola kawasan hutan menggunakan hutan sebagai media pendidikan. Salah satu contoh, di beberapa kawasan hutan konservasi di Indonesia sejak tahun 1990an telah banyak dikembangkan program pendidikan lingkungan, pendidikan konservasi dengan salah satu tujuannya adalah mengenalkan ekosistem hutan serta fungsi dan manfaatnya, bukan hanya sebagai habitat satwa tapi juga memiliki fungsi mengatur ketersediaan air, sumber oksigen sumber pangan bagi masyarakat sekitar. Sehingga sekolah dapat menjadi salah satu yang turut menjaga keberadaan hutan sekitar. 6. Pengelolaan Sampah Sekolah

Membudayakan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengurangi dampak kesehatan dari dampak perubahan iklim menjadi salah satu upaya penting yang harus terus dilakukan disekolah-sekolah, misalkan saja membiasakan siswa untuk tidak membuang sampah sembarangan, memilah sampah mengolah sampah organik, serta mendorong sekolah menjadi inisisator penyediaan pengelolaan sampah sekolah. Beberapa sekolah sudah mulai merintis upaya pengelolaan sampah, beberapa contoh dapat dilihat dilink berikut ;

» Bogor:http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=87524

» http://surabayaecoschool.tunashijau.org/2012/09/bank-sampah-smkn-10-tetap-

eksis/

7. Tanam dan Rawat Sepanjang Pesisir dan Pantai Kita

Sekolah-sekolah yang terletak di kawasan pantai tentunya akan sangat rawan terhadap bencana abrasi, gelombang pasang sampai badai dan tsunami, beradaptasi melalui upaya menjaga kawasan pantai terdekat sekolah dan wilayah sekitarnya merupakan bagian paling mudah dilakukan. Sekolah sebaiknya menyempatkan waktu minimal setahun sekali untuk turut menanami kembali kawasan pantai, misalkan turut berpartisipasi menghutankan kembali kawasan mangrove, setiap siswa mengadopsi satu pohon untuk dirawat dan tanam. Bila semua sekolah berpartisipasi aktif tentunya warga lain akan turut tergerak untuk bersama-sama melakukan penanaman dan menjaga serta merawat sepanjang pesisir dan pantai.

8. Membangkitkan kesadaran

Upaya membangkitkan kesadaran sekolah (guru, siswa, staf sekolah, komite sekolah) menjadi sangat penting setiap pendidik di sekolah dapat terus menerus mengingatkan dan melakukan bersama-sama dengan siswa beragam tindakan yang dapat berkontribusi untuk mengatasi perubahan iklim dan mencari solusinya. Tindakan kecil namun berdampak adalah terus melatih tidak buang sampah sembarangan, membiasakan membawa tempat minum sendiri, mengurangi penggunaan plastik, membuat poster/ pentunjuk untuk aksi-aksi di sekolah, dll.

5. 2. Kegiatan Mitigasi di Sekolah

Upaya mitigasi perubahan iklim terutama strategi mengurangi sumber-sumber penghasil gas rumah kaca dan penyerapan karbon menjadi bagian penting bagi pembelajaran siswa dalam keseharian di sekolah yang selanjutnya dapat diterapkan di lingkungan keluarga dan sekitar, beberapa kegiatan aksi yang dapat diterapkan di sekolah antara lain :

1. Menanam dan merawat pohon dan tanaman sebanyak-banyaknya

Upaya tanam dan rawat pohon serta tanaman sebanyak-banyaknya dapat dilakukan dalam rangka membantu penyerapan gas berbahaya sekaligus menanamkan nilai-nilai kasih sayang dalam merawat pohon, membangun sensitivitas lingkungan, karena dengan menanam dan merawat pohon siswa diajak untuk memahami lebih mendalam fungsi pohon dan tanaman yang dapat menjadi tempat dan sumber hidup bagi mahluk lainnya. Upaya menanam pohon dan tanaman dapat dilakukan dengan mengajak siswa menanam di sekolah dalam pot ataupun dilahan yang tersedia, juga bersama-sama dengan pihak lain seperti dengan Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) untuk turut menjaga daerah-daerah aliran sungai, dengan dinas pertanaman untuk menanam di tanam-taman kota yang masih kurang tanamannya, dan tempat lain yang dapat dijangkau oleh sekolah serta dapat dengan mudah dilakukan monitoring pertumbuhan dan perawatannya.

Aksi tanam pohon dan tanaman dalam mitigasi perubahan iklim merupakan bagian penting, bagi siswa tingkat sekolah menengah pertama dapat dikaitkan dengan mata pelajaran maupun aksi estra kurikuler di sekolah.

Siswa SD dan Mahasiswa serta Rewalan menanam pohon di sepanjang sungai Ciapus Dok. DeTara Foundation 2. Bersepeda ke Sekolah

Gerakan untuk mengurangi emisi karbon dari buangan kendaraan dapat dilakukan melalui aksi bersepeda ke sekolah.

3. Gerakan Energi Hemat di Sekolah

Setiap penggunaan energi dari bahan bakar fosil , misalkan listrik dengan tenaga batu bara, gas, dan bensin/solar, menghasilkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, penghematan energi seringkali turut menurunkan emisi penyebab perubahan iklim. Sekolah dapat menjadi tempat yang sangat strategis untuk menerapkan hemat energi. Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan antara lain dengan mengajak siswa dan seluruh pendidik di sekolah melakukan gerakan hemat energi. Misalkan:

» Bagi sekolah yang menggunakan AC atau di lokasi yang membutuhkan penggunaan

AC maka ajakan untuk dan melakukan perawatan dan membersihkan AC secara teratur agar transfer panas lancar dan menghemat energi

» Mengganti bohlam lampu pijar dengan lampu LED yang lebih hemat energi

» Mematikan kipas angin dan AC saat meninggalkan ruangan

» Memberikan insulasi pada kamar dan tetap menutup jendela ketika AC sedang

dinyalakan. 4. Konsumsi Pangan Lokal

Salah satu upaya mengurangi emisi adalah dengan memperkenalkan dan menerapkan di sekolah konsumsi pangan lokal, terutama di tingkat SMP dapat dikaitkan dengan pelajaran energi, konsumsi energi yang tinggi dan besarnya emisi yang dihasilkan dari penggunaan transportasi untuk mendatangkan pangan impor menyebabkan pangan impor berkontribusi pada peningkatan emisi.

Aksi untuk menyajikan pangan lokal dalam setiap pertemuan dan acara di sekolah dapat menjadi salah satu kegiatan untuk mempromosikan pangan lokal yang sehat. Disamping itu penyajian pangan lokal yang menarik juga, dapat mendorong minat siswa untuk mengkonsumsi pangan tersebut, misalkan saja saat ini sudah banyak penggunaan

bahan pangan lokal dalam makanan ala eropa, misalkan brownis singkong, atau kue tart dari ubi jalar dengan tampilan yang menarik tidak kalah dengan kue dari luar yang berbahan baku terigu. Seperti diketahui gandum sebagai bahan baku terigu tidak banyak diproduksi di Indonesia, sebagian besar didatangkan dari Amerika dan negara lain seperti Cina dan Uni Eropa. Menurut data tahun 2010/2011 Indonesia mengimpor gandum sebesar 6.6 juta ton, termasuk salah satu pengimpor gandum terbesar dunia. Promosi pangan lokal ini diharapkan dapat turut mendorong kreativitas dan pola pikir generasi ke depan untuk mencari solusi-solusi yang turut mengurangi emisi GRK dari berbagai aspek termasuk pangan.

5. Penerapan Pengelolaan Sampah dengan 3R di Sekolah

Prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle (Mengurangi, Menggunakan ulang, Mendaur ulang) dalam pengelolaan sampah menjadi salah satu upaya nyata mitigasi perubahan iklim yang dapat langsung diterapkan sekolah-sekolah. Pengelolaan dengan 3R diharapkan dapat mengurangi emisi gas metan yang dihasilkan dari sampah organik. Penggunaan bahan baku daur ulang untuk melahirkan produk baru terbukti menggunakan sedikit energi dibandingkan menggunakan bahan baku alam, sehingga dapat mendorong penghematan energi dari fosil.

Penerapan pengelolaan sampah 3R di sekolah, dapat dimulai dengan membiasakan siswa, pendidik dan seluruh elemen sekolah untuk memilah sampah organik dan anorganik termasuk limbah memisahkan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) seperti bekas tinta printer, batu batere. Mengajarkan keahlian dalam mendaur ulang, menerapkan praktek langsung dalam keseharian di sekolah, dan penyediaan sarana dan prasana yang tidak memberatkan anggaran sekolah., antara lain :

» Penyediaan tempat sampah terpisah (organik, anorganik) , bisa dengan

memanfaatkan tong bekas cat atau ban bekas yang dibuang, atau bekerjasama dengan Dinas Kebersihan untuk membantu penyediaan tempat sampah di sekolah atau dekat sekolah.

» Menggunakan kertas bekas soal dan ujian untuk dijadikan amplop, dibuat bubur

kertas untuk kertas daur ulang sebagai bahan praktek siswa, atau kerjasama dengan pihak pengelola daur ulang kertas.

» Menyediakan komposter untuk mengolah sampah organik yang skalanya disesuaikan

dengan potensi sampah organik di sekolah

» Membiasakan siswa dan guru untuk mengurangi plastik kemasan

» Menerapkan pembiasaan untuk membawa botol minum ke sekolah, untuk

mengurangi sampah plastik atau botol dari air kemasan.

» Melakukan praktek-praktek pembelajaran dengan siswa sesuai kondisi dan

lingkungan sekitar, misalkan saja bagi siswa yang lokasinya dengan kawasan danau atau perairan tawar yang banyak menghasilkan eceng gondok maka praktek untuk memanfaatkan sampah eceng gondok menjadi biogas menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah.

» Melakukan aksi “Operasi Semut” mengumpulkan sampah plastik lingkungan sekolah

dan sekitarnya sebagai salah satu ajakan juga bagi masyarakat sekitar untuk memilah sampah.

» Membawa dan menyebarluaskan penggunaan kantong belanja daur pakai (kantong dari kain bekas) bukan hanya untuk mengurangi sampah plastik saja, namun juga dapat membangkitkan kreativitas.

» Dan masih banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan mulai dari keseharian di

lingkungan sekolah dan rumah. 6. Kompetisi Inovasi Energi Terbaharukan

Untuk siswa tingkatan SMA/SMK,sekolah dapat melakukan kegiatan yang dapat memunculkan inovasi baru terkait dengan alternatif energi terbaharukan, misalkan saja melalui kompetisi di Kelompok Ilmiah Remaja di sekolah. Di beberapa tempat sebagai contoh siswa SMA/SMK sudah banyak yang mulai melakukan kegiatan kajian dan praktek pembuatan etanol dari limbah pabrik tahu; etanol dari limbah nenas, dll., biogas skala rumah tangga. Sebagian siswa ada berkat dukungan dari sekolah, ada yang telah mengikuti perlombaan yang diselenggarakan oleh berbagai pihak seperti Yayasan Pembangunan Berkelanjutan setiap tahun menyelenggarakan Climate Smart Leader (CSL) untuk menjaring kelompok siswa-siswa yang memiliki inovasi dalam perbaikan lingkungan terutama terkait perubahan iklim(link:www.climatesmartleaders.net).

Bagi sekolah-sekolah yang telah menerapkan program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan, dimana Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mempromosikannya melalui Program Sekolah Adiwiyata, aksi-aksi yang terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim umumnya sudah banyak dilakukan. Namun tentunya, masih banyak sekali aksi-aksi yang dapat dilakukan di sekolah dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Diharapkan aksi-aksi tersebut dapat menumbuhkan serta menanamkan nilai-nilai yang kuat pada setiap individu di sekolah untuk selalu bertanggungjawab terhadap setiap tindakan yang berpengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

BAB 6

PENUTUP

Mengatasi perubahan iklim global dan lokal merupakan salah satu tantangan terbesar bagi generasi sekarang dan mendatang. Langkah-langkah yang tepat untuk menghentikan atau memperlambat perubahan iklim harus dilakukan oleh berbagai pihak dengan tindakan cepat dan efektif oleh setiap negara termasuk Indonesia. Tindakan di setiap negara memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk institusi sekolah sebagai lembaga pendidikan. Peran pendidikan dalam perubahan iklim yang ditegaskan dalam artikel 6 Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), pada artikel 6 (b.i.) menekankan perlunya mengembangkan dan melaksanakan program-program pendidikan dan latihan, termasuk penguatan lembaga-lembaga pendidikan dan latihan, termasuk pelatihan para pengajar di negara berkembang untuk perubahan iklim.

Hal tersebut selaras dengan peran strategis dunia pendidikan dalam membekali generasi sekarang dan mendatang dengan pengetahuan terkait perubahan iklim, agar dapat menumbuhkan kesadaran dan memunculkan prilaku yang dapat mencegah dan mengatasi dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terus terjadi. Peran strategis guru/pendidik dalam mengatasi perubahan iklim harus ditunjang dengan informasi,pengetahuan dan media pembelajaran, kehadiran buku suplemen ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran topik perubahan iklim bagi guru di tingkat sekolah menengah pertama khususnya.

Semakin banyak guru beserta sekolah yang bergerak untuk mengatasi dan mencegah terjadinya perubahan iklim diharapkan ancaman dan resiko dampak-dampak yang akan terjadi dapat dihindari, misalkan saja bila di sekolah-sekolah rawan bencana banjir, tsunami, dll. Melalui pengetahuan mitigasi bencana serta jalur evakuasi sekolah diharapkan dapat mengurangi resiko kerusakan dan korban. Peningkatan pengetahuan terhadap perubahan iklim serta metoda efektif yang diterapkan guru kepada siswa tentunya akan menumbuhkan kesadaran dan perubahan prilaku yang akan terus melekat dalam diri para peserta didik sampai dewasa dan ini akan sangat untuk berkontribusi untuk mencapai terwujudnya pembangunan berkelanjutan di di masa sekarang dan mendatang.

PUSTAKA

Alvin, A. dkk. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. BMKG

Anonimous. 2011. Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia. DNPI-Dewan Nasional Perubahan Iklim

Dampak Perubahan Iklim. Sumber : http://www.perubahaniklim.net/climatekit/

Hutan Gambut. Sumber : http://ekologi-hutan.blogspot.com/2011/10/ekosistem-hutan-gambut. html

Ismi Hadad. 2010. Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan. Prisma Vol. 29 No.2. April 2010.

Kenya Medical Research Institute [KEMRI] (2010, January 4). Warmer temperatures spreading malaria in Afric. The Ecologist. Retrieved January 11, 2011 fromhttp://www.theecologist.org/News/ news_round_up/391702/warmer_temperatures_spreading_malaria_in_africa.html

Perubahan Iklim dan Dampaknya . Sumber : http://infoenergi.wordpress.com

Rani Moediarta dan Stalker,P. 2007. Sisi lain Perubahan Iklim : Mengapa Indonesia harus Melindungi untuk Rakyat Miskin. UNDP.

Reed, S. Environment and Security (2007, August). Climate Institute. Retrieved January 11, 2011 from

Shah, A. (2010, June 1). Nepal’s First Climate Refugee Village in Mustang. Nepali Times 511. Retrieved January 11, 2011 http://chimalaya.org/2010/06/01/nepals-first-climate-refugee-village- in-mustang/

Sumber belajar perubahan iklim http://www.earthwatch.org/europe/get_involved/involved_learning/ learning_resources/resources_climatechange/

Tebtebba, Indigenous Peoples’ International Centre for Policy. 2008. Panduan tentang Perubahan Iklim dan Masyarakat Adat. Sumber : http://dte.gn.apc.org, dte@gn.apc.org

Tusy A Adibroto dkk. . IPTEK UNTUK ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM: Kajian Kebutuhan Tema Riset Prioritas. Dewan Riset Nasional. Sumber : www.drn.id

University of Texas Medical Branch at Galveston (2009, February 9). Role Of Climate Change In Disease Spread Examined. ScienceDaily. Retrieved January 11, 2011 fromhttp://www.sciencedaily. com/releases/2009/02/090205142203.htm

Vennila Govindaswamy. 2006. Importance of Environmental Education for Sustainable Development. Head of the department, Department of civil engineering, K.s.Rangasamy college of technology, tiruchengode, Tamilnadu http://www.radarlampung.co.id/read/pendidikan/48493-pendidikan-perubahan-iklim http://www.rumahiklim.org http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca http://indosmarin.com/20080902-dampak-perubahan-iklim-negara-“coral-triangle”-ambil- antisipasi.html http://unfccc.int/files/meetings/cop_13/press/application/pdf/sekilas_tentang_perubahan_iklim.pdf (Link: http://www.menlh.go.id, http://www.unfccc.int)

http://www.climate.org/topics/environmental-security/index.html http://www.dephut.go.id/INFORMASI/LITBANG/IFCA/Pengurangan.htm http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=crisis-in-the-drylands

GLOSARIUM

Adaptasi (Adaptation) Tindakan penyesuaian oleh sistem alam atau manusia yang berupaya mengurangi kerusakan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Aforestasi (Afforestation ) Penanaman atau penghutanan kembali suatu lahan yang sebelumnya tidak berhutan.

Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa

Bahan bakar nabati (Biofuels) Bahan bakar yang diperoleh dari sumber tumbuhan yang dapat diperbaharui baik dalam bentuk padat maupun cair. Tumbuhan penghasil biofuel yang berkaitan dengan deforestasi termasuk kelapa sawit, tebu dan kedelai.

Deforestasi (Deforestation) Perubahan lahan yang semula berhutan menjadi lahan tanpa tegakan pohon.

Efek Rumah Kaca (Green house effect) Efek yang ditimbulkan GRK ketika gas-gas seperti CO menahan radiasi balik matahari yang dipancarkan bumi dalam bentuk panas sehingga memanaskan atmosfer bumi.

Ekosistem (Ecosystem) Sistem kehidupan yang terdiri dari faktor-faktor yang hidup (biotic) dan yang tak hidup (abiotic) yang telah mencapai keseimbangan yang mantap. Emisi antropogenik (Anthropogenic emissions ) Emisi GRK yang dikaitkan dengan kegiatan manusia, seperti deforestasi

Dalam dokumen Suplemen Pembelajaran Perubahan Iklim un (Halaman 52-76)

Dokumen terkait