• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Interpretasi Hasil Penelitian

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan interpretasi hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta implikasi penelitian terhadap lansia. Interpretasi dan hasil membahas tentang kesenjangan maupun kesesuaian anatara hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian disertai dengan tinjauanpustaka yang mendasarinya. Keterbatasan penelitian membahas tentang keterbatasan terhadap penggunaan metodologi penelitian dan implikasi membahas pengaruh atau manfaat hasil penelitian terhadap pelayanan lansia.

6.1 Interpretasi Hasil Penelitian

6.1.1 Gambaran Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri

Kauh

a. Umur

Karakteristik demografi menunjukkan bahwa lansia di kelompok posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh sebagian besar (91,7%) berusia 60-74 tahun. Hal ini disebabkan lansia pada usia 60-74 tahun rata-rata masih mampu melakukan senam dan hadir pada kegiatan posyandu lansia, dibandingkan dengan lansia yang berumur diatas 75 tahun. Lansia usia diatas 70 tahun banyak mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya baik secara fisik ataupun psikis. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk (2010) yang mengatakan bahwa lansia yang berusia 70 tahun ke

67

atas tidak aktif mengikuti posyandu dikarenakan adanya penurunan fungsi tubuhnya.

b.Jenis Kelamin

Hasil penelitian berdasarkan distribusi jenis kelamin lansia menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Desa Dauh Puri Kauh adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 65%. Motivasi lansia perempuan untuk mengikuti senam lansia dan posyandu lebih besar dibanding dengan lansia laki-laki, ini disebabkan bahwa lansia perempuan lebih sensitif terhadap perasaan sakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Henniwati (2008) yang mengatakan bahwa secara umum angka morbiditas pada perempuan lebih tinggi dan perempuan lebih cenderung merasakan sakit sehingga perempuan lebih banyak berkonsultasi dengan pihak kesehatan untuk pemeriksaan fisiknya. Daengsari (2003) menjelaskan, usia harapan hidup lansia pada perempuan jauh lebih tinggi daripada laki-laki.

d. Tingkat Pendidikan

Sebagian besar (88,3%) Lansia yang ada di Desa Dauh Puri Kauh berstatus sekolah atau berpendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses dalam rangkaian mempengaruhi dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan perilaku pada dirinya. Lansia yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan, termasuk informasi tentang pentingnya senam kesegaran jasmani lansia. Hal ini juga menunjukkan semakin tinggi pendidikan

68

maka kebutuhan dan tuntutan terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat pula, semakin rendah pendidikan akan mengakibatkan mereka sulit menerima penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Henniwati (2008) yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan meningkatkan pula ilmu pengetahuan dan informasi yang didapat.

e. Pekerjaan

Lansia di Desa Dauh Puri Kauh sebagian besar (80%) masih bekerja, hal ini dikarenakan Lansia yang masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari tidak ingin bergantung pada keluarganya, lansia ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari keluarganya. Jadi sedapat mungkin mereka ingin mempunyai sumber penghasilan sendiri. Para lansia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis daripada pekerjaan yang bersifat dinamis dan menantang. Dampak yang mereka peroleh adalah pekerjaan yang memberi kepuasan pada dirinya, walaupun pekerjaan itu jelas berbeda dengan pekerjaan pada masa mudanya. Mereka pada umumnya mengurangi kegiatannya setelah semakin tua. Bekerja bagi lansia bukan keharusan lagi, namun untuk lebih bersenang-senang dalam menikmati masa tuanya (Kuntjoro, 2002).

f. Hobi

Hasil penelitian menunjukkan 53,3% lansia di Desa Dauh Puri Kauh memiliki hobby. Ketika memasuki usia pensiun dan menjadi warga senior, banyak

69

lansia yang menjalani hidup monoton, hal ini yang menyebabkan lansia merasa perlu untuk mempunyai hobby agar tidak bosan. Hal ini sependapat dengan Nopembri (2010) yang mengatakan bagi lansia yang kondisi kesehatan memungkinkan untuk beraktivitas maka sebaiknya dicari kegemaran atau hobby yang paling disukai , terutama hobby yang sejak mudanya dulu telah ditekuni, agar lansia memiliki kegiatan yang memikat hatinya.

g. Penyakit

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa derajat kesehatan lanjut usia di Desa Dauh Puri Kauh sudah baik, dimana sebagian besar lansia sebanyak 51,7% tidak menderita sakit. Hal ini dikarenakan lansia yang rajin mengikuti posyandu lansia akan selalu mendapatkan pemerikaan kesehatan termasuk pemeriksaan faktor resiko munculnya penyakit-penyakit kronis, sementara lansia yang sudah menderita penyakit kronis akan mendapatkan terapi dan terus dievaluasi oleh tenaga kesehatan. Lansia yang rutin mengikuti senam kesegaran jasmani akan lebih sehat, hal ini sesuai dengan pendapat dari Darmojo (2004) yang mengatakan bahwa olahraga dengan teratur seperti senam lansia dapat mencegah atau memperlambat kehilangan fungsi organ. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan atau olah raga seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan.

Dari beberapa studi ilmiah pada kelompok lansia telah dibuktikan bahwa dengan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada

70

penderita hipertensi juga memperlambat proses degeneratif dan meningkatkan kebugaran fisik dan otak (Budiharjo, 2005)

6.1.2 Hubungan antara Senam Kesgaran Jasmani dengan Fungsi Kognitif

Lansia di Desa Dauh Puri Kauh

Hasil penelitian di dapatkan bahwa pada 30 lansia di Desa Dauh Puri Kauh yang melakukan senam kesegaran jasmani sebagian besar (80%) memiliki fungsi kognitif normal, sementara pada kelompok lansia yang tidak melakukan senam kesegaran jasmani sebagian besar (80%) mempunyai fungsi kognitif yang tidak normal. Perbedaan fungsi kognitif pada kelompok SKJ dan kontrol tersebut terjadi karena pada kelompok kontrol tidak terjadi pengoptimalan fungsi otak kembali secara menyeluruh dan efektif karena pada lansia telah terjadi beberapa perubahan, diantaranya perubahan fisik dan psikologis, perubahan ini mempengaruhi penurunan kemampuan kognitif lansia. Senam kesegaran jasmani lansia dapat menjaga pikiran lebih segar sehingga dapat mempertahankan daya ingatnya, terlebih dengan terus menghafal gerak-gerakan senam lansia, akan melatih kemampuan daya ingat lansia

Hal ini sesuai dengan pendapat Pujiastuti (2002) bahwa menurunnya kemampuan fungsi kognitif lansia dikarenakan susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, berat otak lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan .

71

Sedangkan pada kelompok lansia yang rutin melakukan SKJ ada upaya pengoptimalan fungsi otak secara menyeluruh ketika melakukan SKJ, sehingga ada peningkatan fungsi kognitif. Hal ini sependapat dengan Maryam (2008) manfaat melakukan senam atau olahraga secara teratur dan benar dalam waktu yang cukup yaitu memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia. Yaffe (2001) yang menyatakan bahwa efek aktifitas fisik ada hubungannya dengan menurunnya resiko penyakit kardiovaskuler dan efek secara langsung juga kepada saraf, sehingga berdampak pada fungsi kognitif.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sdiarto (2003) menemukan bahwa gerakan senam yang disebut dengan senam gerak dan latih otak pada lansia yang dilakukan secara berkesinambungan sebanyak 16 kali dengan frekwensi dua kali seminggu masing-masing selama lebih kurang 30 menit, meningkatkan kemampuan kognitif.

6.1.3 Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani dengan Keseimbangan

tubuh Lansia di Desa Dauh Puri Kauh

Hasil penelitian keseimbangan tubuh lansia menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengikuti senam kesegaran jasmani secara rutin 86,7% memiliki keseimbangan tubuh yang baik sementara dari 30 responden yang tidak mengikuti senam kesegaran jasmani 80% mengalami gangguan keseimbangan. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur akan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan tubuh berkurang seiring dengan penambahan usia karena adanya perubahan-perubahan system neurologis serta

72

sistem muskuloskeletal. Pada kelompok lansia yang mengikuti SKJ secara teratur sebagian besar memiliki keseimbangan yang baik dikarenakan lansia yang melaksanakan SKJ secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan gerak, keluwesan, serta keseimbangan tubuh yang lebih baik.

Hal ini sesuai dengan pendapat King (2009) bahwa latihan kekuatan (power training) akan meningkatkan keseimbangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Herawati dan Wahyuni (2004) bahwa senam lansia berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan lansia (p=0,014).

Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Maryam, S dan Nasution (2010), bahwa aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan gangguan keseimbangan, disebutkan bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan keseimbangan dimana aktivitas fisik yang rendah salah satunya tidak teratur berolah raga beresiko untuk terjadinya gangguan keseimbangan. Aktivitas fisik dapat dilakukan pada waktu luang, lingkup pekerjaan, dan aktivitas rutin sehari-hari seperti pekerjaan rumah, berkebun, melakukan hobi, rekreasi dan olahraga (Allender, 2001)

6.1.4 Variabel yang Berpeluang terhadap Fungsi Kognitif pada Lansia di

Desa Dauh Puri Kauh.

Setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, status pekerjaan, riwayat penyakit, serta hobby, maka dapat disimpulkan bahwa Hobi dan Senam merupakan variable yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif

73

dengan nilai signifikan hobi (0,003) < α , dan nilai signifikan senam (0,001) < α dengan asumsi jika lansia tidak memiliki hobi dan tidak mengikuti SKJ secara teratur probabilitas mempunyai fungsi kognitif normal adalah 14% . Hal ini dapat dijelaskan bahwa lansia yang rutin melakukan SKJ dan memiliki kegiatan kegemaran maka kemungkinan untuk mempunyai kognitif normal lebih besar, hal ini disebabkan dengan melakukan kegemaran atau hobi mengurangi depresi lansia, memperbaiki kondisi kesehatan umum dan menumbuhkan kebiasaan hidup sehat.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryati dkk (2013) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn fungsi kognitif pada lainsia selain melakukan aktivitas fisik yaitu melakukan hobi atau kegemaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wreksoatmodjo (2015) Menyimpulkan bahwa lansia yang tidak pernah memasak sendiri, tidak mengerjakan hobi meningkatkan resiko fungsi kognitif yang buruk, dimana tidak mengerjakan hobi meningkatkan resiko fungsi kognitif buruk sebesar dua kali, hal ini disebabkan karena kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan kegiatan berpikir yang akan merangsang aktivitas kognitif.

6.1.8 Variabel yang Berpeluang terhadap Keseimbangan Tubuh Lansia di

Desa Dauh Puri Kauh.

Setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, didapatkan bahwa pekerjaan, riwayat penyakit dan senam berpengaruh terhadap keseimbangan tubuhn lansia. Pekerjaan dapat mempegaruhi ketidak seimbangan tubuh lansia

74

terkait dengan kondisi lingkungan seperti pencahayaan, kondisi lantai dan tangga, temperatur dan kebisingan suara. Selain itu pekerjaan dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh juga dikaitkan dengan aktivitas dalam pekerjaan itu sendiri.

Lansia yang tidak bekerja beresiko berdiam diri tanpa melakukan aktivitas fisik walaupun lansia dapat saja memiliki aktivitas lain diluar pekerjaan. Lansia yang tidak bekerja dikaitkan dengan aktivitas yang kurang sehingga mempengaruhi keseimbangan. Namun lansia yang tidak bekerja juga dapat memanfaatkan waktunya untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas lain sehingga mempengaruhi keseimbangan. Hal tersebut seharusnya juga dapat menjadi peluang karena lansia yang tidak bekerja dapat diisi dengan aktivitas pekerjaan sehari-hari serta dapat mengikuti kegiatan senam kesegaran jasmani di posyandu lansia tanpa diganggu oleh jam kerja sehingga aktivitas pada lansia cukup banyak.

Olah raga teratur dan tidak berlebihan dapat membantu mengatasi radikal bebas dalam tubuh. Latihan fisik yang dapat meningkatkan system pertahanan antioksidan adalah latihan fisik dengan intensitas rendah dan sedang seperti senam kesegaran jasmani, karena aktifitas fisik pada tingkat ini mengacu pada program aktifitas fisik yang dirancang untuk meminimalkan pengeluaran radikal bebas. Gangguan metabolik seperti obesitas atau berat badan yang berlebih pada lansia dapat mengurangi keseimbangan postural. Gangguan muskuloskeletal seperti abnormalitas dan osteoarritis dapat mempengaruhi keseimbangan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Corderio (2009) bahwa nyeri pada ekstremitas bawah berkorelasi dengan keseimbangan. Gangguan muskuloskeletal, neurologis dan sensori dapat menyebabkan gangguan keseimbangan.. Penyakit

75

pada system kardiovaskuler dapat mempengaruhi keseimbangan. Hipotensi ortostatik merupakan salah satu dari gangguan pada system kardiovaskuler dan berhubungan dengan keseimbangan (Corderio, 2009). Gangguan pada reseptor sensori mempengaruhi pesan yang akan disampaikan ke otak sehingga lansia sulit berespon terhadap lingkungan (Mauk, 2010).

Penuaan juga menyebabkan gangguan penglihatan bahkan saat kondisi pencahayaan yang normal. Berkurangnya penglihatan tersebut juga dihubungkan dengan kemampuan dalam mengontrol pergerakan mata karena kemampuan pergerakan mata berkurang pada lansia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee dn Scudds (2003) kepada 66 lansia di komunitas berusia 69-94 tahun dihasilkan bahwa kelompok lansia yang tidak memiliki gangguan penglihatan memiliki keseimbangan yang lebih baik daripada yang memiliki gangguan penglihatan berat dengan p 0,003.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Mz (2014) yang menjelaskan bahwa terapi aktivitas senam ergonomis dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia . Hasil penelitian Maryam (2008) yang dilakukan pada 36 lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah Pemda DKI Jakarta juga menyatakan keseimbangan tubuh lebih baik pada kelompok lansia yang dilakukan latihan fisik selama enam minggu sebanyak tiga kali dlam seminggu daripada yang tidak.

Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor resiko dari gangguan keseimbangan. Aktifitas fisik terdiri dari aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang, aktivitas transportasi seperti berjalan, dan bersepeda, aktivitas pekerjaan, serta latihan fisik seperti olah raga dan senam (WHO, 1998).

76

Dokumen terkait