• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNET GOVERNANCE

Sarana dan Prasarana

1.5. INTERNET GOVERNANCE

Internet governance merupakan satu masalah kebijakan global yang paling penting di dunia saat ini. Pemerintah, sektor swasta dan masyarakat berperan dalam tata kelola internet dalam peran mereka masing- masing untuk menentukan prinsip, norma, aturan dan prosedur kebijakan serta program yang membentuk evolusi penggunaan internet.

Internet merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks yang langsung bersinggungan dengan pemerintah, pelaku bisnis dan juga masyarakat di setiap negara. Oleh karena itu semua pihak berkepentingan dalam pengaturan tata kelola internet.

Dalam WSIS tahun 2005 dikenal paragraph 35 tunis agenda, yang salah satunya mengungkapkan

bahwa dalam public policy yang terkait dengan internet menjadi kewenangan lembaga negara masing-masing.

Sesuai paragraf ayat 35 dari Agenda Tunis, bahwa pengelolaan internet mencakup baik isu teknis kebijakan

publik dan dan harus melibatkan semua stakeholder dan organisasi antar pemerintah serta internasional yang

relevan. Dalam hal ini, diakui bahwa :

i) Otoritas kebijakan untuk isu kebijakan publik yang berkaitan dengan internet adalah hak berdaulat Negara. Negara memiliki hak dan tanggung jawab untuk isu-isu kebijakan publik yang terkait dengan Internet internasional;

Sumber: diplomacy.edu, In focus: Internet Governance

ii) Sektor Swasta telah dan harus terus memiliki peran penting dalam pengembangan internet, baik di bidang teknis dan ekonomi;

iii) Masyarakat Sipil juga memainkan peran penting dalam hal internet, terutama di tingkat komunitas, dan harus terus memainkan peran tersebut ;

iv) Organisasi antar pemerintah telah, dan harus terus memiliki peran sebagai fasilitator dalam koordinasi isu kebijakan publik yang berkaitan dengan internet

v) Organisasi internasional juga telah memiliki, dan harus terus memiliki, peran penting dalam pengembangan standar teknis yang berkaitan dengan kebijakan internet publik yang relevan.

Namun, paragraph tersebut diartikan secara berbeda oleh masing-masing lembaga di tiap negara.

Misalnya ICANN Multistakeholder model maupun RIR Multistakeholder model. namun, masing-masing model

tersebut tidak memberikan kepuasan di masing-masing stakeholdernya, misalnya posisi pemerintah di model

ICANN hanya berperan sebagai penasehat, dan ITU (International Telecommunication Union) menjadi lembaga

yang perannya cukup kecil dalam model RIR.

Sedangkan ITU merupakan organisasi internasional yang menyusun regulasi radio dan telekomunikasi internasional. Tujuan utama ITU meliputi standarisasi, pengalokasian spektrum radio, dan mengorganisasikan interkoneksi antar negara.

ITU mengeluarkan peraturan ITRS pada tahun 1998 yang menetapkan prinsip umum dan pengoperasian telekomunikasi internasional, memfasilitasi interkoneksi global dan interoperabilitas, mendukung

pembangunan yang harmonis dan eisien operasi fasilitas teknis, Meningkatkan eisiensi, kegunaan, dan

ketersediaan layanan telekomunikasi internasional serta ketentuan-ketentuan perjanjian yang diperlukan untuk jaringan dan jasa internasional.

Sumber: picisoc.org

Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat, lingkungan telecom internasional mengalami perubahan besar dalam teknologi dan kebijakan. Peningkatan penggunaan Infrastruktur dan aplikasi yang berbasis IP berarti kesempatan dan tantangan pada sektor ICT. Teknologi telekomunikasi telah bergeser dari komunikasi jaringan tetap ke mobile selluler, dari suara ke data sebagai traik driver dan sumber utama pendapatan. Hal ini membuat ITRS tidak lagi relevan dan perlu direvisi.

Dalam acara WTPF 2013, President dan CEO ICANN, Mr Fadi Chehadé menyampaikan bahwa tidak ada organisasi, tidak ada negara ataupun perseorangan yang mampu memanage internet, kita harus melakukannya bersama. Salah satu opini yang dihasilkan dalam kegiatan WTPF tersebut adalah mendukung

Multi-stakeholderism dalam tata kelola internet.

Sumber: Dr. Sigit Puspito Wigati (KRT-BRTI), Tren Internet Governance, FGD ICT Whitepaper II, 2013

Gambar 1.21. Perkembangan Telekomunikasi Global

Peran serta Indonesia dalam tata kelola Internet dunia telah ditunjukkan sebagai tuan rumah dalam internet Goverment Forum ke 8 pada tanggal 22-25 Oktober di Bali. Tujuan dari IGF untuk memaksimalkan kesempatan bagi pemangku kepentingan internet dunia untuk dapat terlibat dalam dialog terbuka dan inklusif serta memberikan pengalaman dalam pengelolaan internet dalam rangka memberikan masukan yang berguna dalam pengembangan pengaturan internet ke depan. IGF dihadiri oleh oleh 2.604 peserta dari

111 negara di seluruh dunia. Tema utama yang diangkat dalam IGF ini adalah “Building Bridge-Enhancing

Multistakeholder Cooperation for Growth and Sustainable Development”

Beberapa isu dari pelaksanaan IGF Bali yang perlu ditindaklanjuti oleh Indonesia dijabarkan dalam Gambar 1.23. dibawah ini.

Isu Security dan Openness

w Keamanan informasi perlu diimbangi keterbukaan dan leksibilitas

w Kebebasan berekspresi yang diatur Universal Declaration Human Right belum sepenuhnya diterapkan

w Kominfo menyiapkan Amandemen UU ITE yang akan dibahas DPR tahun 2014

Isu E commerce w E-commerce mendukung keikutsertaan berbagai pihak dalam transaksi e;ektronik dan memberi dampak positif mengembangkan peran UKM di Indonesia

isu Payment System

w Pembahasan strategis menyangkut standar transaksi online khususnya payment system

w Perlu interoperabilitas antar sistem kartu pembayaran dan menjaga keamanan transaksi keuangan online

isu Kebebasan

Pers w Kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi sesuai HAM yang berkaitan dengan kebebasan pers

isu Perlindungan Privasi

w Perlindungan privasi merupakan perlindungan pribadi seseorang yang merupakan hak dasar manusia.

w Regulasi perlindungan data pribadi atau privasi dalam transaksi elektronik

isu Global

Convention on Cybercrime

w Pentingnya pembentukan standar dan instrumen internasional yang digagas oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa berupa Global Convention on Cybercrime

w Indonesia menyuarakan pentingnya pembentukan etika siber (cyber ethics)

isu filtering Konten

w Perlu kejelasan dasar hukum, metode dan proses pemblokiran atau iter transparan seta mekanisme komplain terhadap ilterisasi atau block terhadap website/konten

w Di Indonesia, hal itu diatur dalam UU ITE dan UU No 44 tahun 2008 tentang Pornograi

w Diprediksi akan terjadi peningkatan perkembangan aplikasi dan konten sehingga diperlukan peran multistakeholder untuk menyikapi isu teknologi, legal dan dampak sosial

Isu pendekatan

Multistakeholder

Isu Cyber Etnic w Kontribusi Indonesia meyelenggarakan workshop Cyber ethics bertujuan membentuk kesepahaman bersama dan platform cyber ethics terciptanya internet sehat dan aman yang menghargai perbedaan (tolerant) berdasar kearifan lokal guna menekan cybercrime dan menumbuhkan konten positif Sumber: Sesditjen Aptika, Kementerian Kominfo