MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN
BATAK
(Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga
Dohot Boru Cabang Bogor)
Oleh :
MULIA SLAMAT SINAGA I34050069
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ABSTRACT
This study is aimed to indentify some factors that encourages Batak migrant doing migration into Bogor City, analyze social interaction process that weaved by Batak migrant in Bogor City, analyze connection between social interaction process with migrant economic and social success. This study is conducted with survey method. The main motivation of Batak migrant doing migration is an economic motive. Batak migrant migrate to Bogor because they have a better economic chances compared to their native place, an opportunities to develop themself wide open as well, and comfotable environtment. These migrants participated in various organization as a form of adaptation in Bogor. Migrant adaptation proccess affect migrant social and economic success. In general, they optimist will have a better life in Bogor.
RINGKASAN
MULIA SLAMAT SINAGA. Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS.
Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Orang Batak sangat banyak yang bermigrasi. Migrasi terjadi karena kesempatan untuk mengembangkan diri di daerah asal cukup terbatas, baik oleh faktor alam maupun ketersediaan insfrastruktur. Pembangunan yang tidak merata antara daerah dan kota, kesempatan memperoleh pendidikan, dan kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah tujuan. Hal tersebut menjadi pemicu tingginya mobilitas orang Batak. Mobilitas yang tinggi, semangat serta perasaan ingin tahu yang sangat besar menjadi salah satu faktor yang membuat suku Batak tersebar dimana-mana di Nusantara pun di luar negeri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor, (2) menganalisis proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor, (3) menganalisis hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial. Dengan diketahuinya ketiga komponen tersebut maka dapat memberikan gambaran migran Batak marga Sinaga dan proses adaptasi yang dijalani di Bogor.
dengan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada responden. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner yang disusun secara terstruktur. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, Uji Crosstabs, dan Uji Paired Sample t-tes.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa motivasi utama migran Batak dalam melakukan migrasi adalah motif ekonomi, yaitu keterbatasan untuk mengembangkan diri di daerah asal, keterbatasan untuk mengembangkan diri, keterbatasan lapangan pekerjaan. Faktor penarik dari daerah Bogor untuk dijadikan daerah tujuan migrasi adalah Bogor menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik dibanding daerah asal, kesempatan untuk mengembangkan diri juga terbuka luas, lingkungan yang nyaman, kualitas udara yang masih sejuk, masyarakat yang ramah sehingga membuat kehidupan lingkungan yang cukup nyaman bagi migran.
Setelah melakukan migrasi ke Bogor, migran memasuki berbagai kelembagaan. Banyaknya kelembagaan yang dimasuki migran sangat bervariasi, berkisar satu hingga lima kelembagaan. Setiap migran tergabung dalam minimal satu kelembagaan. Jenis kelembagaan yang dimasuki adalah organisasi marga, keagamaan, profesi, dan organisasi lingkungan.
MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN
BATAK
(Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga
Dohot Boru Cabang Bogor)
MULIA SLAMAT SINAGA I34050069
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini mengesahkan skripsi:
Nama Mahasiswa : Mulia Slamat Sinaga NIM : I34050069
Judul Skripsi : Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Dosen Pembimbing
Dr. Ir Djuara P. Lubis, MS NIP 19600315 198503 1002
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP 19550630 198103 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
SAYA MENYATAKAN DENGAN SEBENAR-BENARNYA BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (STUDI KASUS MIGRAN PARSADAAN POMPARAN TOGA SINAGA DOHOT BORU CABANG BOGOR) ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN ARAHAN DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK, DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Januari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Karesek pada 2 Februari 1987. Anak ketiga, dari pasangan suami istri M. Sinaga dan R. br. Limbong. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Simantin II, Simalungun Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Bintang Timur Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Budi Mulia Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru Cabang Bogor)”.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Papa dan Mama tercinta buat semua nasehatnya, Ramian, Junedi, Mr. Haloho, Dini, Abel, Demessi yang selalu setia menemani dengan doa, kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi yang begitu besar.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, waktu, koreksi, pemikiran serta sarannya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik.
3. Sahabat-sahabatku: Sarah YT, HOD 333, KPMers, P43, Nelo’s Fam, dan Holmz yang selalu memberi dorongan dan motivasi yang begitu besar. 4. Teman-teman seperjuangan KPM 42 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas kerjasamanya selama ini. Sahabat selamanya.... 5. Keluarga Besar PPTSB Cabang Bogor.
6. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini. God Bless You All.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang komunikasi dan pengembangan masyarakat. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.
Bogor, Januari 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Kegunaan Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1Migrasi ... 6
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi ... 6
2.1.2 Proses Migrasi ... 8
2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi ... 10
2.2Motivasi ... 11
2.3Interaksi Sosial ... 12
2.4Konsep Kebudayaan ... 15
2.5Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba ... 16
2.5.1 Sejarah Batak ... 16
2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan ... 17
2.5.3 Dalihan Na Tolu ... 18
2.6 Kerangka Pemikiran ... 20
2.7 Hipotesis Penelitia ... 23
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ... 27
3.1 Metode Penelitian... 27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27
3.3 Metode Pengambilan Sampel ... 27
3.3.1 Populasi ... 27
3.3.2 Ukuran Sampel ... 28
3.4 Teknik Pemilihan Sampel ... 28
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 28
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 29
3.6.1 Analisis Deskriptif ... 29
3.6.2 Crosstabs ... 30
3.6.3 Paired Sample t-tes ... 30
BAB IV GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN RESPONDEN PENELITIAN ... 32
4.1 Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi ... 32
4.2 Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor ... 33
4.3Karakteristik Responden ... 34
4.3.1 Umur ... 34
4.3.2 Tingkat Pendidikan ... 34
4.3.3 Daerah Asal ... 35
4.3.4 Pekerjaan ... 36
BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR ... 38
5.1 Faktor Pendorong Migrasi ... 38
5.1.1 Motivasi Ekonomi ... 39
5.1.2 Motivasi Pendidikan ... 39
5.2 Faktor Penarik Migrasi ... 40
5.3 Kehidupan Awal di Bogor ... 41
BAB VI PROSES SOSIAL MIGRAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA ... 45
6.1 Proses Sosial ... 45
6.1.1 Jumlah Kelembagaan yang Dimasuki ... 46
6.1.2 Jenis Kelembagaan yang Dimasuki ... 46
6.1.3 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Kelembagaan ... 47
6.1.4 Frekuensi Mengikuti Kegiatan... 49
6.1.5 Status dalam Kelembagaan yang Dimasuki ... 49
6.2 Faktor yang mempengaruhi Proses Sosial ... 50
6.2.1 Jenis Kelamin ... 50
6.2.2 Umur ... 53
6.2.3 Tingkat Pendidikan ... 55
6.2.4 Daerah Asal ... 58
6.3 Hubungan Motivasi Terhadap Proses Sosial ... 60
BAB VII KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ... 62
7.1 Keberhasilan Sosial Dan Ekonomi ... 62
7.1.1 Keberhasilan Ekonomi ... 62
7.1.2 Keberhasilan Sosial ... 63
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
8.1 Kesimpulan ... 68
8.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan
Golongan Umur di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 34 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 35 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah
Asalnya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 36 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan
Pekerjaan Utamanya di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ... 37 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi
Tahun 2011 ... 38 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011... 40 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor
Tahun 2011 ... 43 Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Kunjungan ke Daerah Asal Tahun
2011 ... 43 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Banyaknya Kelembagaan yang
Dimasuki Tahun 2011 ... 46 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 51 Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis
Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 51 Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan
Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 52 Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Status
dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ... 52 Tabel 15. Jumlah Responden Menurut Umur dan Jumlah
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 53 Tabel 16. Jumlah responden Menurut Umur dan Jenis Organisasi
yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ... 53 Tabel 17. Jumlah Responden Menurut Umur dan Frekuensi
Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 54 Tabel 18. Jumlah Responden Menurut Umur dan Status dalam
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 55 Tabel 19. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan
Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ... 55 Tabel 20. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan
Jenis Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Tabel 21. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 57 Tabel 22. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan
Status dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB
Cabang Bogor Tahun 2011 ... 57 Tabel 23. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jumlah
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 58 Tabel 24. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jenis
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 ... 58 Tabel 25. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Frekuensi
Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 59 Tabel 26. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Status
Dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ... 60 Tabel 27. Hubungan Karakteristik Individu dengan Proses Sosial
Migran dengan Pengujian Menggunakan Chi-square
Test ... 60 Tabel 28. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Kondisi Ekonomi dan Kurun
Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ... 62 Tabel 29. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ... 64 Tabel 30. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor
Tabel 31. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ... 65 Tabel 32. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar. 1 Kerangka Pemikan ... 22 Gambar. 2 Tangga Skala Perubahan ... 29 Gambar. 3 Sebaran Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB
Cabang Bogor, 2011... 47 Gambar. 4 Peranan dalam Kelembagaan yang Dimasuki Responden
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden ... 73 Lampiran 2. Chi-Square Tests
Karakteristik Individu dengan Proses Sosial ... 82 Lampiran 3. Paired Samples Correlations
Perubahan Skor Ekonomi Responden ... 88 Lampiran 4. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Adat Responden ... 88 Lampiran 5. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Lingkungan Responden ... 89 Lampiran 6. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Responden ... 90 Lampiran 7. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang dari 400 suku bangsa (Ritonga dkk, 1993). Suku bangsa tersebut terbagi atas berbagai agama, kepercayaan, tingkat ekonomi, latar belakang pendidikan, pengetahuan politik yang sangat berbeda-beda. Nilai-nilai budaya yang terdapat pada masing-masing komunitas menjadi penanda identitas dan penjaga nilai-nilai serta pemersatu antar satu dengan yang lain. Salah satu kekayaan sosial kultural Indonesia adalah Suku Batak.
Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, “Batak”
mempunyai arti petualang, pengembara, sedang “membatak” berarti
berpetualang, pergi mengembara. Orang Batak sangat suka mengembara. Mobilitas yang tinggi dan semangat serta perasaan ingin tahu yang sangat besar menjadi salah satu faktor yang membuat suku ini tersebar dimana-mana di Nusantara pun di luar negeri (Naim, 1979).
Riwayat migrasi sudah setua riwayat manusia. Orang mungkin bermigrasi karena terpaksa, diatur atau tidak diatur, berkelompok atau secara perorangan. Sebagai pendorong mungkin keadaan alam (termasuk bencana alam), keadaan politik, keadaan ekonomi atau kelangkaan berbagai fasilitas. Walaupun dalam keputusan bermigrasi berbagai faktor mempengaruhi, secara umum kiranya faktor ekonomi dapat dianggap dominan. Faktor psikologi sosial jelas mengambil bagian pula karena tindakan ini menyangkut suatu pengambilan keputusan yang penting bagi seseorang atau keluarga yang bersangkutan. Bermigrasi sering merupakan keputusan yang begitu penting karena dapat merubah jalan hidup seseorang atau juga kelompok dan keturunan mereka secara fundamental (Singarimbun, 1979
dalam Naim, 1979).
Pembangunan yang tidak merata antara daerah mereka dan kota, kesempatan memperoleh pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah tujuan, sehingga membuat mobilitas orang Batak cukup tinggi, salah satunya dengan merantau atau yang biasa disebut migrasi. Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk secara geografis, spasial atau teroterial antara unit geografis, sehingga terjadi suatu perubahan tempat tinggal dari tempat tinggal ke tempat tujuan. Migrasi dilakukan dengan melewati batas administrasi suatu daerah atau wilayah dengan tujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya (Rusli, 1995).
Menurut sensus 1930 suku bangsa Batak merupakan suku yang jumlah migrannya mencapai 15,3 persen dari jumlah penduduk yang bersuku Batak. Suku bangsa Batak yang terdata pada saat itu dan menempati urutan kedua secara persentase dalam hal migrasi penduduk pada suku-suku bangsa utama di Indonesia. Jumlah migran suku bangsa Batak mencapai 140.776 orang dari total 919.462 orang. Cunningham (1958) yang dikutip oleh Naim (1979) memperkirakan bahwa dalam periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta orang Batak Toba yang bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada tahun 1960 lebih dari 1 juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah bermigrasi ke luar daerah Batak. Castles (1967) juga memperkirakan bahwa tahun 1961 terdapat kira-kira 29.000 orang Batak berdiam di Jakarta, 40.000 sampai 50.000, berada di Jawa (Naim, 1979).
interaksi orang Batak dengan lingkungan hidupnya yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
Masyarakat dengan etnik tertentu yang melakukan migrasi ke suatu tempat dengan membawa budaya yang berbeda akan mengalami proses belajar kebudayaan, sehingga akan beradaptasi dan belajar menerima kebudayaan penduduk asli begitu juga sebaliknya. Kaum migran akan melakukan strategi untuk dapat beradaptasi di daerah tujuan guna mempertahankan kehidupan dan kelangsungan pekerjaannya. Berbagai macam strategi adaptasi dilakukan oleh berbagai macam kaum migran di daerah tujuannya. Strategi adaptasi yang dilakukan meliputi proses penyesuaian migran terhadap lingkungan sosial yang baru dan strategi adaptasi untuk mempertahankan atau memperbesar kondisi ekonomi (Sjahrir, 1995).
Masyarakat sebagai sistem sosial terbentuk karena adanya interaksi antar individu didalamnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu (Gillin dan Gillin, 1954 dalam Soekanto, 1990).
Melihat realita dan fakta yang ada maka menjadi menarik untuk di kaji
tentang “Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak Toba di Bogor”.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, proses adaptasi di daerah tujuan dan bagaimana proses interaksi sosial yang terjadi pada migran dalam usaha untuk bertahan dan berhasil didaerah tujuan migrasi.
1.2 Perumusan Masalah
sesama migran satu suku. Menjadi menarik untuk dikaji proses interaksi sosial yang terjadi pada migran Batak dan pengaruhnya terhadap kebudayaan migran yang terekam lewat perubahan pola sikap, pola tindakan dan kehidupan sosial.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:
1. Mengapa migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor?
2. Bagaimana proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor?
3. Bagaimana hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial?
1.3 Tujuan Penelitian
Merujuk perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong migran Batak melakukan
migrasi ke Kota Bogor.
2. Menganalisis proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor.
3. Menganalisis hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian mengenai migrasi dan proses interaksi sosial masyarakat migran Batak, dengan harapan akan berguna untuk:
1. Bahan literatur bagi pembaca atau peneliti yang mempunyai minat dan kajian ilmu yang sama sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pemahaman yang lebih seksama mengenai pola migrasi dan proses interaksi sosial migran suku Batak.
2. Memberikan gambaran faktual mengenai proses interaksi sosial migran Batak yang terjalin di Bogor.
didalam membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik dan harmonis.
4. Menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan dalam pengelolaan migrasi di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Migrasi
Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang mengandung makna gerak spasial, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel, 1973 yang dikutip oleh
Rusli, 1995). Di dalamnya termasuk gerak penduduk permanen maupun non-permanen. Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik atau negara ataupun batas administrasi atau batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000).
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.
Lebih lanjut Munir (1985) mengelompokkan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor-faktor pendorong yaitu faktor-faktor yang berasal dari daerah asal, contohnya :
a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh, seperti hasil tambang kayu dan bahan dari hasil pertanian.
b) Menyempitnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya: pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive).
c) Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama dan suku di daerah asal.
d) Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal. e) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa
mengembangkan karir pribadi.
f) Bencana alam, banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Sementara faktor penarik adalah faktor yang berasal dari daerah tujuan, contohnya:
a) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.
b) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. c) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
d) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya: iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya. e) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
2.1.2 Proses Migrasi
Migrasi merupakan perpindahan yang memerlukan suatu proses dalam perjalanannya. Selain faktor eksternal berupa faktor pendorong dan fakor penarik, ada pula faktor internal dari dalam diri yang turut serta mempengaruhinya. Menurut Everett S. Lee yang dikutip oleh Munir (2000) ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintangan-rintangan yang menghambat, (4) Faktor-faktor pribadi.
Motivasi migran dalam melakukan migrasi juga sangat dipengaruhi oleh nilai harapan yang ingin dicapai. De Jong dan Fawcet (1981) dalam Pane (2004) mengatakan bahwa sebagian besar para migran dalam proses pengambilan keputusan migrasi disebabkan oleh faktor-faktor individu dan rumah tangga, norma-norma sosial budaya, sifat perorangan, struktur perbedaan kesempatan antar daerah akan hal kegiatan ekonomi, status sosial harapan seperti penonjolan dalam masyarakat. Intensitas perilaku migrasi dipengaruhi oleh informasi positif dan negatif dari daerah tujuan, nilai harapan serta kendala yang dihadapi oleh setiap individu. Meningkatnya proses migrasi di suatu tempat juga dipengaruhi oleh eksistensi kerabat atau teman yang lebih dahulu bermigrasi kedaerah tujuan.
Faktor pribadi adalah dorongan dari dalam diri migran sendiri hingga sampai pada keputusan untuk melakukan migrasi. Faktor pribadi tersebut menyangkut umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan status perkawinan. Pada dasarnya keputusan individu melakukan migrasi membutuhkan pengakuan dari unit yang lebih tinggi, seperti keluarga dan masyarakat (Sumantri dkk, 2005).
Menurut Fierda (2007) migran Batak marga Aritonang yang melakukan migrasi ke Bogor dilandasi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Faktor pendorong yaitu kondisi daerah asal yang kurang mendukung untuk mendapatkan hamoraon
(kekayaan), (2) faktor penarik dari kota Bogor yaitu adanya kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup melalui pendapatan lebih baik, dan (3) misi budayayang ingin dicapai untuk memperoleh hamoraon (kekayaan) melalui peningkatan pendaptan yang diperoleh.
untuk melakukan migrasi. Seperti hasil penelitian Purba dan Purba (1997)
sebagaimana dikutip oleh Fierda (2007) disebutkan ada empat faktor penyebab perpindahan penduduk dari dataran tinggi Toba yaitu: (1) Faktor geografis, iklim dan kesuburan tanah. Topografi dataran tinggi Danau Toba menyebabkan hambatan dalam pengembangan usaha pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Musim kering yang membuat masyarakat terancam gagal panen yang dapat membawa pada bahaya kelaparan, (2) Faktor sosial dan demografi, yang dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran orang Batak agraris tradisional “suka akan anak berarti suka akan tanah”. Pemikiran ini membuat terjadinya ledakan penduduk yang tidak bisa diimbangi dengan perluasan lahan. (3) Faktor pendidikan, orang Batak cenderung untuk memperoleh pendidikan formal, lalu meninggalkan kegiatan tradisional seperti bertani. (4) Faktor ekonomi, ketidakmampuan lahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat mendorong orang Batak merantau kedaerah lain agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Tujuan lainnya adalah mencari penghidupan yang lebih mapan di daerah tujuan migrasi.
Kuroda (1965) dalam Ram (1989) mengemukakan bahwa sebab utama perpindahan adalah motif ekonomi walaupun tak jarang pula orang melakukan perpindahan karena alasan lain seperti politik, agama, dan penyakit. Perpindahan penduduk dari desa ke kota pada umumnya adalah untuk memperbaiki taraf hidup karena menurut mereka terdapat kesempatan kerja yang lebih banyak dan lebih baik. Demikian pula perpindahan penduduk dari suatu daerah kedaerah lain, karena da daerah asalnya kurang mungkin memperbaiki taraf hidup. Kekurang-mungkinan ini terutama disebabkan sudah berkurangnya sumber daya alam. Penelitian Mantra (1981) dalam Ram (1989) mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi seseorang untuk berpindah dan menetap di dalam dukuh. Kekuatan yang mendorong orang meninggalkan daerahnya timbul karena adanya perasaan ketidakpuasan penduduk dalam bidang pertanian, kurang kesempatan kerja, dan terbatasnya fasilitas pendidikan.
berlahan sempit di Pulau Jawa. Hasil panen hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ketersediaan peluang kerja dan peluang berusaha dalam bidang pertanian (bidang perkebunan) di Desa Sidojadi merupakan faktor penarik bagi migran untuk pindah ke desa ini. Kehidupan di daerah tujuan migrasi diharapkan lebih baik daripada di daerah asal.
Motivasi migran Batak Mandailing dalam melakukan migrasi, di dorong oleh motif ekonomi, rendahnya pendapatan dan susahnya memperoleh pekerjaan di daerah asal karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Selain itu motivasi yang mendorong migran untuk bermigrasi adalah karena dorongan atau ajakan dari kerabat dekat yang lebih dahulu berada di daerah tujuan dan yang terakhir karena ingin melanjutkan pendidikan (Fadhilah, 2007).
2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi
Cunningham (1958) dalam Naim (1979) telah memperkirakan bahwa dalam periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta orang Batak Toba yang bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada tahun 1960 lebih dari satu juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah bermigrasi ke luar daerah Batak. Pada awalnya daerah-daerah yang menjadi tujuan migrasi suku bangsa Batak Toba adalah daerah-daerah yang belum dihuni marga tertentu. Perpindahan yang seperti ini dapat dilihat dari sejarah nenek moyang orang Batak Toba yang hidup berpindah-pindah. Alasan lain adalah unutk memperluas daerah kekuasaan yang akhirnya memperbesar hasangaponnya, pihak yang kalah akan pergi mencari daerah baru.
ke Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 yang dilansir oleh BPS, ada sebanyak 1.097.021 jiwa migran yang masuk ke Jawa Barat dalam kurun waktu 1995-2000. Dari total jumlah migran yang masuk tersebut, penduduk asal Sumatera Utara yang berdomisili di Jawa Barat berjumlah 43.890 orang (4 persen) dan itu menduduki peringkat kelima dari seluruh penduduk provinsi lain yang kini berdomisili di Jawa Barat.
2.2 Motivasi
Menurut Berelson dan Steiner (1964) dalam Yulianto (1993), motivasi berasal dari kata motive yang berarti suatu perkataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak dan bergerak baik secara langsung atau melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap sasaran. Dari kata dasar motive ini lahirlah kata
“motivasi” yang berarti dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Motivasi juga diartikan sebagai dorongan kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan pada diri individu untuk berbuat atau bertindak atau menimbulkan tingkah laku bermotivasi (Fadillah dalam Mugniesyah, 2003). Motivasi adalah semua hal (verbal, fisik, psikologis) yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon (Stevenson, 2001). Menurut Sudarsono (1997) motivasi adalah tenaga yang mendorong seeorang untuk berbuat.
2.3 Interaksi Sosial
Interaksi Sosial adalah titik awal terjadinya peristiwa sosial. Menurut Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antar perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang saling bertemu maka interaksi antara mereka berdua telah terjadi. Aktivitas-aktivitas semacam ini merupakan bentuk interaksi sosial. Akibat adanya interaksi antar orang, kelompok, ataupun orang dan kelompok akan menimbulkan pesan dalam pikiran seseorang yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya terhadap seseorang.
Menurut Giliin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), ada dua macam proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial. Proses yang assosiatif yang terbagi kedalam tiga bentuk yaitu: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Proses disosiatif yang mencakup persaingan dan persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict).
Akomodasi adalah suatu keadaan keseimbangan atau usaha-usaha mengakhiri pertikaian secara permanen atau sementara diantara pihak-pihak yang berkonflik. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihak-pihak yang berkonflik berbaikan kembali (Soekanto, 1990).
Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia, mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing (Soekanto, 1990).
menjauhkan/mempertentangkan (dissosiatif) diperinci sebagai berikut:
(1) Persaingan adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau mempergunakan barang-barang yang berbentuk material atau bukan material. Di dalam persaingan tidak ada unsur ancaman atau kekerasan, tidak ada intrik atau saling curiga. Masing-masing pesaing punya jalur sendiri, seperti peserta lomba renang memiliki jalur masing-masing. (2) Kontravensi adalah bentuk antara persaingan dan konflik. Dalam kontravensi ada unsur intrik, misalnya fitnah. Kontravensi ditandai dengan gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian terhadap pribadi seseorang (Soekanto, 1990).
Konflik adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain atau lawan berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain atau lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan (Soekanto, 1990).
Menurut Kontjaraningrat (1990) migrasi tentu menyebabkan pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda, dan akibatnya ialah individu-individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan kebudayaan asing.
melalui telepon, surat, radio dan seterusnya yang tidak memerlukan hubungan badaniah. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak.
Menurut Soekanto (1990), ada tiga bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu: kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin juga penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses mana dinamakan akomodasi (accommodation) dan hal ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya.
Homans dalam Ali (2004) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Shaw dalam Ali (2004) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain.
Penelitian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang tahun ajaran 2004-2005.
Pada penelitian terdahulu hubungan sosial ekonomi yang terjalin pada masyarakat migran Batak Toba yang bekerja pada usaha tambal ban di DKI Jakarta, sangat berbeda dengan yang terjadi dengan migran Batak Mandailing. Migran Batak Toba saling membantu setiap kerabatnya tanpa membedakan bentuk bantuan yang diberikan pada hula-hula, dongan sabutuha, boru dalam sistim adat Dalihan Na Tolu. Semuanya sama disebut kerabat. Bentuk bantuan yang diberikan keluarga yang lebih dulu berada di DKI Jakarta merupakan wujud tanggung jawab mereka terhadap migran yang baru datang dari daerah asal. Bentuk bantuan dari kalangan keluarga seperti itu, disamping menunjukkan bahwa migran masih mempunyai hubungan pribadi, sekaligus menunjukkan pula
“bantuan berantai” dimana yang mampu akan membantu yang lemah, demikian
pula yang lemah apabila sudah kuat akan membantu yang lemah lainnya atau sanak saudaranya yang masih berada di daerah asal dan memerlukan pekerjaan sehingga tercipta pola pemberi bantuan oleh migran terdahulu kepada migran selanjutnya sebagai suatu kesinambungan (Fadhilah, 2007).
2.4 Konsep Kebudayaan
Konsep yang penting dalam proses belajar kebudayaan oleh masyarakat adalah internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Internalisasi merupakan proses panjang sejak seseorang individu dilahirkan menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat nafsu, semua emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Seorang individu dalam proses ini dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam peranan sosial yang ada (Fathoni, 2005).
Ihromi (1999) memberikan tiga anggapan dasar mengenai kebudayaan, yaitu:
a. Kebudayaan dapat disesuaikan, karena jika sifat-sifat budaya tidak disesuaikan dengan lingkungan tertentu, kemungkinan masyarakat tersebut dapat bertahan kecil.
terkumpul secara acak, dan kebudayaan yang unsur-unsurnya bertentangan satu sama lain, sukar atau bahkan mustahil untuk dipertahankan.
c. Kebudayaan selalu berubah, tanpa adanya gangguan dari masuknya budaya asingpun, kebudayaan bersifat statis.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar-manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.
2.5 Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba 2.5.1 Sejarah Batak
Menurut cerita yang berkembang dalam masyarakat Batak terutama dari para tetua orang Batak Toba bahwa suku bangsa Batak berasal dari dua orang anak manusia ciptaan Mulajadi Nabolon yang dinamakan Siraja Ihatmanisia (laki-laki) dan Siboru Ihatmanisia (wanita). Siraja Ihatmanisia mempunyai tiga orang anak, salah satunya bernama Raja Miokmiok. Raja Miokmiok memiliki anak yang bernama Engbanua dan Engbanua mempunyai seorang anak bernama Raja Bonangbonang. Raja Bonangbonang mempunyai tiga orang anak bernama Guru Tantan Debata, Si Asi dan Si Jau (tidak diketahui identitasnya). Guru Tantan Debata mempunyai seorang anak bernama Siraja Batak. Siraja Batak mempunyai dua orang anak bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon. Pada Generasi berikutnya Guru Tatea Bulan mempunyai lima orang anak laki-laki bernama Siraja Biakbiak, Tuan Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, Malauraja, dan tiga anak perempuan bernama Siboru Pareme, Siboru Anting Sabungan, dan Siboru Biding Laut. Tuan Sariburaja melakukan kawin sumbang (incest) dengan
ibotonya (adik perempuannya) Siboru Pareme dan mempunyai tiga orang anak bernama Siraja Lontung, Siraja Borbor dan Babiat (Hutagalung, 1926 dalam
Purba dan Purba, 1997).
Dalihan na tolu sebagai nilai budaya suku Batak dapat menghimpun kekerabatan, baik dilihat dari sudut etnis, keluarga semarga maupun keluarga dari anak laki dan anak perempuan, termasuk kelompok keluarga berdasarkan tempat tinggal (Rajamarpodang, 1992).
2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan
Pada awalnya nama-nama yang dimliki kakek moyang orang Batak belum merupakan marga. Hubungan sumbang yang terjadi dalam suatu alur keturunan telah mengakibatkan pecahnya hubungan saudara, haha-anggi-iboto. Pada generasi berikutnya barulah muncul istilah marga (Purba dan Purba, 1997). Terbentuknya marga tidak boleh dinilai sebagai sekedar sabagai lahirnya unsur baru, tetapi memasukkan pembaharuan kedalam masyarakat dan kebudayaannya. Perkawinan bukan hanya bertujuan untuk membentuk rumah tangga baru dan pisah rumah dari orangtua, tetapi sebagai sarana untuk mengabadikan marga dari kakek moyangnya.
Menurut Hutagalung (1961) dalam Purba dan Purba (1997) marga berasal dari bahasa sansekerta yaitu warga yang diartikan dengan keluarga, sekaum, satu keturunan yang dalam bahasa Batak dinamakan dengan Sabutuha. Selanjutnya disebutkan, terjadinya marga-marga disebabkan dua hal. Pertama, marga terjadi menurut wilayah kedudukan (parjuguk) yang disebut secara etnologie teritorial dan kedua menurut kelompok keturunan. Dari kedua hal tersebut, yang lebih menonjol bagi suku bangsa Batak Toba adalah garis menurut keturunan (genealogi).
Dalam praktiknya, hubungan sosial ditinjau dari fungsi marga pada suku Batak Toba dikenal tiga pihak yang selalu berkomunikasi. Pihak pertama disebut
“sedarah, sekaum, sabutuha” atau sering disebut “semarga” atau dongan
sabutuha. Kedua adalah pihak keluarga atau marga dari istri yang disebut “paman, hula-hula”, dan ketiga adalah golongan suami dari anak perempuan atau menantu
laki-laki yang disebut “parboruon”. Ketiga pihak diatas merupakan keturunan dari
seorang kakek bersama dan merayakan berbagai upacara kekerabatan secara bersama merupakan unsur dalihan na tolu (Simatupang, 1986 dalam Purba dan Purba, 1997). Dengan adanya marga akan memudahkan untuk saling mengenal hubungan dan kedudukan masing-masing pihak. Pada suku Batak yang baru berkenalan biasanya akan saling menanyakan marga, atau dalam bahasa Batak disebut dengan martutur. Hubungan antara semarga adalah hubungan antara abang adik yakni warga yang paling tua dan yang paling muda. Mereka mendapat hak sesuai dengan aturannya dan ini sering disebut dengan manat mardongan tubu. Pihak paman dan mertua merupakan hubungan yang paling tinggi bagi orang Batak Toba. Penghormatan terhadap mereka dinilai sebagai Debata na niida, karena berkat dari pihak hula-hula dinilai paling tinggi sehingga dibuat aturan dengan somba marhula-hula. Hubungan kepada pihak anak perempuan yaitu pihak boru merupakan pembantu bagi pihak mertua atau paman dalam waktu senang maupun susah sehingga dibuat aturan dengan ungkapan elek marboru. Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari dalihan na tolu yang sangat kental pada budaya Batak.
2.5.3 Dalihan Na Tolu
Harahap (2008) dalam paparannya menyebutkan dalihan na tolu merupakan konsep dasar kebudayaan masyarakat Batak yang sifatnya sangat unik. Dalihan na tolu pada dasarnya berarti tungku (tataring) yang terbuat dari tiga buah batu yang disusun. Tiga buah batu itu mutlak diperlukan menopang agar belanga atau periuk tidak terguling. Selanjutnya di kemudian hari istilah dalihan na tolu ini dipergunakan untuk menunjuk kepada hubungan kekerabatan yang diakibatkan oleh pernikahan, yaitu dongan tubu (pihak “kawan semarga”), hula-hula (pihak
dalihan na tolu adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh suatu masyarakat dan budaya Batak. Dalihan na tolu bukanlah wahyu atau sesuatu yang alami dan terjadi dengan sendirinya. Dalihan na tolu adalah produk budaya Batak. Pada zaman dahulu ketika nenek moyang kita masih menetap di tanah Batak, kampung identik dengan marga. Artinya “dongan sahuta” hampir identik dengan “dongan tubu”. Namun dengan migrasi orang Batak ke Sumatera Timur dan kota-kota lain keadaan berubah. Dongan sahuta tidak lagi otomatis dongan tubu (kawan semarga). Dampak perubahan demografi ini peranan dongan sahuta (parsahutaon) yang terdiri dari multi marga ini semakin besar di kota-kota. Jonok dongan partubu jumonok dongan parhundul.
Jika diperhatikan kampung-kampung tradisional di Tapanuli dihuni oleh orang-orang yang semarga. Dongan tubu karena itu adalah teman untuk mengerjakan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu harus memperlakukan dongan tubu secara hati-hati (manat). Kehati-hatian pada dasarnya adalah bentuk lain dari sikap hormat. Nasihat ini relevan sebab justru kehati-hatian sering kali hilang karena merasa terlalu dekat atau akrab. Hau na jonok do na masiososan. Selanjutnya Elek marboru merupakan nasihat bahwa boru harus senantiasa dielek atau dianju (dibujuk). Boru adalah penopang dan penyokong. Sebab itu senantiasa diperlakukan dengan ramah-tamah dan lemah-lembut agar tidak sakit hati dan kemudian membiarkan hula-hulanya. Namun sebaliknya, bagi orang Batak pra-Kristen hula-hula memang dipandang sebagai
mata ni ari bisnar, sumber berkat dan kesejahteraan, sebab itu harus disembah (somba marhula-hula) (Harahap, 2008).
Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan masyarakat Batak yang mengatur kekerabatan antar individu. Dalihan na tolu merupakan salah satu dan merupakan nilai utama dari inti budaya suku Batak (Daulay, 2006). Dihubungkan dengan status dan peranan etnis Batak Toba yang berlaku dalam kebudayaannya, pada hakekatnya ketiga unsur kekerabatan dalihan na tolu
masing-masing membawa sifat khusus (Sihombing, 1986), antara lain:
sabutuha”, karena tidak bisa berpindah-pindah marga, sekalipun bermusuhan dengan banyak teman semarga.
2) Unsur kedua: Hula-hula (pihak pemberi istri). Filsafat Batak mengenai
hula-hula berbunyi: “sigaton na marlailai do na marhula-hula”. Artinya:
serupa dengan anak ayam yang waktu menentukan jenis kelaminnya, kita memeriksa ekornya. Harus dipelajari hula-hula bagaimana sifat-sifat serta kemauannya dan hasilnya dipakai sebagai pedoman dalam pergaulan kita dengan mereka.
3) Unsur ketiga adalah: ”boru” (pihak penerima istri). Boru terbagi menjadi dua yaitu Hela (suami putri ego) dan Bere (anak saudara perempuan ego).
Filsafat mengenai “boru” berbunyi “bungkulan do boru”, yang berarti kalau
ada perselisihan dengan hula-hula yang membuat keretakan diantara mereka, maka pihak boru yang berkewajiban menghilangkan keretakan itu agar mereka kembali kompak dan bersatu. Boru berkewajiban menolong
“hula-hula” nya dalam segala hal, terlebih dalam pekerjaan upacara adat.
Tiga tiang tungku mewakili tiga unsur kekerabatan dalam masyarakat Batak, yaitu dongan sabutuha atau suhut, hula-hula serta boru. Dalam kekerabatan suku Batak, suhut, hula-hula, dan boru masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sebagai pelaksana tanggung jawab serta kedudukannya saat pelaksanaan adat. Pada suatu saat, seseorang dapat dikatakan boru namun pada kejadian yang lain ia dapat menjadi suhut atau hula-hula. Marga dalam hal ini berperan dalam menentukan kedudukan seseorang dalam upacara adat (Rajamarpodang, 1992).
2.6 Kerangka Pemikiran
sebelumnya. Selain motif ekonomi dan motif sosial, karakteristik individu juga sangat mempengaruhi individu dalam melakukan migrasi. Karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, daerah asal, pekerjaan.
Karakteristik individu dan motivasi migran dalam melakukan migrasi akan sangat mempengaruhi yang bersangkutan untuk melakukan interaksi individu di komunitas migran tinggal. Kemampuan migran dalam melakukan interaksi akan menentukan interaksi sosial yang akan dilakoninya, baik itu jumlah, jenis, kegitan-kegiatan dan status pada organisasi yang dipilihnya untuk terlibat sebagai upaya memperluas jaringan sosialnya demi tercapainya keberhasilan ekonomi pun sosial si migran.
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Keterangan
: Mempengaruhi Motivasi Bermigrasi
Faktor pendorong
Faktor penarik
Proses Sosial
Jumlah kelembagaan yang dimasuki
Jenis kelembagaan yang dimasuki
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelembagaan
Frekuensi mengikuti kegiatan
Status dalam kelembagaan yang dimasuki
Karakteristik Individu
Jenis kelamin
Umur
Tingkat pendidikan
Daerah asal
Pekerjaan
Keberhasilan
Ekonomi
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan untuk mengungkap fenomena pola migrasi dan proses interaksi sosial migran Batak sehingga dapat bertahan hidup didaerah tujuan migrasi, maka disusunlah beberapa hipotesa kerja yang merupakan pedoman untuk mendapatkan temuan-temuan pada studi ini. Adapun hipotesa yang diajukan adalah:
1. Motivasi bermigrasi mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin pada migran Batak.
2. Karakteristik individu mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin pada migran Batak.
2.8 Definisi Operasional
1. Jenis kelamin adalah perbedaan secara biologis responden yang dikategorikan atas laki-laki dan perempuan
a. Perempuan diberi kode 1 b. Laki-laki diberi kode 2
2. Umur adalah lama hidup responden saat pertama kali melakukan migrasi dan pada saat penelitian berlangsung yang diukur dalam satuan waktu. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, usia responden dalam penelitian dikategorikan menjadi dua tingkatan, yaitu:
a. Muda apabila Usia 26-40 tahun b. Tua apabila Usia >40 tahun
3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti migran pada saat pertama kali bermigrasi dan saat penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. SD/sederajat diberi skor 1 b. SMP /sederajat diberi skor 2 c. SMU/sederajat diberi skor 3 d. Perguruan Tinggi diberi skor 4
4. Daerah asal adalah lokasi responden ketika dilahirkan. Daerah asal responden digolongkan menjadi dua kategori yang meliputi
a. Di Sumatera Utara diberi kode 1 b. Di luar Sumatera Utara diberi kode 2
5. Jumlah organisasi yang dimasuki adalah banyaknya organisasi yang diikuti oleh migran dan terdaftar sebagai anggota. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, jumlah organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
6. Jenis organisasi yang dimasuki adalah basis organisasi perkumpulan yang diikuti oleh migran. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, jenis organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu:
a. Organisasi marga b. Organisasi profesi c. Organisasi keagamaan d. Organisasi lingkungan
7. Kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki adalah program kerja yang dilakukan organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki migran dalam organisasi masyarakat dalam penelitian dikategorikan menjadi empat kegiatan, yaitu:
a. Arisan diberi kode 1 b. Bakti sosial diberi kode 2 c. Seminar diberi kode 3
d. Pelatihan-pelatihan diberi kode 4
8. Frekuensi mengikuti kegiatan yaitu jumlah banyaknya kegiatan yang diikuti oleh migran dalam satuan waktu yang ditetapkan. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, frekuensi migran mengikuti kegiatan dalam penelitian dikategorikan atas:
a. Rendah apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 1-2 b. Sedang apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 3-4 c. Tinggi apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan >5 9. Status dalam organisasi yang dimasuki yaitu kedudukan atau posisi migran
dalam struktur organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, status migran dalam organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan atas:
a. Pembina organisasi diberi kode 1
10. Pekerjaan yaitu profesi yang dijalankan oleh migran ketika penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, pekerjaan dalam penelitian dikategorikan menjadi tiga yaitu:
a. Pegawai negeri sipil b. Pegawai swasta c. Wirausaha
11. Keberhasilan adalah pencapaian-pencapaian yang telah dicapai oleh migran dalam kurun waktu tertentu di daerah migrasi. Keberhasilan ini dikategorikan menjadi:
a. Keberhasilan ekonomi
Keberhasilan ekonomi adalah penilaian responden terhadap kondisi ekonomi yang diukur dengan menggunakan skala 1-10. Keberhasilan ekonomi yang diukur meliputi keberhasilan ekonomi pada saat sebelum melakukan migrasi, pada saat awal migrasi, pada saat penelitian berlangsung dan harapan lima tahun yang akan datang.
b. Keberhasilan Sosial
BAB III
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Menurut Nazir (1988), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, termasuk desain untuk studi formulatif dan eksploratif yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan studi selanjutnya. Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran migrasi dan proses sosial migran Batak yang tergabung dalam Punguan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) Cabang Bogor. Jenis penelitian deskriptif yang dilakukan adalah penelitian survei (survey research). Penelitian survei diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya (Sumarwan, 2007). Penelitian survei dilakukan dengan menggunakan survei sampel, yaitu survei yang dilakukan pada sebagian kecil populasi. Sampel diambil sebanyak 70 dari total 231 keluarga migran yang tergabung dalam PPTSB.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada keluarga migran yang terdaftar sebagai anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Mei dan Juni 2011. Di Kota dan Kabupaten Bogor terdapat migran Batak marga Sinaga yang sesuai dengan syarat responden yang diteliti, sehingga memudahkan untuk menganalisis lebih dalam lagi tentang topik yang diteliti.
3.3 Metode Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi
3.3.2 Ukuran Sampel
Penentuan jumlah sampel (n) yang diambil sebagai responden menggunakan Rumus Slovin. Adapun cara penentuan jumlah sampel dengan Rumus Slovin (1960) yang dikutip oleh Seivilla (1993) adalah sebagai berikut:
Keterangan :
n : Ukuran Sampel
N : Ukuran Populasi
e : Nilai kritis (Batas ketelitian yang diinginkan)
Oleh karena populasi penelitian sejumlah 231 keluarga dan ketidaktelitian dalam pengambilan sampel adalah 10 persen, maka dengan menggunakan Rumus Slovin ukuran sampel yang digunakan adalah 70 keluarga. Subyek yang diteliti adalah salah satu anggota keluarga sampel yang melakukan migrasi ke Bogor.
3.4 Teknik Pemilihan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel random sederhana (simple random sampling), yaitu setiap unsur populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sampel dipilih dengan menggunakan program pada excel 2007.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan diperoleh langsung dari responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui artikel, penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.
adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi untuk memberi jawaban kepada beberapa alternatif jawaban tertentu (Nazir, 1998). Beberapa jawaban pertanyaan terstruktur dalam kuesioner dibuat berdasarkan skala(scaled response question). Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Analisis Deskriptif
Data yang terkumpul meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Dalam proses pengolahan data, analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi informasi yang lebih ringkas sehingga mudah dipahami. Dengan demikian, tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diintepretasikan. Analisis deskriptif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah melakukan tabulasi data mengenai responden, dan tahap kedua adalah menginterpretasikan data hasil tabulasi tersebut. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menyederhanakan data faktor-faktor penyebab migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor dan proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor.
Gambar 2. Tangga Skala Perubahan
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Untuk mengukur perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga, awal migrasi, saat penelitian berlangsung dan harapan lima tahun mendatang sangatlah sulit. Untuk itu digunakan tangga seperti pada Gambar 2 untuk mengukur perubahan tersebut. Tangga Skala Perubahan tersebut bersifat sangat subyektif. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi antar individu yang diteliti tidak dapat distandardisasi antara satu responden dengan responden lain. Perubahan yang terjadi berbeda-beda bagi setiap responden yang diteliti, sesuai dengan penilaian responden terhadap perubahan yang terjadi pada diri responden sendiri.
3.6.2 Crosstabs
Perintah Crosstabs digunakan untuk menampilkan tabulasi silang yang menunjukkan suatu distribusi bersama, deskripsi statistik bivariat dan pengujian terhadap dua variabel atau lebih, terutama variabel dalam bentuk kategori. Uji
Crosstabs dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik individu dengan proses interaksi sosial serta melihat hubungan antara karakteristik individu dengan proses interaksi sosial.
3.6.3 Paired Sample t-tes
Uji ini dilakukan untuk melakukan pengujian terhadap 2 sampel yang saling
berhubungan/berkorelasi atau disebut ”sampel berpasangan” yang berasal dari
BAB IV
GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA
SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN
RESPONDEN PENELITIAN
4.1Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi
Penelitian ini dilakukan pada anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Bogor yang sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.
4.2Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor
Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru (PPTSB) dibentuk pada tanggal 15 Desember 1940. PPTSB berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berkantor pusat di Medan, Provinsi Sumatera Utara. PPTSB didirikan berazaskan Pancasila dan UUD 1945 serta adat budaya Batak. PPTSB bersifat sosial kekeluargaan dan sisada lulu anak, sisada lulu boru (satu putra, satu putri, atau juga satu bangsa). Visinya adalah terwujudnya Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru yang sejahtera. Adapun misinya adalah meningkatkan kesejahteraan anggota melalui berbagai bentuk kegiatan yang sifatnya tidak bertentangan dengan norma adat istiadat yang berlaku secara internal bagi Bangso Batak dan norma hukum yang berlaku secara universal bagi Bangsa Indonesia. Motto Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru adalah
“PARHATIAN NASORA MONGGAL, PARNINGGALA SIBOLA TALI” (setiap orang harus bersikap adil, harus jujur dan bertindak akurat), yang di dalamnya tercermin sikap tindak yang adil, arif dan bijaksana dalam setiap aspek kehidupan. Bentuk dasarnya dilambangkan dalam bentuk tugu PPTSB yang ada di Desa Urat, Samosir.
PPTSB memiliki struktur organisasi di tingkat pusat, wilayah, cabang hingga sektor. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pada Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor. Saat penelitian berlangsung, jumlah seluruh anggota dari PPTSB Cabang Bogor adalah 231 keluarga yang terbagi atas delapan sektor.
Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan oleh anggota Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru antara lain:
1. Arisan yang dilakukan sebulan sekali dimasing-masing sektor. 2. Kunjungan terhadap anggota yang melahirkan anak
3. Berperan serta bila ada putra-putri anggota yang melangsungkan pernikahan
4. Kunjungan terhadap anggota yang memasuki rumah baru
5. Melakukan penghiburan terhadap anggota keluarga yang mengalami kemalangan
7. Menghadiri acara suka maupun duka yang dilakukan oleh anggota.
4.3Karakteristik Responden 4.3.1 Umur
Responden pada penelitian ini sebanyak 70 orang. Umur responden berada pada rentang 32-70 tahun. Sebanyak 23 orang (32,9 persen) responden berusia antara 26-40 tahun, dan responden yang berusia diatas 40 tahun sebanyak 47 orang (67,1 persen).
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Interval Umur Jumlah (orang) Persentase
26-40 23 32,9
>40 47 67,1
Total 70 100
4.3.2 Tingkat Pendidikan
pada penelitian ini adalah SMA dan perguruan tinggi. Rincian responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Pendidikan Terakhir
Laki-Laki Perempuan Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
SD/Sederajat 2 3,7 0 0 2 2,9
SMP/Sederajat 4 7,3 0 0 4 5,7
SMA/Sederajat 29 52,7 8 53,3 37 52,9
Perguruan Tinggi 20 36,3 7 46,7 27 38,5
Total 55 100 15 100 70 100
Dengan pendidikan yang cukup baik, migran Batak semakin percaya diri untuk bermigrasi dan berkeyakinan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak. Harapan itu tergambar dari penuturan MHS (68). Menurut MHS, sebenarnya beliau sudah memiliki pekerjaan yang cukup baik di kampung. Pada saat dikampung MHS diangkat sebagai kepala sekolah salah satu sekolah swasta di kampung tersebut. Tetapi karena penghasilan yang kurang memadai MHS memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan bekal pendidikan yang dia punya. Setelah di Bogor MHS menjadi pengajar di sebuah sekolah swasta dengan penghasilan yang lebih besar dibanding dengan mengajar di kampung.
4.3.3 Daerah Asal
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asalnya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Daerah Asal Jumlah Persentase
Provinsi Sumatera Utara 68 97,1
Luar Provinsi Sumatera Utara 2 2,9
Total 70 100
Sebanyak 68 responden (97,1 persen) berasal dari daerah Sumatera Utara dan mayoritas berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tapanuli Utara termasuk dalam jajaran dataran tinggi. Kondisi alam yang tidak terlalu subur dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang dianggap layak. Hal inilah yang memicu tingginya angka migrasi dari daerah ini. Penjelasan mengenai banyaknya migran asal Dataran Tinggi Toba salah satunya adalah disebabkan oleh faktor fisik geografis, faktor sosial dan demografi, faktor pendidikan serta faktor ekonomi. Pertumbuhan penduduk menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang ada. Pada awalnya perluasan daerah hanya dilakukan disekitar perkampungan yang kosong tetapi kemudian menyebar keluar wilayah (Purba dan Purba, 1997). Sementara dua orang responden (2,9 persen) melakukan migrasi berasal dari daerah non sumatera utara yaitu Sukabumi dan Tangerang.
4.3.4 Pekerjaan
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Utamanya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase
Wirausaha 22 31,4
Pedagang 5 7,1
Pegawai Negeri 2 2,9
Pegawai Swasta 36 51,4
Polisi/Tentara 2 2,9
Pensiunan 3 4,3
Total 70 100
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan seperti terlihat pada tabel diatas ternyata migran Batak bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 36 orang (51,4 persen). Pendidikan mempengaruhi pekerjaan yang digeluti oleh migran. Latar belakang pendidikan yang sudah menengah dan tinggi, migran berpeluang lebih besar untuk bekerja di sektor swasta dan itu berlanjut sampai sekarang. Sebanyak 22 orang responden (31,4 persen) memilih untuk berwirausaha. Lima orang (7,1 persen) berprofesi sebagai pedagang, dua orang PNS, dua orang Polisi, dan tiga orang pensiunan.
[image:55.595.100.507.89.807.2]BAB V
FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN
KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR
5.1Faktor Pendorong Migrasi
Faktor pendorong migrasi adalah faktor dari daerah asal yang menjadi pertimbangan responden untuk melakukan migrasi. Hasil penelitian terhadap responden menunjukkan bahwa alasan ekonomi dan lapangan peke