• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.3 Interaksi Komponen Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan

5.3.1 Interaksi menurut lingkup usaha

Bila mengacu kepada model peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan revisi lanjutan sebagai model yang dinyatakan fit, maka interaksi ini secara langsung dibangun oleh empat komponen berupa konstruk yang terdiri dari internal usaha perikanan (LINT), eksternal usaha perikanan (LEX), industri non usaha perikanan (LIN), dan lingkup usaha perikanan (LU). Setiap konstruk tersebut berinteraksi dengan komponen lebih kecil yang disebutkan dengan dimensi konstruk. Setiap komponen yang mendapat pengaruh signifikan dari komponen lainnya dalam interaksinya, maka komponen tersebut menjadi indikator dari komponen yang mempengaruhinya sehingga perlu mendapat perhatian serius. Interaksi komponen ditunjukkan oleh nilai koefisien pengaruh

103 langsung, tidak langsung, dan total pengaruh. Untuk setiap pengaruh langsung yang mempunyai probabilitas < 0,05, maka pengaruh tersebut dianggap signifikan dalam interaksi.

Internal usaha perikanan (LINT) berpengaruh secara langsung terhadap lingkup usaha perikanan (LU), sumberdaya manusia (X11), modal (X12), pemasok (X31), dan teknologi (X13) masing-masing dengan koefisien – 0,167, - 0,079, -0,039, 1,993, dan 1,000. Koefisien pengaruh LINT terhadap X11, dan X12 adalah negatif, hal ini menunjukkan bahwa jika usaha perikanan secara internal sudah kuat dan mapan, maka kebutuhan terhadap sumberdaya manusia, modal, dan teknologi akan dapat dikurangi dan orientasi dapat dialihkan kepada hal lainnya. Dengan kata lain kondisi ini menggambarkan bahwa usaha perikanan sudah mengalami kejenuhan, sehingga apabila terus ditingkatkan dapat menyebabkan terganggunya keberlanjutan sumberdaya yang akan berakhir dengan menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Sebaliknya koefisien pengaruh LINT terhadap X31 yang positif menunjukkan bahwa jika usaha perikanan secara internal sudah kuat dan mapan, maka kebutuhan terhadap bahan baku dari pemasok semakin tinggi. Dalam kaitan dengan kesejahteraan nelayan, maka nelayan dapat menjadi mitra usaha perikanan dalam memasok bahan baku yang dibutuhkan usaha perikanan atau penyedia produk segar bagi usaha perikanan pendistribusi ikan-ikan segar.

Yusuf (2004) menyatakan bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan dan memacu tingkat pemanfaatan potensi perikanan sudah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan yang tentunya dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan nelayan sebagai faktor penentu dalam usaha penangkapan ikan. Langkah tersebut diwujudkan melalui teknologi penangkapan ikan (motorisasi dan alat tangkap), upaya peningkatan ekspor komoditas perikanan, memasyarakatkan makan ikan dan pemberdayaan masyarakat pesisir (PEMP).

104

Tabel 42 Nilai koefisien pengaruh langsung (PL), tidak langsung (PTL), dan pengaruh total (PT) dalam interaksi lingkungan internal (LINT) pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak

Langsung Pengaruh Total

LU -0,167 0 -0,167 KOT 0 0,042 0,042 TKP 0 0,007 0,007 BDY 0 0,051 0,051 X22 0 0 0 PROS 0 0,599 0,599 X41 0 -0,167 -0.167 X83 0 0 0 KN 0 -0,179 -0,179 X61 0 0,051 0,051 X63 0 0,144 0,144 X81 0 0 0 X82 0 0 0 X53 0 0,02 0,02 X52 0 0,06 0,06 X51 0 0,007 0,007 X34 0 0 0 X33 0 0 0 X23 0 0 0 X11 -0,079 -0,036 -0,115 X13 1 0 1 X73 0 0,107 0,107 Y11 0 -0,179 -0,179 Y14 0 -0,182 -0,182 Y12 0 -0,036 -0,036 X71 0 0,599 0,599 X91 0 0,012 0,012 X92 0 0,042 0.042 X31 1,993 0 1,993 X42 0 -0,354 -0,354 X21 0 0 0 X12 -0,039 0 -0,039

Namun bila melihat probabilitas (P) pengaruh internal usaha perikanan (LINT) terhadap keempat komponen tersebut (Tabel 43), maka tidak ada satupun pengaruh dengan probabilitas (P) < 0,05 atau dengan kata lain tidak ada yang signifikan. Terkait dengan ini, maka komponen tersebut tidak ada yang menjadi indikator dalam berbagai interaksi internal usaha perikanan (LINT). Implikasinya, maka berbagai upaya yang melibatkan keempat komponen tersebut di Kabupaten

105 Rokan Hilir Provinsi Riau termasuk upaya menjalin mitra usaha perikanan dengan nelayan tidak akan berpengaruh nyata dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, sehingga hal ini tidak mutlak harus diperhatikan.

Tabel 43 Probabilitas pengaruh interaksi lingkungan internal usaha perikanan pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Estimate S.E C.R. P Label LU  LINT -0,167 0,431 -0,387 0,699 par-27

X13  LINT 1,000 Fix

X11  LINT -0,079 0,257 -0,307 0,759 par-4 X12  LINT -0,039 0,265 -0,148 0,882 par-5 X31  LINT 1,993 2,100 0,949 0,343 par-42

Untuk pengaruh tidak langsung, internal usaha perikanan (LINT) mempunyai 18 pengaruh tidak langsung terhadap komponen lainnya, yaitu berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), skala besar dari usaha perikanan (X41), kesejahteraan nelayan (KN), pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X61), income/pendapatan nelayan budidaya (X63),

income/pendapatan nelayan tangkap (X53), penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52), dan pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X51), sumberdaya manusia (X11), income/pendapatan nelayan pengolah (X73), pendapatan (Y11), lapangan kerja (Y14), pendidikan (Y12), pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan (X71), perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi (X91), dan skala kecil dari usaha perikanan (X42). Dari 18 pengaruh tersebut, kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) dan pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan (X71) dipengaruhi positif tidak langsung paling tinggi dengan koefisien masing-masing 0,599 dan 0,599. Kesejahteraan nelayan (KN), pendapatan (Y11), lapangan kerja (Y12), pertumbuhan perikanan tangkap (X41), dan skala kecil dari usaha perikanan (X42) dipengaruhi secara negatif dengan koefisien masing-masing -0,179, -0,179, -0,182, -0,167, dan -0,354. Hal ini menujukkan bahwa secara tidak langsung internal usaha perikanan yang baik dapat menciptakan kesenjangan bagi nelayan

106

dalam hal kesejahteraan, kesenjangan pendapatan, perbedaan mencolok dalam kesempatan pekerjaan, pertumbuhan usaha perikanan tangkap yang timpang, dan usaha perikanan dengan skala kecil diabaikan. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian khusus.

Tabel 44 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi LEX pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

PL PTL PT LU 0 1 1 KOT -0,251 0 -0,251 TKP -0,045 0 -0,045 BDY -0,305 0 -0,305 X22 0 0,782 0,782 PROS -3,59 0 -3,59 X41 0,653 0 0,653 X83 0 0 0 KN 1,075 0 1,075 X61 -0,305 0 -0,305 X63 -0,863 0 -0,863 X81 0,778 0 0,778 X82 0 0 0 X53 -0,119 0 -0,119 X52 -0,36 0 -0,36 X51 -0,045 0 -0,045 X34 0 0 0 X33 0 0 0 X23 0 5,758 5,758 X11 0,331 0 0,331 X13 0 0 0 X73 -0,643 0 -0,643 Y11 1,075 0 1,075 Y14 1,091 0 1,091 Y12 0,215 0 0,215 X71 -3,59 0 -3,59 X91 -0,07 0 -0,07 X92 -0,251 0 -0,251 X31 0 0 0 X42 2,121 0 2,121 X21 0 1 1 X12 0 0 0

Koefisien pengaruh total eksternal usaha perikanan (LEX) terhadap lingkup usaha perikanan (LU), kondisi ekonomi (X21), kondisi budaya (X22), dan regulasi (X23) masing-masing 1,000, 1,000, 0,782, dan 5,758. Keempat pengaruh

107 total tersebut bersifat positif, dan pengaruh terhadap regulasi termasuk paling tinggi. Hal ini dapat dipahami karena regulasi yang ada sangat menentukan maju dan berkembangnya usaha perikanan. Bila regulasi yang ada selalu berubah-ubah dan tidak bersahabat, maka lingkup usaha ataupun kegiatan usaha perikanan secara keseluruhan dapat terpuruk, sedangkan bila sebaiknya maka usaha perikanan akan dapat berkembang dengan pesat dan stabil.

Komitmen yang tinggi dan konsisten dalam menegakkan peraturan hukum yang berlaku agar dapat menghindari terjadinya konflik-konflik sosial dan ekonomi. Kearifan lokal harus dapat diakomodir sebagai salah satu pranata hukum BAPPENAS (2004). Sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi diharapkan mampu berkembang, sehingga dapat meningkatkan laju kontribusinya terhadap ekonomi nasional, pertumbuhan sektor perikanan perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.

Lubis (1983) menyatakan bahwa pembangunan perikanan diarahkan untuk mencapai 5 (lima) sasaran pokok yang harus diusahakan untuk dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu:

1) Meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan melalui peningkatan pendapatan

2) Meningkatkan produksi dan produktivitas usaha nelayan dan pembudidaya ikan sebagai sarana untuk mencapai peningkatan pendapatan

3) Meningkatkan konsumsi ikan, terutama di kalangan masyarakat pedesaan dalam rangka perbaikan gizi makanan rakyat dan menunjang pemasaran hasil perikanan melalui program masyarakat makan ikan

4) Meningkatkan peranan sektor perikanan sebagai penghasil devisa negara dari komoditi non migas dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor komoditi hasil perikanan

5) Meningkatkan pengendalian dan pengawasan kegiatan perikanan sebagai upaya untuk dapat mengurangi sekecil mungkin kegiatan-kegiatan yang merugikan kepentingan sektor perikanan khususnya dan kepentingan bangsa dan negara pada umumnya.

108

Namun apakah pengaruh-pengaruh tersebut dianggap signifikan dalam interaksi berbagai komponen yang ada, dapat ditunjukkan oleh nilai probabilitas masing-masing interaksi yang disajikan pada Tabel 45.

Tabel 45 Probabilitas pengaruh interaksi LEX pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Estimate S.E C.R. P Label

LU  LEX 1,000 Fix

X21  LEX 1,000 Fix

X22  LEX 0,782 0,302 2,593 0,010 par-6 X23  LEX 5,758 1,719 3,350 0,001 par-7

Pengaruh total eksternal usaha perikanan (LEX) terhadap kondisi budaya (X23) dan regulasi (X22) bersifat signifikan karena pengaruh langsung mempunyai probabilitas (P) < 0,05, yaitu masing 0,010 dan 0,001 (Tabel 45). Lingkup usaha perikanan (LU) dan kondisi ekonomi (X21) tidak dipengaruh secara signifikan karena probabilitasnya tidak jelas (fix). Terkait dengan ini, maka kondisi budaya (X22) dan regulasi (X23) menjadi indikator penting dalam interaksi eksternal usaha perikanan (LEX). Semakin baik tata nilai budaya yang dikuti oleh masyarakat sekitar dan semakin kondusif regulasi yang ada, maka secara nyata lingkungan eksternal semakin mendukung usaha perikanan yang dapat mengangkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Dalam kehidupan masyarakat nelayan, kebudayaan umum lokal setempat sangat mempengaruhi aktivitas mereka dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan (Gertz 1992). Untuk itu, berbagai upaya pelestarian tata nilai budaya masyarakat dan penyempurnaan regulasi yang berpihak pada perikanan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau harus selalu didukung.

Kusnadi (2003) menyatakan bahwa secara konseptual program-program pemberdayaan masyarakat pesisir memiliki potensi yang cukup kuat untuk membantu dan mendorong perubahan struktural di dalam usaha perikanan tangkap dengan memperhatikan struktur sosial budaya lokal dan kontekstual dengan kebutuhan masyarakat nelayan. Program pemberdayaan harus menempatkan

109 masyarakat pesisir sebagai subyek untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi masyarakat.

Lingkup usaha perikanan (LU) dan sosial ekonomi (X21) yang tidak dipengaruhi secara signifikan memberi indikasi bahwa di lokasi, lingkup usaha dan kondisi ekonomi tidak mempunyai kaitan terlalu penting dengan pengaturan kondisi eksternal usaha perikanan, sehingga tidak harus selalu diperhatikan. Pengaruh tidak langsung ekstenal usaha perikanan (LEX) terhadap berbagai komponen yang terkait dengan peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan menunjukkan bahwa ada 19 komponen yang dipengaruhinya. Tabel 45 memperlihatkan pengaruh tidak langsung tersebut, yaitu kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), kegiatan

processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), skala besar dari usaha perikanan (X41), kesejahteraan nelayan (KN), pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X61), income/pendapatan nelayan budidaya (X63), infrastruktur yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat (X81), income/pendapatan nelayan tangkap (X53), penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52), dan pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X51), sumberdaya manusia (X11),

income/pendapatan nelayan pengolah (X73), pendapatan (Y11), lapangan kerja (Y14), pendidikan (Y12), pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan (X71), perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi (X91), dan skala kecil dari usaha perikanan (X42).

Diantara 19 komponen yang dipengaruhi ada 9 komponen yang dipengaruhi secara positif baik dari komponen utama (konstruk) maupun dimensi konstruk. Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi (X91) merupakan komponen yang dipengaruhi dengan koefisien paling tinggi, yaitu 3,975. Hal ini memberi indikasi bahwa kondisi eksternal usaha perikanan sangat tergantung meskipun tidak langsung dari kemudahan perijinan yang diberikan oleh Pemerintah Otonomi, seperti perijinan dalam peningkatan pengiriman barang, perijinan terkait rekrutmen tenaga kerja, perijinan dan pembelian bahan pendukung dan lainnya.

110

Tabel 46 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi LIN pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

PL PTL PT LU -0,366 0 -0,366 KOT -4,454 0,092 -4,362 TKP 0 -0,014 -0,014 BDY 0 0,091 0,091 X22 0 0 0 PROS 0 0,715 0,715 X41 0 -0,366 -0,366 X83 0 0 0 KN 0 0,626 0,626 X61 0 0,091 0,091 X63 0 0,258 0,258 X81 0 0 0 X82 0 0 0 X53 0 -0,036 -0,036 X52 0 -0,109 -0,109 X51 0 -0,014 -0,014 X34 0,601 0 0,601 X33 -3,980 0 -3,980 X23 0 0 0 X11 0 -0,078 -0,078 X13 0 0 0 X73 0 0,128 0,128 Y11 0 0,626 0,626 Y14 0 0,635 0,635 Y12 0 0,125 0,125 X71 0 0,715 0,715 X91 0 -1,219 -1,219 X92 0 -4,362 -4,362 X31 1 0 1 X42 0 -0,776 -0,776 X21 0 0 0 X12 0 0 0

Pada Tabel 46 menyajikan koefisien pengaruh langsung (PL), pengaruh tidak langsung (PTL), dan pengaruh total (PT) untuk setiap komponen yang berinteraksi dengan industri non usaha perikanan (LIN). Koefisien pengaruh tersebut merupakan respon interaksi berkaitan dengan model yang dikembangkan pada Bab IV, khususnya komponen model berupa industri non perikanan (LIN). Pada Tabel 46 terlihat bahwa industri non perikanan (LIN) berpengaruh secara langsung terhadap lingkup usaha perikanan (LU), kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT), pasar (X34), pesaing (X33), dan pemasok (X31) masing-masing

111 dengan koefisien -0,366, -4,454, 0,601, -0,980, dan 1,000. Dari semua pengaruh tersebut, pengaruh terhadap kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) merupakan pengaruh yang paling tinggi, namun bersifat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi industri-industri di luar perikanan dapat mempengaruhi secara negatif kewenangan Pemerintah Daerah (Otonomi), misalnya aksi industri non perikanan yang meminta pemerintah otonomi untuk membebaskan mereka untuk menerapkan sistem gaji sesuai dengan keinginan / kemampuan mereka. Bila hal ini terjadi dan tidak ada pembatasan upah minimal (UMR), maka dapat menutut daya beli masyarakat terutama terhadap bahan pokok termasuk terhadap produk dari usaha perikanan.

Tabel 47 Probabalitas pengaruh interaksi LIN pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Bila melihat nilai probabilitas pengaruh, maka tidak ada pengaruh industri non perikanan (LIN) yang berpengaruh signifikan terhadap komponen interaksinya, termasuk terhadap lingkup usaha perikanan (LU) dan kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) yang pengaruh negatif paling tinggi. Pada Tabel 47, probabilitas pengaruh industri non perikanan (LIN) terhadap lingkup usaha perikanan (LU), kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT), pasar (X34), pesaing (X33), dan pemasok (X31) berturut-turut adalah 0,252, 0,388, 0,404, tidak jelas (fix), dan 0,387. Terkait dengan ini, maka intervensi negatif industri di luar perikanan terhadap kewenangan pemerintah otonomi termasuk dalam menerapkan sistem gaji sesuai dengan keinginan mereka, kalaupun ada di Kabupaten Rokan Hilir, maka belum secara serius berdampak bagi pengembangan usaha perikanan guna mengangkat kesejahteraan nelayan.

Estimate S.E C.R. P Label LU  LIN -0,366 0,319 -1,145 0,252 par-14 KOT  LIN -4,454 5,165 -0,862 0,388 par-17 X34  LIN 0,601 0,721 0,834 0,404 par-20

X31  LIN 1,000 Fix

112

Dalam kaitan dengan interaksi ini, industri non perikanan (LIN) juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap 19 komponen lainnya. Dari pengaruh tersebut, adalah 10 pengaruh yang bersifat positif dan 9 pengaruh yang bersifat negatif. Pengaruh industri non perikanan (LIN) terhadap kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi (X92) merupakan pengaruh yang paling dominan, yaitu dengan koefisien -4,362. Sedangkan pengaruh total industri non perikanan (LIN) terhadap komponen lainnya berjumlah 23 pengaruh yang merupakan akumulasi dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsungnya. Pengaruh yang berjumlah 23 tersebut terbagi dalam 12 pengaruh yang bersifat positif dan 11 pengaruh yang bersifat negatif. Pengaruh total industri non perikanan terhadap pemasok (X31) merupakan pengaruh bersifat positif paling tinggi dan pengaruh terhadap kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi (X92) merupakan pengaruh bersifat negatif paling tinggi. Bila mengacu kepada model lanjutan (Gambar 11) yang dikembangkan pada Bab 4, maka interaksi yang terjadi dalam lingkup usaha perikanan yang melibatkan internal usaha perikanan (LINT), eksternal usaha perikanan (LEX), dan industri non usaha perikanan (LIN) dapat dirumuskan :

LU = -0,366 LINT + 1,000 LEX - 0,167 LIN + 0,010

Nilai koefisien pengaruh pada rumus tersebut menggambarkan bentuk interaksi yang terjadi diantara lingkup usaha perikanan dengan komponen utama yang terkait langsung (usaha perikanan (LINT), eksternal usaha perikanan (LEX), dan industri non usaha perikanan (LIN). Disamping nilai koefisien tersebut, signifikansi pengaruh dan sifat pengaruh yang dijelaskan pada bahasan sebelumnya juga merupakan gambaran urgensi respon bila interaksi tersebut dilakukan atau dipertahankan dalam kaitannya dengan pengelolaan usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir. Gambaran respon tersebut sangat berarti bagi peningkatan kesejahteraan nelayan melalui pengembangan usaha perikanan di lokasi.