• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interval tahun 1960-1986

Dalam dokumen Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan (Halaman 125-130)

BAB V ANALISIS MORFOLOGI KAMPUNG NELAYAN BELAWAN

5.3 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau

5.3.2 Interval tahun 1960-1986

Batas interval ini ditentukan penulis dikarenakan pada tahun 1986 ini terdapat suatu peristiwa yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat yang ada di kampung tersebut, yaitu didirikannya sebuah Sekolah Dasar Negeri oleh pemerintah Kota Medan.

Pada interval waktu ini, kampung nelayan Belawan Medan ini mengalami pertumbuhan dari segi kuantitas penduduknya. Penduduk yang bertambah pada interval waktu ini masih merupakan kerabat dari kelima nelayan awal yang mendiami kampung tersebut. Kelima nelayan pertama yang mendiami kampung ini mengajak

kerabat mereka untuk tinggal di kampung ini karena melihat kemudahan untuk memiliki tempat tinggal di kampung tersebut. Selain kerabat yang diajak untnuk tinggal di kampung tersebut, keturunan dari kelima nelayan pertama tersebut yang sudah berkeluarga juga membangun rumahnya di kampung tersebut. Sehingga kuantitas penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini semakin bertambah.Walaupun kuantitas penghuni kampung ini semakin bertambah, namun belum ada fasilitas umum yang didirikan di kampung ini untuk melayani kebutuhan warganya. Menurut hasil wawancara peneliti terhadap Kepala Lingkungan XII, Bapak Safaruddin, hal ini dikarenakan lahan yang mereka tempati ini tidaklah memiliki status kepemilikan yang sah, sehingga pemerintah kota enggan untuk masuk dan membangun fasilitas umum yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh warga kampung nelayan Belawan Medan ini.

Warga kampung bersepakat mengajukan permohonan kepada pemerintah Kota Medan untuk mendirikan sebuah sekolah di kampung mereka ini. Namun, pemerintah kota mengeluarkan banyak argumen sehingga permohonan warga ini berulang kali ditolak. Akan tetapi, warga kampung nelayan Belawan Medan ini tidak patah arang, mereka terus menerus mengusahakan agar permohonan mereka dapat dipenuhi oleh pemerintah setempat. Saat itu kuota warga kampung nelayan Belawan Medan ini yang sudah mencapai 100 kepala keluarga, terus berupaya agar pembangunan sekolah di kampung mereka dapat dipenuhi. Setelah bertahun-tahun bermohon, maka akhirnya pada tahun 1986, keinginan warga kampung dipenuhi oleh

pemerintah. Pemerintah Kota Medan memdirikan sebuah Sekolah Dasar Negeri di kampung nelayan Belawan Medan ini.

Pada Gambar 5.6 dapat kita lihat posisi sekolah yang didirikan berada di tengah kampung. Penentuan lokasi pendidiran sekolah ini berdasarkan mufakat dari warga pada saat itu. Mereka sepakat mendirikan sekolah di tengah kampung agar dapat dengan mudah diakses oleh seluruh warga yang ada di seluruh penjuru kawasan kampung tersebut.

Faktor topografi kawasan juga mempengaruhi penempatan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibangun. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibangun lebih diarahkan ke bagian tengah kampung, ke arah daratan, yang cukup terhindar dari abrasi tanah yang terkikis air laut.

Selain sebuah sekolah, warga juga mempertimbangkan pentingnya sebuah sarana ibadah di kampung tersebut. Untuk itulah mereka bergotong royong membangun sebuah Mushollah di kampung tersebut. Pembangunan mushollah ini juga berdasarkan mufakat warga kampung, mulai dari penentuan lokasinya, luasan bangunannya yang tentunya disertai dengan pertimbangan biaya pembangunannya. Pengerjaannya dilakukan secara gotong royong, mulai dari pembersihan lahan, pengumpulan material bangunan serta pengumpulan dana untuk membeli peralatan yang diperlukan dalam proses pembangunan mushollah tersebut.

Pada interval ini, selain pertumbuhannya yang mengikuti topografi kawasannya, serta pembagian lahannya yang cenderung mengikuti keinginan masyarakatnya, terjadi juga gejala Synoecism seperti yang dikemukakan Spiro Kostof

pada teorinya tentang permukiman organik, yaitu gejala yang menunjukkan suatu pola organik jika dilihat dari dua hal yaitu terbentuknya kawasan karena keinginan dan kesepakatan masyarakat setempat, dan terbentuknya pusat kegiatan. Pada kampung nelayan Belawan Medan ini, kesepakatan masyarakat sangat kuat pengaruhnya terhadap proses pembentukan kampung tersebut. Juga adanya pusat kegiatan baru seperti sekolah dan mushollah yang dibangun pada akhir interval ini.

Disini juga dapat kita lihat pada area kampung Karang Taruna, yaitu area yang berada di seberang paluh yang membelah kampung nelayan tersebut, sudah berdiri 4 (empat) rumah. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti dan hasil wawancara terhadap Pak Alex sebagai orang yang paling lama tinggal di kampung Karang Taruna ini, keempat rumah pertama di kampung Karang Taruna ini adalah milik Pak Mariadi, Pak Ponijan, Pak Rahmat, dan Pak Denan Salim yang merupakan anggota sebuah organisasi yaitu Karang Taruna. Karena itulah area ini mereka namakan kampung Karang Taruna. Pak Mariadi adalah ketua dari organisasi Karang Taruna tersebut, sehingga untuk perkembangan selanjutnya, setiap orang yang ingin membangun rumah di kampung Karang Taruna ini haruslah meminta persetujuan beliau, selain tentunya izin dari Kepling wilayah kampung nelayan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Spiro Kostof mengenai hukum dan aturan sosial yang berlaku di masyarakat yang kemudian menciptakan suatu pola tertentu secara organik.

Pada interval waktu ini, kampung nelayan Belawan Medan yang tadinya merupakan kawasan hutan lindung mangrove, telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dengan fasilitas pendidikan dan fasilitas ibadah di dalamnya.

Gambar 5.6

Permukiman Nelayan pada Interval Tahun 1960 - 1986 Sumber : Hasil Analisis, 2014

Dari Gamabar 5.6 diatas, bentuk morfologi kampung nelayan Belawan Medan yang terlihat adalah permukiman yang terbentuk di sepanjang pesisir mengikuti garis pantainya. Terlihat juga pada gambar, permukiman penduduk terbagi mengelompok, berkaitan dengan sistem kekerabatan, dimana kerabat dari orang yang telah tinggal lebih dahulu di kampung tersebut, akan membangun rumahnya saling berdekatan. Pada bagian utara kampung terlihat satu kelompok kecil permukiman, dimana permukiman di area tersebut didominasi oleh suku Banjar, dan oleh sebab itu jugalah area tersebut dinamakan kampung Banjar. Sedangkan pada sisi Timur, terlihat sebagian permukiman yang juga mengelompok, dimana permukiman di area ini didominasi oleh orang-orang yang pencahariannya adalah pencari kerang, sehingga area ini dinamakan kampung kerang.

Dalam dokumen Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan (Halaman 125-130)

Dokumen terkait