• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan rata-rata kemampuan awal (pre test) keseluruhan mahasiswa kelompok kontrol 51,57 dan rata-rata kemampuan awal (pre test) keseluruhan mahasiswa kelompok intervensi sebanyak 49,13. Dan rata-rata kemampuan akhir

(post test) keseluruhan mahasiswa kelompok kontrol 62,65 dan rata-rata kemampuan

akhir (post test) keseluruhan mahasiswa kelompok intervensi 74,24.

Adanya perbedaan kemampuan awal dan kemampuan akhir dari kedua kelompok disebabkan oleh adanya perbedaan setiap mahasiswa dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangan setiap mahasiswa. Dengan adanya penilaian tentang kemampuan awal ini akan membantu dosen memahami prinsip-prinsip perkembangan mahasiswa dan dapat merencanakan kegiatan yang sesuai,

bagaimana mendorong dan mendukung pembelajaran mereka (Danim, 2010). Setiap mahasiswa mempunyai kemampuan belajar yang berlainan kemampuan awal individu adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh mahasiswa sebelum ia mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal (entry behavior) ini menggambarkan kesiapan mahasiswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh dosen (Mukhtar ,2009)

Berdasarkan tabel 5.3 menyatakan bahwa hasil belajar mahasiswa sesudah

(post test) diajarkan dengan metode ceramah lebih tinggi dibandingkan dengan

sebelum (pre test) diajarkan dengan metode ceramah.. Adanya perbedaan tersebut dapat ditunjukkan dengan nilai (62,65>51,57) dengan beda mean sebesar 11,09 yang berarti nilai rata-rata hasil belajar sesudah menerima pembelajaran menggunakan metode ceramah lebih baik.

Adanya perbedaaan yang lebih baik antara nilai pre test dan post test pada kelompok kontrol dikarenakan pada pembelajaran ceramah, tetapi perbedaan nilainya tidak terlalu signifikan hal ini mungkin disebabkan karena pada kelompok kontrol mahasiswa lebih banyak mendengar penjelasan dosen tanpa memahami konsep yang disampaikan oleh dosen. Kelas menjadi monoton karena dosen mendominasi kegiatan belajar mengajar sedangkan mahasiswa pasif, dengan tenang mencoba memahami penjelasan dosen, sehingga mahasiswa menjadi bosan dan mengantuk. Dan terlihat bahwa pada presentasi dosen dengan power point (menggunakan metode ceramah), awalnya para mahasiswa mampu mengingat bahan ajar dengan baik, namun setelah 3 hari akan merosot tajam sampai akhirnya 20% saja materi atau bahan ajar yang dapat diingat oleh mahasiswa.

Namun demikian metode cerama memiliki keunggulan diantaranya metode yang mudah dan murah untuk dilakukan, dapat menyajikan materi pelajaran yang

luas, dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan, mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas dan dapat diikuti oleh jumlah mahasiswa yang besar (Djamarah & Zain, 2010)

Berdasarkan tabel 5.4 menyatakan bahwa hasil belajar mahasiswa sesudah

(post test) diajarkan dengan metode talking stick lebih tinggi dibandingkan dengan

sebelum (pre test) diajarkan metode talking stick. Diperoleh rata-rata nilai pre test sebesar 49,13 dan nilai post test sebesar 74,24 dengan beda mean sebesar 25,11. Rata-rata hasil belajar post test diberi metode talking stick lebih baik dibandingkan sebelum diberi pengajaran dengan metode talking stick pada kelompok intervensi. Berdasarkan perhitungan bahwa hasil belajar mahasiswa lebih tinggi sesudah diberi pengajaran dengan metode talking stick.

Adanya perbedaan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan sebelum diberi pengajaran dikarenakan metode talking stick lebih mengutamakan pada keaktifan mahasiswa dalam belajar. Selain itu mahasiswa lebih dapat memahami materi karena diawali dari penjelasan seorang dosen, mahasiswa lebih dapat menguasai materi ajar karena ia diberikan kesempatan untuk mempelajarinya kembali melalui buku, daya ingat lebih baik sebab ia akan ditanya kembali tentang materi yang diterangkan dan dipelajarinya, mahasiswa tidak jenuh karena ada tongkat sebagai peningkat daya tarik mahasiswa mengikuti pelajaran tersebut. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Marya (2011) yang meyimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa sesudah menggunakan metode talking stick lebih baik dibandingkan sebelum menggunakan metode talking stick.

Konsep pembelajaran aktif berkembang setelah sejumlah institusi melakukan riset tentang lamanya ingatan mahasiswa terhadap materi pembelajaran dengan metode pembelajaran yang dipergunakan. Dimana ingatan mahasiswa dalam proses

pembelajaran dikaitkan dengan jenis presentasi yang dilakukan oleh dosen. Mahasiswa mampu mengingat 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% daari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan 90% dari apa yang dilakukan. Metode pembelajaran yang bersifat pembelajaran berbasis dosen seperti ceramah mahasiswa akan mengingat bahan ajar setelah 3 jam 25% dan setelah 3 hari mengalami penurunan menjadi 10-25%. Jika pengajaran mahasiswa memakai ilustrasi setelah 3 jam meningkat 80% dan setelah 3 hari akan menurun menjaadi 65% dan dengan mahasiswa diberi kesempatan belajar berpartispatori (bermain, perran, studi kasus dan praktik) maka setelah 3 jam kemampuan untuk mengingat bahan ajar meningkat menjadi 90% dan setelah 3 hari akan menurun menjadi 70%.

Pada tabel 5.5 terlihat perbedaan rata-rata nilai hasil belajar antara metode ceramah dan talking stick terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Askeb II). Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata post test pada kelompok intervensi (74,24) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (62,65) sehingga menunjukkan bahwa hasil belajar dengan menggunakan metode

talking stick lebih baik dibandingkan metode ceramah. Tetapi peningkatan hasil

belajar pada kelompok kontrol dan intervensi tidak menghasilkan nilai yang signifikan hal ini disebabkan analisis soal dimana upaya untuk mengevaluasi kualitas soal-soal yang digunakan pada ujian dimana faktor yang mempengaruhi validitas soal adalah faktor soalnya sendiri (technical flaws), peranan dari ujian, faktor administrasi dan skoring dan faktor jawaban mahasiswa. Kemudian dari Indeks kesukaran menentukan apakah soal mudah, sedang, atau sukar dan Indeks pembeda menentukan apakah soal benar-benar mampu membedakan antara mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nugroho (2012), menunjukkan bahwa rata-rata nilai post test mahasiswa kelas intervensi lebih tinggi dari pada rata-rata nilai post test mahasiswa kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode talking stick lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang menerapkan metode konvensional terhadap hasil belajar. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Slavin (2010) yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain, metode kooperatif dalam pembelajaran menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi untuk seluruh mahasiswa, kemampuan yang lebih baik untuk melakukan hubungan social, meningkatkan rasa percaya diri, serta mampu mengembangkan saling kepercayaan sesamanya dengan baik secara individual maupun kelompok.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Idrus (2013) yang menyatakan bahwa metode Talking Stick lebih efektif dari pada penggunaan metode konvensional (ceramah) untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Penelitian Wiratama (2013) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar setelah diajarkan dengan metode Talking Stick dibandingkan metode konvensional (ceramah). Sejalan dengan Herawati (2013) bahwa prestasi belajar sisiwa dengan menggunakan metode Talking Stick lebih tinggi di bandingkan dengan metode

Snowball Throwing. Akan tetapi menurut penelitin savitri (2011) Hasil belajar

mahasiswa yang diajar dengan metode kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan metode Talking Stick jadi metode

talking stick lebih inferior dibandingan dengan metode kooperatif tipe STAD.

Tingkat keberhasilan proses mengajar yang baru saja dilaksanakan apabila 75% dari jumlah mahasiswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal bahkan maksimal, maka proses belajar

berikutnya dapat membahas pokok bahasan baru. Sedangkan apabila 75% atau lebih dari jumlah mahasiswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (dibawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial) (Djamarah & Zein, 2010)

Paradigmaa lama dalam proses pembelajaran adalah dosen memberi pengetahuan pada mahasiswa secara pasif. Dalam konteks pendididkan, paradigm lama ini juga jika seorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang ia pasti akan dapat mengajar ia tidak perlu tahu proses belajar yang tepat ia hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya. Banyak dosen masih menganggap paradigm lama ini sebagai satu-satunya alternatif. Mereka mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan mahasiswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (Wena, 2011)

Kondisi pembelajaran yang demikian, masih mendominasi proses pembelajaran pada sebagian besar jenjang pendidikan untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan cara mengikutsertaan peserta didik secara aktif dalam kegiatan proses mengajar sebagai pendorong peserta didik aktif berpartisipasi, dengan aktifnya mahasiswa dalam pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi mahasiswa dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif dan mahasiswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi dari pada pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011).

Dokumen terkait