• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi Rusia Atas Ukraina Ditinjau Menurut Hukum Internasional

Dalam dokumen Intervensi Rusia Atas Ukraina (Halaman 62-78)

INTERVENSI RUSIA TERHADAP UKRAINA

D. Intervensi Rusia Atas Ukraina Ditinjau Menurut Hukum Internasional

Pada dasarnya hukum internasional menjunjung tinggi prinsip non intervensi, bahwa negara lain atau organisasi internasional ataupun pihak lain manapun pada dasarnya tidak berhak untuk ikut campur pada urusan dalam negeri negara lain atau suatu negara. Dalam hukum internasioanal kedaulatan negara adalah jus cogens, artinya tidak dapat dikecualikan dalam keadaan apapun.

Dalam Piagam PBB telah diatur larangan untuk melakukan intervensi, pada pasal 2 (4):

All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations.”

Artinya,semua anggota PBB harus menahan diri dalam hubungan internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap negara. Itu berarti, jelas dalam hukum internasional bahwa intervensi sejatinya tidak dilakukan. Dengan kata lain, setiap negara telah diminta oleh PBB untuk tidak melakukan intervensi demi tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu perdamaian dunia.

Namun dalam perkembangan dunia, praktik intervensi dilakukan beberapa negara dengan beberapa alasan, dan alasan utama adalah untuk melindungi warga negara mereka di negara tersebut, bisa karena konflik di negara tersebut.

Dalam perkembangannya juga, kisruh politik di suatu negara sering terjadi di dunia ini. Saat kisruh politik terjadi, akan terjadi ketegangan di negara tersebut, dan negara-negara akan melakukan ikut campur dengan beberapa alasan, melindungi warga negara mereka seperti yang dilakukan Rusia, bantuan militer seperti yang terjadi di Irak dan Vietnam.

Sayangnya, intervensi tersebut akan berubah menjadi intervensi negatif dalam perkembangannya, contoh jelas adalah intervensi Amerika Serikat terhadap Irak.

Hal yang sering disorot atas legitimasi penggunaan kekerasan atas nama kemanusiaan adalah seringnya negara-negara kuat menyalahgunakan legitimasi intervensi tersebut untuk menekan negara yang lebih lemah posisinya.

Jenming Shen menyatakan bahwa intervensi kemanusiaan bukanlah ketentuan hukum internasional, melainkan:

1. Kepentingan (Interest) 2. Kekuatan (Power) 3. Dominasi (Dominance)

Saat Rusia memulai intervensi mereka, ada dua tendensi yang menyebabkan Rusia ikut campur dalam kisruh politik Ukraina, yaitu:

1. Armada angkatan laut mereka di Sevastopol.

2. Melindungi warga negara Rusia. Karena kedekatan historis sebelumnya, di semenanjung Krimea terdapat banyak warga Ukraina berdarah Rusia dan berbahasa Rusia, ini termasuk yang ingin dilindungi Putin.

Kisruh politik di Ukraina semakin meluas ke beberapa wilayah dan mendorong para militan Rusia di Ukraina untuk terus melawan Ukraina. Serta juga mendorong Rusia karena para militan bertujuan untuk bergabung dengan Rusia.

Keadaan inilah yang memberikan celah bagi Rusia untuk melakukan intervensi. Inilah alasan terkuat dan penyebab Rusia melakukan intervensi yaitu wilayah dan dukungan para militan.

Ketegangan politik juga terjadi antar Rusia dan Ukraina, saling tuding sering terjadi antara kedua negara.

Bagi Clausewitz, seorang Jenderal terkemuka pada masa kejayaan Prussia, perang merupakan kelanjutan politik dengan cara lain. Ketegangan dalam hubungan antar negara bermuara pada perang, tentu setelah upaya diplomasi gagal menemukan jalan damai.

Dalam serangkaian upaya itu informasi dan senjata memainkan peran penting. Namun, peran mereka bisa jadi tidak seiring sejalan, sebagian diantaranya karena dalam seluruh proses itu negara tetap memegang monopoli atas kekuatan militer

tetapi tidak informasi, yang sebagian besar justru berada dalam kendali pelaku bukan negara91

Tak heran jika media, sebagai perwujudan dari informasi yang dikelola oleh pelaku bukan negara itu, mempengaruhi stabilitas dan dinamika hubungan antarpelaku dalam trinitas Clausewitz yaitu rakyat, tentara dan pemerintah.

.

Media turut memanaskan kisruh Rusia dan Ukraina ini, jelas seperti apa yang dikatakan von Clausewitz.

Merujuk pada pasal 1 (2) Piagam PBB:

“To develop friendly relations among nations based on respect for the principle of equal rights and self-determination of peoples, and to take other appropriate measures to strengthen universal peace”

Artinya, untuk meningkatkan hubungan yang bersahabat antara negara-negara didasari respect dan kesamaan dan mengambil tindakan sesuai dengan prinsip keadilan dalam hukum internasional untuk perdamaian.

Sudah jelas bahwa antara negara-negara didunia ini harus saling menghargai khususnya kedaulatan suatu negara.

Dalam kasus intervensi yang dilakukan oleh Rusia, Rusia menganggap Krimea dan orang-orangnya berhak melakukan self-determination. Sehingga Rusia menganggap ikut campur mereka pada dasarnya hanya melakukan apa yang diamanahkan pada Piagam PBB 1(2).

Self Determination pernah dilakukan oleh rakyat Kosovo dan dalam konflik Yugoslavia dahulu. Yang membedakan adalah Kosovo saat itu melakukannya

91

dengan cara diplomasi bertahun-tahun, bukan dengan adanya intervensi seperti di Krimea.

Self Determination bila dilihat kebelakang erat kaitannya dengan

permasalahan etnis, seperti yang terjadi di Yugoslavia. Kedekatan historis dan agama juga menjadi alasan. Namun pada perkembangan keadaan intervensi di Ukraina, Rusia mengirimkan pasukan militernya ke beberapa wilayah di Ukraina.

Hal ini menyebabkan banyak pemimpin dunia, meragukan apakah Rusia melakukan intervensi untuk hal tersebut atau tidak. Rusia juga mendorong terjadinya referendum di Krimea.

Rusia sangat mendorong referendum dilakukan agar Krimea merdeka dan bisa menjadi bagian dari mereka, dan secara otomatis Sevastopol adalah jelas bagian dari negara Rusia bila itu terjadi.

Ada dua hal yang meragukan legitimasi referendum Krimea, yang pertama adalah bahwa jelas dalam konstitusi Ukraina, bahwa bila satu wilayah ingin melakukan Referendum maka seluruh warga Ukraina berhak untuk memberikan suaranya atau vote. Yang kedua keberadaaan militer Rusia di Krimea saat pengambilan suara bisa saja mengintimidasi warga Krimea.

Artinya, menurut konstitusi Ukraina dan Krimea adalah wilayah Ukraina, referendum yang dilakukan Krimea tidak sah.

Walau secara konstitusi tidak sah, namun sejatinya hak untuk melepaskan diri erat kaitannya dengan nasionalisme dan etnis.

Lea Brilmayer dalam The Guardian terbitan 14 Maret 2014 menjelaskan: “International law is unambiguous on how countries should decide the fate of disputed territories like Crimea. Countries can acquire territory by discovering

uninhabited land, signing a treaty – as with Khrushchev’s transfer of Crimea to Ukraine in 1954 – or occupying an area peacefully over a long period of time. The legal methods for resolving questions of sovereignty are founded on widely recognized principles of international law. These do not include, and have never included, a simple referendum of people living in a contested territory. That is why every successful secessionist movement has founded its claim on legal entitlement to the territory that they seek to “liberate”. Thus the Baltic states argued that they were illegally conquered by the Soviet Union; Tibet says the same about China; and Eritreans fought for decades to reverse their illegal annexation by Ethiopia”

“What makes a secessionist claim successful in the eyes of the international community – indeed, in the eyes of the people fighting for secession – is the existence of a historical grievance over territory. No such legal claim can be made surrounding Crimea”.

Dalam hukum internasional, tidak mudah untuk melakukan aneksasi hanya karena orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut ingin melepaskan diri dari suatu negara dan bergabung ke negara lain. Karena jika begitu, setiap wilayah di dunia ini bisa saja memisahkan diri, beberapa contohnya adalah :

1. Basque bisa merdeka dari Spanyol dan Perancis 2. Aceh dan Papua bisa merdeka dari Indonesia

3. Orang Kurdi bisa membuat negara sendiri dan merdeka

Dan bila begitu, harusnya Rusia juga memperbolehkan Chechnya untuk merdeka.

Legitimasi Rusia di Ukraina sejatinya memiliki posisi yang kuat, dalam pasal 111 dalam konstitusi Ukraina, menyatakan :

“The President can only be impeached from office by parliament through ‘no less than three-quarters of its constitutional composition.”

Saat Yanukovych lengser, dia dilengserkan oleh 328 anggota parlemen. Untuk memenuhi three-quarters of its constitutional composition sesuai konstitusi

Ukraina, butuh 337 suara untuk melengserkan Yanukovych. Artinya, secara legitimasi Yanukovych adalah masih presiden Ukraina yang sah.

Dan jika begitu, Yanukovych memberikan legitimasi yang kuat terhadap Rusia bila meminta Rusia untuk melakukan intervensi.

Hal ini memberikan posisi legitimasi yang lebih kuat bagi Rusia karena : 1. Dalam hukum internasional, walau memegang prinsip non-intervensi.

Diperbolehkan untuk melakukan intervensi untuk hak asasi manusia atau intervensi positif. Konflik dan kisruh yang terjadi di Krimea, memang mengancam warga Rusia di daerah tersebut. Dan Rusia dalam konstitusi nya jelas menegaskan “guarantees its citizens defense and patronage beyond its boundaries”.

2. Baik Yanukovych dan pemimpin Crimea memang meminta dan mendorong Rusia untuk melakukan intervensi di wilayah tersebut.

Tapi itu bukan berarti intervensi Rusia di Ukraina nyata-nyata sah. Ukraina dan Rusia menandatangani Friendship Treaty pada tahun 1997. Dalam pasal 3 Treaty on Friendship, Cooperation, and Partnership between Ukraine and the Russian Federation berisi:

The High Contracting Parties shall build their relations on the basis of principles of mutual respect of sovereign equality, territorial integrity, inviolability of borders, peaceful settlement of disputes, non-use of force or threat of force, including economic and other forms of pressure, non-interference into internal affairs…”.

Jelas bahwa dalam perjanjian persahabatan antara Ukraina dan Rusia, dalam pasal 3 bahwa kedua negara tidak diperbolehkan untuk melakukan intervensi

dalam urusan dalam negeri salah satu negara, non-interference into internal affairs serta menjunjung tinggi kedaulatan masing-masing negara.

Namun dalam pasal 6 dinyatakan:

“Either of the High Contracting Parties shall abstain from participation in or the support of any actions whatsoever which are directed against the other High Contracting Party, and obligates itself not to conclude with third countries any treaties whatsoever that are directed against the other Party. Neither Party shall also allow that its territory be used to the detriment of the security of the other Party”

Dan pada paragraf satu dalam pasal tersebut:

Military units shall conduct their operations in the areas of disposition in accordance with the legislation of the Russian Federation, respect Ukraine’s sovereignty, obey its legislation and refrain from interference with Ukraine’s domestic affairs”.

Artinya, saat terjadi konflik di salah satu negara, diperbolehkan untuk menggunakan wilayah salah satu negara untuk tujuan keamanan.

Namun dalam paragrah satu dijelaskan pasukan militer harus dalam persetujuan Rusia dan menjunjung tinggi kedaulatan negara Ukraina.

Pada paragraf 2 pasal 8:

“Military units shall conduct exercise and other combat and operative training within the limits of training centers, training areas, positioning and dispersal areas, firing ranges, and, except forbidden zones, within the designated airspace as agreed with Ukraine’s competent authorities”.

Dan jelas dalam pasal 8 paragraf dua bahwa setiap kegiatan militer yang dilakukan Rusia dalam wilayah Ukraina harus dengan persetujuan Ukraina.

Bisa dilihat dari isi perjanjian tersebut, bahwa telah ada perjanjian antara kedua negara yang pada intinya untuk tidak melakukan intervensi, ikut campur dalam urusan dalam negeri salah satu negara. Dan pergerakan militer di wilayah tersebut harus tidak melanggar kedaulatan negara Ukraina.

Pada 21 dan 22 Februari Rusia mengirim pasukan militernya ke daerah Krimea. Artinya, Rusia telah melanggar Friendship Treaty yang ditanda tangani oleh kedua negara.

Pengiriman pasukan militer Rusia dan Ukraina melanggar pasal 15 paragraf 5 yang berisi:

Movements related to activities of military units outside of their areas of disposition shall take place following an approval by Ukraine’s competent authorities”

Artinya bahwa setiap pergerakan militer sesuai perjanjian harus mendapatkan persetujuan dari Ukraina. Rusia tidak meminta izin Ukraina saat pengiriman pasukan militer di Ukraina.

Saat pengiriman pasukan militer, Rusia beralasan untuk menjaga warganya di Krimea dan menjaga batas wilayahnya. Namun jelas bahwa setiap kegiatan militer melanggar perjanjian persahabtan kedua negara.

Pengiriman pasukan militer diatur dalam CHAPTER VII: ACTION WITH RESPECT TO THREATS TO THE PEACE, BREACHES OF THE PEACE, AND

ACTS OF AGGRESSION PiagamPBB.

Pasal 46 Piagam PBB menyatakan :

“Plans for the application of armed force shall be made by the Security Council with the assistance of the Military Staff Committee”

Artinya, rencana-rencana untuk pemakaian angkatan bersenjata akan disusun oleh Dewan Keamanan dengan bantuan Komite Staf Militer.

Pengiriman pasukan militer oleh Rusia ini juga melanggar Piagam PBB pasal 51 yang berbunyi:

“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.”

Artinya:

Tidak ada suatu ketentuan dalam Piagam ini yang boleh merugikan hak perseorangan atau bersama untuk membela diri apabila suatu serangan bersenjata terjadi terhadap suatu Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian serta keamanan internasional. Tindakan- tindakan yang diambil oleh Anggota-anggota dalam melaksanakan hak membela diri ini harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan dengan cara bagaimanapun tidak dapat mengurangi kekuasaan dan tanggung jawab Dewan Keamanan menurut Piagam ini untuk pada setiap waktu mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian serta keamanan intemasional”

Dapat kita lihat bahwa Rusia secara jelas-jelas telah melanggar kedalatan negara Ukraina, melakukan intervensi terhadap Ukraina dan juga melanggar Friendship Treaty.

Rusia juga melanggar ketentuan-ketentuan hukum internasional karena melanggap pasal 2(4) dan pasal 51 Piagam PBB. Walau intervensi bukan larangan absolut, diperbolehkan bila untuk alasan kemanusiaan.

Namun tetap saja intervensi Rusia melanggar kedaulatan negara Ukraina dan Rusia juga melakukan tindakan provokasi agar Krimea merdeka. Kedaulatan negara dalam prinsip hukum internasional telah mencapai derajat Jus Cogens.

Jus Cogens berarti tidak dapat dikecualikan dalam keadaan apapun,

artinya kedaulatan negara tidak dapat dilanggar sejatinya.

Menurut Vedross, terdapat tiga ciri aturan prinsip Jus Cogens :

1. Kepentingan bersama masyarakat internasional 2. Timbul untuk tujuan kemanusiaan

3. Sesuai dengan piagam PBB

Sesuai pasal 51, Ukraina salah karena telah mengirim pasukan militer ke Rusia. Karena jelas tertera Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security.

Artinya setiap tindakan negara-negara anggota perserikatan harus sesuai persetujuan PBB demi menjaga perdamaian dunia.

Masyarat internasional juga telah sepakat bahwa setiap intervensi kemanusiaan hanya bisa dilakukan secara kolektif dan dalam persetujuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

1. Hukum internasional menjunjung tinggi prinsip non-intervensi, artinya setiap negara harus menjunjung tinggi dan menghargai kedaulatan negara lain demi perdamaian dunia.

2. Terdapat dua bentuk intervensi yaitu intervensi positif dan negatif. Intervensi positif yaitu intervensi yang dilakukan untuk kemanusiaan. Dalam hukum internasional, intervensi ini boleh dilakukan karena berhubungan dengan hak asasi manusia. Sedangkan intervensi negatif adalah intervensi yang dilakukan dengan alasan yang positif namun berkembang menjadi intervensi yang menggerogoti kedaulatan negara lain dan semena-mena sehingga merugikan negara yang diintervensi. Intervensi ini dilarang oleh hukum internasional.

3. Rusia mendorong Krimea untuk merdeka dengan tujuan untuk bergabung dengan Rusia. Rusia juga telah melanggar Friendship Treaty yang ditandatangani kedua pihak pada 1997. Bila ditinjau menurut hukum internasional, Rusia melanggar pasal 2(4) dan pasal 51 karena mengirim pasukan militer mereka ke wilayah Ukraina. Rusia juga mengganggu kedaulatan Ukraina dengan ikut campur masalah dalam negeri Ukraina.

Saran

Perserikatan Bangsa Bangsa dan Dewan Keamanan PBB seharusnya lebih pro-aktif dan tegas dalam masalah pelanggaran kedualatan negara dimanapun di dunia ini. Tidak memandang status negara tersebut dan konflik yang terjadi. Karena sesuai dengan tujuan PBB yang tercantum dalam pasal 1 Piagam PBB, yaitu:

1. To maintain international peace and security, and to that end: to take

effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace

2. To develop friendly relations among nations based on respect for the

principle of equal rights and self-determination of peoples, and to take other appropriate measures to strengthen universal peace;

3. To achieve international co-operation in solving international problems of an economic, social, cultural, or humanitarian character, and in promoting and encouraging respect for human rights and for fundamental freedoms for all without distinction as to race, sex, language, or religion; and

4. To be a centre for harmonizing the actions of nations in the attainment of these common ends.

Dan agar terciptanya perdamaian dunia, setiap negara harus menjunjung tinggi dan menghargai kedaulatan negara lain. Negara kuat tidak mengintervensi negara lemah dan sebagainya. Sesuai dengan prinsip PBB yang tertera dalam pasal 2, yaitu:

The Organization and its Members, in pursuit of the Purposes stated in Article 1, shall act in accordance with the following Principles:

1. The Organization is based on the principle of the sovereign equality of all its Members.

2. All Members, in order to ensure to all of them the rights and benefits resulting from membership, shall fulfill in good faith the obligations assumed by them in accordance with the present Charter.

3. All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered.

4. All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations.

5. All Members shall give the United Nations every assistance in any action it takes in accordance with the present Charter, and shall refrain from giving assistance to any state against which the United Nations is taking preventive or enforcement action.

6. The Organization shall ensure that states which are not Members of the United Nations act in accordance with these Principles so far as may be necessary for the maintenance of international peace and security. 7. Nothing contained in the present Charter shall authorize the United

Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present Charter; but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under Chapter Vll.

Karena jika pelanggaran kedaulatan seperti kasus Rusia dan Ukraina ini sering terjadi, bisa saja memecah belah negara-negara di dunia dan melahirkan perang.

DAFTAR PUSTAKA

Dalam dokumen Intervensi Rusia Atas Ukraina (Halaman 62-78)