• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN TUBUH DI POSYANDU LANSIA DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN TUBUH DI POSYANDU LANSIA DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN

JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF

DAN KESEIMBANGAN TUBUH

DI POSYANDU LANSIA

DESA DAUH PURI KAUH

DENPASAR

LANAWATI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

i

TESIS

HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN

JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF

DAN KESEIMBANGAN TUBUH

DI POSYANDU LANSIA

DESA DAUH PURI KAUH

DENPASAR

LANAWATI NIM 1392161010

PROGRAM MAGISTER

STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER

HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN

JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF

DAN KESEIMBANGAN TUBUH

DI POSYANDU LANSIA

DESA DAUH PURI KAUH

DENPASAR

Tesis untuk Meperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana

LANAWATI NIM 1392161010

PROGRAM MAGISTER

STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 11 Juni 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.dr.RA Tuty Kuswardhani SpPD,K-Ger Rina Listyowati SSiT,MKes Finasim, MARS

NIP 195911041989032003 NIP 197105292008122001

Mengetahui

Ketua Program Direktur

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pasca Sarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Universitas Udayana

Prof. Dr . D.N Wirawan MPH Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)

(5)

iv

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Pada Tanggal 11 Juni 2015

Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No:

Tanggal :

Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah :

Ketua : Dr.dr. RA Tuty Kuswardani SpPD, K-Ger, Finasim, MARS

Anggota :

1. Rina Listyowati SSiT, MKes.

2. Prof. Dr.dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp.AND 3. Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya M REPRO, PA (K) 4. Dr. I Putu Ganda Wijaya, SSos, MM

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : dr. Lanawati

NIM : 1392161010

PROGRAM STUDY : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat ( MIKM) Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh Denpasar ini benar benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan , maka saya bersedia menerima sangsi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010.

Denpasar, Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan

(7)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tesis yang berjudul Hubungan Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh Denpasar.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani SpPD, K-Ger, Finasim, MARS selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan semangat, dorongan, bimbingan dan saran dalam penulisan hasil penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rina Listyowati SSiT, MKes. Selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penulisan Hasil Penelitian ini dapat diselesaikan.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Ketua Program Studi Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

(8)

vii

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

2. Tim Penguji pada ujian tesis atas koreksi dan saran perbaikan tesis ini. 3. Lansia di Desa Dauh Puri Kauh sebagai Responden dalam penelitian ini. 4. Kepala Desa dan Kader Lansia di lingkungan Desa Dauh Puri Kauh yang

telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

5. Teman-teman angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat.

Penulis menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.

Demikian hasil penelitian tesis ini penulis susun dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini.

Denpasar, Maret 2015

(9)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN SENAM KESEGARAN JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN TUBUH DI POSYANDU LANSIA

DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan. Proses menua adalah suatu proses degenerasi yang terjadi pada setiap orang dan tidak bisa dihindari namun bisa diperlambat. Berbagai penelitian ditemukan bahwa aktivitas fisik dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran analisis hubungan antara senam kesegaran jasmani terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia.

Metode penelitian ini menggunakan desain analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dengan jumlah sampel 60 lansia di desa Dauh Puri Kauh. Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang berkunjung pada posyandu lansia yang dipilih dengan cara proportio stratified random sampling berdasarkan kelompok posyandu yang berada di desa Dauh Puri Kauh baik yang melakukan senam dan yang tidak melakukan senam. Penilaian fungsi kognitif menggunakan kuesioner MoCA-Ina dan penilaian gangguan keseimbangan dengan pemeriksaan Romberg Test. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner ini disajikan dalam bentuk tabel selanjutnya diuji dengan uji statistik Chi-Square dan uji regresi logistic.

Hasil Analisis bivariat (chi square) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara senam kesegaran jasmani dengan fungsi kognitif (OR 16, CI 95% : 4,515-56,698 ) dan ada hubungan yang signifikan antara senam kesegaran jasmani dengan keseimbangan tubuh lansia (OR 26, CI 95%: 6,532-103,498). Pada analisis multivariate regresi logistic hubungan senam kesegaran jasmani terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh dengan variabel perancu ( umur, pendidikan, jenis kelamin, hobi, riwayat pekerjaan dan penyakit) menunjukkan bahwa lansia yang tidak memiliki hobi dan tidak melakukan senam secara teratur berpeluang sebesar 14% memiliki fungsi kognitif yang normal dan lansia yang tidak bekerja, memiliki riwayat penyakit serta tidak melakukan senam kesegaran jasmani berpeluang sebesar 14% memiliki keseimbangan yang baik.

Senam Kesegaran Jasmani perlu menjadi program yang dikembangkan di Posyandu Lansia untuk memperlambat terjadinya gangguan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan tubuh pada lansia.

Kata Kunci : Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi Kognitif, Keseimbangan Tubuh

(10)

ix

ABSTRACT

Correlation Between Gymnastic Elderly And Cognitive Function And Balance Of The Body Among The Elderly Visiting Health Post Clinic For

The Elderly At Dauh Puri Kauh Village Denpasar

Changes that occured among elderly people can cause cognitive impairment and body imbalance, Aging process is a degenerative process that happened to every human being,which can not be avoided, but can be slowed down. Some studies found that physical exercise can postpone cognitive impairment and body imbalance among the elderly. The aim of this study is analysing the correlation between gymnastic elderly and cogntive function and balance of the body in the elderly,

Quantitative analytical design with cross sectional approach. Sample size : 60 elderly people from Dauh Puri Kauh village, who visited the health post for the elderly. The sampling method that is used is proportional stratified random sampling, The sample is divided into those who did gymnastic elderly and those who did not. Cognitive function is measured using Mo-Ca INA questionairre , while body imbalance was examined using Romberg Test. The data is presented in tables and is tested using statistical test, Chi Square and logistic regression test.

Using bivariate analysis (Chi Square) it was shown that there is a significan correlation between gymnastic elderly and cognitive function (OR 16, CI 95% : 4,515-56,698 ) and there is also a significan correlation between gymnastic elderly and balance of the body. (OR 26, CI 95%: 6,532-103,498). Using multivariate analysis (logistic regression test), it is shown that there is a correlation between gymnastic elderly and cognitive function and balance of the body towards confounding variables ( age, education, gender, hobby,occupational history and health history). It is shown that the elderly who did not have hobby or did irregular gymnastic elderly has the probability of 14 percent to have normal cognitive function. Elderly who did not work, have history of disease and did not do gymnastic elderly has the probability of 14% to have a good body balance.

Gymnastic elderly is one of the progremme that need to be developed in health clinics for the elderly to slow down cognitive impairment and balance of the body.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ………... i

SAMPUL DALAM ……….. ii

LEMBAR PERSYARATAN GELAR ……… iii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIATISME ……….. vi

UCAPAN TERIMA KASIH ……… vii

ABSTRAK ………... viii

ABSTRACT ………. ix

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL………. xiii

DAFTAR GAMBAR……… xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi BAB I PENDAHULUAN ……….. 1.1 Latar Belakang……….. 1.2 Rumusan Masalah ……… 1.3 Tujuan Penelitian………... 1.3.1 Tujuan Umum ……….. 1.3.2 Tujuan Khusus ………. 1.4 Manfaat Penelitian………. 1 1 8 9 9 9 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA ………..

2.1 Pengertian dan Batasan Usia Lansia………. 2.2 Teori Proses Penuaan dan Perubahan pada Lansia………... 2.2.1 Teori Biologis ……….. 2.2.2 Teori Psikologis ………... 2.2.3 Teori Sosial ………. 2.2.4 Teori Spiritual……….. 2.3 Kognitif Lansia ……… 2.3.1 Definisi Kognitif ………. 2.3.2 Fungsi Kognitif pada Usia Lanjut ……….. 2.3.3 Gangguan Fungsi Kognitif ………. 2.3.4 Manifestasi Gangguan Kognitif ………. 2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lansia 2.3.6 Pemeriksaan Fungsi Kognitif………. 2.4 Keseimbangan Tubuh ………. 2.4.1 Pengertian ……… 2.4.2 Penyebab Gangguan Keseimbangan ………... 2.4.3 Dampak Gangguan Keseimbangan ………. 2.4.4 Pengukuran Keseimbangan ……… 11 11 13 14 15 15 17 17 17 18 20 21 22 23 25 25 26 27 27

(12)

xi

2.5 Program Senam Lansia ……….. 2.5.1 Senam Kesegaran Jasmani Lansia………. 2.5.2 Manfaat Senam Kesegaran Jasmani Lansia……… 2.5.3 Gerakan Senam Kesgaran Jasmani Lansia ………

29 29 30 33 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ……… 3.1 Kerangka Berpikir………. 3.2 Kerangka Konsep ………. 3.3. Hipotesis Penelitian ……….. 35 35 36 37 BAB IV METODE PENELITIAN ……….

4.1 Rancangan Penelitian ……….. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 4.3 Penentuan Sumber Data ……….. 4.3.1 Data Primer ………. 4.3.2 Data Sekunder ……… 4.4 Variabel Penelitian ……….. 4.4.1 Variabel Bebas……… 4.4.2 Variabel Terikat ……….. 4.4.3 Varibel Kontrol ……….. 4.4.4 Definisi Operasional Variabel ………... 4.5 Instrumen Penelitian ……… 4.6 Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 4.6.1 Populasi ………. 4.6.2 Sampel Penelitian ………... 4.6.3 Besaran Sampling……… 4.6.4 Cara Sampling ……… 4.7 Prosedur Penelitian ………. 4.7.1 Tahap Penyelesaian Administrasi……….. 4.7.2 Tahap Persiapan………. 4.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ……… 4.8.1 Teknik Pengolahan ……….. 4.8.2 Analisa Data ………. 38 38 39 39 40 40 40 40 40 40 40 43 45 45 45 46 47 48 48 48 51 51 52 BAB V HASIL PENELITIAN………

5.1 Analisis Univariat ……… 5.2 Analisis Bivariat ………. 5.3 Analisis Multivariat ………. 57 58 60 62

(13)

xii

BAB VI PEMBAHASAN ………. 6.1 Interpretasi Hasil Penelitian ………. 6.2 Keterbatasan Penelitian ……… 6.3 Implikasi Penelitian……….. 66 67 73 73 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……….

7.1 Simpulan ……….. 7.2 Saran ……… 76 76 77 DAFTAR PUSTAKA ………. 79 LAMPIRAN LAMPIRAN ………. 83

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO ……… 12

4.1. Definisi Operasional Variabel …….……… 41

4.2. Besar Sampel Tiap Posyandu ……….. 48

5.1. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Hobi dan Riwayat Penyakit

Lansia pada kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh …. 58 5.2. Distribusi Responden Menurut Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi

Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Desa Dauh Puri Kauh…….. 59 5.3. Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan Fungsi

Kognitif ……… 60

5.4. Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan

Keseimbangan Tubuh ……….. 61

5.5. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Fungsi

Kognitif di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh…... 63 5.6. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan

Keseimbangan Tubuh di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Model Memori Manusia ……… 19

Gambar 3.1. Konsep Penelitian …….……….. 36

(16)

xv DAFTAR SINGKATAN AD AKS : : Alzheimer Dementia

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

ATK : Alat Tulis Kantor

BDNF BOS

: :

Brain Derived Neurotropic Factor Base Of Suport

BPS COM

: :

Badan Pusat Statistik

Center of Mass

Depkes : Departemen Kesehatan

DNA IB

: :

Deoxyribose Nucleic Acid Index Barthel

Lansia : Lanjut Usia

MCI : Mild Cognitive Impairment

MENPORA : Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga

MoCA : Montreal Cognitif Assesment

MoCA-Ina : Montreal Cognitif Assemen versi Indonesia

PKK : Program Kesejahteraan Keluarga

SKJ : Senam Kesegaran Jasmani

WHO : World Health Organization

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Instrumen Barthel Index

Lampiran 4 : Kuesioner Karakteristik Lansia

Lampiran 5 : Instrumen Pemeriksaan Skreening MoCA-Ina

Lampiran 6 : Instrumen Romberg Test

Lampiran 7 : Waktu Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 8 : Hubungan Karakteristik Responden dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan persentase kenaikan paling tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan pada periode waktu yang sama kenaikan di beberapa Negara sebagai berikut : Kenya 34%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003).

Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk lansianya cepat. Sejak tahun 2000, Indonesia sudah memiliki lansia sebesar 14,4 juta penduduk (7,18% dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2020 diperkirakan akan berjumlah 28,8 juta (11,34%). Hasil pendataan yang dilakukan pada tahun 2007 ditemukan penduduk Lansia berjumlah 18,96 juta (8,42% dari total penduduk) dengan komposisi perempuan 9,04% dan 7,80% laki laki (Badan Pusat Statistik, 2013).

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi dan kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia lanjut antara lain gangguan fungsi kognitif dan keseimbangan (Hesti dkk. 2008). Berdasarkan studi literatur Wilson et all.,(2001) angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif meningkat seiring dengan angka peningkatan orang usia lanjut. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun

(19)

2

2012 melaporkan bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dengan komposisi 5,8% laki laki dan 9,5% perempuan.

National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika melakukan test keseimbangan pada lebih dari 5000 orang berusia 40 tahun atau lebih. Survei tersebut menghasilkan 19% usia kurang dari 49 tahun, 69% responden berusia 70-79 tahun, dan 85% usia 80 tahun atau lebih mengalami ketidak seimbangan. Sepertiga dari responden berusia 65 – 75 tahun mengatakan memiliki gangguan keseimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Phillips, 2011).

Proses menua adalah suatu proses degenerasi yang terjadi pada setiap orang dan tidak bisa dihindari, namun proses tersebut bisa diperlambat.. Dalam konsep AntiAging Medicine banyak menemukan fakta tentang penyebab proses penuaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rudman (1990) telah memberikan hormon pertumbuhan HGH (Human Growth Hormone) yang disuntikkan selama 2 bulan pada 21 pria dan wanita usia antara 61-81 tahun. Hasilnya adalah kondisi tubuh, nilai laboratorium, massa lemak, massa otot, kekebalan kulit dan densitas tulang sangat membaik seperti kondisi pada anak usia 10 tahun.

Otak merupakan pusat pengaturan sistem tubuh dan juga sebagai pusat kognitif. Otak merupakan organ tubuh yang rentan terhadap proses degeneratif. Saat otak mulai menua akan terjadi penurunan fungsi otak yang beresiko terjadi penurunan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh, akibatnya lansia akan mengalami gangguan dalam melaksanakan kegiatan rutin sehari harinya dan

(20)

3

akhirnya lansia menjadi tergantung pada orang disekitarnya , serta menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Meidiary, 2012).

Perubahan sistem neurologis pada lansia mengakibatkan perubahan kognitif, penurunan waktu reaksi, masalah keseimbangan dan kinetik serta gangguan tidur (Mauk, 2010). Suatu penelitian yang dilakukan di Negara Inggris dengan jumlah responden 10.255 orang lansia diatas 75 tahun, menunjukkan bahwa (55%) lansia mengalami gangguan fisik berupa arthritis atau gangguan sendi 50% dari responden mengalami keseimbangan berdiri, 45% dari responden mengalami gangguan fungsi kognitif pada susunan saraf pusat, 35 % pada penglihatan , 35% pada pendengaran , 20 % mengalami kelainan jantung, 20 % ditemukan sesak napas , serta gangguan miksi/ngompol sebesar 10%, dari beberapa gangguan yang terjadi pada lansia dapat mengakibatkan terganggunya atau menurunnya kualitas hidup pada lansia . Kemunduran yang paling banyak ditemukan adalah menurunnya kemampuan memori daya ingat (Foster, 2011).

Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor resiko menderita demensia juga akan meningkat. Orang berumur 65 tahun ke atas mempunyai resiko 11 % dan umur 85 tahun keatas resiko semakin besar yaitu 25%-47%. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa Alzheimer menyerang mereka yang berusia diatas 50 tahun, sementara di Indonesia usia termuda yang mengalami penyakit ini berusia 56 tahun. Diperkirakan sebesar 5 % lansia yang berumur 65–70 tahun menderita dimensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahunnya hingga mencapai lebih 45% pada lansia usia diatas 85 tahun (Wibowo, 2007). Prevalensi gangguan kognitif meningkat sejalan dengan

(21)

4

bertambahnya usia, kurang dari 3% terjadi pada kelompok usioa 65-70 tahun dan lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas ( WHO, 1998).

Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan berkurang seiring penambahan usia karena perubahan pada sistem saraf pusat atau neorologis, sistem sensori seperti sistem visual, vestibuler dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi dan stabilitas baik saat kondisi statis maupun dinamis atau ketika bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain seperti saat berdiri, duduk, transit dan berjalan (Delitto, 2003).

Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas normal sehari- hari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence)

pada lansia (Reuser et all., 2011). Tanpa adanya upaya pencegahan yang efektif, peningkatan jumlah populasi lansia akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dengan demensia (Ferri et al., 2005).

Salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi fungsi kognitif adalah aktifitas fisik termasuk mobilitas . Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan pergerakan fisik atau gangguan gerak, akan terjadi perbedaan dalam skor fungsi kognitif (Yaffe et al., 2001). Larson dkk. (2006) melakukan studi prospektif untuk mengetahui hubungan antara latihan fisik yang berkesinambungan dan penurunan resiko demensia dan Alhzeimer Dementia..

(22)

5

Mereka menyimpulkan bahwa latihan yang berkesinambungan berhubungan dengan resiko terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer pada penyakit paruh baya dimana orang orang yang melakukan tiga kali atau lebih per minggu resiko menderita demensia menurun dibandingkan dengan orang yang melakukan latihan fisik kurang tiga kali perminggu.

Beberapa tipe latihan diduga dapat menurunkan terjadinya gangguan yang berhubungan dengan lansia seperti Alzheimer Disease dan Demensia Vasculer.

Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah fungsi kognitif yang lambat (Foster dkk. 2011). Aktivitas fisik bermanfaat mempengaruhi fungsi kognitif usia paruh baya. Dan juga merupakan sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Sarah dkk. 2014).

Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa proses penuaan otak dapat diperlambat dengan berbagai cara yaitu antara lain aktivitas fisik, stimulasi mental dan aktifitas sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok lansia yang mendapatkan berbagai program kegiatan stimulasi otak yang menyenangkan, memiliki fungsi kognitif jauh lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan stimulasi apapun atau dengan obat-obatan saja (Howe et al., 2008).

Menurut data Susenas, BPS tahun 2007, Bali merupakan propinsi ke tiga setelah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang memilki persentase lansia terbesar di Indonesia. Di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat, telah dibentuk kelompok kelompok posyandu lansia yang dibina oleh pemegang program lansia Puskesmas,

(23)

6

kader posyandu lansia dan PKK. Jumlah sasaran baik pra lansia dan lansia meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah sasaran lansia (usia > 60 tahun) di Puskesmas II Denpasar Barat berjumlah 3. 545 orang (3,9% dari jumlah penduduk) , pada tahun 2013 berjumlah 3.898 orang ( 4,0 % dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2014 berjumlah 4.135 orang ( 4,1% dari jumlah penduduk). Program kesehatan lansia adalah Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas II Denpasar Barat dengan kegiatan di dalam dan di luar gedung. Kegiatan didalam gedung berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, sedangkan kegiatan diluar gedung dilakukan pada posyandu lansia.

Desa Dauh Puri Kauh adalah salah satu dari enam desa yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat dengan jumlah lansia sebanyak 703 orang memiliki enam Posyandu Lansia dimana tiga posyandu mengadakan senam lansia dan tiga posyandu lainnya tidak melakukan senam lansia, dengan jumlah kader posyandu lansia sebanyak 30 orang. Desa Dauh Puri Kauh dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan di desa tersebut frekwensi senam lansianya tiga kali dalam seminggu dibanding desa lainnya.

Kegiatan program lansia yang dilakukan pada posyandu lansia adalah senam lansia , pemeriksaan kesehatan dan pemberian makanan tambahan. Jenis senam yang diberikan berupa jenis Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) lansia. Jumlah kunjungan pra lansia dan lansia di Desa Dauh Puri Kauh per bulan selama tahun 2014 berkisar 25-30 orang. Rendahnya kunjungan lansia di posyandu disebabkan lansia belum memahami pentingnya posyandu terutama manfaat senam lansia dalam mencegah gangguan fungsi kognitif. Hasil wawancara yang

(24)

7

dilakukan terhadap kader ditemukan beberapa lansia yang sudah mengalami pikun dan gangguan mengingat, serta beberpa lansia mengalami jatuh. Selama ini belum pernah dilakukan evaluasi pengaruh SKJ lansia tersebut terhadap peningkatan stimulasi otak ( fungsi kognitif) dan keseimbangan tubuh lansia. Walaupun diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa kegiatan fisik akan mempengaruhi kebugaran fisik tetapi apakah senam yang selama ini diberikan dapat meningkatkan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia? Maka dari itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana program SKJ lansia yang diajarkan tersebut berpengaruh terhadap fungsi stimulus fungsi otak lansia yang secara langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia. Di Bali sendiri telah dikembangkan SKJ lansia yang diajarkan di posyandu-posyandu lansia. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan SKJ lansia. Gerakan gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus otak dan kebugaran lansia (Turana, 2013). Penelitian lain terhadap senam lansia di Panti Werdha Wana Seraya Denpasar menunjukkan bahwa Senam Tera Indonesia secara bermakna dapat meningkatkan kebugaran jantung paru lansia, hal tersebut sejalan dengan penelitian terhadap senam lansia di Bali juga berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi (Parwati, 2013). Akan tetapi penelitian pengaruh senam lansia terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia di Bali, belum penulis dapatkan informasinya, untuk itulah penulis perlu mengadakan penelitian tersebut. Dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Menado dengan judul gambaran fungsi kognitif dan keseimbangan

(25)

8

pada lansia dikota Manado ditemukan bahwa lansia yang mengalami gangguan kognitif sebesar 93,6% (Ramdhani, 2012). Maka dari itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana program senam lansia yang diajarkan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan stimulus fungsi otak lansia yang secara langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh?

b. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan fungsi kognitif di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh ?

c. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan keseimbangan tubuh lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh ?

d. Apakah ada perbedaan fungsi kognitif pada lansia yang melakukan SKJ lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia?

e. Apakah ada perbedaan keseimbangan tubuh lansia pada lansia yang melakukan SKJ lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia? f. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif lansia

di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh?

g. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh

(26)

9

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia pada kelompok lansia di desa Dauh Puri Kauh.

1.4.2 Tujuan Khusus

Melalui kegiatan penelitian ini dapat diketahui :

a. Gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa dauh Puri Kauh b. Hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif lansia di posyandu

lansia Desa Dauh Puri Kauh.

c. Hubungan antara SKJ lansia dengan keseimbangan tubuh di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.

d. Perbedaan fungsi kognitif lansia dari dua kelompok lansia, yaitu kelompok yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan SKJ di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.

e. Perbedaan keseimbangan tubuh lansia dari dua kelompok lansia, yaitu kelompok yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan senam SKJ di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.

f. Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.

g. Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.

(27)

10

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk :

1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Memberikan informasi yang berguna untuk menambah ilmu pengetahuan. b. Hasil penelitian ini dapat mendorong dan membantu penelitian lebih lanjut

dalam hal pengembangan metode penelitian.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia dan Komunitas di Desa Dauh Puri Kauh

Manfaat hasil penelitian ini bagi lansia dan keluarga adalah sebagai informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan keseimbangan lansia. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada komunitas untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh senam terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh sehingga mampu berperan sebagai penggerak para lansia untuk rajin melakukan senam lansia.

b. Bagi Puskesmas II Denpasar Barat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pemegang program lansia, untuk mengajarkan SKJ lansia pada seluruh kelompok posyandu lansia.

c. Bagi Dinas Kesehatan

Mempersiapkan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan, merumuskan kebijakan dan membuat perencanaan dalam program lansia.

(28)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Batasan Lanjut Usia

Sebagai landasan dan rujukan dalam penelitian, akan dikemukakan beberapa konsep, teori hasil penelitian terdahulu, serta kerangka teori yang terkait dengan penelitian ini. Lanjut usia atau lansia merupakan kelompok manusia yang memasuki tahap akhir kehidupannya. Pada kelompok lanjut usia ini terjadi proses penuaan yaitu suatu proses yang ditandai dengan gagalnya mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan yang sering didapat berupa menurunnya kemampuan hidup serta meningkatnya kepekaan individu (Turana dkk, 2013). Lanjut usaia merupakan proses akhir kehidupan dan ditandai dengan adanya gangguan adaptasi terhadap tekanan lingkungan sekitarnya dan bukan suatu penyakit. Proses menua dimulai dari sejak lahir dan terjadi terus menerus secara alamiah dan dialami oleh semua makhluk hidup (Wahyudi, 2000).

Batasan untuk menentukan lanjut usia berbeda beda, seorang dikatakan tergolong lanjut usia atau lansia apabila usianya mencapai 65 tahun keatas (Setianto, 2004).

(29)

12

WHO menggolongkan batasan usia lansia menjadi empat sesuai tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO No. Golongan lansia Usia/umur

1. 2. 3. 4.

Usia Pertengahan ( Middle age)

Lanjut Usia (Eldery)

Lanjut Usia tua (Old)

Sangat Tua (Very old)

45 – 59 tahun 60 – 74 tahun 75 – 90 tahun

90 tahun

Sumber : Setianto, 2004

Semua orang yang berusia 56 tahun ke atas , tidak mampu memenuhi keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari dan tidak mempunyai penghasilan, mereka ini yang disebut dengan usia lanjut (Aryo, 2002). Kelompok manusia yang berumur 55-65 tahun adalah kelompok umur yang memasuki masa prapensiun dan pasti akan memasuki fase-fase penurunan seperti menurunnya stamina tubuh/kesehatan dan menurunnya ketahanan menghadapi tekanan psikologis (Saparinah, 1983) .

Dalam Undang-Undang No 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan orang jompo, dijelaskan batasan lanjut usia yang mempunyai hak menerima bantuan adalah mereka yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih ditemui perbedaan dalam menentukan berapa usia seseorang yang dapat dimasukan ke dalam penduduk lansia .

Dalam penelitian ini untuk menyatakan orang lanjut usia digunakan batasan umur 60–80 tahun yaitu golongan lanjut usia (eldery) dan lanjut usia tua (old) oleh karena pada saat umur tersebut seseorang telah memasuki masa

(30)

13

pensiun, masih beraktifitas, kemunduran fungsi kognitif masih ringan dan memungkinkan untuk melakukan kegiatan senam.

2.2. Teori Proses Penuaan dan Perubahan pada Lansia

Setiap individu akan mengalami proses penuaan yaitu peristiwa yang normal dan alamiah. Proses ini sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa. Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktur dan fisiologis, begitu juga dengan organ otak. Seperti diketahui proses penuaan sehat dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen yang berarti dipengaruhi faktor internal dan eksternal proses degeneratif (Darmojo, 2002). Akibat pengaruh faktor faktor internal antara lain penurunan anatomi, penurunan fisiologi dan terutama psikososial mengalami perubahan sangat besar, sehingga mengakibatkan mudahnya timbul penyakit. Sedangkan faktor eksternal yang mempercepat proses menua adalah budaya gaya hidup , lingkungan dan pekerjaan (Martono, 2009).

Menurut Kane and Ouslander (2011) permasalahan lansia sering disebut dengan istilah 14 Impairment (14 I). Keempat belas Impairment tersebut adalah : Immobility (mengalami hendaya lebih dari tiga hari), Incontinence (beser/ngompol), Instability (tidak stabil, berdiri dan berjalan mudah jatuh), Infection (infeksi), Intellectual impairment (gangguan intelektual atau demensia), Impaction ( sulit buang air besar), Impairment of vision and hearing, communication ,taste, convalescence, smell, skin integrity (gangguan pancindera, komunikasi, daya pulih dan kulit), Inanition (kurang gizi), Isolation (depresi) ,

(31)

14

Impecunity (tidak punya uang), Immune deficiency ( daya tahan tubuh yang menurun), Iatrogenesis (munculnya penyakit dikarenakan mengkonsumsi obat-obatan) , Impotence (impotensi) dan Insomnia atau gangguan tidur.

Ada beberapa teori yang menjelaskan proses menua, yaitu : teori biologis, teori psikologis, teori sosial, dan teori spiritual (Maryam dkk. 2008).

2.2.1 Teori Biologis

Teori biologis meliputi immunology slow theory, teori genetik dan mutasi, teori stress, teori rantai silang, dan teori radikal bebas. Immunology slow theory, menjelaskan bahwa system imun akan meningkat dengan bertambahnya umur dan meningkatnya paparan virus ke dalam tubuh menyebabkan organ–organ tubuh akan rusak dan menjadi tua.

Menurut teori genetik dan mutasi, menjadi tua terjadi karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi karena adanya perubahan biokimia yang terjadi pada molekul-molekul DNA. Pada teori rantai silang dijelaskan adanya reaksi kimia pada sel-sel yang sudah tua mengakibatkan jaringan kolagen memiliki ikatan yang kuat. Ikatan ini menyebabkan elastisitas dan fungsi jaringan kolagen berkurang .

Teori radikal bebas, menyatakan bahwa radiakal bebas yang terbentuk di alam bebas merupakan kelompok atom yang tidak stabil dan menyebabkan oksidasi bahan bahan organik seperti protein dan karbohidrat. Radikal bebas ini menyebabkan sel-sel mengalami kematian karena tidak mampu ber- regenerasi.

(32)

15

2.2.2 Teori Psikologis

Melalui teori ini dijelaskan bahwa lansia sulit untuk dipahami dan sulit berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini disebabkan adanya penurunan intelektualitas meliputi penurunan persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan kemampuan belajar. Perubahan psikologis pada lansia juga dipengaruhi oleh status mentalnya. Pada lansia akan dijumpai gangguan dalam menerima stimulus, yang disebabkan adanya penurunan fungsi sistem sensorik sehingga diikuti juga penurunan kemampuan menerima, memproses dan merespon stimulus.

2.2.3 Teori Sosial

Beberapa teori sosial yang berhubungan dengan proses penuaan adalah : 2.2.3.1 Teori Interaksi Sosial.

Teori ini menerangkan mengapa seorang lanjut usia bertindak berdasar pada sesuatu yang dihargai masyarakat. Kekuasaan dan prestasi pada orang lanjut usia berkurang sehingga mengakibatkan berkurangnya juga interaksi sosial. Lansia masih mempertahankan harga diri dan ketaatan mengikuti perintah. 2.2.3.2 Teori Penarikan Diri

Teori ini menerangkan bahwa menurunnya status ekonomi yang dialami para lansia dan merosotnya status kesehatan menjadi penyebab penarikan diri dari pergaulan sehingga mempercepat proses penuaan.

(33)

16 2.2.3.3 Teori Aktivitas

Teori ini menjelaskan bahwa proses menua yang berhasil tergantung dari apakah lansia tersebut menyenangi dan menghargai aktifitas yang dilakukannya tersebut .

2.2.3.4 Teori Kesinambungan

Dalam teori ini dijelaskan bahwa dalam siklus kehidupan lansia terdapat kesinambungan. Kehidupan menjadi lansia mendatang, sangat ditentukan oleh pengalaman hidup saat ini. Hal ini terbukti bahwa perilaku, gaya hidup, dan harapan seseorang saat ini tidak berubah walaupun kelak menjadi tua.

2.2.3.5 Teori Perkembangan

Teori ini menerangkan bahwa menjadi tua merupakan suatu proses yang penuh tantangan dan bagaimana sikap lansia menghadapi tantangan tersebut dapat mempengaruhi apakah menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif. Akan tetapi, ini tidak serta merta menunjukkan cara menjadi tua yang diharapkan oleh lansia tersebut.

2.2.3.6 Teori Stratifikasi Usia

Teori ini digunakan untuk mempelajari sifat sifat lansia secara berkelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dilihat dari sisi demografi dan hubungannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahan teori ini tidak bisa digunakan untuk mempelajari lansia secara pribadi atau individu, mengingat adanya stratifikasi yang sangat kompleks serta berhubungan dengan klasifikasi kelas ataupun etnik.

(34)

17

2.2.4.Teori Spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang menunjukkan adanya hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tersebut tentang kehidupan. Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan berbagai aspek yaitu aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering dan longgar, berkurangnya penglihatan oleh karena kelainan refraksi atau katarak, daya penciuman menurun, daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang, persendian kaku dan sakit, inkontinensia, keseimbangan tubuh menurun, bahkan kemampuan daya ingat mulai menurun(demensia) .

2.3 Kognitif pada Lansia

2.3.1 Definisi Kognitif

Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berfikir. Proses berfikir dimulai dengan memperoleh pengetahuan dan mengolah pengetahuan tersebut melalui kegiatan mengingat, menganalisis, memahami, menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi sering disebut juga kecerdasan atau intelegensia (Ramdhani, 2008). Fungsi Kognitif atau kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Miller, 2004).

(35)

18

2.3.2 Fungsi Kognitif pada Lansia

Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori. Sebanyak 75 % dari bagian otak besar merupakan area kognitif . Kemampuan kognitif seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil penelitian diketahui bahwa kemunduran sub sistem yang membangun proses memori dan belajar, mengalami tingkat kemunduran yang tidak sama. Memori merupakan proses yang rumit karena menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang (Lumbantobing, 2006).

Prevalensi gangguan kognitif termasuk dimensia meningkat sejalan bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65–75 tahun dan lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998). Proses penerimaan informasi diawali dengan diterimanya informasi melalui penglihatan

(visual input) atau pendengarannya (auditory input) kemudian diteruskan oleh sensori register yang dipengaruhi oleh perhatian (attention), ini merupakan bagian dari proses input. Setelah itu informasi akan diterima dan masuk dalam ingatan jangka pendek (short term memory), bila menarik perhatian dan minat maka akan disimpan dalam ingatan jangka panjang (long term memory). Bila sewaktu-waktu diperlukan memori ini akan dipanggil kembali (Elis, 1993).

Diantara fungsi otak yang menurun secara linier (seiring) dengan bertambahnya usia adalah fungsi memori (daya ingat) berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from memory). Penurunan fungsi memori secara linier itu terjadi pada kemampuan

(36)

19

kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal (Strub and Black, 1992). Proses penerimaan dan penyimpanan memori dapat dijelaskan seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 : Model Memori Manusia

Sumber : The Psychology of Memory (Petersen,2002)

Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada aspek tertentu, sebagai contoh, memori primer (memori jangka pendek/Short time memory) relatif tidak mengalami perubahan pada penambahan usia, sedangkan pada memori sekunder (memori jangka panjang/ long term memory) mengalami perubahan bermakna. Artinya kemampuan untuk mengirimkan informasi dari

Input dari Lingkungan Sekitar

Sensori register: -visual

-auditori

-Haptik (Sentuhan) =persepsi

Tempat Penyimpanan jangka pendek: Memori Kerja Sementara

Tempat penyimpanan jangka Panjang: Memori Kerja Permanen

Output Responsi Kontrol proses:

- Latihan

- membuat keputusan

(37)

20

memori jangka pendek ke jangka panjang mengalami kemunduran dengan penambahan usia. Dari sebuah penelitian pada orang dengan kognisi normal berusia 62-100 tahun, disimpulkan bahwa kemampuan proses belajar (learning)

atau perolehan (acquisition) mengalami penurunan yang sama secara bermakna pada penambahan usia, tetapi tidak berhubungan dengan pendidikan, sedangkan kemampuan ingatan tertunda (delayed recall atau forgetting) sedikit menurun tetapi lazimnya tetap, terutama kalau faktor pembelajaran awal dipertimbangkan (Petersen et al., 2002).

Petersen (2002) juga telah berhasil melakukan penelitian longitudinal membandingkan kemampuan kognitif pada usia lanjut normal, gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment/MCI) dan demensia Alzheimer ringan, telah disimpulkan bahwa MCI merupakan keadaan transisi antara kognitif normal dan demensia (terutama Alhzeimer). Latar belakang penelitian Petersen adalah bahwa subyek MCI mempunyai gangguan memori sesuai usia dan pendidikan tetapi tidak ada demensia, sehingga diagnose MCI dibuat pada pasien dengan criteria berikut : (a) ada keluhan memori, (b) aktifitas hidup sehari-hari normal, (c) fungsi kognisi umum normal, (d) memori abnormal untuk usia, (e) tidak ada dimensia.

2.3.3 Gangguan Fungsi Kognitif

Pengelompokan tingkat gangguan fungsi kognitif dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Menurut Mauk (2010), berdasarkan tingkat keparahan

(severity), gangguan fungsi kognitif dapat dibagi tiga yaitu : a. Tidak ada gangguan fungsi kognitif

(38)

21 b. Gangguan kognitif ringan

c. Gangguan kognitif berat

2.3.4 Manifestasi Gangguan Kognitif

Gangguan Kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori, visuofasial dan kognisi.

2.3.4.1 Gangguan Bahasa, memori, emosi, visuofasial dan kognisi :

Gangguan bahasa yang sering terjadi terutama pada perbendaharaan kosakata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang ditunjukkan kepadanaya (confrontation naming), tetapi akan lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama buah atau hewan dalam satu kategori (categorical naming), ini disebabkan karena daya abstraksinya mulai menurun.

2.3.4.2 Gangguan Memori

Gejala pertama yang sering timbul pada pasien yang mengalami gangguan kognitif adalah gangguan mengingat. Pada tahap awal gangguan pada memori barunya, namun selanjutnya memori lama juga akan terganggu. Gangguan fungsi memori dibagi menjadi tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu :

a. Memori segera (immediate memory), jarak waktu antara stimulus dan recall

hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).

b. Memori baru (recent memori), jarak waktu lebih lama yaitu beberapa menit, jam bulan dan bahkan tahun.

(39)

22

c. Memori lama (remote memory) jarak waktunya bertahun tahun bahkan seumur hidup.

2.3.4.3 Gangguan visuospasial

Sering terjadi pada pasien pasca stroke fase recovery. Pasien lupa dengan waktu, tidak mengenali hari, wajah teman dan sering tidak tahu tempat dimana dia berada (disorientasi waktu, tempat dan orang). Gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien menyelusuri jejak secara bergantian, mengkopi gambar atau menyusun balok balok sesuai bentuk tertentu.

2.3.4.4 Gangguan kognisi

Fungsi inilah yang paling sering terganggu, terutama gangguan daya abstraksi. Lansia selalu berpikir konkrit, sehingga sulit memberi makna peribahasa, juga terjadi penurunan daya persamaan (Hussain, 2008).

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lansia

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah faktor sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal sendiri. Aktifitas fisik termasuk mobilitas diidentifikasi merupakan salah satu faktor yang diduga ada hubungannya dengan fungsi kognitif. Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe et all., 2001). Seseuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monginsidi (2013) disebutkan bahwa lebih banyak terdapat penurunan fungsi kognitif pada lansia dengan umur yang lebih tua. Profil fungsi kognitif berdasarkan riwayat

(40)

23

pendidikan menunjukkan bahwa sampel dengan pendidikan kurang dari sembilan tahun sebagian besar mengalami penurunan fungsi kognitif.

Penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan fungsi kognitif pada lansia yaitu penyakit serebrovaskuler, tumor otak, trauma, dan infeksi pada otak Turana ( 2013). Pada hasil ditemukan sampel yang memiliki riwayat penyakit kronis memiliki hasil penurunan fungsi kognitif yang dominan dibanding yang tidak memiliki riwayat penyakit kronis.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryati dkk (2013) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn fungsi kognitif pada lainsia selain melakukan aktivitas fisik yaitu melakujkan hobbi atau kegemaran.

2.3.6 Pemeriksaan Fungsi Kognitif

Test yang dipakai untuk skreening fungsi kognitif adalah Montreal Cognitif Assesment (MoCA) yang sudah dimodifikasi yang disebut MoCA-Ina

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Nasreddin, dkk, test MoCA-Ina dengan cut of point 26 mendapatkan hasil sensivitas MoCA-Ina 90% lebih tinggi dibandingkan MMSE yang hanya 18%, sedangkan spesifitas test MoCa-Ina

adalah sebesar 87% untuk mendeteksi Mild Cognitif Impairment (MCI). Test MoCA-Ina sangat tinggi sensivitas dan spesivitasnya untuk mengukur Mild Cognitif Impairment dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit (Nasredine, 2012).

Yafe et all.,(2001) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa MoCA-Ina

(41)

24

stroke akut. Test Validasi MoCA-Ina telah dilakukan di Indonesia, dari hasil penelitian ini didapatkan nilai Kappa total dua orang dokter adalah 0,820. Didapatkan kesimpulan bahwa tes MoCA versi Indonesia (MoCA Ina) telah valid menurut kaidah validasi transkultural sehingga dapat digunakan.

MoCA–Ina terdiri dari 30 poin yang diujikan dengan menilai beberapa domain kognitif :

a Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail making B (satu poin), phonemic fluency test ( satu poin), dan two item verbal abtraction ( satu poin).

b. Visuospasial : dinilai dengan clock drawing tast (tiga poin) dan menggambarkan kubus tiga dimensi (satu poin)

c. Bahasa : menyebutkan tiga nama binatang (singa, unta, badak ; tiga poin), mengulang dua kalimat (dua poin), kelancaran berbahasa (satu poin).

d. Delayed recall : menyebutkan lima kata (5 poin), menyebutkan kembali setelah lima menit (5 menit)

e. Atensi : menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit fordward and backward (masing-masing 1 poin)

f. Abstraksi : menilai kesamaan suatu benda ( 2 poin)

g. Orientasi : menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota (masing-masing 1 poin) (Naserddine, 2012).

Pada penelitian ini untuk mengukur fungsi kognitif para lansia digunakan test The Montreal Cognitif Assesment yang sudah dimodifikasi di Indonesia (MoCA–Ina)

(42)

25

2.4 Keseimbangan Tubuh

2.4.1 Pengertian

Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan proyeksi pusat tubuh pada landasan penunjang baik saat duduk, berdiri, berjalan dan transit ( Winter, 1995 dalam Howe et al., 2008). Keseimbangan dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas dan posisi tubuh ketika sedang bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain. (Lee dan Scudds, 2003) Keseimbangan dapat diartikan juga sebagai kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi (center of gravity) atas dasar dukungan bidang tumpu (base of support) (Mauk, 2010).

Keseimbangan dikelompokkan dalam dua tipe yaitu : Keseimbangan statis yang berperan mempertahankan posisi tubuh pada saat tidak bergerak atau berubah. Contohnya pada saat berdiri dengan bertumpu pada satu kaki, berdiri di atas papan keseimbangan dan keseimbangan dinamis yang menggambarkan kemampuan mempertahankan keseimbangan dimana tubuh selalu bergererak atau berubah, contohnya keseimbangan pada saat berjalan. Keseimbangan dinamis melibatkan kemampuan kontrol tubuh karena tubuh bergerak dalam ruang ( Howe et al., 2008).

Kemampuan mengontrol keseimbangan sangat perlu karena dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), tubuh hampir selalu berubah pusat massanya (COM = center of mass) dan landasan penunjangnya (BOS = base of support). Fungsi menegakkan tubuh dari kontrol keseimbangan

(43)

26

memungkinkan seseorang bergerak dari satu postur ke postur lain sambil menjaga kestabilan secara statistik maupun dinamik. Dalam penelitian ini responden akan dinilai kemampuannya untuk melakukan AKS menggunakan Index Barthel (IB).

Index Barthel (IB) mengukur kemandirian dalam melakukan AKS dan mobilitas yang didasarkan pada pengamatan langsung, dengan menilai AKS yang benar-benar dikerjakan pasien sehari-harinya dan bukan menilai apa kemampuan pasien. IB terdiri dari 10 item yang diberi skor 0, 1, 2 dengan nilai total maksimum 20 poin. Interpretasi skor total IB adalah 20 berarti mandiri, 12-19 ketergantungan ringan, 9-11 ketergantungan sesang, 5-8 ketergantungan berat, 0-4 ketergantungan total.

2.4.2 Penyebab Gangguan Keseimbangan Tubuh

Gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia disebabkan oleh adanya perubahan perubahan sistem neurologis atau saraf pusat, sistem sensoris terutama sistem visual, propioseptif dan perubahan pada sistem vestibuler serta sistem musculoskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan lansia dapat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat jayuh, aktivitas fisik, status nutrisi, hipotensi ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal (lingkungan dan penggunaan alas kaki ) Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara usia, pekerjaan, riwayat jatuh, hipotensi ortostatik, status nutrisi, takut jatuh dengan keseimbangan. Faktor internal lebih berhubungan dengan keseimbangan daripada faktor eksternal (Achmanagara, 2012).

(44)

27

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Annafisah dan Rosdiana (2012) terdapat pengaruh senam lansia terhadap keseimbangan tubuh yang diukur menggunakan Romberg Test pada lansia sehat dengan keeratan hubungan sedang (r=0,495). Lansia yang melakukan senam memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sebanyak 97,56 % seimbang dan 2,44% tidak seimbang. Lansia yang tidak senam memiliki keseimbangan tubuh yang lebih buruk, sebanyak 46,34% seimbang dan 53,66% tidak seimbang

2.4.3 Dampak Gangguan Keseimbangan Tubuh

Akibat dari gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering menyebabkan injuri, kehilangan kemandirian, kecacatan dan berkurangnya kualitas hidup (Salzman, 2010). Jatuh menyebabkan kurangnya kapasitas dalam melakukan kegiatan sehari hari, mengakibatkan keterbatasan fisik, kegagalan sistem musculoskeletal dan sistem pernapasan, fraktur pada pinggul, ulna, humerus. Jatuh juga mengakibatkan luka memar, luka lecet, terkilir subdural hematom dan bahkan kematian (Johnston, 2000). Resiko terjadinya jatuh pada lansia dapat di kurangi dengan meningkatkan keseimbangan lansia (Singh, 2000).

2.4.4 Pengukuran Keseimbangan

Ada bermacam macam cara untuk mengukur keseimbangan, antara lain : a. Platform Stabilometri

(45)

28

Pasien berdiri tenang/diam di atas sebuah force platform dengan empat

transducer yang mengukur gaya yang menekan platform, dihubungkan untuk dianalisis oleh komputer dengan perangkat lunak.

b. Test Romberg

Test Romberg menilai keseimbangan statik pada pasien yang berdiri tegak dengan mata terbuka dan tertutup, diamati peningkatan goyangan, tremor atau kehilangan keseimbangan. Pada kelainan propioseptif, pasien dapat memelihara keseimbangan saat mata terbuka, tetapi kehilangan keseimbangan saat menutup ke dua matanya. Ini disebut tanda dari Romberg. Pada kelainan serebelum, pasien tidak dapat memelihara keseimbangan dan akan terjatuh baik saat mata terbuka maupun mata tertutup (Annafisah, 2012).

c. Skala/indeks keseimbangan

Mengukur keseimbangan lebih mudah dengan menggunakan skala/indeks, sehingga dapat dinilai dengan skor dan dengan demikian dapat mengetahui derajat/tingkat keseimbangan dengan lebih akurat.

d. Berg Balance Scale (BBS)

Pengukuran terhadap satu seri keseimbangan yang terdiri dari 14 jenis tes keseimbangan statis dan dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada kualitas dan waktu yang diperlukan dalam melengkapi test). Alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan test keseimbangan dengan cara Berg Balance Scale adalah stopwatch, kursi dengan penyangga lengan, meja, obyek untuk dipungut dari lantai, blok (step stool) dan penanda. Waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 10-15

(46)

29

menit. Pada test keseimbangan dengan cara ini pasien dinilai waktu melakukan hal-hal seperti duduk ke berdiri, berdiri tak tersangga, duduk tak tersangga, berdiri ke duduk, transfer, berdiri dengan mata tertutup, berdiri dengan kedua kaki rapat, meraih ke depan dengan lengan terulur maksimal, mengambil obyek dari lantai, berbalik untuk melihat ke belakang, berbalik 360 derajad, menempatkan kaki bergantian ke blok (step stool), berdiri dengan satu kaki di depan kaki yang lain , berdiri satu kaki. Nilai total skor adalah 56.

Reliabilitas rates dan interrater tinggi pada pasien stroke dan usia lanjut. Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan perkembangan pasien stroke. Keunggulan dari tes ini adalah meliputi banyak tes keseimbangan, khususnya tes fungsional baik statis maupun dinamis. Kelemahan dari tes Berg Balance Scale ini adalah keterbatasan dalam menilai gangguan keseimbangan ringan dan sedang.

Pada penelitian ini dipakai Test Romberg untuk menilai keseimbangan lansia. Tes Romberg ini menilai keseimbangan statik pada pasien yang berdiri tegak dengan mata terbuka dan tertutup sebagai organ visual, sementara sebagai organ propioseptif adalah peningkatan goyangan, tremor dan kehilangan keseimbangan. Test Romberg digunakan untuk menilai propioseptif yang dapat menggambarkan sehat tidaknya fungsi collumna dorsalis pada medulla spinalis. (Annafisah, 2012)

(47)

30

2.5 Program Senam Lansia

2.5.1 Senam Kesegaran Jasmani Lansia

Senam lansia merupakan rangkaian gerakan yang dirancang khusus bagi para lanjut usia. Gerakan gerakan pada Senam Lansia low impact dan bukan high impact merupakan rangkaian gerakan ringan kegiatan sehari hari dengan diiringi musik yang lembut dan tidak menghentak–hentak sehingga menimbulkan suasana santai. Gerakan otot yang dipilih adalah gerakan otot yang tidak terlalu menimbulkan beban dan setiap gerakan dibatasi sampai 16 hitungan. Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan diberbagai tempat seperti di Panti Wredha, Posyandu, Klinik Kesehatan dan Puskesmas (Suroto, 2004).

Senam lansia ini dirancang khusus untuk membantu para lansia agar dapat mencapai usia lanjut yang sehat, bahagia dan sejahtera. Gerak-gerakannya ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan lansia. Aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah secara terencana diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga (Tilarso,1988).

(48)

31

2.5.2 Manfaat Senam Kesegaran Jasmani Lansia

Manfaat utama senam lansia adalah melatih fisik, fokus pada kekuatan tulang, melibatkan otot otot besar. Efek lain yang didapat dari senam lansia disebutkan para peserta menyatakan bisa tidur lebih nyenyak. Senam lansia ini juga dapt menjaga pikiran lebih segar sehingga dapat mempertahankan daya ingatnya, terlebih dengan terus menghafal gerak-gerakan senam lansia, akan melatih kemampuan daya ingat lansia ( Tilarso, 1998). Orang yang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan gerak, keluwesan,

cardiovascular fitness dan neuromuscular fitness (Buchner et al. 1992). Setiap orang yang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan jumlah volume darah juga akan meningkat, 20% darah terdapat di otak, sehingga melalui senam lansia akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimal yang di dapat adalah lansia merasa senantiasa bergembira, berbahagia, bisa tidur lebih nyenyak dan pikiran pikiran tetap segar ( Tilarso, 1988).

Dari beberapa studi ilmiah pada kelompok lansia telah dibuktikan bahwa dengan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi juga memperlambat proses degenerative dan meningkatkan kebugaran fisik dan otak (Budiharjo, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijianto (2013) dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh senam kesegaran jasmani lanjut usia dan senam yoga terhadap peningkatan

(49)

32

keseimbangan dinamis. Dimana hasilnya senam kesegaran jasmani lanjut usia lebih baik peningkatan keseimbangan dinamisnya dibandingkan senam yoga.

Penelitian menunjukan saat melakukan aktivitas fisik juga dapat langsung menstimulasi otak. Olah raga yang teratur dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF) (Turana, 2013). Protein BDNF ini berperan penting dalam menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat. Telah banyak penelitian mengenai peranan BDNF terhadap fungsi memori. Kadar BDNF yang rendah berhubungan dengan gejala penyakit kepikunan. Dengan olahraga yang teratur akan dapat meningkatkan kadar BDNF ini. Fakta inilah yang dapat menjelaskan bahwa lansia yang banyak melakukan aktivitas fisik yang menyenangkan mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Yaffe dkk. (2002) terhadap 5.925 wanita berusia diatas 65 tahun tentang manfaat berjalan terhadap gangguan kognitif. Kemudian dilakukan follow up selama delapan tahun, hasilnya kelompok wanita yang berjalan lebih jauh akan mengalami penurunan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan kelompok wanita yang jarak jalannya lebih dekat.

Senam kesegaran jasmani lansia merupakan latihan fisik yang memberikan pengaruh pada kebugaran otak manusia. Latihan ini merupakan penyelarasan fungsi gerak, pernafasan dan pusat berpikir (memori dan imajinasi). Rangkaian gerakan yang terangkum dalam latihan senam tidak hanya melibatkan pusat-pusat gerakan otot-otot terentu di otak (homunculus) dengan corpus calosum (gerakan menyilang), tetapi juga melibatkan beberapa pusat yang lebih tinggi di otak (High Cortical Functions) (Markam,2005).

(50)

33

Gerakan-gerakan dalam senam dapat merangsang kerja sama antar belahan otak dan antar bagian-bagian otak termasuk serebelum serta aktivitas di level kortikal meningkat. Hal ini dapat meningkatkan kerjasama sel saraf dan memperbanyak terbentuknya cabang-cabang julur sel yang saling berhubungan dengan sinapsisnya sehingga dapat meningkatkan fungsi kerja otak. Kemudian reseptor sensoris (vestibuler, visual, dan propioseptif) akan ikut terstimulasi kemudian stimulus diubah menjadi impuls saraf yang akan dibawa dan diteruskan ke otak, kemudian semua informasi sensoris dikumpulkan di thalamus dan informasi tersebut dikirim dan diolah di otak kecil, pusat gerakan otot di

homunculus, pusat rasa sikap dan rasa gerakan di corpus calosum lalu dipersepsikan oleh lobus frontalis (area motor dan kognisi) dan amigdala (pusat emosi) yang mana informasi dari emosi diubah menjadi pola reaksi melalui reflek

vestibule-ocular dimana potensial aksi masuk ke serabut otot melalui sinapsis antara serabut saraf dan otot (neuromuscular junction). Adanya aktivitas dari otot yang berkontraksi, dapat memelihara dan meningkatkan otot-otot sehingga stabilitas dan keseimbangan tubuh juga meningkat (Markam, 2005)

Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Manfaat senam lansia lainnya yaitu terjadi keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang sehingga pembentukan tulang berkurang dan dapat berakibat pada pengeroposan tulang. Senam yang diiring dengan latihan

(51)

34

serabut otot ad impuls saraf yang dinamakan muscle spindle, bila otot diulur

(recking) maka muscle spindle akan bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik menarik, akibatnya otot menjadi kenyal.

Orang yang melakukan peregangan akan menambah cairan sinovial sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera (Suroto, 2004). Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-usaha yang akan memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis. Faktor fisiologi dan metabolik yang dikalkulasi termasuk penambahan sel-sel darah merah dan enzim fosforilase

(proses masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik, bertambahnya aliran darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang mengandung mioglobin dan mitokondria serta meningkatknya enzim-enzim untuk proses oksigenasi jaringan (Kusmana, 2006). Sedangkan menurut Depkes (2003) olah raga dapat memberi beberapa manfaat, yaitu : meningkatkan peredaran darah, menambahkan kekuatan otot, dan merangsang pernapasan dalam. Selain itu dengan olahraga dapat membantu pencernaan, menolong ginjal, membantu kelancaran pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan dan melenturkan kulit, merangsang kesegran mental, membantu mempertahankan berat badan, memberikan tidur nyenyak, memberikan kesegaran jasmani.

Kebugaran Jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan berarti dan memiliki cadangan tenaga tambahan untuk melakukan pekerjaan tambahan. Komponen-komponen kebugaran jasmani terdiri dari : Kekuatan (Strenght), Daya Tahan (Endurance), Daya Otot (Muscular Power), Kecepatan (Speed), Daya lentur (Flexibility),

Gambar

Gambar 3.1 : Konsep Penelitian  Sumber : Modifikasi : Yafe  et al. (2001) ; Ho et al. (2001)  Keterangan :
Gambar 4.1 Struktur studi cross sectional
Gambar di sini :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya peraturan mengenai Verified Gross Mass (VGM) yang seharusnya dilaksanakan mulai awal tahun 2017 pada peti kemas

Setelah data hasil belajar berupa nilai pretest dan posttest kelas control dan kelas eksperimen diperoleh, maka dilakukan analisis statistik untuk mengetahui

Untuk memperbaiki kekurangan- kekurangan yang ada pada rangkaian inverter hendaknya dapat menggunakan komponen yang lebih baik, agar performasi inverter semakin baik dan

Besarnya reaktansi induktif berbanding langsung dengan perubahan frekuensi dan nilai induktansi induktor, semakin besar frekuensi arus bolak-balik dan semakin

[r]

Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum yang memenuhi syarat untuk bahan campuran beton, tetapi air untuk campuran beton adalah air yang bila

Biaya pelaksanaan uji kompetensi sesuai dengan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan1. Pendidikan Tinggi Nomor 307/M/Kp/IV/2015 adalah

Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hatidan bertangkai yang tumbuh