• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi ke dalam Sistem Kesehatan

Dalam dokumen ringkasan desk review publish (Halaman 48-51)

Bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa dalam penanggulangan HIV dan AIDS, penguatan sistem kesehatan sangat diperlukan. Selain itu, di semua wilayah yang dikunjungi menunjukkan bahwa integrasi dan penguatan dalam internal lembaga penyedia layanan, seperti antar unit dalam rumah sakit juga mutlak dilakukan; penguatan hanya satu bagian yang terkait klinik misalnya, dengan melupakan bagian administrasi/pendaftaran bisa

12

34

menjadi faktor yang menyebabkan kunjungan penasun rendah. Masih di tingkat lembaga misalnya, pendekatan, penguatan, dan pengintegrasian antar bagian/sektor dalam lembaga menjadi sangat penting, misalnya kalau selama ini yang berperan penuh adalah bagian atau Subdit AIDS maka kerjasama dengan bagian umum, farmasi dan bidang lainnya mendesak dilakukan. Kerjasama dan pengintegrasian ini tentunya tidak akan bisa serta merta dan akan melalui jalan panjang mulai dari perencanaan program, perencanaan penganggaran, implementasi dan juga monitoring dan evaluasinya.

Secara konseptual, pengintegrasian program HIV ke layanan IMS dengan layanan kesehatan terkait misalnya kesehatan reproduksi; layanan PMTCT ke dalam layanan KIA; penyediaan layanan TB/HIV sudah bisa diterima, namun untuk menjamin kesinambungan pengobatan, integrasi perawatan infeksi oportunistik sebagai bagian dari pengelolaan penyakit-penyakit kronis melalui skema asuransi pemerintah telah diinisiasi oleh beberapa daerah, misalnya Jamkesda untuk HIV dan AIDS di Jawa Timur; penguatan SDM melalui pengembangan pelatihan dan insentif petugas kesehatan untuk program HIV di Bali; penguatan sistem informasi kesehatan, infrastruktur dan manajemen logistik yang memberikan peningkatan dampak kesehatan secara luas di Jakarta; penguatan dukungan untuk OHDA melalui perawatan berbasis masyarakat dan perawatan (di Jakarta).

Terkait kualitas layanan, kebijakan soal jaminan kualitas layanan program perawatan dan pengobatan telah dikembangkan. KPAN dalam SRAN 2010-2014 sudah memberikan panduan strategik untuk pencapaian ini, yaitu melalui (1) peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas untuk memenuhi ketersediaan layanan yang bersahabat dan sesuai kebutuhan ODHA; (2) menjamin ketersediaan dukungan logistik untuk obat-obat esensial yang diperlukan dalam pengobatan terkait HIV dan AIDS; (3) peningkatan peran layanan berbasis masyarakat untuk melengkapi layanan yang telah disediakan oleh pemerintah (SRAN 2010-2014: Hal 24). Dalam kenyataannya, panduan strategik tinggal menjadi panduan saja mengingat ke erhasila ya e gasu sika kepatuha Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di daerah untuk melaksanakannya dalam program kerja

ereka. Te ua di ilayah pe elitia e u jukka ah a kepatuha i i sulit dite uka

35

Di sektor kesehatan secara lebih luas, jalur integrasi yang bisa ditempuh adalah melalui indikator pencapaian bidang kesehatan yang tercantum dalam Standard Pelayanan Minimum (SPM) di dinas kesehatan kabupaten/kota yang meliputi: 1. Pelayanan Kesehatan Dasar (18 indikator), 2. Pelayanan Kesehatan Rujukan (2 indikator), 3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa/KLB (1 indikator), 4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Di wilayah yang dikunjungi, penanggulangan HIV dan AIDS belum termasuk dalam indikator SPM ini. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi HIV dan AIDS dalam layanan kesehatan masih perlu banyak perjuangan.

Upaya pencegahan yang dilaksanakan di wilayah penelitian sangat beragam, mulai dari distribusi materi KIE, pembagian bahan material pencegahan seperti kondom, pelicin dan jarum suntik sudah dilakukan sampai komponen pemberdayaan lingkungan agar program mendapat dukungan dari berbagai pihak. Data anekdotal dari informan melaporkan hasil yang mengembirakan, seperti upaya pencegahan melalui jarum suntik dapat mengurangi pemakaian jarum suntik bergantian dan mendorong pecandu menggunakan jarum dan peralatan seteril. Namun, yang masih menjadi tantangan dalam dua dekade ini, sekalipun berbagai jenis intervensi mulai dari penjangkauan individual, kelompok, sampai intervensi struktural telah dilakukan, konsistensi pemakaian kondom dalam hubungan seks berisiko

ko siste re dah.

Komponen lain yang perlu diperhatikan adalah komponen penjangkauan dan pendampingan. Di akhir 1990an, program penjangkauan individual mendominasi komponen

pe egaha . Biaya ter esar dala strategi i i ialah gaji u tuk petugas outreach . Di

pertengahan tahun 2000an, ketika model estimasi populasi berisiko menunjukkan bahwa cakupan (coverage) jumlah populasi kunci menjadi kunci dalam penanggulangan epidemi, efektivitas penjangkauan individual dalam meningkatkan cakupan program dipertanyakan. Sekarang penjangkauan atau pendampingan Minimnya Program Penjangkauan dan Pendampingan saat ini bisa menurunkan kualitas program. Sejak kasus AIDS pertama di Indonesia tahun 1987 di Bali dan meningkatnya penemuan kasus tidak terlepas dari upaya pendampingan dan penjangkauan oleh kelompok masyarakat sipil. Seperti kasus di Bali, penjangkauan dan pendampingan dipelopori oleh Yayasan Kerthi Praja untuk WPS dan Yayasan Citra Usadha Indonesia untuk homoseksual. Selanjutnya Yayasan Hati-hati memulai menjangkau kelompok IDU.

36

Sejalan dengan perkembangan program, strategi dan pendekatan kegiatan penjangkauan dan pendampingan selalu mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak. Saat ini kegiatan lapangan dikoordinir oleh Community Organizer karena fokus perhatian bukan hanya individu, namun juga lingkungan atau komunitas dimana kelompok kunci tinggal/beraktivitas. Metode penjangkauan dan pendampingan masih menggunakan kerangka komunikasi, infomasi dan edukasi (KIE), baik melalui pendistribusian materi pencegahan, pendampingan dan advokasi untuk layanan publik termasuk rujukan ke layananan kesehatan. Bentuk dan pola program KIE dengan memanfaatkan penyuluhan masal dan edutainment menjadi pilihan saat ini untuk e gejar target akupa progra . Progam pengobatan, Dukungan dan Perawatan ODHA saat ini sudah menunjukkan kemajuan. Rumah sakit dan puskesmas dan klinik layanan meningkat pesat jumlahnya sejalan dengan meningkatnya temuan kasus. Berbagai kebijakan dibuat untuk memperbaiki penyediaan layanan. Beberapa hal yang masih ada kesenjangaan terkait PDP adalah masalah akses ke pelayanan, SDM, Penyedia Layanan, dan Pendanaan. Isu utamanya adalah masalah kecukupan, kemerataan dan kualitas. Sedangkan untuk pendanaan adalah masalah sumber dana, peruntukan, dan kecukupan. Selain itu masalah yang timbul dalam PDP adalah sitgma dan diskriminasi yang dialami ODHA dan populasi kunci.

Pemerintah telah berusaha untuk menyediakan layanan dan mendorong kemudahan akses para klien. Hanya saja hal ini masih ada kesenjangan dalam hal akses karena; 1. Bias geografi dan tempat layanan. Umumnya layanan ada di kota besar dan di wilayah yang ada donornya. 2. Kendala akses disebabkan karena program oriented bukan pada client oriented. Seringkali layanan tersedia baik ketika masih mendapat dukungan dari donor dan menjadi program, tetapi ketika tidak ada donor layanan jadi sulit diakses bahkan seringkali tutup.

Dalam dokumen ringkasan desk review publish (Halaman 48-51)

Dokumen terkait