• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolesom merupakan tanaman sukulen yang memiliki lintasan metabolisme C3 dan inducible CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Pieters et al. 2003). Tumbuhan ini asli dari Amerika Tropis dan pada tahun 1915 diimpor ke Jawa melalui Suriname (Heyne 1987). Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, bangsa Caryophyllales, suku Portulacaceae, marga Talinum. Sinonim tanaman ini secara botani adalah Talinum racemosum Rohrbach (Hutapea 1994).

Gambar 2 Foto tanaman kolesom

Kolesom merupakan tanaman herba menahun yang tumbuh tegak. Batang tanaman ini berbentuk bulat, pangkalnya berwarna ungu kemerahan, sedangkan batang bagian tengah sampai ujung berwarna hijau (Wahyuni & Hadipoentyanti 1999). Daunnya berbentuk oblongus-spatulatus, hijau muda, tebal berdaging, filotaksis spiral dan kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi, daunnya memiliki tipe dorsiventral, stomata parasitik (epidermis atas dan bawah), parenkim daun (jaringan sponsa) yang mengandung kristal kalsium oksalat bentuk roset dan kelenjar minyak atsiri, berkas pembuluh kolateral. Bunganya berwarna merah jambu keunguan. Bentuk tangkai bunga adalah segitiga dan bentuk rangkaian bunganya adalah tandan (racemus). Bunga mekar pada pagi hari. Buahnya berbentuk bulat memanjang, berwarna hijau kekuningan, dan berisikan biji hitam mengkilat. Biji dari kolesom berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm. Akarnya menebal (membengkak) menyerupai akar ginseng (Panax ginseng). Masyarakat sering sukar membedakan antara kolesom (Talinum triangulare) dan som jawa (Talinum paniculatum). Ciri-ciri anatomi kedua jenis

tanaman tersebut sukar dibedakan. Perbedaannya terletak pada ciri-ciri morfologinya yaitu filotaksis, tipe infloresensi, bentuk buah, warna, dan waktu bunga mekar. Som jawa memiliki filotaksis berhadapan, tipe infloresensi malai (panicula) dengan tangkai bunga bersudut tumpul, buah berbentuk kapsula (bulat dan berwarna merah-coklat), dan bunga mekar pada sore hari (Santa & Prajogo 1999).

Kolesom aman dikonsumsi berdasarkan uji toksisitas akut (Nugroho 2000). Umbi akarnya dimanfaatkan untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronik (Hargono 2005), dan obat lemah syahwat (Hutapea 1994). Penelitian Susanti et al. (2008) menunjukkan bahwa akar kolesom mengandung alkaloid, steroid, saponin, dan tanin.

Daun tanaman kolesom memiliki potensi sebagai sayuran berkhasiat obat karena memiliki nutrisi dan antioksidan yang penting. Kandungan gizi dan mineral dalam 100 g bahan kering daun kolesom adalah 4.4 g karbohidrat, 4.6 g protein, 1.0 g serat, dan 280 mg asam askorbat; sedangkan kandungan mineralnya adalah 2.44 mg kalsium (Ca), 6.10 mg kalium (K), 2.22 mg magnesium (Mg), 0.28 mg natrium (Na), dan 0.43 mg besi (Fe) (Mensah et al. 2008). Penduduk Kalimantan Selatan menggunakan daun kolesom sebagai campuran bedak wajah (Susanti et al. 2008). Mualim et al. (2009) menyatakan bahwa daun kolesom mengandung antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Ofusori et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan antioksidan dari ekstrak daun kolesom dapat memberikan pengaruh baik terhadap persyarafan otak dan meningkatkan kemampuan kognitif pada tikus albino Swiss. Hasil penelitian Odukoya et al. (2007) menunjukkan bahwa nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak daun kolesom adalah 19.76% dengan kandungan fenol total dan asam askorbat masing-masing sebesar 21.83 dan 116.35 mg/ 100 g bobot kering.

Antosianin

Antosianin (dari bahasa Yunani, anthos artinya bunga dan kyanos artinya biru) merupakan pigmen penting dalam tanaman yang menentukan warna jingga, merah tua, merah muda, violet dan biru pada tanaman. Pigmen ini merupakan

senyawa fenolik yang dapat larut dalam air dan termasuk dalam kelompok flavonoid. Umumnya antosianin banyak terdapat pada jaringan epidermis, tetapi juga terdapat pada jaringan palisade dan spon mesofil daun, kulit buah, dan umbi (Oren-Shamir 2009).

Struktur dasar dari antosianin adalah antosianidin. Antosianidin atau aglikon terdiri dari cincin aromatik (A) yang berikatan dengan cincin heterosiklik (C) yang berisikan oksigen dan diikat oleh ikatan karbon-karbon pada cincin aromatik ketiga (B). Ketika antosianidin dijumpai dalam bentuk glikosida, maka disebut antosianin. Antosianin sangat tidak stabil dan peka terhadap kerusakan. Stabilitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, suhu, struktur kimia, cahaya, pelarut, enzim, flavonoid, protein, dan ion metal (Castañeda-Ovando et al. 2009).

Gambar 3 Struktur umum antosianin (Castañeda-Ovando et al. 2009) Antosianin disintesis dalam jalur biosintesis shikimat dan menggunakan fenilalanin sebagai prekursornya (Gambar 4). Enzim-enzim yang bekerja adalah PAL (phenylalanineammonialyase), CHS (chalcone synthase), CHI (chalcone isomerase), F3H (flavonone 3-hydroxylase), F3‘H (flavonoid 30-hydroxylase), DFR ( dihydroflavonol reductase), LDOX ( anthocyanidin synthase), GST (glutathione-S-transferase) (Guo et al.2001).

Antosianin pada tanaman berfungsi sebagai tabir terhadap cahaya ultraviolet B dan melindungi kloroplas terhadap intensitas cahaya tinggi. Antosianin juga dapat berperan sebagai sarana transport untuk monosakarida dan sebagai pengatur osmotik selama periode kekeringan dan suhu rendah. Secara umum, antosianin diyakini dapat meningkatkan respon antioksidan tanaman untuk

pertahanan hidup pada stres biotik atau abiotik. Selain itu, antosianin juga memainkan peranan penting dalam reproduksi tanaman yaitu menarik polinator yang dapat membantu dalam penyerbukan bunga (Mori et al. 2007).

Gambar 4 Jalur biosintesis antosianin (Guo et al.2001)

Antosianin dianggap sebagai komponen penting pada nutrisi manusia sebagai antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin C dan E. Senyawa ini dapat menangkap radikal bebas dengan sumbangan atom hidrogen fenolik. Antosianin dapat ditransportasikan dalam tubuh manusia dan menunjukkan aktivitas sebagai antitumor, antikanker, antivirus, anti peradangan, menghambat agregasi trombosit, menurunkan permeabilitas dinding kapiler darah dan meningkatkan kekebalan tubuh (Stintzing & Carle 2004).

Protein

Protein merupakan suatu rantai panjang dari asam amino yang saling berkaitan satu sama lain dengan ikatan peptida, di mana kutub positifnya adalah gugus amino (NH2) dan kutub negatifnya adalah gugus karboksil (COOH).

Komposisi dan ukuran tiap protein bergantung kepada jenis dan sub unit asam aminonya. Umumnya terdapat 18 sampai 20 jenis asam amino yang berbeda dan

sebagian besar protein mempunyai secara lengkap 20 asam amino. Perbedaan tersebut menyebabkan beragamnya bobot molekul protein. Sebagian besar protein tumbuhan yang telah dicirikan mempunyai bobot molekul > 40 000 g/mol (juga disebut dalam satuan Dalton) (Campbell & Farrell 2006).

Konsumsi protein sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai zat pembangun, struktur setiap enzim atau bertindak sebagai enzim, dan reseptor yang sangat penting dalam metabolisme dalam tubuh (Cseke et al. 2006). Protein merupakan sumber N untuk tubuh dalam pembentukan zat-zat yang mengandung N dan sebagai sumber asam amino esensial yang tidak dapat dibentuk dalam tubuh. Selain itu, protein dapat juga digunakan untuk energi kerangka karbon asam amino yang dikonversi menjadi glukosa (asam amino glukogenik) dan disimpan sebagai glikogen atau trigliserida (Montgomery et al. 1993).

Tabel 1 menunjukkan profil asam amino dari daun kolesom yang dibandingkan dengan kandungan asam amino untuk diet manusia yang dianjurkan oleh FAO/WHO (1973) dalam satuan g/kg asupan sayuran daun.

Tabel 1 Profil asam amino daun kolesom dan rekomendasi FAO/WHO Jenis

Asam amino

Kandungan asam amino

Kolesom Rekomendasi FAO/WHO (1973)

……….. g/kg ………. Alanin 382.5 Asam aspartat 438.1 Arginin 372.5 Glisin 350.6 Asam glutamat 586.3 Histidin 125.6 Isoleusin 351.3 250.0 Lisin 167.5 343.7 Metionin 131.3 Sistein 81.3 Met+Sis 212.5 218.8 Leusin 563.8 437.5 Serin 251.3 Treonin 256.3 250.0 Fenilalanin 388.1 Valin 381.3 312.5 Tirosin 294.4 375.0 Triptofan 113.8 62.5 Sumber : Fasuyi (2007)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kolesom mengandung 18 asam amino. Kandungan asam amino tertinggi yang terkandung di dalam daun kolesom adalah asam glutamat (586.3 g/kg) dan leusin (563.8 g/kg). Berdasarkan kandungan tersebut maka kolesom direkomendasikan menjadi salah satu dari 3 sayuran terpilih di Afrika selain Amaranthus cruentus dan Telferia occidentalis sebagai sayuran daun sumber protein karena kemampuannya dalam mensintesis asam amino (Fasuyi 2007). Aletor & Adeogun (1995) menyatakan kandungan protein daun kolesom berdasarkan bobot basah adalah 2.5 g/100 g.

Pemupukan

Ketersediaan hara pada media tanam merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui usaha pemupukan. Pemupukan pada umumnya dapat diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah, namun pupuk juga dapat dilarutkan dalam air kemudian disemprotkan pada daun (Hardjowigeno 2007).

Nitrogen

Unsur nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang, dan akar. Tanaman mengabsorpsi N pada waktu tanaman tumbuh aktif, tetapi tidak selalu pada tingkat kebutuhan yang sama. Banyaknya N yang dapat diabsorpsi tiap hari per satuan berat tanaman adalah maksimum pada saat masih muda dan berangsur- angsur menurun dengan bertambahnya usia tanaman (Hardjowigeno 2007).

Unsur N sangat berperan dalam meningkatkan produksi dan kualitas sayuran. Peningkatan dosis pupuk N sejalan dengan peningkatan biomassa dan kandungan nitrat pada sayur kubis dan bayam (Chen et al. 2004). Fontem & Schippers (2004) menyatakan bahwa kolesom sangat membutuhkan unsur N selama hidupnya. Saat kekurangan N, daun-daun tampak kuning dan gugur. Kehilangan N dari kloroplas pada daun-daun yang tua menghasilkan daun yang

kuning atau klorosis. Klorosis tampak pertama kali pada daun yang terletak di bawah.

Nitrat (NO3) dan amonium (NH4) adalah sumber utama N anorganik yang

diserap oleh tumbuhan. N anorganik harus mengalami proses asimilasi untuk menjadi senyawa organik, terutama asam amino yang diperlukan untuk pembentukan protein. NH4 dapat digunakan langsung untuk sintesis asam amino,

sedangkan NO3 harus direduksi menjadi NH4 terlebih dahulu. Reduksi NO3

menjadi NH4 merupakan proses asimilasi yang memerlukan energi oksidasi dari

karbohidrat dan terbagi dalam 2 reaksi utama. Reaksi pertama adalah mereduksi NO3 menjadi nitrit (NO2) yang dikatalisis oleh enzim nitrat reduktase, sedangkan

reaksi ke dua adalah pengubahan NO2 menjadi NH4 yang dikatalisis oleh enzim

nitrit reduktase. NH4 baik yang berasal dari asimilasi NO3 maupun yang diserap

langsung oleh akar agar dapat digunakan dalam sintesis asam amino maka harus dirubah menjadi glutamat dan glutamin yang dikatalisis oleh enzim glutamat synthetase dan glutamine synthetase. Modifikasi biokimia dari glutamat dan glutamin yang dihasilkan dari reaksi transaminasi menghasilkan 20 asam amino yang dibutuhkan untuk pembentukan protein. Rangka karbon untuk berbagai asam amino diperoleh dari siklus Calvin, glikolisis, dan siklus krebs (Marschner 1995).

Delgado et al. (2005) menyatakan bahwa pemberian N yang berlebihan dapat menurunkan kandungan total antosianin pada anggur tempranillo, namun pemberian N dalam dosis yang cukup dibutuhkan untuk membentuk antosianin pada tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Szostak et al. (2005) yang menunjukkan bahwa pemberian 0-30 kg N/ha tidak mempengaruhi kandungan senyawa flavonoid pada biji buckwheat, namun kandungan tersebut mengalami penurunan secara nyata pada pemberian 60 kg N/ha.

Hasil penelitian Mualim et al. (2009) pada tanaman kolesom menunjukkan bahwa unsur N tidak menjadi faktor pembatas pembentukan antosianin, namun perlakuan pemupukan NK (100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha) memberikan produksi antosianin tertinggi (59.34 mol/tanaman) pada petakan yang menggunakan media tanah dan pupuk kandang sapi dalam penelitian tersebut.

Kalium

Kalium merupakan unsur yang sangat mobil dalam tanaman. Unsur kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif nitrat, fosfat atau unsur lain, baik di dalam tanah maupun di dalam tanaman. Kalium diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan kadang-kadang melebihi jumlah nitrogen.

Kalium dapat diberikan ke dalam tanah melalui pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik yang sering digunakan diantaranya adalah kalium klorida (KCl). Pupuk KCl mengandung 50-52% K (60-63% K2O). Pupuk

tersebut bervariasi dalam warnanya yaitu merah muda, merah tua, coklat, atau putih. Variasi warna tersebut tergantung kepada penambangan dan proses pembuatannya. Bentuk pupuk kalium lainnya adalah kalium sulfat (K2SO4) dan

kalium nitrat (KNO3) yang masing-masing mengandung 50-52% dan 44% K2O

(Havlin et al. 2005).

Kalium pada tanaman berperan dalam proses fisiologis dan metabolisme dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, serta mempertinggi daya tahan terhadap cekaman kekeringan dan penyakit (Hardjowigeno 2007). Proses fotosintesis membutuhkan K+. Pada proses fotosintesis, K sangat esensial melalui beberapa fungsi antara lain sintesis ATP, produksi dan aktivitas enzim fotosintesis spesifik, absorbsi CO2 melalui stomata daun, serta menjaga netralitas elektron

selama fotofosforilasi dalam kloroplas. Pergerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata digerakkan oleh K+ melalui tekanan turgor. Selain itu, akumulasi K+ dalam sel juga mengendalikan tekanan osmotik dan digunakan untuk pembesaran sel dan daun. Peranan K dalam sintesis protein adalah untuk aktivasi enzim yang terlibat dalam reaksi dan pemanjangan ikatan peptida (Szczerba et al. 2009).

Penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan bahwa kalium sangat dibutuhkan dalam produksi kolesom. Unsur K menjadi faktor pembatas pada semua komponen produksi yaitu daun, batang, cabang, dan tajuk, serta daun segar layak jual. Unsur K juga berperan sebagai faktor pembatas dalam produksi antosianin. Rata-rata produksi antosianin nyata tertinggi sebesar 39.60

mol/tanaman didapatkan dari perlakuan pemupukan 100 kg KCl/ha. Menurut Delgado et al. (2006), apabila K diberikan dalam jumlah yang berlebihan akan menurunkan kandungan antosianin jika tidak disertai dengan pemberian N dalam dosis yang cukup.

Pupuk Daun

Pupuk daun adalah pupuk yang dapat larut dalam air dengan aplikasi langsung disemprotkan ke daun. Pupuk daun dapat berupa unsur mikro, makro dan mikro, atau makro saja. Unsur hara yang diberikan melalui metode ini akan menembus kutikula atau stomata daun dan kemudian memasuki sel. Kelebihan pupuk daun dibandingkan dengan pupuk akar adalah penyerapan hara berjalan lebih cepat sehingga dapat segera mengetahui perbaikan defisiensi tanaman. Frekuensi pemberian pupuk daun dapat dilakukan 2 sampai 3 kali dalam interval waktu yang pendek, terutama jika defisiensi hara tanaman sudah berat (Havlin et al. 2005). Kekurangan pupuk daun adalah bila dosis yang diberikan terlalu besar akan menyebabkan kerusakan daun, yaitu terjadinya nekrosis dan terbakar (Tagliavini et al. 2002).

Penelitian Chapagan dan Wiesman (2004) menunjukkan bahwa pemberian pupuk K melalui daun dengan konsentrasi 1% pada 40, 70, dan 100 HST dapat meningkatkan kandungan klorofil, glukosa, padatan terlarut total, dan N total tomat dibandingkan tanpa pupuk daun. Pemberian pupuk N melalui daun dengan konsentrasi 1% yang dilakukan oleh Smolen dan Sady (2009) dapat meningkatkan kandungan nitrat, nitrogen total, dan penyerapan N pada wortel. Aplikasi kombinasi pupuk N dan K melalui daun yang dilakukan oleh Marman (2010) menunjukkan bahwa pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 0.2% urea dan 0.1% KCl dapat meningkatkan produksi dan kandungan klorofil pucuk kolesom.

Penelitian pengaruh pemberian N dan K melalui daun terhadap kandungan protein dan antosianin pucuk kolesom belum pernah dilakukan.

Pemanenan

Pemanenan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan pada budidaya tanaman obat. Kegiatan ini harus dilakukan secara benar karena akan

berpengaruh terhadap mutu dan zat berkhasiat yang terkandung di dalam tanaman obat. Periode panen merupakan waktu yang diperlukan untuk memanen hasil tanaman terhitung mulai dari tanaman tersebut ditanam. Waktu panen tanaman obat tidak seluruhnya tergantung pada umur tanaman, tetapi didasarkan pada pemanfaatannya. Hampir semua bagian dari tanaman obat dapat dimanfaatkan maka waktu panen juga beragam; ada tanaman obat yang dipanen pada waktu pertumbuhan vegetatif dan ada pula yang dipanen pada masa pertumbuhan generatif (Syukur & Hernani 2003).

Penelitian mengenai umur dan frekuensi panen terhadap pertumbuhan dan produksi pucuk kolesom telah dilakukan oleh Sugiarto (2006). Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara umur dan frekuensi panen tanaman kolesom yang ditanam pada wadah plastik (polybag). Interaksi keduanya secara nyata mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah pucuk setiap kali panen. Kombinasi perlakuan umur panen 8 MST dan interval panen 3 minggu nyata menghasilkan jumlah tajuk tertinggi setiap kali panen yaitu sebanyak 20 pucuk/tanaman. Penelitian tersebut tidak mempelajari pengaruh waktu dan interval panen terhadap kandungan senyawa kimia kolesom.

Penelitian Li & Strid (2005) menunjukkan bahwa pemanenan dengan cara pemangkasan pucuk pada tanaman Arabidopsis thaliana dapat meningkatkan kandungan antosianin. Antosianin meningkat secara linear antara 2-8 hari setelah pemangkasan yang menyebabkan tanaman berubah menjadi ungu. Hal ini diduga karena pemangkasan dapat menginduksi ekspresi gen CHS yang mengkode enzim chalcone synthase. Enzim chalcone synthase adalah enzim yang berperan dalam biosintesis antosianin.

Interval panen diduga juga dapat mempengaruhi produksi dan kandungan protein daun. Kandungan protein pada Napier grass mengalami penurunan dari 204 g/kg BK menjadi 92 g/kg BK ketika interval panen diperpanjang dari 2 minggu menjadi 8 minggu (Maryawu et al. 2003). Hal ini sejalan dengan penelitian Sanchez et al. (2007) yang menunjukkan bahwa kandungan protein pada Cratylia argentea mengalami penurunan dari 219 g/kg BK menjadi 185 g/kg BK ketika interval panen diperpanjang dari 8 minggu menjadi 16 minggu.

KEADAAN UMUM PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Bogor. Hasil analisis tanah yang dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Lahan Fakultas pertanian IPB (lampiran 1) menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini tergolong netral dengan pH H2O sebesar 6.90.

Kapasitas tukar kation tanah tergolong sedang yaitu 16.46 me/100 g sehingga memungkinkan tanah mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik bagi tanaman. Tekstur tanah yang digunakan tergolong berliat karena kandungan liatnya lebih dari 30%.

Tabel 2 menunjukkan data mengenai temperatur, kelembaban, dan curah hujan selama penelitian berlangsung. Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor yang terletak pada 06.33 LS, 106.45 BT, dan elevasi 190 m. Tabel 2 Data iklim penelitian pada bulan Nopember 2009-Desember 2010

Bulan Temperatur (0C) Kelembaban (%) Curah hujan (mm/ bulan) Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata

Percobaan I Nopember 2009 26.3 31.8 23.2 81.0 407.0 Desember 2009 26.1 31.8 22.9 85.0 258.2 Januari 2010 25.3 30.2 22.9 88.0 252.0 Pebruari 2010 25.0 31.8 23.3 85.0 460.7 Percobaan II & III April 2010 27.1 33.2 23.2 77.0 43.0 Mei 2010 26.7 32.7 23.7 84.0 331.0 Juni 2010 25.9 31.2 23.1 85.9 303.4 Juli 2010 25.8 31.5 22.9 84.0 237.0 Percobaan IV Oktober 2010 25.4 31.5 22.7 86.0 436.2 Nopember 2010 25.0 31.6 23.2 82.0 284.3 Desember 2010 25.5 30.3 22.9 83.0 177.3

Perlakuan interval panen sangat mempengaruhi waktu pembungaan tanaman. Kolesom yang mendapatkan perlakuan interval panen 30 dan 15 hari pada percobaan 1 masing-masing secara berurutan berbunga pada umur 40 dan 50 HST, sedangkan kolesom yang dipanen 10 hari sekali tidak sempat berbunga

karena intensifnya pemanenan. Kolesom yang mendapatkan perlakuan interval panen 30 hari pada percobaan II berbunga pada umur 45 HST, sedangkan kolesom yang dipanen 15 hari sekali berbunga pada umur 50 HST. Waktu pembungaan pada percobaan III tampak seragam yaitu pada umur 50 HST baik pada kolesom yang mendapatkan perlakuan interval panen 30 hari maupun 15 hari, sedangkan pada percobaan IV sebagian besar tanaman telah berbunga pada umur 60 HST. Keseragaman dinilai berdasarkan kriteria bahwa ≥70% tanaman pada suatu perlakuan telah berbunga.

Frekuensi panen yang terlalu sering mengakibatkan tanaman yang dipanen dengan interval 10 hari sekali hanya dapat menghasilkan pucuk sampai umur 60 HST saja. Perlakuan tersebut dapat mempersingkat umur produksi dan mempercepat kematian tanaman. Kolesom yang mendapatkan interval panen 15 dan 30 hari sekali dapat menghasilkan pucuk sampai umur 90 HST meskipun ukuran pucuk semakin mengecil sejalan dengan pertambahan umur tanaman. Pembungaan yang terjadi tidak menghalangi munculnya pucuk pasca pemanenan. Perbedaan perkembangan tajuk sangat terlihat antara kolesom yang ditanam di lahan dengan wadah plastik (polybag). Kolesom yang ditanam di lahan menghasilkan tajuk yang lebih berkembang dan banyak cabang daripada kolesom di wadah plastik. Kolesom yang ditanam di wadah plastik cenderung perkembangannya vertikal sehingga tanaman tampak lebih tinggi daripada kolesom yang ditanam di lahan.

Gambar 5 memperlihatkan kerusakan daun kolesom akibat secondary pathogen dan belalang yang menyerang tanaman kolesom selama percobaan berlangsung. Secondary pathogen menyebabkan hilangnya epidermis daun dan meninggalkan lubang kecil pada permukaan daun, sedangkan belalang menimbulkan kerusakan daun berupa robekan akibat gigitan mulutnya.

Penyakit yang menyerang adalah penyakit yang menimbulkan busuk batang dan akar. Gejala awal dari adanya penyakit ini adalah menguncupnya daun kolesom pada siang hari, beberapa hari kemudian batang berwarna coklat sampai hitam dan berlendir (Gambar 6). Bila dicabut, maka umbi telah busuk dan daging umbi berwarna merah darah serta menimbulkan bau tidak sedap. Penyakit pada umumya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 60 HST.

Tanaman yang mengalami busuk batang dan akar segera dicabut dan dijauhkan dari lokasi percobaan agar tidak menular ke tanaman lainnya.

Gambar 5 (a) Kerusakan yang ditimbulkan oleh secondary pathogen; (b) Kerusakan yang ditimbulkan oleh belalang.

Gambar 6 (a) Kuncup daun gejala penyakit busuk batang dan akar; (b) Kolesom yang terserang penyakit busuk batang.

Penyakit yang hanya dijumpai pada percobaan II dan IV adalah penyakit yang menyebabkan bercak merah di bagian belakang permukaan daun (Gambar 7). Daun yang terserang penyakit ini segera dipetik dari tanaman agar tidak terjadi penularan yang lebih luas. Kondisi ini menyebabkan menurunnya bobot basah total tanaman. Serangan hama dan penyakit yang terjadi pada percobaan ini masih di bawah ambang batas ekonomis sehingga belum membutuhkan penanganan serius.

a

b

Gambar 7 Daun yang terserang penyakit bercak merah.

Pigmen antosianin sangat terlihat nyata pada daun dan batang tanaman yang diduga telah terinfeksi penyakit di percobaan IV (Gambar 8). Pigmen antosianin tersebut berwarna keunguan tampak pada bagian belakang permukaan daun dan cabang yang mendukung daun tersebut.

Gambar 8 (a) Pigmen antosianin yang terdapat pada batang; (b) Pigmen antosianin yang terdapat pada daun kolesom.

Dokumen terkait