• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interval tahun 1996-sekarang

Dalam dokumen Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan (Halaman 134-148)

BAB V ANALISIS MORFOLOGI KAMPUNG NELAYAN BELAWAN

5.3 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau

5.3.4 Interval tahun 1996-sekarang

Saat ini kampung nelayan Belawan Medan dihuni oleh lebih dari 500 KK. Hal ini tentunya didukung oleh berbagai fasilitas umum yang ada di kampung tersebut. Sejak masuknya aliran listrik ke kampung tersebut, semakin banyak orang yang ingin tinggal menetap di kampung tersebut.

Pada tahun 2004, Bapak Abdillah yang saat itu menjabat sebagai Walikota Medan memberikan sumbangsih berupa pembangunan sebuah masjid di kampung nelayan Belawan Medan ini. Dikarenakan berdirinya sebuah masjid baru di kampung ini, maka bangunan mushollah yang ada difungsikan warga sebagai Taman Kanak- Kanak. Bahkan di kampung Karang Taruna, seiring dengan pertumbuhan warganya, mereka juga bersepakat mendirikan sebuah masjid di kampung mereka.

Tidak hanya itu saja, warga kampung nelayan Belawan Medan ini juga mulai memikirkan bahwa mereka membutuhkan sebuah balai warga untuk tempat mengumpulkan warga, sehingga mereka bersepakat mendirikan sebuah bangunan aula yang dapat menampung berbagai kegiatan warga kampung.

Namun agak berbeda untuk penempatan aula sebagai tempat berkumpulnya warga. Aula yang dibangun di kampung nelayan ini terletak di pinggir sungai lebih ke arah air. Sejak didirikan, aula ini menjadi landmark bagi kampung nelayan Belawan Medan ini. Bangunannya yang cukup besar terlihat kontras dengan bangunan lainnya yang ada disekitarnya. Bahkan, dari seberang Pelabuhan Belawan, bangunan aula ini cukup terlihat dengan jelas. Dan biasanya, ketika hendak meyebrang menggunakan perahu boat, orang akan minta diturunkan di dermaga aula tersebut.

Kebutuhan akan ruang terbuka yang dapat mengakomodasi berbagai kegiatan warga juga membuat warga berinisiatif untuk membangun sebuah lapangan terbuka yang dapat digunakan warga untu tempat berolahraga, maupun melakukan berbagai hajatan.

Permukiman di kampung nelayan Belawan Medan ini sebahagian juga ada yang berfungsi ganda, yaitu selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai tempat usaha baik itu berupa warung, dan beberapa sebagai industri rumah tangga.

Sampai saat ini pertumbuhan penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini semakin meningkat. Sejak tahun 2010, fasilitas umum untuk melayani kebutuhan warga semakin bertambah. Dalam fasilitas pendidikan, pada interval waktu ini dibangun sebuah Madrasah yang merupakan sumbangsih dari Bapak H. Anif. Kebutuhan masyarakat kampung nelayan Belawan Medan ini akan fasilitas kesehatan juga menjadi alasan dibangunnya sebuah puskesmas dan sebuah posyandu.

Selain itu juga, di kampung nelayan Belawan Medan ini masyarakat bersepakat membuat sebuah lapangan badminton sebagai sarana tempat mereka berkumpul. Dalam pembangunan lapangan badminton ini, warga kampung bermufakat dalam penentuan lokasinya, luasannya, serta bergotong royong dalam pembangunannya. Selain sebagai tempat untuk berolahraga dan bermain, lapangan ini juga digunakan sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan lainnya, seperti misalnya penyelenggaran pesta pernikahan.

Di kampung nelayan Belawan Medan saat ini juga terdapat sebuah lapangan futsal yang merupakan milik pribadi dari seorang warga kampung. Pengadaannya juga dilakukan oleh individu itu sendiri, baik itu dari pembersihan lahannya, sampai kepada proses pembangunannya. Oleh sebab itu, karena bersifat pribadi, dipungut biaya bagi warga yang ingin menggunakannya.

Pada Gambar 5.8 dapat kita lihat permukiman penduduk yang semakin padat, sampai jarak antar bangunan sangatlah sempit. Pertumbuhan permukiman penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini memanjang mengikuti bentuk pesisirnya. Banyak warga yang tetap memilih membangun rumahnya di tepi pesisir walaupun mereka mengetahui bahwa wilayah tepi tersebut akan senantiasa mengalami abrasi daripada membangun rumah kearah tengah kampung. Keinginan mereka untuk lebih dekat dengan sungai sangatlah besar. Berdekatan dengan sungai memudahkan akses mereka ketika akan pergi mencari nafkah. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti, mereka yang memilih tinggal di tepi pesisir sebahagian besar dikarenakan memiliki perahu, sehingga mereka dapat dengan mudah menambatkan perahu mereka dan menjaga perahunya. Sementara mereka yang memilih membangun rumah ke arah tengah kampung, biasanya bukan lagi mereka yang mata pencaharian utamanya sebagai nelayan.

Gambar 5.8

Pertumbuhan Permukiman sepanjang tahun 1996 - Sekarang Sumber : Hasil Analisis, 2014

Mesjid

Taman Pemakaman Umum

Aula Lapangan Badminton Mesjid Madrasah Puskesmas Lapangan Futsal Posyandu Lapangan Badminton

Pada interval ini terlihat jelas bahwa pertumbuhan permukiman kampung nelayan Belawan Medan ini memanjang searah pesisirnya. Oleh sebab itu, sesuai dengan teori bentuk morfologi permukiman nelayan yang dikemukakan oleh Hassan, dapat dikatakan bahwa bentuk morfologi kampung nelayan Belawan Medan ini adalah bentuk morfologi Selari (sejajar dengan garis pantai).

5.4 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau Berdasarkan Pola Pertumbuhan Sirkulasi

5.4.1 Awal Terbentuknya pada Tahun 1957

Pada awal terbentuknya permukiman di kampung nelayan Belawan Medan ini, penghuni kampung belum memiliki jalur sirkulasi yang menghubungkan rumah- rumah yang ada pada saat itu (Gambar 5.9). Perahu yang mereka miliki yang merupakan satu-satunya moda transportasi mereka disandarkan langsung pada tiang- tiang penyangga rumah mereka. Antara penghuni rumah yang satu dengan penghuni rumah lainnya sangat jarang melakukan kunjungan dikarenakan akses mereka menuju rumah tetangga mereka haruslah melalui tanah rawa berlumpur. Belum lagi ketika air pasang naik, mereka harus menggunakan perahu atau berenang untuk dapat menuju rumah tetangga mereka.

5.4.2 Interval Tahun 1960 – 1986

Seiring dengan bertambahnya masyarakat yang bermukim di kampung nelayan Belawan Medan ini, maka semakin tinggi juga kebutuhan mereka untuk bisa saling berinteraksi. Untuk itu mereka membutuhkan moda yang dapat menghubungkan rumah-rumah mereka, sehingga mereka dapat dengan mudah saling mengunjungi satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itulah mereka mulai membuat jalur sirkulasi berupa papan titian yang saling bersambungan dan menghubungkan

Gambar 5.9

Kondisi Awal Kampung Tanpa Jalur Sirkulasi Sumber : Hasil Analisis, 2014

tiap rumah yang ada (Gambar 5.10). Masyarakat kampung saling bergotong royong dalam pembuatan jalur sirkulasi tersebut.

Pada interval ini konfigurasi alur gerak sirkulasi yang dapat kita temukan pada kampung nelayan Belawan Medan ini ada yang berupa konfigurasi linear, grid dan network. Konfigurasi linear dapat ditemukan memanjang sejajar mengikuti tepi pesisir. Konfigurasi grid dapat ditemukan pada kelompok permukiman yang berada di lapisan kedua. Sedangkan konfigurasi network dapat ditemukan pada persimpangan batas antara satu area dengan area lainnya.Pada interval ini pola sirkulasi yang terbentuk, seperti yang dikemukakan Fernandez (2011), adalah pola sirkulasi yang disesuaikan dengan keadaan topografi lahan.

Linear

Network

Grid

Gambar 5.10

Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1960-1986 Sumber : Hasil Analisis, 2014

Jalur sirkulasi yang dibuat oleh warga kampung nelayan Belawan Medan ini terbuat dari material kayu sebagai tiang pondasinya serta papan sebagai titiannya. Bahan-bahan yang mereka gunakan untuk membuat jalan tersebut mereka dapatkan dari hutan mangrove yang berada di belakang area permukiman mereka.

Masyarakat kampung nelayan Belawan Medan ini tentunya mengetahui dengan jelas ketinggian air pada saat pasang naik, sehingga mereka membangun jalan tersebut dengan pertimbangan air pasang agar jalan tersebut tidak tergenang air pada saat air sedang pasang naik (Gambar 5.11 ).

Gambar 5.11

Potongan Titian Papan sebagai Jalur Sirkulasi Kampung Sumber : Hasil Analisis, 2014

5.4.3 Interval Tahun 1987 – 1995

Pada interval waktu ini, jalur sirkulasi semakin bertumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk di kampung nelayan tersebut. Jika ada masyarakat yang ingin tinggal menetap di kampung ini, maka dia haruslah membangun jalan menuju rumah yang akan didirikannya, menyambung dari jalan yang sudah dibuat sebelumnya.

Pada interval waktu ini, berdasarkan teori yang dikemukakan Fernandez (2011), pola sirkulasi yang terbentuk di kampung nelayan ini sebahagian besar masih dengan pola yang menyesuaikan dengan topografi lahannya, mengikuti pola permukiman yang terbentuk. Dimana jalur-jalur sirkulasi terbentuk di antara dinding bangunan yang satu dengan dinding bangunan yang lainnya. Pada bagian lain kampung tercipta pola grid yang tidak beraturan. Pola grid ini biasanya terbentuk dikarenakan adanya pembagian lahan dari orangtua kepada anak-anaknya, yang membaginya menjadi petak-petak kecil. Sedangkan pada bagian seberang paluh, yaitu kampung Karang Taruna terbentuk pola lain lagi, yaitu pola dengan koridor pusat. Dimana terlihat jelas ada suatu jalur sirkulasi yang merupakan koridor pusat yang menjadi tempat bertumpunya jalur-jalur sirkulasi cabang yang menuju ke rumah- rumah penduduk (Gambar 5.12).

5.4.4 Interval Tahun 1996 – Sekarang

Pada interval ini dapat kita lihat pola sirkulasi yang semakin berkembang pada interval ini. Pola sirkulasi yang ada mengikuti tata letak rumah-rumah yang terdapat di kampung ini. Rumah-rumah di kampung nelayan Belawan Medan ini berorientasi ke jalan. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap penduduk setempat, mereka lebih dulu membangun jalan daripada rumah mereka. Masyarakat kampung ini juga sudah sangat terampil dalam membangun papan titian sebagai jalur sirkulasi mereka. Masyarakat membangunnya dengan mempertimbangkan ketinggian

Gambar 5.12

Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1987-1995 Sumber : Hasil Analisis, 2014

Pola dengan

Koridor Pusat

air pada saat sedang terjadi pasang naik, bagaimana agar jalan mereka tidak tergenang air. Pada bagian tepian pesisir, kayu yang mereka pancangkan sebagai tiang pondasi cukup panjang, dikarenakan areanya lebih rendah dibandingkan bagian tengah kampung (Gambar 5.13 ).

Pada interval ini, jalur sirkulasi yang ada di kampung nelayan Belawan Medan ini tidak hanya berupa papan titian saja, namun ada sebahagian yang terbuat dari material beton (Gambar 5.14 ). Jalan yang terbuat dari beton ini tentu saja bukan hasil pekerjaan warga kampung nelayan tersebut, melainkan sumbangsih dari berbagai instansi. Namun sangat disayangkan, pembangunan jalan beton tersebut hanya sepenggal-sepenggal (Gambar 5.15 ). Posisi jalan beton tersebut juga tidak berkesinambungan antara proyek pengerjaan yang satu dengan yang lainnya. Padahal

Gambar 5.13

Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan di Tepian Pesisir Sumber : Hasil Analisis, 2014

alangkah lebih baiknya apabila ketika sebuah instansi ingin memberikan bantuan dengan membangun jalan beton, mereka melanjutkan jalan beton sebelumnya yang telah dikerjakan oleh instansi lain sebelumnya. sehingga perbaikan jalan di kampung tersebut dapat berkesinambungan, bukan seperti kondisi saat ini yang menyebar dengan acak.

Gambar 5.14 Potongan Jalan Beton Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 5.15 Jalur Sirkulasi Beton

Semakin padatnya kampung nelayan Belawan Medan ini, maka jalur sirkulasi yang ada juga senantiasa bertumbuh. Masyarakat kampung membuat jalur sirkulasi bagi mereka masing-masing yang diharapkan semakin mempermudah pergerakan aktifitas mereka di kampung tersebut. Dapat kita lihat pada Gambar 5.16 pola sirkulasi yang terbentuk di kampung nelayan Belawan Medan ini merupakan pola organik, yang terbentuk begitu saja mengikuti keinginan masing – masing tanpa adanya perencanaan.

Gambar 5.16

Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1996-Sekarang Sumber : Hasil Analisis, 2014

Network, pola

mengikuti

topografi lahan

Linear, Pola

dengan Koridor

Pusat

Grid Tidak

Teratur

5.5 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau Berdasarkan Tipologi Bangunan yang Ada

Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, diketahui bahwa kondisi rumah masyarakat nelayan di kampung nelayan Belawan Medan ini pada umumnya berada pada keadaan tidak beraturan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pada masyarakat di kampung nelayan Belawan Medan ini memiliki tingkat ekonomi yang bervariasi, namun mayoritas berada pada kondisi berkekurangan. Keseluruhan rumah yang ada di kampung nelayan Belawan Medan ini merupakan rumah panggung. Adapun bahan dasar dinding rumah di kawasan tersebut didominasi oleh bahan dasar kayu. Selain kayu ada juga rumah yang terbuat dari kayu yang diselingi oleh batu bata, seng, dan daun atap rumbia. Sebahagian besar rumah masyarakat di kawasan kampung nelayan Belawan Medan ini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sebahagian besar bahan dasar lantai rumah masyarakat terbuat dari papan, sebagian kecil yang terbuat dari perkerasan semen, dan hanya beberapa rumah yang menggunakan penutup keramik pada lantainya. Karena keseluruhan rumah di kampung tersebut adalah rumah berjenis panggung, maka tidak ditemukan adanya pekarangan ataupun ruang terbuka pribadi yang dapat mengakomodir kegiatan sosial masyarakatnya. Teras rumah menjadi satu-satunya ruang transisi dari ruang publik ke bagian dalam rumah yang bersifat privasi.

Dalam dokumen Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan (Halaman 134-148)

Dokumen terkait