• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Interaksi Sosial

Interaksi Sosial adalah titik awal terjadinya peristiwa sosial. Menurut Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), Interaksi sosial merupakan hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang saling bertemu maka interaksi antara mereka berdua telah terjadi. Aktivitas-aktivitas semacam ini merupakan bentuk interaksi sosial. Akibat adanya interaksi antar orang, kelompok, ataupun orang dan kelompok akan menimbulkan pesan dalam pikiran seseorang yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya terhadap seseorang.

Menurut Giliin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), ada dua macam proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial. Proses yang assosiatif yang terbagi kedalam tiga bentuk yaitu: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Proses disosiatif yang mencakup persaingan dan persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict).

Akomodasi adalah suatu keadaan keseimbangan atau usaha-usaha mengakhiri pertikaian secara permanen atau sementara diantara pihak-pihak yang berkonflik. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihak-pihak yang berkonflik berbaikan kembali (Soekanto, 1990).

Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompok- kelompok manusia, mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing (Soekanto, 1990).

Akulturasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadiaan kebudayaan itu. Proses sosial yang

menjauhkan/mempertentangkan (dissosiatif) diperinci sebagai berikut:

(1) Persaingan adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau mempergunakan barang- barang yang berbentuk material atau bukan material. Di dalam persaingan tidak ada unsur ancaman atau kekerasan, tidak ada intrik atau saling curiga. Masing- masing pesaing punya jalur sendiri, seperti peserta lomba renang memiliki jalur masing-masing. (2) Kontravensi adalah bentuk antara persaingan dan konflik. Dalam kontravensi ada unsur intrik, misalnya fitnah. Kontravensi ditandai dengan gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian terhadap pribadi seseorang (Soekanto, 1990).

Konflik adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain atau lawan berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain atau lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan (Soekanto, 1990).

Menurut Kontjaraningrat (1990) migrasi tentu menyebabkan pertemuan- pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda, dan akibatnya ialah individu-individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan kebudayaan asing.

Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial terjadi pada pada saat itu. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak sosial (social contact), dan (2) Adanya komunikasi. Kontak sosial sebagai gejala tidaklah selalu berarti hubungan badaniah. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini seseorang berhubungan dengan orang lain tanpa menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain

melalui telepon, surat, radio dan seterusnya yang tidak memerlukan hubungan badaniah. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak.

Menurut Soekanto (1990), ada tiga bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu: kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin juga penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses mana dinamakan akomodasi (accommodation) dan hal ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya.

Homans dalam Ali (2004) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Shaw dalam Ali (2004) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain.

Penelitian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang tahun ajaran 2004-2005.

Hasil penelitian Wibisono (2004) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara interaksi remaja dalam peer group dengan keputusan remaja remaja pada siswa kelas I, II, dan III SMU Unggulan Nurul Islami. Hal ini menunjukkan bahwa didalam pengambilan keputusan para remaja dipengaruhi oleh interaksinya dengan peer group atau kelompok teman sebaya. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan oang lain sehingga manusia pasti hidup berkelompok.

Pada penelitian terdahulu hubungan sosial ekonomi yang terjalin pada masyarakat migran Batak Toba yang bekerja pada usaha tambal ban di DKI Jakarta, sangat berbeda dengan yang terjadi dengan migran Batak Mandailing. Migran Batak Toba saling membantu setiap kerabatnya tanpa membedakan bentuk bantuan yang diberikan pada hula-hula, dongan sabutuha, boru dalam sistim adat Dalihan Na Tolu. Semuanya sama disebut kerabat. Bentuk bantuan yang diberikan keluarga yang lebih dulu berada di DKI Jakarta merupakan wujud tanggung jawab mereka terhadap migran yang baru datang dari daerah asal. Bentuk bantuan dari kalangan keluarga seperti itu, disamping menunjukkan bahwa migran masih mempunyai hubungan pribadi, sekaligus menunjukkan pula

“bantuan berantai” dimana yang mampu akan membantu yang lemah, demikian

pula yang lemah apabila sudah kuat akan membantu yang lemah lainnya atau sanak saudaranya yang masih berada di daerah asal dan memerlukan pekerjaan sehingga tercipta pola pemberi bantuan oleh migran terdahulu kepada migran selanjutnya sebagai suatu kesinambungan (Fadhilah, 2007).

Dokumen terkait