• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. POLA MENGGAJAR DI YAYASAN TALI KASIH MEDAN

4.2. Interaksi Antara Guru dengan Guru

Hubungan yang kondusif juga harus mampu diciptakan oleh sesama guru disekolah ini. Kerja sama antara guru selalu yang diutamakan agar sistem dan proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik. Sikap profesional harus ditunjukan oleh guru dalam arti tidak membawa urusan pribadi kedalam sekolah.

Disekolah ini sangat sering terlihat antara guru saling membantu dan saling memotivasi. Sikap anak autis yang bermacam-macam terkadang membuat guru harus saling membantu dalam mengatasinya. Rasa saling peduli yang selalu ditunjukan oleh guru diyayasan ini Karena mereka tau betapa sulitnya mengajar anak autis dan memahami setiap kemauan dan sikapnya yang harus di ikuti.

Gambar 4.2.1

Gambar diatas terlihat guru yang sedang membujuk seorang anak didik untuk mau belajar. Awalnya pak Herman berusaha dan membujuk anak tersebut untuk belajar tetapi anak tersebut menolak untuk belajar dan mau pulang. Ibu Endang yang awalnyanya sedang mengajar anak didiknya, harus meninggalkan sebentar anak didiknya karena melihat pak Herman sangat kesusahaan dalam mengatasi anak tersebut. Kedua guru inipun saling berusaha menenangkan anak didik tersebut hingga anak tersebut mau kembali masuk kedalam kelas dan belajar. Kerjasama yang diperlihatkan kedua guru ini menunjukan kepedulian yang sangat baik, karena ibu Endang baru masuk keruangannya sampai anak didik pak Herman mau masuk kelas dan belajar.

Kerjasama seorang guru juga pernah terdengar saya pada saat seorang guru mengeluh anak didiknya terhadap seorang guru lainnya. guru tersebutpun megeluh seperti ini (Agustini, 30 tahun):

“agak susah bu ngajar si riski ini selain dia lasaknya luar biasa, susah kali diajak belajar, jadi kebanyakaan saya ajak bermain biar dia merasa tertarik belajar sama saya”.

Guru yang mendengar keluhan tersebut langsung merespon tanggapan guru yang mengalami kesulitan tersebut dan memberikan arahan dan motivasi terhadapnya. Berbagai cara diterangkan terhadap guru yang mengalami kesulitan tersebut, bertepatan guru yang memberi solusi ini adalah guru yang lebih lama mengajar disekolah ini. Terlihat guru yang mengalami kesulitan tersebut merasa lebih semangat atas respon yang diberikan guru yang memberikan masukan.

Komunikasi yang baik juga diperlihatkan oleh sesama guru, selama masi didalam sekolah mereka selalu menggunakan bahasa yang sopan dan bahasa yang baku, kedisiplinan mereka dalam berbicara bertujuan juga untuk memberikan pengaruh baik terhadap anak autis yang melihat dan mendengar. Setiap waktu istirahat makan siang, guru selalu melakukannya secara bersama di ruang istrahat yang ada disekolah. Kebersamaan mereka makan juga disertai cerita-cerita bahkan bercanda kecil terhadap sesama guru.

Sering juga terlihat keakraban antara guru diselah-selah istirahat guru dengan membicarakan hal lain di luar dari masalah sekolah. Seperti terdengar oleh saya

“bu, kemarin saya beli bahan kebaya disentral 400 ribu bahan nya bagus, tapi belum tau modelnya bikin seperti apa, tambah lagi biaya jahit 500 ribu lebih mahal dari bahannya”.

Respon yang baikpun langsung ditunjukan oleh guru yang lainnya. Pembicaraan mereka terus berlanjut hingga menemukan solusi bagaimana model baju yang hendak dijahit serta dimana toko jahit yang yang murah. Sering sekali kegiatan para yang lain diluar sekolah menjadi topik pembicaraan mereka pada saat jam-jam istirahat. Mereka selalu menunjukan kebersaman dalam menyelesaikan masalah dan menanggapi setiap pembicaraan antara satu guru dengan guru lainnya.

Berbeda dengan sekolah lainnya, disekolah ini sangat sulit diberikan izin terhadap guru untuk keluar dari sekolah untuk melakukan kegiatan lain terkecuali sakit untuk berobat. Hal ini dikarenakan anak autis yang diajarkan tidak boleh sering-sering diajarkan oleh guru yang berbeda-beda karena dapat menggangu kenyamanan dari anak tersebut. Jadi seorang guru harus menyelesaikan proses belajar anak dahulu baru bisa di izinkan oleh pihak kepala sekolah untuk keluar itupun harus dengan alasan yang pasti dan urusan yang sangat penting.

Selama saya melakukan kegiatan penelitian disana tidak ada guru yang berani bolos keluar sekolah ataupun izin sesuka-sukanya untuk melakukan kegiatan diluar sekolah. Kedisiplin guru untuk menanggung jawab setiap anak didiknya harus memiliki target terhadap kesembuhan anak autis. Diberikan target 1 hingga 2 tahun untuk seorang guru dalam proses penyembuhan anak kearah yang lebih baik. Sehingga sesama guru disini selalu mencari metode baru dan bekerjasama terhadap anak autis terutama anak yang sangat sulit untuk diajarkan.

Setiap akhir bulan sekolah ini wajib melakukan kegiataan diluar sekolah selain meningkatkan wawasan anak tentang wawasan diluar sekolah, kegiatan ini juga membantu hubungan yang baik terhadap sesama guru dalam menjaga anak secara bersama-sama. Kesempatan ini juga dimanfaatkan guru juga sebagai kegiatan berlibur bersama antara guru dengan guru dan murid dengan murid juga.

Seorang guru pernah bercerita kepada saya tentang kegiatan mereka dalam mengikuti kegiatan diakhir bulan(Endang, 37 tahun).

“kalau udah akhir bulan dek kami semua guru kerja keraslah menjaga anak ini semua, apalagi anak autis ini kalau diajak jalan-jalan keluar ada saja permasalahan yang muncul seperti nangis terus lah mau minta pulang, harus mau yang itu dan ini, jadi harus ekstra kerjasamalah kami semua kalau ada murid yang bertingkah aneh”.

Kepedulian sesama guru tetap ditunjukan dan dilakukan terus dalam menciptakan Susana yang baik antara sesama guru. Setiap guru juga memiliki kekompakan dalam menggunakan pakaian setiap mereka melakukan kegiatan di luar sekolah atau jalan-jalan dengan anak autis. Pakaian mereka memang sudah ditentukan oleh sekolah sebagai wujud kerapian, keseragaman dan kebersamaan.

Dokumen terkait