• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI INDONESIA (2010-2019)

B. Analisis dan Pembahasan

3. Interpretasi Hasil Penelitian

a. Pengaruh Angka Harapan Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan.

Berdasarkan penelitian ini, variabel Angka Harapan Lama Sekolah

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di 33

provinsi di Indonesia, seperti tertera pada Tabel 4.8 bahwa pada taraf

nyata 5% dengan nilai probablitias 0.2880 jauh lebih besar dari 0,05 dan

nilai T-statistik hanya sebesar - 1.064370. Sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa naik turunnya Angka Harapan Lama Sekolah

tidak berdampak terhadap naik turunnya Tingkat Kemiskinan tersebut.

Koefisien Angka Harapan Lama Sekolah berada pada posisi negatif

yang artinya sesuai dengan teori yang menyatakan pengaruh terbalik

antara kedua variabel tersebut, namun dalam penelitian ini pengaruhnya

tidaklah signifikan. Angka Harapan Lama Sekolah yang tidak signifikan

untuk menurunkan Tingkat Kemisinan yang memiliki kecenderungan

fluktuatif pada setiap tahunnya.

Hal ini sejalan dengan Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Fathkul Mufid Cholili pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa variabel

Indeks Pembangunan Manusia tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap Tingkat Kemiskinan. Selain itu hal ini juga didukung karena

berdasarkan teori bahwa metode Angka Harapan Lama Sekolah

merupakan metode baru untuk mengukur tingkat pendidikan di suatu

sendiri. Hal ini disebabkan naiknya Angka Harapan Lama Sekolah

menyebabkan seseorang yang memiliki produktivitas dalam tingkat

pendidikan yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik,

yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun

konsumsinya, sehingga dapat menurunkan tingkat kemiskinan.

Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

terdahulu oleh Anca Vitcu, Elena Lungu & Luminita Vitcu pada tahun

2008 yang menunjukkan bahwa tingkat Pendidikan yang tinggi akan

menunjang produktivitas masyarakat Romania untuk mendapat pekerjaan

yang lebih layak, sehingga menambah pendapatan juga konsumsi, yang

berdampak pada membaiknya kondisi ekonomi dilihat dari pengurangan

tingkat kemiskinan dan peningkatan GDP yang baik.

Hal ini juga sejalan dengan teori dimana pendidikan (formal dan

non formal) bisa berperan penting dalam mengurangi kemiskinan dalam

jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan

produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun secara langsung

melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan

untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan

meningkatkan pendapatan mereka (Lincolin, 1999).

Hal ini juga di dukung dengan pendapat dari analisis ekonomi

dunia yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan investasi yang

Becker, 1965). Sependapat dengan Schultz dan Becker, teori dalam

peneltian ini juga menyatakan bahwa salah satu modal manusia yang

paling penting adalah pendidikan formal (Todaro, 2013). Semakin baik

akses masyarakat dalam memperoleh pendidikan, semakin besar pula

kesempatan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan. Sehingga

pembangunan yang terfokus pada sumber daya manusia bisa tercapai.

Selain itu, penduduk dengan tingkat pendidikan khususnya angka

harapan lama sekolah yang tinggi akan memiliki kemungkinan yang kecil

untuk menjadi miskin (Hong dan Pandey, 2007).

Keterkaitan lain antara pengaruh Angka Harapan Lama Sekolah

dengan Tingkat Kemiskinan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat

sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas seseorang.

Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan

mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi,

sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih

tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang

memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang

lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan

maupun konsumsinya.

Salah satu tujuan Sustainable Develompment Goals (SDGs) adalah

menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta meningkatkan

kelulusan baik SD, SMP, maupun SMA di Indonesia dapat ditingkatkan.

Secara langsung, ketika target ini dicapai maka angka Harapan Lama

Sekolah dan indikator pendidikan lainnya seperti rata – rata lama sekolah

yang keduanya merupakan indikator penghitungan IPM akan ikut

meningkat, sehingga nantinya mempunya efek stimulus terhadap

produktivitas lulusan angkatan kerja yang kemudian akan meningkatkan

pendapatan para pekerja sehingga dapat menurunkan tingkat kemiskinan

di wilayahnya (Arifin M. Kahar, 2018).

b. Pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Tingkat Kemiskinan

Dalam penelitian ini, hasil penelitian membuktikan bahwa Upah

Minimum Provinsi berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemiskinan.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.8, bahwa nilai probabilitas 0,0000 yang

artinya lebih kecil dari 0,05 dan nilai T-statistik sebesar –4.855034.

Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa setiap UMP mengalami

peningkatan sebesar 1%, maka akan menurunkan Tingkat Kemiskinan

sebesar –4.855034. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Dita Sekar Ayu pada tahun 2018 yang membuktikan

bahwa upah minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap

jumlah penduduk miskin. Hasil pengujian model fixed effect ini

menunjukan bahwa nilai koefisien upah minimum sebesar 0.00000169,

Selanjutnya, teori dalam penelitian ini mengatakan bahwa

kebijakan upah di Indonesia merujuk pada standar kelayakan hidup bagi

para pekerja. Undang Undang Repubik Indonesia No. 13/2003 tentang

Tenaga Kerja menetapkan bahwa upah minimum harus didasarkan pada

standar kebutuhan hidup layak (KHL). Pasal 1 Ayat 1 dari Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. 1/1999, mendefinisikan upah minimum

sebagai ”Upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan

tetap…”. melalui suatu kebijakan pengupahan, pemerintah Indonesia

berusaha untuk menetapkan upah minimum yang sesuai dengan standar

kelayakan hidup. Upah minimum yang ditetapkan pada masa lalu

didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum, dan selanjutnya didasarkan

pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

(Adam Smith, 1776) dalam (Presman, 2002:28-30), melalui The

Wealth of Nations menganalisis apa yang menyebabkan standar hidup

meningkat dan menunjukkan bagaimana kepentingan diri dan persaingan

berperan dalam pertumbuhan ekonomi (dan pada akhirnya menciptakan

kesejahteraan). Pertumbuhan ekonomi bisa berjalan karena adanya proses

mekanisasi dan pembagian kerja, selanjutnya pembagian kerja akan

membuat produktivitas pekerja meningkat. Visi dari The Wealth of

Nations adalah : ”--- dari kepentingan pribadi dan kepentingan nasional

dalam harmoni yang sempurna akan menghasilkan pertumbuhan

ekonomi dan kemakmuran yang terus menerus”.

bahwa penerapan upah minimum tidak selalu identik dengan

pengurangan kesempatan kerja, bahkan akan mampu mendorong proses

pemulihan ekonomi (Sumarsono, 2010:201). Di sisi lain, dampak

kebijakan kenaikan pengupahan mengakibatkan kerugian yaitu pekerja

akan mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga mampu

mendorong proses pemulihan ekonomi.

Hasil ini sejalan dengan penelitian teori dalam penelitian ini yang

menunjukkan bahwa variabel upah minimum positif dan signifikan

terhadap kemiskinan. Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah

memenuhi standar hidup. Semakin meningkat tingkat upah minimum di

suatu wilayah maka akan meningkatkan standar hidup dan pendapatan

masyarakat, sehingga memiliki efek stimulus terhadap kesejahteraan

tentunya akan meningkat. Semakin tinggi standar kebutuhan hidup

minimum dan produktivitas seorang pekerja, maka akan meningkatkan

upah yang di terima pekerja tersebut dan pada akhirnya mencipatkan

kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan di wilayahnya.

c. Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa variable Tingkat

Pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat

Kemiskinan di 33 Provinsi di Indonesia. Seperti yang tertera pada hasil

Selain itu, koefisien Tingkat Pengangguran sebesar 0.706242, artinya

bahwa setiap Tingkat Pengangguran meningkat sebesar 1% maka akan

meningkatkan Tingkat Kemiskinan sebesar 0.706242%.

Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Fatkhkul Mufid

Cholili pada tahun 2014 dimana ketika pengangguran meningkat akan

diikuti pula oleh peningkatan kemiskinan. Secara teoritis, tingkat

kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Dalam hal

ini ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka secara

otomatis tingkat kemiskinan akan meningkat.

Selanjutnya, teori dalam penelitian ini menjelaskan bahwa

pengangguran dapat menyebabkan timbulnya penyakit sosial masyarakat.

Pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai

cara, antara lain (Tambunan, 2001):

1) Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa

konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka

bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income

poverty rate dengan consumption poverty rate.

2) Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti

bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan

saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan

peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu

Hal ini juga sejalan dengan teori dalam penelitian ini bahwa

semakin tinggi angka pengangguran maka hal ini menunjukan bahwa

kondisi penduduk yang kurang baik, karena tidak semua angkatan kerja

telah memperoleh pekerjaan. Tingkat pengangguran yang tinggi juga

menunjukan bahwa penduduk tersebut hanya berfungsi sebagai

konsumen tetapi tidak berfungsi sebagai faktor input produksi yang dapat

menghasilkan output. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat

karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka

terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

Selanjutnya, hasil dalam penelitian ini juga sejalan dengan

landasan yang sudah tertera, bahwa meningkatnya angka pengangguran

dapat memberikan dampak yang buruk terhadap perekonomian suatu

negara, orang yang tidak bekerja menyebabkan seseorang tidak bisa

menghasilkan barang dan jasa. Hal ini akan diikuti dengan turunnya

pendapatan perkapita. Kemudian hal ini akan mengakibatkan para

investor tidak melakukan perluasan dalam mengembangkan usahanya,

sehingga perekonomian turun. Semakin banyak Pengangguran maka

Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan akan menurun. Dengan

demikian semakin tinggi Tingkat Pengangguran dan pendapatan

perkapita yang rendah mengakibatkan tingkat kesejahteraan menurun dan

BAB V

Dokumen terkait