• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protein and Anthocyanin Productions of Waterleaf Shoot (Talinum triangulare

(Jacq.) Willd)at Different Rates of Nitrogen+Potassium and Harvest Intervals

Abstrak

Penelitian untuk mempelajari pengaruh berbagai dosis pupuk nitrogen+kalium dan interval panen terhadap produksi protein dan antosianin pucuk kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) telah dilaksanakan di Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Indonesia pada bulan November 2009 sampai Februari 2010. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Kedua faktor tersebut adalah dosis pupuk N+K (50 kg urea + 50 kg KCl/ha, 50 kg urea +100 kg KCl/ha, 100 kg urea + 50 kg KCl/ha, 100 kg urea +100 kg KCl/ha) dan interval panen (30, 15, dan 10 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk 100 kg urea + 100 kg KCl/ha dan interval panen 15 hari menghasilkan produksi protein pucuk kolesom tertinggi yaitu sebesar 4.72 g/tanaman. Produksi antosianin pucuk kolesom tertinggi dihasilkan oleh masing- masing perlakuan 100 kg urea+ 100 kg KCl/ha (152.23 µmol/tanaman) atau interval panen 10 hari (165.27 µmol/tanaman), namun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara kedua perlakuan tersebut. Ditemukan korelasi positif antara kandungan protein dan klorofil; kandungan antosianin dan gula; kandungan antosianin dan semua komponen pertumbuhan, kecuali bobot kering daun.

Kata Kunci : sayuran daun, protein, antosianin, pemupukan, panen

Abstract

The experiment was conducted in Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Indonesia from November 2009 until Februari 2010 to study the effect of different rates of nitrogen+potassium and harvest intervals on waterleaf shoot (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) protein and anthocyanin production. A randomized complete block design was used with three replications of two factors, which were rates of N+K fertilizer (50 kg urea + 50 kg KCl/ha, 50 kg urea +100 kg KCl/ha, 100 kg urea + 50 kg KCl/ha, 100 kg urea +100 kg KCl/ha) and harvest intervals (30, 15, dan 10 days). The result showed that combination of 100 kg urea + 100 kg KCl/ha and 15 days harvest interval gave the highest protein production (4.72 g/plant). The highest anthocyanin production was resulted by treatments of 100 kg urea+ 100 kg KCl/ha (152.23 µmol/plant) or 10 days harvest interval (165.27µmol/plant), but it was not influenced by interaction between rates of N+K fertilizer and harvest interval. There was a positive correlation between protein and chlorophyll content; anthocyanin and sugar content; anthocyanin content and all growth components ,except leaf dry weight.

Pendahuluan

Kolesom (Talinum triangulare) merupakan tanaman yang aman dikonsumsi berdasarkan uji toksisitas akut (Nugroho 2000). Daun kolesom memiliki potensi sebagai sayuran berkhasiat obat karena memiliki nutrisi dan senyawa bioaktif yang penting bagi kesehatan. Salah satu nutrisi penting yang terdapat pada daun kolesom adalah protein yang mengandung 18 macam asam amino, di mana kandungan asam amino tertinggi yang terkandung di dalamnya adalah asam glutamat (586.3 g/kg) dan leusin (563.8 g/kg) (Fasuyi 2007). Penelitian Susanti et al. (2008) menunjukkan bahwa daun kolesom mengandung senyawa bioaktif flavonoid, steroid, dan alkaloid. Penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan bahwa salah satu senyawa flavonoid yang telah terdeteksi adalah antosianin. Menurut Castañeda-Ovando et al. (2009), antosianin merupakan pigmen penting pada tanaman yang berperan sebagai antioksidan alami bagi kesehatan manusia. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ofusori et al. (2008) yang menunjukkan bahwa kandungan antioksidan dari ekstrak daun kolesom dapat memberikan pengaruh baik terhadap syaraf otak dan meningkatkan kemampuan kognitif.

Peningkatan produksi dan kualitas sayuran daun dapat dilakukan melalui usaha pemupukan. Hasil penelitian Chen et al. (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk N sampai pada dosis optimal (0.30 g/kg tanah) pada sayuran daun Brassica campestris L., Brassica chinensis var. Oleifera Makino et nenoto, dan Spinacia oleracea L. dapat meningkatkan aktivitas nitrat reduktase yang diperlukan dalam sintesis protein. Mualim et al. (2009) menyatakan bahwa unsur kalium merupakan faktor pembatas dalam produksi antosianin daun kolesom. Kombinasi perlakuan pemupukan N dan K (100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha) memberikan produksi antosianin tertinggi, namun dosis kombinasi pemupukan N dan K yang optimal untuk mendapatkan daun kolesom yang mengandung protein dan antosianin yang tinggi belum diketahui.

Tanaman kolesom dapat dipanen berkali-kali dengan cara memangkas pucuk dengan masa produksi hanya berkisar 2 bulan (Fontem & Schippers 2004; Sugiarto 2006). Interval panen berpengaruh penting terhadap produksi biomassa, nilai nutrisi, potensi pertumbuhan kembali, dan ketahanan hidup spesies setelah

dipanen (Man & Wiktorsson 2003). Pemanenan dengan cara pemangkasan pucuk pada Arabidopsis thaliana dapat meningkatkan kandungan antosianin (Li & Strid 2005). Kandungan protein pada Napier grass dan Cratylia argentea mengalami penurunan ketika interval panen diperpanjang (Manyawu et al. 2003; Sanchez et al. 2007). Penelitian mengenai interval panen daun kolesom terhadap kandungan protein dan antosianin belum dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dosis pupuk nitrogen+kalium dan interval panen yang dapat meningkatkan produksi protein dan antosianin pada pucuk kolesom.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai Februari 2010, bertempat di kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis komponen fisiologis tanaman dilakukan di laboratorium Plant Analysis and Chromatography, sedangkan analisis komponen pertumbuhan dilakukan di Laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry UV-VIS Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain setek kolesom berukuran panjang 10 cm (Gambar 9), pupuk kandang ayam petelur, urea, KCl, SP-18, arang sekam.

Peralatan yang digunakan antara lain kantong plastik (polybag) berukuran 40 cm x 50 cm (kapasitas 10 kg), spektrofotometer shimadzu UV-1800, sentrifuge heraeus labofuge-400R.

Metode Penelitian

Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok lengkap dengan 2 faktor (Two factor experiment in randomized complete block design). Faktor pertama adalah interval panen yaitu 30, 15, dan 10 hari dengan jadwal panen yang tercantum pada Tabel 3. Faktor kedua adalah dosis pupuk N + K yaitu 50 kg urea + 50 kg KCl/ha, 50 kg urea + 100 kg KCl/ha, 100 kg urea + 50 kg KCl/ha, dan 100 kg urea + 100 kg KCl/ha.

Tabel 3 Jadwal pemanenan pucuk kolesom pada perlakuan interval panen yang berbeda selama 80 HST Interval panen (hari) HST Total panen (kali) 20 30 35 40 50 60 65 70 80 30 √ √ √ 3 15 √ √ √ √ √ 5 10 √ √ √ √ √ √ √ 7

Keterangan : √ = panen. HST = hari setelah tanam.

Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri dari 10 tanaman.

Model statistik untuk rancangan acak kelompok faktorial adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + αi + βj+ (αβ)ij + ρk+ ijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada faktor dosis pupuk N + K taraf ke-i, faktor

interval panen taraf ke-j dan kelompok ke-k µ = nilai rata-rata umum

αi = pengaruh perlakuan dosis pupuk N + K taraf ke-i (i = 1, 2,3, 4) βj = pengaruh perlakuan interval panen taraf ke-j (j = 1, 2, 3)

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk N + K ke-i dengan

ρk = pengaruh kelompok ke-k (k = 1, 2, 3)

ijk = pengaruh galat percobaan perlakuan dosis pupuk N + K ke-i, interval

panen ke-j, dan kelompok ke-k

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%.

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan bahan tanam. Bahan tanam yang digunakan adalah setek karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi daripada biji (Susanti et al. 2008). Pembibitan dilakukan lebih dahulu untuk keperluan bahan tanam agar mendapatkan bibit yang seragam. Pembibitan dilakukan 2 bulan sebelum tanam. media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang ayam petelur (2:1/v:v).

Penyiapan media tanam. Media tanam yang digunakan adalah campuran antara tanah dan arang sekam (3:2/v:v). Pupuk kandang ayam diberikan sebanyak 25 g/polybag atau setara dengan 5 ton/ha yang telah dicampur 2 minggu sebelum tanam. Sebelum penanaman dilakukan analisis sifat fisik dan kimia terhadap tanah dan pupuk kandang ayam. Media tanam disiapkan dengan memasukkan campuran media tersebut ke dalam polybag.

Penanaman. Setek batang ditanam di polybag yang telah berisi media tanam. Setek batang diambil dari bibit yang memiliki pertumbuhan sehat dan seragam pada persemaian. Setek batang yang digunakan berukuran panjang 10 cm dan tanpa daun. Pangkal batang dipotong miring. Batang yang dipilih adalah batang yang berwarna hijau. Setiap polybag ditanam 1 tanaman. Pemberian pupuk kalium dan nitrogen sesuai dosis perlakuan diberikan pada saat setek tanaman telah berdaun 2 helai dan membuka sempurna. Pupuk SP-18 diberikan pula dengan dosis 50 kg/ha untuk semua perlakuan.

Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sekali sehari pada pagi hari pada awal pertumbuhan dan 2 hari sekali jika tajuk telah berkembang. Penyiangan dilakukan setiap saat secara manual sehingga pot perlakuan bebas dari gulma. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan memperhatikan gejala serangan.

Panen. Panen dilakukan dengan memetik pucuk tanaman kolesom sepanjang ± 10 cm yang diukur dari ujung daun bagian atas yang ditegakkan dari setiap cabang yang ada (Gambar 10).

Gambar 10 Pucuk kolesom berukuran panjang 10 cm

Pengamatan

Pengamatan meliputi komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman. Komponen fisiologis tanaman

1. Analisis kandungan protein kasar pucuk dilakukan pada umur 20, 50, dan 80 hari menggunakan metode Lowry dengan kurva standar dari Bovin Serum Albumin (Waterborg 2002) (Lampiran 2).

2. Analisis kandungan antosianin dan klorofil total pucuk dilakukan pada umur 20, 50, dan 80 hari dengan menggunakan metode Sims & Gamon (2002) (Lampiran 3).

3. Analisis gula total pucuk dilakukan pada umur 20, 50, dan 80 hari dengan menggunakan metode antronic (Yemm & Willis 1954) (Lampiran 4). Komponen pertumbuhan tanaman

1. Bobot basah pucuk layak jual (g) diukur pada saat panen tanaman umur 20, 50, dan 80 hari dengan cara menimbang hasil pangkasan pucuk yang dihasilkan setiap individu tanaman.

2. Bobot basah tanaman total (g) terdiri atas daun, batang dan cabang, serta akar diukur pada saat panen 80 HST dengan menggunakan timbangan. 3. Bobot kering tanaman total (g) terdiri atas daun, batang dan cabang, serta

akar diukur pada saat panen 80 HST dengan menggunakan timbangan setelah dioven pada suhu 105 C selama 2 hari.

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman Variabel Pengamatan Perlakuan KK(%) Dosis pupuk N + K Interval Panen Interaksi Kandungan protein 20 HST tn tn tn 14.15 Kandungan protein 50 HST ** ** tn 24.58 Kandungan protein 80 HST ** ** ** 12.95 Kandungan antosianin 20 HST tn tn tn 20.64 Kandungan antosianin 50 HST tn tn tn 29.27 Kandungan antosianin 80 HST tn tn tn 13.20 Kandungan klorofil total 20 HST tn tn tn 8.95 Kandungan klorofil total 50 HST tn tn tn 28.59 Kandungan klorofil total 80 HST ** tn tn 21.30 Kandungan gula total 20 HST tn tn tn 36.98 Kandungan gula total 50 HST tn ** tn 47.60 Kandungan gula total 80 HST tn ** tn 35.21 Bobot basah pucuk 20 HST ** tn tn 15.79 Bobot basah pucuk 50 HST ** ** ** 6.87 Bobot basah pucuk 80 HST ** ** ** 12.58 Bobot basah pucuk total ** ** ** 10.11 Bobot basah daun total ** ** tn 12.65 Bobot kering daun total ** ** tn 15.51 Bobot basah batang total ** ** tn 10.97 Bobot kering batang total ** ** tn 9.67 Bobot basah umbi total ** ** tn 10.59 Bobot kering umbi total ** ** tn 10.62 Produksi protein ** ** ** 20.64 Produksi antosianin * ** tn 22.10 Keterangan : * = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%; ** = berbeda nyata menurut uji F

pada taraf 1%; tn = tidak nyata. KK = koefisien keragaman. Komponen Fisiologis Tanaman

Kandungan Protein

Kandungan protein pucuk kolesom layak jual dengan berbagai dosis pupuk urea + KCl pada interval panen 30, 15, dan 10 hari secara berurutan ditunjukkan oleh Gambar 11a, 11b, dan 11c.

Gambar 11a Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N + K dengan interval panen 30 hari

Gambar 11b Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N + K dengan interval panen 15 hari

Gambar 11c Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N + K dengan interval panen 10 hari

0 2 3 5 6 8 9 11 12 14 15 20 50 80 K an d u n gan p rot ein ( m g/g b b ) Waktu pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha 0 2 3 5 6 8 9 11 12 14 15 20 35 50 65 80 K an d u n gan P rot ein ( m g/g b b ) Waktu Pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha 0 2 3 5 6 8 9 11 12 14 15 20 30 40 50 60 70 80 K an d u n gan p rot ein ( m g/g b b ) Waktu pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha

Gambar 11a, 11b, dan 11c menunjukkan bahwa semua perlakuan dosis pupuk urea + KCl pada berbagai interval panen menghasilkan kandungan protein pucuk kolesom layak jual yang mengalami peningkatan seiring pertambahan umur panen sampai umur 50 HST dan selanjutnya mengalami penurunan pada panen berikutnya. Ketiadaan pucuk kolesom layak jual yang dapat dipanen mengakibatkan tidak ada data kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada umur 70 dan 80 HST pada tanaman yang dipanen dengan interval 10 hari.

Kandungan protein yang terus meningkat hingga umur 50 HST diduga terkait dengan kisaran waktu fase vegetatif kolesom. Fase vegetatif tanaman menjadikan pucuk merupakan organ yang paling aktif melakukan proses metabolisme dan aktivitas ini akan menurun pada saat tanaman memasuki fase reproduktif. Fase reproduktif yang ditandai oleh munculnya bunga pada percobaan ini terjadi antara umur 40-60 HST. Kemudian kandungan protein akan terus menurun pada saat tanaman memasuki masa senescence. Masa senescence terlihat pada umur 80 HST dimana daun-daun dewasa kolesom telah menguning akibat kekurangan hara N.

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea + KCl dengan berbagai dosis tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada umur 20 HST. Diduga bahwa kandungan protein pucuk kolesom pada umur yang masih muda ini ditentukan oleh kapasitas metabolisme tanaman yang dibatasi oleh fase pertumbuhan tanaman. Artinya berapapun jumlah hara yang diberikan tidak dapat meningkatkan kandungan protein pucuk kolesom karena ada kapasitas maksimum sintesis protein pada umur tertentu. Pemanenan pucuk yang dimulai pada umur 20 HST menyebabkan perlakuan interval panen tidak berpengaruh terhadap kandungan protein pucuk layak jual pada umur 20 HST.

Semakin tinggi total dosis pupuk urea + KCl yang diberikan maka semakin tinggi pula kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada umur 50 HST. Semakin panjang interval panen akan menurunkan kandungan protein. Pucuk kolesom yang dipanen setiap 15 atau 10 hari menghasilkan kandungan protein pucuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kolesom yang dipanen setiap 30 hari sekali pada umur 50 HST. Kandungan protein pucuk layak jual

pada semua perlakuan telah mengalami penurunan pada pemanenan umur 80 HST. Perlakuan interval panen 10 hari tidak dibandingkan karena tidak menghasilkan pucuk layak jual pada umur 80 HST, sehingga interval panen tersebut tidak dapat direkomendasikan pada budidaya kolesom karena akan memperpendek masa produksi pucuk kolesom.

Tabel 5 Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval panen dan dosis pupuk N + K pada umur 20, 50, dan 80 HST

Perlakuan Waktu panen (HST)

20 50 80

………..mg/g bb……….

Interval panen (hari)

30 3.54 7.99 b 4.72 b 15 3.93 9.77 a 6.33 a

10 3.57 8.78 ab -

Dosis pupuk urea + KCl (kg/ha) 50 + 50 3.38 7.91 c 4.31 c 50 + 100 3.74 8.51 b 4.73 c 100 + 50 3.94 8.39 b 5.97 b 100 + 100 3.66 10.60 a 7.09 a Interaksi tn tn **

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. - = tidak ada pucuk.

Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada umur 80 HST dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan dosis pupuk urea + KCl dan interval panen. Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian pupuk 100 kg urea + 100 kg KCl/ha atau 100 kg urea + 50 kg KCl/ha pada kolesom yang dipanen setiap 15 hari sekali menghasilkan kandungan protein pucuk kolesom tertinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan unsur N lebih dibutuhkan dibandingkan unsur K dalam pembentukan protein dalam pucuk kolesom. Namun, keseimbangan hara merupakan faktor kunci yang berpengaruh terhadap kualitas hasil tanaman. Kombinasi antara unsur N dan K dalam dosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk pembentukan protein karena kedua unsur tersebut merupakan unsur yang sangat fundamental dalam proses biokimianya. Marschner (1995) menjelaskan bahwa unsur N yang diberikan melalui akar akan dimetabolisme untuk membentuk asam amino yang akan ditransportasikan ke tajuk yang

selanjutnya membentuk ikatan peptida untuk menghasilkan protein, sedangkan Szczerba et al. (2009) menyatakan bahwa unsur K berperan penting dalam aktivasi enzim dan pemanjangan ikatan peptida pada proses pembentukan protein. Tabel 6 Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai kombinasi

antara interval panen dan dosis pupuk N + K umur 80 HST Dosis pupuk urea +

KCl (kg/ha)

Interval panen (hari)

30 15 ……… mg/g bb……….. 50 + 50 3.97 c 4.64 bc 50 + 100 4.38 c 5.07 bc 100 + 50 4.70 bc 7.24 a 100 + 100 5.84 b 8.35 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah.

Kandungan protein pucuk kolesom yang dipanen dengan interval 15 hari lebih tinggi dibandingkan dengan kolesom yang dipanen dengan interval 30 hari. Hal ini disebabkan karena pemanenan pucuk secara periodik dengan interval panen yang lebih pendek mengakibatkan peningkatan aktivitas rejuvenasi dan menjadikan pucuk kolesom menjadi sink utama translokasi hara N yang akan digunakan untuk sintesis asam amino menjadi protein pada pucuk muda, sedangkan pemanenan pucuk dengan interval waktu yang lebih panjang akan memberikan peluang waktu lebih cepat bagi kolesom untuk memasuki masa reproduktif dan terjadi remobilisasi kandungan hara N dari pucuk kepada organ sink lain yang menyebabkan sintesis protein pada pucuk menurun. Penurunan kandungan protein yang disebabkan karena interval panen yang panjang juga ditemukan oleh Manyawu et al. (2003) dan Sarwar et al. (2006) pada rumput Napier dan Pennisetum.

Kandungan Antosianin

Gambar 12a dan 12b secara berurutan menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada pucuk kolesom layak jual pada berbagai perlakuan dosis pupuk urea + KCl dengan interval panen 30 dan 15 hari terus mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan umur panen. Gambar 12c menunjukkan bahwa kandungan antosianin mengalami penurunan hingga umur 50 HST dan kemudian terjadi peningkatan kembali pada umur 60 HST, namun kandungan antosianin

pada umur 60 HST tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan antosianin pada umur 20 HST.

Kandungan antosianin tertinggi pada gambar 12a, 12b, dan 12c terdapat pada kolesom yang dipanen pada umur 20 HST. Hasil ini menunjukkan bahwa pucuk kolesom mengakumulasi antosianin lebih tinggi pada awal pertumbuhan vegetatif dan akan terjadi penurunan kandungan antosianin sejalan dengan pertambahan umur. Adanya peningkatan kandungan antosianin pucuk pada umur 60 HST pada kolesom yang mendapatkan perlakuan pupuk urea + KCl yang dipanen setiap 10 hari sekali kemudian diikuti oleh ketiadaan pucuk pada umur 70 dan 80 HST menunjukkan bahwa peningkatan kandungan antosianin pucuk kolesom dapat berperan sebagai penanda bahwa tanaman telah mengalami cekaman yang mengakibatkan tanaman mengalami senescence yang lebih cepat. Oleh karena itu, pemanenan pucuk kolesom setiap 10 hari sekali dapat dianggap sebagai pemanenan yang sangat intensif dan tidak memberikan waktu yang lebih panjang untuk proses recovery jaringan tanaman. Berdasarkan penjelasan Hatier & Gould (2008) mengenai berbagai macam stres pada tanaman yang dapat menginduksi pigmen antosianin, maka pemanenan yang terlalu intensif dapat dikategorikan sebagai pelukaan jaringan yang menyebabkan stres abiotik.

Gambar 12a Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N + K dengan interval panen 30 hari

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 20 50 80 K an d u n gan Ant os ian in ( µ m ol /g b b ) Waktu Pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha

Gambar 12b Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai

dosis pupuk N + K dengan interval panen 15 hari

Gambar 12c Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N + K dengan interval panen 10 hari

Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan antosianin pucuk kolesom pada umur 20, 50, dan 80 HST tidak dipengaruhi oleh berbagai dosis pupuk urea + KCl yang diberikan pada awal tanam dan interval panen. Diduga berbagai dosis pupuk urea + KCl yang diberikan masih berada dalam selang kecukupan yang sama untuk pembentukan antosianin. Hasil percobaan ini dapat menjelaskan bahwa dosis 100 kg urea + 100 kg KCl/ha yang merupakan kombinasi terbaik untuk pembentukan antosianin pada pucuk kolesom pada penelitian Mualim et al. (2009) tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kandungan antosianin pucuk kolesom yang dipanen secara berulang. Penelitian pengaruh kombinasi dosis pupuk N+K pada tanaman anggur yang dilakukan oleh Delgado

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 20 35 50 65 80 K an d u n gan Ant os ian in ( µ m ol /g b b ) Waktu Pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 20 30 40 50 60 70 80 K an d u n gan an tos ian in ( µ m ol /g b b ) Waktu pemanenan (HST) 50 kg urea + 50 kg KCl/ha 50 kg urea + 100 kg KCl/ha 100 kg urea + 50 kg KCl/ha 100 kg urea + 100 kg KCl/ha

et al. (2006) menunjukkan bahwa peningkatan kandungan antosianin dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi antara dosis K tinggi dengan N sedang. Tabel 7 Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval

panen dan dosis pupuk N + K umur 20, 50, dan 80 HST

Perlakuan Waktu panen (HST)

20 50 80

………µmol/g bb………

Interval panen (hari)

30 0.49 0.28 0.16

15 0.47 0.30 0.10

10 0.48 0.27 -

Dosis pupuk urea + KCl (kg/ha)

50 + 50 0.44 0.32 0.11 50 + 100 0.49 0.28 0.13 100 + 50 0.51 0.28 0.12 100 + 100 0.48 0.26 0.14

Interaksi tn tn tn

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. tn = tidak nyata – = tidak ada pucuk.

Kandungan Klorofil

Gambar 13a, 13b, dan 13c masing-masing secara berurutan menunjukkan bahwa kolesom yang mendapatkan berbagai perlakuan dosis pupuk urea + KCl pada semua interval panen menghasilkan kandungan klorofil pucuk yang mengalami penurunan sejalan pertambahan umur tanaman.

Gambar 13a Kandungan klorofil pucuk kolesom layak jual pada berbagai dosis pupuk N+K dengan interval panen 30 hari pada umur 20, 50, dan

Dokumen terkait