• Tidak ada hasil yang ditemukan

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan

MAS

Pendahuluan

Kegiatan pemuliaan dengan cara konvensional untuk merakit jagung yang bermutu protein tinggi cukup rumit karena memerlukan waktu yang lama dan bahan genetik yang banyak. Hal ini disebabkan karena alel-alel mutan o2 dikendalikan oleh gen resesif (AMBIONET, 2002), sehingga menyulitkan seleksi galur-galur potensial unggul QPM dalam kondisi heterosigot. Kemajuan di bidang pemuliaan molekuler (molecular breeding) dengan memanfaatkan marka DNA sebagai alat bantu seleksi (MAS = Marker Assisted Selection) diharapkan dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional.

Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi suatu marka DNA dalam kegiatan MAS untuk mengintrogresikan alel-alel yang dinginkan adalah posisi marka tersebut sangat dekat dengan gen target, dan akan lebih baik lagi jika DNA berbasis marka diperoleh dari sekuen gen target itu sendiri. Untuk kegiatan MAS pada kegiatan pemuliaan jagung bermutu protein tinggi menggunakan marka SSR yang didesain dengan menggunakan informasi sekuen DNA yang tersedia untuk alel opaque-2 yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada biji jagung. Ketiga marka DNA tersebut terletak pada kromosom 7, bin 7.01 yaitu: phi057 dan phi 112 yang dikembangkan oleh Pioneer Hibreed, serta umc1066 yang dikembangkan oleh proyek jagung Universitas Missouri, Columbia (Chin et al. 1996). Sekuen ketiga pasangan primer tersebut dapat diperoleh dari situs www.agron.missouri.edu/ssr.htm sebagai berikut:

Phi112 F: 5’-TGCCCTGCAGGTTCACATTGAGT-3’

R: 5’-AGGAGTACGCTTGGATGCTCTTC-3’

Umc1066 F: 5’- ATGGAGCACGTCATCTCA ATGG-3’

R: 5’- AGCAGCAGCAACGTCTATGACACT-3’

Phi057 F: 5’-CTCATCAGT GCCGTCGTCCAT-3’

R: 5’-CAGTCGCAAGAAACCGTTGCC-3’

Primer phi057 memiliki tingkat polimorfisme yang rendah sehingga polimorfisnya hanya dapat divisualisasi dengan menggunakan gel poliakrilamid, sedangkanphi112,dan umc1066 selain dapat divisualisasi dengan gel poliakrilamid, juga dapat divisualisasi

dengan menggunakansuper fine agarose (metafor)dengan konsentrasi 3–4 % (Mereille, 2002).

Ketiga marka SSR tersebut memiliki kemampuan untuk membedakan alel mutant o2 dengan alel O2 sehingga kegiatan introgresi gen o2 dari galur QPM ke galur jagung normal yang resisten terhadap penyakit bulai pada skema silang balik dapat menjadi lebih efektif dan efisien. Oleh karena ketiga marka DNA tersebut di desain dari daerah amplifikasi sekuen DNA yang tersedia untuk alel opaque-2, maka tingkat akurasi deteksinya cukup tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dipilih dua marka SSR yaitu phi057 dan umc1066 sebagai alat bantu seleksi genotip yang membawa alel resesif mutan opaque-2pada setiap generasi silang balik dan penyerbukan sendiri. Tujuan penelitian ini adalah mengintrogresikan gen resesif mutan opaque-2 dari galur QPM ke galur jagung normal yang resisten terhadap penyakit bulai dengan menggunakan marka SSR sebagai alat bantu seleksi dan mengevaluasi penampilan galur-galur yang telah memilik gen homosigot resesifopaque-2.

Bahan dan Metode Penelitian

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan di Kebun Percobaan Cikeumeuh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (BBPP Biogen), Laboratorium AMBIONET di IRRI, Los Banos dan Laboratorium Tanah dan Biokimia CIMMYT, Mexico. Kegiatan penelitian MAS (Marker Assisted Selection) berlangsung dari September tahun 2004 sampai Februari 2006, sedangkan kegiatan penampilan galur yang terseleksi memiliki gen homosigot opaque-2berlangsung dari akhir Februari–Juni 2006.

Bahan Penelitian

Bahan genetik yang digunakan untuk introgresi gen resesif o2 adalah galur CML 161 sebagai tetua donor gen o2 (oo), galur resisten terhadap penyakit bulai sebagai tetua pemulih, yaitu Nei9008 dan MR10, hibrida CML-161 x Mr-10 dan CML-161 x Nei 9008 serta progeni silang balik CML-161 x Mr-10 // Mr-10 dan CML-161 x Nei 9008 // Nei 9008 (BC1F1, BC2F1, BC3F1, BC3F2). Diskripsi galur-galur tetua persilangan disajikan

adalah umc1066 untuk menyeleksi progeni CML 161 x Mr-10 dan phi057 untuk menyeleksi progeni CML 161 x Nei9008. Pemilihan marka didasarkan pada studi pendahuluan dimana marka tersebut secara konsisten polimorfis antara masing-masing alelopaque2dari tetua persilangan yang digunakan.

Materi genetik yang digunakan pada penelitian evaluasi penampilan agronomis galur-galur hasil introgresi gen homosigot resesifo2adalah 42 galur Nei9008+o2 dan 36 galur MR10+o2 serta empat galur sebagai cek yaitu CML161, MR10, Nei9008 dan CML165.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian menggunakan metode MAS 1 (Parsial) (Dreher et al, 2000) seperti yang disajikan pada skema penelitian Lampiran 1. Kegiatan penelitian terdiri atas: 1) introgresi gen resesif o2 dengan metode silang balik; 2) deteksi gen resesif o2 pada individu tanaman generasi silang balik dengan mengunakan marka SSR; 3) evaluasi penampilan agronomis dari galur-galur yang terseleksi memiliki gen homosigot resesifo2

Introgresi gen resesifo2dengan metode silang balik

Dua puluh satu genotip (tongkol) galur CML161 (tetua donor genoo) dan masing- masing lima galur MR10 dan Nei9008 (tetua pemulih) ditanam pada petakan baris tunggal dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Galur CML 161 masing-masing disilangkan dengan tetua pemulihnya untuk mendapatkan masing-masing 105 tongkol F1, kemudian

benih tersebut ditanam kembali dan disilangkan dengan tetua pemulihnya untuk membentuk genotip silang balik (BC1F1). Individu tanaman BC1F1 yang teridentifikasi

memiliki gen heterosigot untuk gen opaque (Oo) dengan menggunakan marka SSR spesifik, disilang balik ke tetua pemulihnya untuk membentuk BC2F1. Kegiatan seperti ini

diulangi untuk membentuk BC3F1. Individu tanaman BC3F1yang teridentifikasi memiliki

gen heterosigot untuk gen opaque disegregasikan untuk membentuk genotip BC3F2,

kemudian benih BC3F2 ditanam kembali untuk diskrining dengan menggunakan marka

SSR spesifik untuk gen opaque. Tanaman BC3F2 yang teridentifikasi memiliki gen

homosigot resesif untuk gen opaque (oo) diserbuksendirikan untuk membentuk galur BC3F3.

Deteksi gen resesif o2 pada individu tanaman generasi silang balik dengan mengunakan marka SSR

Kegiatan di laboratorium meliputi isolasi DNA, analisis PCR dan elektroforesis. Isolasi DNA daun jagung dilakukan dengan cara miniprep berdasarkan metode Saghai- Maroofet al. (1984) yang telah dimodifikasi olehAMBIONET Service Laboratoryuntuk tanaman jagung (George dan Regalado, 2003). Isolasi DNA dilakukan pada setiap generasi silang balik dan penyerbukan sendiri. Daun muda dengan panjang kurang lebih 10 cm dipanen paling lambat 30 hari setelah tanam. Daun yang dipanen dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi nomor sesuai dengan nomor label yang ada di lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam box berisi es. Sampel daun tersebut diisolasi DNAnya dengan bantuan liquid nitrogen di laboratorium. Sampel daun per nomor digerus sampai terbentuk serbuk halus dalam tabung eppendorf berukuran 2.0 mL dengan menggunakan sumpit. Setelah daun menjadi serbuk halus, ditambahkan 0.5 ml buffer ekstraksi CTAB (Cetyltrimethylammonium bromide) panas yang mengandung -mercaptoethanol dengan konsentrasi 2l/ml larutan (komposisi larutan pada Tabel 8) kemudian diinkubasi pada suhu 65oC dalam waterbath selama 30 menit. Selama proses inkubasi, tabung ependorf dijentik-jentik setiap 10 menit. Setelah proses inkubasi selesai, tabung ependorf dikeluarkan dari waterbath dan didinginkan pada suhu ruang ( 10 menit) kemudian ditambahkan 500 l Chloroform isoamylalcohol (Chisam, 24:1 v/v). Tabung ependorf dijentik-jentik hingga larutan tercampur dengan baik kemudian disentrifugasi pada 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan DNA (larutan bening bagian atas) dipindahkan ke tabung ependorf steril 1.5 ml dan ditambahkan 500 l isoprophanol dingin kemudian disimpan dalam freezer -20oC selama 2 jam hingga satu malam. Tabung digoyang secara perlahan hingga muncul DNA berupa untaian benang berwarna putih. DNA yang terbentuk dipisahkan dari larutan supernatan dan isoprophanol dengan cara mengeluarkan larutan tersebut dari tabung ependorf. Endapan DNA dicuci dengan ethanol absolut dingin kemudian diulangi dengan ethanol 70% dingin. Setelah DNA dicuci kemudian dikeringkan dengan cara membalik tabung ependorf yang berisi DNA di atas meja yang telah dialasi tissu. Setelah pelet DNA tersebut kering, DNA dilarutkan dalam buffer 1xTE sesuai dengan besar kecilnya endapan.

Untuk menguji kualitas dan kuantitas DNA, dilakukan pengecekan dengan teknik elektroforesis menggunakan agarose 0,8% (0,8 gram agarose dilarutkan dalam 100 ml 0,5 X TBE). Sebanyak 4l DNA dan 2 l loading dye dicampur di atas microplate kemudian

sebelumnya yang dimulai pada sumur ke empat. Pada tiga sumur pertama dimasukkan  DNA standar masing-masing pada konsentrasi 10 ng/l, 20 ng/l dan 100 ng/l yang telah dicampur dengan 2 l loading dye untuk mengestimasi konsentrasi sampel DNA yang dirunning. Elektoforesis dilakukan pada tegangan listrik 100 volt selama 1,5 jam. Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam ethidium bromida dan dipotret dengan menggunakan gel doc. DNA yang bagus akan memiliki gumpalan besar di dekat sumur gel.

Tabel 8. Komposisi larutan buffer isolasi DNA jagung (George dan Regalado, 2003).

Reagen Konsentrasi akhir Kuantitas per 500 ml

CTAB 2,0% 10,00 g

5 M NaCl 1,4 M 40,91 g

1 M Tris, pH 8,0 100,0 mM 50,00 ml

0,5 M EDTA, pH 8,0 20,0 mM 20,00 ml

dd H2O 379,09 ml

Konsentrasi DNA dapat ditentukan dengan membandingkan DNA sampel dengan

 DNA standar. Sebagian sampel DNA diencerkan dengan TE 1X menjadi 10 ng/l sebanyak 50 l sebagai larutan DNA kerja dan disimpan pada freezer 4oC, sedangkan untuk stok DNA disimpan pada freezer -20oC. Larutan DNA sebagai stok kerja di PCR dengan campuran untuk satu reaksi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi reaksi PCR untuk mikrosatelit

Reagan Kosentrasi Stok Volume (l) Konsentrasi akhir

ddH2O steril --- 9,25 ---

Taqbuffer (10X; Mg-free) 10X 1,50 1X

MgCl2 50 mM 0,75 2,5 mM

dNTPmix 2,5 mM 0,90 150M

Primer mix (F + R) 5,0M @ 0,90 0,3M *

TaqEnzim 5 unit/l 0,20 1 unit

DNA 10 ng/l 1,50 10 ng/l

Total 15

* Kedua primer sudah dicampur terlebih dahulu pada tabung yang sama

PCR diset sebanyak 30 siklus dengan tahapan sebagai berikut: Denaturasi pertama 1 94oC selama 2 menit

Denaturasi 1 94oC selama 30 detik

Annealing 2 58-60oC selama 1 menit

Extension 3 72oC selama 1 menit

Final extension 1 72oC selama 5 menit

Hasil PCR dicek pada gel agarose 1%. Bila didapatkan pita maka separasi akan dilanjutkan pada gel agarose’super fine resolution’untuk menyeleksi progeni CML 161 x Mr-10 dan pada gelpolyacrilamideuntuk menyeleksi progeni CML 161 x Nei 9008.

Separasi hasil PCR sampel DNA progeni CML 161 x Mr-10 dilakukan pada gel agarose 3% yang merupakan campuran agarose metaphor dan agarose seakem dengan perbandingan 2:1. Agarose tersebut dilarutkan pada buffer TBE 1 X kemudian dimasukkan dalam cetakan gel elektroforesis menggunakan 4 comb, 200 sumur dengan jarak migrasi masing-masing sekitar 6 cm. Hasil PCR diberiloading buffersebanyak 4l per sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur cetakan masing-masing 10l. Selanjutnya sampel dielektroforesis dengan daya 130 Volts sekitar 2 jam atau bromofenol dari loading buffer telah bermigrasi ke gel berikutnya. Setelah selesai dielekroforesis, gel tersebut di de-stainingke dalam etidium bromida selama 15 menit kemudian difoto pada gel doc.

Hasil PCR sampel DNA progeni CML 161 x Nei9008 diseperasi pada gel polyacrilamide6%. Gel dicetak pada alat pencetak gel (glass plate) merekBioRad. Hasil PCR dipindahkan ke mikroplet yang lain, masing-masing sebanyak 4 l kemudian ditambahkan loading buffer 2l pada setiap lubang mikroplet tersebut. Sampel didenaturasi pada mesin PCR dengan suhu 94oC selama 5 menit. Setelah proses denaturasi selesai, secepat mungkin dimasukkan ke dalam box berisi es. Sampel dielektroforesis pada suhu 50oC dengan daya 60 watt selama 55 – 60 menit, atau bromophenol dariloading buffertelah mencapai bagian bawah plate.

Pewarnaan DNA dilakukan dengan metode silver staining. Plat kaca yang mengandung gel berisi DNA direndam dalam baki yang berisi larutan asam asetatglacial 10% (larutan fiksasi) kemudian digoyang selama 20 menit, atau warna loading buffer pada gel menjadi hilang. Plat kaca dicuci dalamultra pure water (air yang disuling dua kali) sebanyak 2 kali masing-masing 5 menit. Plat kaca direndam dalam larutan pewarna (silver staining) di atas shaker selama 30 menit, kemudian dibilas dalam air ultra pure selama 10 detik. Plat kaca kemudian direndam dalam larutan developer sehingga akan muncul pita-pita. Setelah itu secepatnya direndam dalam larutan asam asetat selama 5 menit dan dibilas dengan airultra purelagi, dan dikering anginkan.

Seleksi individu tanaman progeni silang balik bergenotip heterozygot (Oo) didasarkan pada munculnya dua pita pada DNA individu yang dianalisis, sedangkan untuk menyeleksi individu tanaman hasil penyerbukan sendiri yang bergenotip homosigot

resesif (oo)didasarkan pada munculnya pita hanya satu, yaitu pada posisi pita yang sama dengan tetua donor opaque-2. Hanya tanaman yang bergenotip Oo disilang balik lebih lanjut hingga diperoleh benih BC3F1. Benih tanaman BC3F1 ditanam lalu dilakukan

analisis DNA untuk mendeteksi tanaman bergenotip Oo yang akan disegregasikan lebih lanjut untuk mendapatkan biji BC3F2. Biji BC3F2 ditanam untuk menyeleksi tanaman

bergenotipoo. Hanya tanaman yang terseleksi yang akan disilangkan untuk memperoleh benih BC3F3.

Evaluasi penampilan hasil dan agronomis dari galur-galur yang terseleksi bergenotip homosigot resesifo2

Sebanyak 42 galur Nei9008+o2 dan 36 galur MR10+o2 serta empat galur sebagai cek (CML161, MR10, Nei9008 dan CML165) diuji penampilan hasil dan agronomisnya di Kebun Percobaan Cikemeuh, Balai Besar Litbang Biogen, Bogor pada MK 2006. Galur-galur tersebut masing-masing ditanam 2 baris dengan jarak tanam 70 cm antar baris dan 20 cm dalam baris, menggunakan rancangan perbesaran, tanpa ulangan (Augmented design).

Parameter agronomis yang diamati adalah tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur berbunga jantan dan betina, bobot tongkol panen, kadar air, bobot 1000 biji. Hasil biji kering pada kadar air 15% dianalisis dengan menggunakan persamaan (CIMMYT, 1994):

10000 100-KA

Hasil (kg/ha) = --- x --- x B x 0,80

L.P 100-15

K.A =Kadar Air biji waktu panen L.P = Luas Panen (m2).

B = Bobot Tongkol Kupasan (kg)

R = Rata-rata rendemen (shelling percentage)

HASIL DAN PEMBAHASAN

DNA genomik

Secara umum, kualitas DNA yang dihasilkan pada setiap isolasi cukup baik (Gambar 7). Dengan kualitas DNA genomik yang cukup baik tersebut pola pita DNA dapat terdeteksi secara optimal dengan metode SSR, terutama pada hasil PCR yang divisualisasi dengan menggunakan agarose’super fine resolution’. Berbeda halnya dengan

visualisasi hasil PCR dengan menggunakan gel polyacrilamide, dimana dengan DNA berkualitas rendah sampai sedang masih cukup optimal untuk divisualisasi (Lee, 1998).

Gambar 7. Profil DNA pada agarose 0.80% dari tanaman yang telah diekstraksi dengan metode CTAB. No 1 dan 2 adalahDNA dengan konsentrasi masing- masing 100 dan 10 ng/l.

Kuantitas DNA yang diperoleh seperti yang disajikan pada Gambar 7 masih bervariasi mulai dari 10 ng sampai 200 ng/μl. Oleh karena itu masih diperlukan pengenceran sehingga kuantitas DNA yang diperoleh untuk kegiatan PCR berkisar 10– 15 ng/μl (Gambar 8). Pengalaman menunjukkan bahwa umumnya penyebab terjadinya kegagalan amplifikasi produk PCR adalah karena konsentrasi DNA-nya yang tidak tepat.

1 2 1 2 3 4 5 …

Gambar 8. Profil DNA tanaman yang telah diencerkan pada agarose 0.75% dengan menggunakan pembanding 1= 25 ng/l dan 2 = 10 ng/l. DNA nomor urut 1, 2, 3 dan seterusnya sudah siap untuk di analisis PCR.

Seleksi individu heterosigotopaque (Oo)dengan bantuan marka SSR spesifik

Sebelum tanaman disilangkan pada setiap generasi silang balik, DNA yang sudah diencerkan dengan konsentrasi 10 – 15 ng/μl diamplifikasi dengan mesin PCR. Untuk generasi silang balik CML 161 x Nei9008 menggunakan primerphi057 dan divisualisasi dengan gel poliakrilamid (vertikal) 6% (Gambar 9), sedangkan untuk generasi silang balik CML 161 x MR10 menggunakan primerumc1066dan divisualisasi dengan agarose metafor 3% (Gambar 10). Daerah amplikasi kedua primer tersebut berada antara140 (alel

o)-160 bp (alelO).

Pemilihan marka SSR spesifik phi057 didasarkan pada hasil survei sebelumnya, dimana marka tersebut memberikan amplifikasi yang polimorfis antara galur CML161 sebagai tetua donor gen resesif opaque-2 dengan galur Nei9008 (Pabendon et al., 2006). Dari penelitian pendahuluan, ternyata hasil produk PCR dengan menggunakan marka SSR spesifik phi057, gen resesif dan dominan opaque-2 hanya dapat diserperasi dengan

menggunakan PAGE, sedangkan pada agarose metafor 3% visualisasinya monomorfis. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan deteksi gel agarose’super fine resolution’hanya terbatas pada alel dengan polimorfisme yang cukup tinggi. Oleh karena tingkat resolusi gel akrilamid lebih tinggi dari pada gel agarose, maka gel tersebut mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mendeteksi sejumlah besar alel per lokus (Macaulay et al., 2001). 200 bp o M P1 P2 O 100 bp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gambar 9. Profil pita DNA individu tanaman generasi BC2F1(progeny CML 161 (P2) x

Nei9008 (P1) // Nei9008) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamiddengan menggunakan primer SSR spesifikphi 057

Walaupun penggunaan gel agarose ’super fine resolution’ dalam visualisasi hasil produk PCR SSR memiliki keterbatasan (terutama pada DNA dengan panjang fragmen >4 bp (pasang basa)), namun jika suatu fragmen DNA dapat divisualisasi tingkat folimorfisnya dengan agarose, maka pekerjaan teknik SSR bisa lebih cepat dan relatif lebih mudah dilakukan (Prasanna dan Gark, 2002).

P1 1 2 3 4 5 6…

P2

Gambar 10. Profil pita DNA individu tanaman generasi BC2F1(progeny CML 161 (P2) x

Mr-10 (P1) // MR10) hasil PCR yang divisualisasi pada pada gel Agarose Methapor3% dengan menggunakan primer SSR spesifikumc1066.

Pada Gambar 9 dan 10, terlihat pola pita ganda yang berarti salah satu alelnya sama dengan tetua donor dan alel yang lainnya sama dengan tetua pemulihnya. Individu tanaman yang memiliki heterosigositas (Oo) diseleksi untuk disilangbalikkan lebih lanjut sampai terbentuk genotip BC3F1. Sedangkan pola pita tunggal artinya adalah alel genotip

silang balik tersebut mengikuti pola alel tetua pemulihnya (Nei9008 atau Mr-10) yaitu individu homosigot dominan untuk alelopaque.

Seleksi individu homosigotopaque (oo)dengan bantuan marka SSR spesifik

Benih BC3F2yang diperoleh pada kegiatan percobaan sebelumnya ditanam masing-

masing satu baris per genotip untuk menyaring idividu-individu tanaman yang telah memiliki gen homosigot resesif opaque-2 (oo) kemudian disilangdalamkan untuk membentuk genotip BC3F3. Visualisasi hasil PCR genotip BC3F3 disajikan pada Gambar

11 dan 12.

P2 P1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 .

Gambar 11. Profil pita DNA individu tanaman generasi BC3F2(progeni CML 161 (P2) x

Nei9008 (P1) // Nei9008) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamiddengan menggunakan primer SSR spesifikphi 057

individu tanaman terseleksi

P1 1 2 3 4

M P2 5 6…

Gambar 12. Profil pita DNA individu tanaman generasi BC2F1(progeny CML 161 (P2) x

Mr-10 (P1) // MR10) hasil PCR yang divisualisasi pada pada gel Agarose Methapor3% dengan menggunakan primer SSR spesifikumc1066.

Tabel 10. Nilai Chi-kuadrat rata-rata untuk derajat kecocokan nisbah segregasi silang balik dan penyerbukan sendiri terhadap beberapa nisbah hipotetik.

Jumlah tanaman bergenotip

Persilangan Generasi Nisbah

yang diuji OO Oo oo X2 P CML161 x Nei9008 BC1F1 1 : 1 104 101 - 0.12 0.70-0.90 BC2F1 1 : 1 100 108 - 0.24 0.50-0.70 BC3F1 1 : 1 104 96 - 0.24 0.50-0.70 BC3F2 1 : 2 : 1 48 102 50 0.05 0.90-0.95 CML161 x MR10 BC1F1 1 : 1 100 96 - 0.05 0.95-1.00 BC2F1 1 : 1 110 97 - 0.69 0.30-0.50 BC3F1 1 : 1 98 104 - 0.12 0.70-0.90 BC3F2 1 : 2 : 1 57 102 42 1.93 0.30-0.50

Kegiatan MAS pada Gambar 11 dan 12 memperlihatkan bahwa kegiatan seleksi dilakukan dengan cara menyaring individu tanaman yang memiliki pola pita tunggal yang

pola pita DNAnya adalah 50 dari 200 individu tanaman genotip BC3F2 dari progeni

CML161 x Nei9008 dan 42 dari 201 individu tanaman genotip B3F2 dari progeni

CML161 x MR10 (Tabel 10). Berdasarkan hasil uji Chi-kuadrat, nisbah segregasi genotip BC3F2 dari kedua pasangan persilangan tersebut sesuai dengan nisbah 1 : 2 : 1. Nisbah

segregasi tersebut sama dengan yang dilaporkan oleh Babu (2005) yang menggunakan marka spesifik yang sama untuk menyaring materi genetik yang berbeda pada generasi BC2F2.

Penampilan agronomis galur hasil introgresi

Untuk mengetahui penampilan dari galur-galur hasi introgresi gen opaque-2 (oo), telah dilakukan evaluasi lapangan terhadap beberapa karakter agronomis dan hasil. Dari 50 progeni CML161 x Nei9008 dan 42 progeni CML161 x MR10 yang tersaring, masing –masing hanya 42 dan 36 genotip yang bisa ditanam kembali. Hal ini disebabkan karena beberapa tongkol yang bijinya tidak bisa dipanen karena busuk dan atau kurang berisi. Hasil evaluasi beberapa karakter agronomis dan potensi hasil biji dari galur-galur hasil introgresi genopaque-2 (oo)disajikan pada Tabel 11 dan 12.

Komponen agronomi yang diamati meliputi tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur keluar serbuk sari dan rambut. Pada pengamatan tinggi tanaman, hanya beberapa genotip yang nyata lebih tinggi dari salah satu pembanding (CML161), yaitu MR10+o2- 17, MR10+o2-25, MR10+o2-26, dan MR10+o2-35. Tidak satupun genotip yang memiliki tinggi letak tongkol yang berbeda nyata dari galur pembanding. Galur MR10+o2 umumnya memiliki tinggi tanaman yang relatif lebih tinggi dari galur Nei9008+o2. Hal ini berarti bahwa jika terdapat salah satu pasangan heterotik yang sesuai antara kedua kelompok galur ini, maka galur MR10+o2sangat cocok untuk dijadikan sebagai tanaman pejantan. Pada karakter 50% umur berbunga, hanya galur Nei9008+o2-13 dan Nei9008+o2-37 yang nyata lebih genjah dibandingkan dengan kedua pembanding.

Hasil Uji LSI untuk karakter hasil seperti yang disajikan pada Tabel 11, terlihat bahwa beberapa galur Nei9008+o2 yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dari salah satu dan atau kedua galur pembanding. Tiga galur memperlihatkan hasil biji nyata lebih tinggi dari kedua galur pembanding yaitu Nei9008+o2-12 (3.8 t/ha), Nei9008+o2-15 dan Nei9008+o2-12 (3.9 t/ha). Berbeda halnya dengan hasil uji LSI pada Tabel 12, tidak terdapat galur MR10+o2 yang memiliki potensi hasil yang nyata lebih tinggi dari pembanding.

Tabel 11. Komponen agronomi dan hasil galur-galur hasi introgresi genopaque-2 (oo) progeni CML161 x Nei9008 di lahan kering KP. Cikemeuh, Bogor, MK 2006.

TT T_Tk UBJ UBB Bobot KA Y Bobot 1000 biji Genotip

cm cm hari hari Tkl % t/ha g Nei9008+o2-1 90 36 59 60 3.3a 24.8 3.3a 284.8 Nei9008+o2-2 84 30 59 60 3.7a 25.2 3.7 204.8 Nei9008+o2-3 104 46 60 62 3.1a 21.5ab 3.3a 234.8 Nei9008+o2-4 93 47 60 61 2.8 31.6 2.5 294.8 Nei9008+o2-5 83 33 60 61 2.5 25.5 2.5 294.8 Nei9008+o2-6 103 47 58 60 2.6 26.5 2.5 314.8a Nei9008+o2-7 94 34 59 60 1.9 22.0ab 2.1 224.8 Nei9008+o2-8 103 43 60 6 1 3.4a 34.4 2.9 344.8ab Nei9008+o2-9 94 41 59 60 3.4a 27.5 3.3a 254.8 Nei9008+o2-10 83 31 61 62 2.6 28.2 2.5 294.8 Nei9008+o2-11 90 36 59 61 2.5 18.3ab 2.8 214.8 Nei9008+o2-12 88 33 58 60 3.6a 21.1ab 3.8ab 314.8a Nei9008+o2-13 113 46 58 58ab 3.3a 20.6ab 3.5a 274.8 Nei9008+o2-14 101 48 58 59 3.4a 20.7ab 3.6a 202.8 Nei9008+o2-15 118 59 61 62 3.8ab 25.2 3.9ab 260.5 Nei9008+o2-16 94 47 61 62 2.6 24.9 2.6 300.5 Nei9008+o2-17 100 46 60 62 2.6 24.2 2.6 320.5ab Nei9008+o2-18 109 53 60 60 3.7a 25.5 3.7a 260.5 Nei9008+o2-19 97 42 60 61 2.1 24.4 2.1 245.5 Nei9008+o2-20 103 52 61 62 3.2a 21.2ab 3.4a 320.5ab Nei9008+o2-21 100 47 61 63 3.3a 31.4 3.1a 280.5 Nei9008+o2-22 85 42 61 61 2.8 22.2ab 2.9 340.5ab Nei9008+o2-23 97 58 61 62 3.2a 25 3.2a 340.5ab Nei9008+o2-24 105 52 60 60 3.5a 25.7 3.5a 210.5 Nei9008+o2-25 98 33 60 62 2.7 24 2.7 250.5 Nei9008+o2-26 92 44 60 61 3.5a 28.7 3.4a 280.5 Nei9008+o2-27 108 53 61 62 2.1 24.9 2.2 270.5 Nei9008+o2-28 80 37 61 62 2.1 22.0ab 2.2 290.5 Nei9008+o2-29 105 57 61 60 3.6a 27.3 3.6a 284.8 Nei9008+o2-30 102 52 62 64 3.7a 25 3.7a 324.8ab Nei9008+o2-31 111 47 60 60 4.0a b 27.3 3.9ab 254.8 Nei9008+o2-32 111 52 60 60 2.3 27.4 2.2 164.8 Nei9008+o2-33 81 33 60 60 2.8 28.3 2.7 304.8 Nei9008+o2-34 97 48 61 61 2.6 26.2 2.6 114.8 Nei9008+o2-35 106 50 61 61 2.7 26.4 2.6 246.8 Nei9008+o2-36 97 42 60 60 2.9 28.1 2.8 224.8 Nei9008+o2-37 99 52 57 58ab 2.2 21.6 2.3 344.8ab Nei9008+o2-38 94 44 61 61 3.3a 28.3 3.2a 282.8 Nei9008+o2-39 99 44 60 60 3.1a 34.9 2.7 254.8 Nei9008+o2-40 103 53 61 61 3.3a 35.5 2.8 264.8 Nei9008+o2-41 109 52 61 61 3.1a 26.2 3.1a 194.8 Nei9008+o2-42 110 51 61 61 3.5a 32 3.2a 184.8 CML161 (Cek-1) 101 50 59 61 2.6 26.2 2.5 260.0 Nei9008 (Cek-2) 99 47 60 61 3.4 25.8 3.3 271.0 LSI 5% 18.4 19.3 1.6 1.4 0.4 3.7 0.3 46.6 KK % 6.6 15.9 1.1 1.1 5.1 5.5 5.0 6.9 a

=nyata lebih baik dari cek-1(CML161) dan b= nyata lebih baik dari cek-2 (Nei9008) pada taraf 5 % LSI.

Keterangan: TT = Tinggi tanaman (cm), (2) T_Tkl = Tinggi letak tongkol (cm), UBJ = Umur 50 % keluarnya pollen (hari), UBB = Umur50 % keluarnya rambut (hari), KA = kadar air, Y = hasil biji pada kadar air

Tabel 12. Komponen agronomi dan hasil galur-galur hasi introgresi genopaque-2 (oo) progeni CML161 x MR10 di lahan kering KP. Cikemeuh, Bogor, MK 2006.

TT T_Tk UBJ UBB Bobot KA Y Bobot 1000 biji Genotip

cm cm hari hari Tkl % t/ha g

MR10+o2-1 104 40 57 59 1.8 23.4 1.9 260.4 MR10+o2-2 113 53 55 58 3.5 22.9 3.6 234.4 MR10+o2-3 116 52 57 58 2.8 24.8 2.8 267.7 MR10+o2-4 114 44 57 59 2.9 23.5 3.0 228.3 MR10+o2-5 126 52 57 58 2.7 21.4 2.9 278.1 MR10+o2-6 131 56 56 57 2.3 25 2.2 224.4 MR10+o2-7 126 57 57 58 3.7 23.8 3.8 271.2 MR10+o2-8 120 56 58 60 2.5 23.5 2.6 258.9 MR10+o2-9 113 58 57 59 2.9 23.1 3.0 270.3 MR10+o2-10 103 44 57 58 2.5 25.7 2.5 311.3 MR10+o2-11 108 45 58 59 2.9 21.7 3.1 237.5 MR10+o2-12 106 48 57 58 4 25.6 4.0 300.2 MR10+o2-13 116 55 58 60 2 22.2 2.1 262.7 MR10+o2-14 107 50 58 59 3.1 23.2 3.2 261.4 MR10+o2-15 129 60 58 60 3.4 24.8 3.4 224.9 MR10+o2-16 126 59 56 58 3.6 24.1 3.7 252.2 MR10+o2-17 140a 58 55 56 2.4 19.9 2.6 248.1 MR10+o2-18 120 48 56 57 3.2 21.3 3.4 235.2 MR10+o2-19 124 50 56 57 2.7 25 2.8 293.8 MR10+o2-20 105 48 57 58 3.8 18.7b 4.2 265.6 MR10+o2-21 131 50 56 57 2.4 20.7 2.6 244.9 MR10+o2-22 111 55 57 59 2.8 23 2.9 288.5 MR10+o2-23 121 55 57 58 2.2 22.1 2.3 254.3 MR10+o2-24 121 55 57 58 3.5 22 3.7 263.3 MR10+o2-25 137a 58 57 59 3.6 24.2 3.7 195.3 MR10+o2-26 150a 73 57 58 3.7 21.5 4 221.3 MR10+o2-27 114 55 58 60 2.9 25.7 2.9 279 MR10+o2-28 126 60 57 59 2.1 21 2.2 262.4 MR10+o2-29 109 50 58 59 3.9 22.3 4.0 270.1 MR10+o2-30 107 48 57 58 3.1 23.2 3.1 261 MR10+o2-31 110 45 57 58 4.3 25.5 4.3 261.4 MR10+o2-32 126 49 57 58 2.5 24.2 2.6 253.8