• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.3 Interaksi Komponen Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan

5.3.2 Interaksi pada teknis operasional

Interaksi pada teknis operasional ini merupakan interaksi yang dibangun oleh berbagai kegiatan perikanan pada tataran teknis, seperti kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan

113

processing/pengolahan hasil perikanan (PROS). Pada model yang dihasilkan, ketiga kegiatan/konstruk tersebut menjadi pilar utama pengembangan interaksi teknis, sedangkan lingkup usaha perikanan (LU), kewenangan Pemerintah Pusat (KP), Kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT), dan kesejahteraan nelayan (KN) berinteraksi merespon kegiatan teknis tersebut.

Tabel 48 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi TKP pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

PL PTL PT LU 0 0 0 KOT 0 0 0 TKP 0 0 0 BDY 0 0 0 X22 0 0 0 PROS 0 0 0 X41 0 0 0 X83 0 0 0 KN 0,927 0 0,927 X61 0 0 0 X63 0 0 0 X81 0 0 0 X82 0 0 0 X53 2,649 0 2,649 X52 8,011 0 8,011 X51 1 0 1 X34 0 0 0 X33 0 0 0 X23 0 0 0 X11 0 0 0 X13 0 0 0 X73 0 0 0 Y11 0 0,927 0,927 Y14 0 0,941 0,941 Y12 0 0,186 0,186 X71 0 0 0 X91 0 0 0 X92 0 0 0 X31 0 0 0 X42 0 0 0 X21 0 0 0 X12 0 0 0

114

Disamping direspon atau dipengaruhi oleh komponen utama (konstruk), interaksi ini juga direpon oleh interaksi dimensi konstruk dengan konstruk, dan interaksi dimensi konstruk dengan dimensi konstruk lainnya pada konstruk lainnya. Hal ini merupakan gambaran berbagai interaksi yang terjadi terkait kegiatan perikanan pada teknis operasional di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Tabel 48 menyajikan koefisien pengaruh langsung (PL), pengaruh tidak langsung (PTL), dan pengaruh total (PT) untuk setiap komponen yang berinteraksi dengan kegiatan perikanan tangkap (TKP). Pada model fit yang dihasilkan terlihat bahwa kegiatan perikanan tangkap berinteraksi secara langsung dengan tiga komponen yang lebih kecil atau dimensi konstruk, yaitu pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap (X51), penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52), dan income/pendapatan nelayan tangkap (X53). Di samping itu, interaksi langsung juga terjadi dengan satu komponen utama berupa kesejahteraan nelayan (KN).

Tabel 48, kegiatan perikanan tangkap (TKP) berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan nelayan (KN) dengan koefisien 0,927, income/pendapatan nelayan tangkap (X53) dengan koefisien 2,649, penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52) dengan koefisien 8,011, dan pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap (X51) dengan koefisien 1,000. Dari pengaruh tersebut, pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52) merupakan pengaruh yang paling tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada teknis operasional kegiatan perikanan tangkap, pelibatan masyarakat nelayan dalam berbagai kegiatan penangkapan ikan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan perikanan yang ada. Hal ini dapat dipahami karena banyak nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau yang lebih suka ikutan kepada toke/juragan dengan armada yang lebih besar daripada mengusahakannya sendiri. Disamping karena tidak perlu menyiapkan biaya operasional sendiri, mereka beranggapan ikutan pada toke atau nelayan lain kecil resikonya.

Kebanyakan nelayan tidak terlalu mempermasalahkan hasil atau upah yang didapat yang penting bisa tetap bekerja. Hal terlihat ini juga terlihat dari interaksi

115 dalam model, yang mana kegiatan perikanan tangkap (TKP) mempengaruhi

income/pendapatan nelayan tangkap (X53) dengan koefisien 2,718 lebih kecil daripada terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52). Namun apakah pengaruh interaksi yang langsung tersebut bersifat signifikan atau tidak sehingga penting diperhatikan dalam operasional kegiatan perikanan tangkap dapat ditunjukkan oleh probabilitas pengaruh interaksi TKP pada Tabel 49.

Tabel 49 Probabalitas pengaruh interaksi TKP pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Estimate S.E C.R. P Label

KN  TKP 0,927 0,626 1,482 0,138 par-57

X51  TKP 1,000 Fix

X52  TKP 8,011 2,428 3,299 0,001 par-22 X53  TKP 2,649 0,815 3,252 0,001 par-23

Berdasarkan Tabel 49, pengaruh kegiatan perikanan tangkap (TKP) terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52) dan

income/pendapatan nelayan tangkap (X53) bersifat signifikan karena mempunyai probabilitas di bawah 0,05, yaitu masing-masing 0,001. Dengan demikian, maka kedua dimensi konstruk ini menjadi indikator konstruk kegiatan perikanan tangkap, sehingga penting dan harus diperhatikan dalam setiap pengembangan kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Sifat pengaruh yang signifikan tersebut memberi indikasi bahwa upaya positif yang dilakukan terhadap penyerapan tenaga kerja dan income/pendapatan nelayan pada kegiatan perikanan tangkap dapat secara nyata memberi pengaruh positif terhadap kesejahteraan nelayan, meskipun pengaruh yang diterima secara langsung tidak signifikan (P = 0,138).

Untuk pengaruh tidak langsung, kegiatan perikanan tangkap (TKP) mempengaruhi secara tidak langsung kesejahteraan nelayan secara umum melalui perbaikan pendapatan (Y11), penambahan kesempatan kerja (Y14), dan peningkatan kemampuan menyekolahkan anak/pendidikan (Y12), yang ditunjukkan oleh koefisien pengaruh masing-masing 0,927, 0,941, dan 0,186.

116

Pengaruh yang bersifat positif tersebut menunjukkan bahwa semakin sering operasional kegiatan perikanan tangkap dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, maka semakin meningkatkan pendapatan nelayan, kemudahan mendapat pekerjaan, kemampuan menyekolahkan anaknya. Diantara tiga pengaruh tidak langsung tersebut, pengaruh terhadap penambahan kesempatan kerja (Y14) paling tinggi (koefisien pengaruh = 0,941). Hal ini mungkin karena nelayan sangat membutuhkan pekerjaan sebelum yang lainnya terwujud.

Dahuri et al. (1996), menyatakan bahwa berkaitan dengan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, maka diperlukan adanya suatu kebijakan yang dapat ditempuh sehingga tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir akan tercapai. Secara umum, tujuan jangkan panjang tersebut adalah :

1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha

2) Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan

3) Peningkatan kemampuan masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan 4) Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah

pesisir dan lautan

Keempat tujuan jangka panjang tersebut harus senantiasa menjadi jiwa dari setiap pokok kebijakan yang akan diambil guna mensukseskan pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia.

Bila melihat pengaruhnya secara total, maka operasional kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir mempengaruhi 7 komponen lainnya. Adapun komponen yang dipengaruhi tersebut adalah kesejahteraan nelayan (KN)

income/pendapatan nelayan tangkap (X53), penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap (X52), dan pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap (X51), pendapatan (Y11), kesempatan kerja (Y14), dan pendidikan (Y12). Semua pengaruh total tersebut bersifat positif, dan hal ini mengindikasikan bahwa setiap upaya pengembangan yang berkaitan dengan operasional kegiatan perikanan tangkap selalu memberi dampak yang baik dalam interaksinya. Terkait dengan ini, maka tidak ada kekhawatiran bila kegiatan perikanan tangkap dikembangkan

117 terutama dalam aspek teknis operasional yang bersentuhan langsung dengan aktivitas masyarakat nelayan. Bila demikian, kita tinggal memilih kegiatan perikanan tangkap yang layak dalam hitungan finansial dan dibutuhkan masyarakat banyak.

Dalam kaitan dengan kegiatan perikanan budidaya (BDY), Tabel 50 memperlihatkan interaksinya dengan komponen lainnya. Kegiatan perikanan budidaya tidak begitu berkembang di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hal ini karena disamping Kabupaten Hilir mempunyai perairan yang luas, juga struktur tanah yang kurang bagus untuk pengembangan kegiatan perikanan budidaya. Secara langsung, operasional kegiatan budidaya di lokasi berpengaruh terhadap kesejahteraan nelayan (KN), pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X61), dan income/pendapatan nelayan budidaya masing-masing dengan koefisien 5,198, 1,000, dan 2,836. Semua pengaruh tersebut sifat positif yang menunjukkan setiap pengembangan kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Rokan Hilir terutama pada tataran operasional yang melibatkan masyarakat akan memberi dampak positif pada lingkungan sekitarnya.

Tabel 50 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi BDY pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Konstruk/ dimensi Konstruk PL PTL PT LU 0 0 0 KOT 0 0 0 TKP 0 0 0 BDY 0 0 0 X22 0 0 0 PROS 0 0 0 X41 0 0 0 X83 0 0 0 KN 5,198 0 5,198 X61 1 0 1 X63 2,836 0 2,836 X81 0 0 0 X82 0 0 0 X53 0 0 0 X52 0 0 0 X51 0 0 0 X34 0 0 0 X33 0 0 0 X23 0 0 0

118 Tabel 50 Lanjutan Konstruk/ dimensi Konstruk PL PTL PT X13 0 0 0 X73 0 0 0 Y11 0 5,198 5,198 Y14 0 5,277 5,277 Y12 0 1,041 1,041 X71 0 0 0 X91 0 0 0 X92 0 0 0 X31 0 0 0 X42 0 0 0 X21 0 0 0 X12 0 0 0

Tabel 51 menyajikan probabilitas pengaruh dari interaksi kegiatan perikanan budidaya secara langsung. Berdasarkan Tabel 51 tersebut, kegiatan perikanan budidaya (BDY) berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan nelayan (KN) dan income/pendapatan nelayan budidaya (X63) karena mempunyai probabilitas di bawah 0,005, yaitu masing-masing 0,011 dan 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kegiatan perikanan budidaya dengan koefisien 5,198 sangat nyata dan berarti dalam membantu peningkatan kesejahteraan nelayan secara umum di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Secara finansial, pengembangan tersebut terutama pada tataran operasional seperti penggunaan bibit unggul dan kemudahan pakan sangat dibutuhkan untuk membantu peningkatan pendapatan nelayan budidaya yang ada.

Tabel 51 Probabalitas pengaruh interaksi BDY pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Estimate S.E C.R. P Label

KN  BDY 5.198 2.040 2.548 0,011 par-16

X61  BDY 1.000 Fix

X63  BDY 2.836 1.133 2.503 0,012 par-11

Namun demikian, pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya misalnya dengan cara penambahan luasan kolam atau mobilisasi masyarakat pada usaha budidaya kurang begitu penting di lokasi karena jumlah anggota masyarakat yang tertarik pada kegiatan budidaya tidak begitu banyak seperti halnya pada kegiatan

119 perikanan tangkap. Hal ini ditunjukkan oleh probabilitas pengaruh kegiatan perikanan budidaya (BDY) terhadap pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya (X61) yang tidak jelas (fix). Sedangkan untuk mobilisasi/penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan budidaya ini juga sejak awal sudah dikeluarkan dari model karena korelasinya yang rendah.

Pada tataran teknis ini, kegiatan perikanan budidaya ini secara tidak langsung mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan (Y11), pendidikan (Y12), dan penyerapan tenaga kerja (Y14) masing-masing dengan koefisien 5,198, 5,277, dan 1,041. Ketiga komponen ini merupakan dimensi konstruk dari komponen kesejahteraan nelayan. Terkait dengan ini, maka pengembangan kegiatan perikanan budidaya sangat membantu peningkatan kesejahteraan nelayan secara umum dalam aspek pendapatan, pendidikan anak, dan pekerjaan, meskipun secara langsung tidak semuanya dipengaruhi. Adanya pengaruh langsung dan tidak langsung menghasilkan pengaruh total kegiatan perikanan budidaya ini terhadap komponen lainnya berjumlah 7 pengaruh. Semua pengaruh tersifat positif yang menunjukkan bahwa setiap upaya pengembangan usaha perikanan budidaya di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi akan menghasilkan pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.

Tabel 52 menyajikan pengaruh langsung (PL), pengaruh tidak langsung (PTL), dan pengaruh total (PT) dari interaksi yang dilakukan oleh kegiatan

processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Tabel 52 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi PROS pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Konstruk/ Dimensi Konstruk PL PTL PT LU 0 0 0 KOT 0 0 0 TKP 0 0 0 BDY 0 0 0 X22 0 0 0 PROS 0 0 0 X41 0 0 0 X83 0 0 0 KN -0,741 0 -0,741

120 Tabel 52 lanjutan Konstruk/ Dimensi Konstruk PL PTL PT X61 0 0 0 X63 0 0 0 X81 0 0 0 X82 0 0 0 X53 0 0 0 X52 0 0 0 X51 0 0 0 X34 0 0 0 X33 0 0 0 X23 0 0 0 X11 0 0 0 X13 0 0 0 X73 0,179 0 0,179 Y11 0 -0,741 -0,741 Y14 0 -0,752 -0,752 Y12 0 -0,148 -0,148 X71 1 0 1 X91 0 0 0 X92 0 0 0 X31 0 0 0 X42 0 0 0 X21 0 0 0 X12 0 0 0

Berdasarkan Tabel 52, kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan nelayan (KN),

income/pendapatan nelayan pengolah (X73), dan pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan (X71), yaitu masing-masing dengan koefisien -0,741, 0,179, dan 1,000. Dari tiga pengaruh tersebut, pengaruh kegiatan

processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) terhadap kesejahteraan nelayan (KN) merupakan signifikan (P = 0,017). Terkait dengan ini, maka kesejahteraan nelayan (KN) menjadi indikator atau hal serius yang harus diperhatikan dalam operasional kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 53 menyajikan probabalitas pengaruh dari interaksi dari kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS).

121 Tabel 53 Probabalitas pengaruh interaksi PROS pada model peran usaha

perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Estimate S.E C.R. P Label KN  PROS -0,741 0,311 -2,381 0,017 par-24

X71  PROS 1,000 Fix

X73  PROS 0,179 0,117 1,525 0,127 par-2

Bila melihat pengaruh kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) yang bersifat negatif terhadap kesejahteraan nelayan (KN), maka ini mengindikasikan bahwa pengembangan kegiatan pengolahan justru berdampak kurang bagi kesejahteraan nelayan, dan ini berbeda dengan dampak terhadap kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini mungkin karena kegiatan pengolahan yang ada selama ini cenderung dalam bentuk ikan kering yang harga jualnya lebih rendah daripada ikan segar. Bahan baku ikan kering tersebut banyak dari ikan segar yang sudah rusak, sehingga bila ini terlalu dibiarkan maka nelayan cenderung kurang perhatian dalam penggunaan bahan pendukung seperti es dan lainnya. Secara jangka panjang, nelayan dapat dicitrakan banyak menjual ikan rusak.

Secara tidak langsung, kegiatan pengolahan hasil perikanan (PROS) ini berpengaruh negatif terhadap dimensi konstruk kesejahteraan nelayan yaitu terhadap pendapatan (Y11), kesempatan kerja (Y14), dan pendidikan anak (Y12), masing dengan koefisien -0.741, -07528, dan -0,145. Pengaruh tidak langsung ini merupakan turunan pengaruh langsung yang negatif dari kegiatan pengolahan hasil perikanan (PROS) terhadap kesejahteraan nelayan. Terkait dengan ini, maka pembenahan pada kegiatan pengolahan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau perlu dilakukan dalam bentuk perbaikan kualitas hasil pengolahan dan diversifikasi produk. Dari awal jenis produk yang dihasilkan harus sudah direncanakan sehingga bahan baku dapat dipersiapkan dengan baik dan tidak harus menunggu menjadi rusak ikan terlebih dahulu.

Bila mengacu kepada model lanjutan (Gambar 12) yang dikembangkan pada Bab 4, maka interaksi yang terjadi pada tataran teknis operasional yang melibatkan kegiatan operasional langsung seperti kegiatan perikanan tangkap

122

(TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), dan kegiatan pendukungnya seperti lingkup usaha perikanan (LU), Kewenangan Pemerintah Pusat (KP) dan Kewenangan Pemerintah Daerah atau Pemerintah Otonom (KOT), dan lainnya, maka interaksi yang terkait dapat dirumuskan dengan beberapa persamaan :

TKP = -0,043 LU + 0,268 KP + 0,007 KOT BDY = -0,303 LU + 0,005 KOT + 0,010 PROS = -3,557 LU + 0,134 KOT + 0,010

Nilai koefisien pengaruh pada rumus tersebut menggambarkan bentuk interaksi yang terjadi diantara suatu kegiatan teknis perikanan dengan kegiatan pendukung yang mempengaruhinya yaitu lingkup usaha perikanan (LU), Kewenangan Pemerintah Pusat (KP) dan Kewenangan Pemerintah Daerah atau Pemerintah Otonom (KOT). Secara umum, kegiatan teknis perikanan kurang berkembang dengan lingkup usaha perikanan yang terlalu luas (nilai koefisien pengaruh negatif), karena kegiatan teknis menjadi tidak fokus. Menurut Dahuri, (2001), suatu program pengembangan dapat berhasil baik bila fokus pada lingkup usaha perikanan yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan kegiatan pembinaan intensif dilakukan selama kurun waktu yang ditentukan. Hal ini karena masyarakat nelayan/pedagang/pengolah ikan umumnya berpendidikan rendah, dimana mereka kesulitan mengimplementasikan program bila tidak didampingi terus menerus. Mereka tidak begitu tertarik dengan program pengembangan usaha yang muluk-muluk yang tidak berkaitan langsung dengan yang dilakukan sehari-hari.

Kewenangan Pemerintah Daerah atau Pemerintah Otonom (KOT) mempunyai pengaruh positif bagi pengembangan kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), sedangkan kewenangan pemerintah tidak banyak berpengaruh. Hal ini diduga karena program Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir selama ini cenderung bersifat pembinaan personil dan pendampingan usaha kecil, sehingga lebih dirasakan manfaatnya. Hasil survai lapang menunjukkan program pemerintah pusat banyak dirasakan di lokasi, yang bisa jadi karena lokasinya cukup jauh dari pusat kota propinsi (Pekanbaru). Kegiatan penyuluhan perikanan

123 yang sering dilakukan Dinas Perikanan Kabupaten Rokan Hilir dianggap positif oleh pelaku perikanan (nelayan/pedagang/pengolah ikan), dan beberapa usaha pengolahan ikan berkembang baik dengan pendampingan penyuluh. Menurut Fauzi (2005), kebijakan perikanan dan kelautan harus lebih menyentuh pada hal- hal teknis yang dibutuhkan nelayan dan pelaku perikanan kecil di kawasan perikanan. Hal ini karena mereka merupakan penggerak utama dan menentukan maju mundurnya kegiatan perikanan di kawasan perikanan.