• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Jenis bahan irigasi

2.3.1 Sodium Hipoklorit

Sodium hipoklorit merupakan larutan berwarna hijau kuning dengan bau yang kuat dari klorin serta mudah larut dengan air dan akan terurai oleh cahaya. Sodium hipoklorit diperkenalkan pertama kali saat Perang Dunia I oleh Henry Drysdale Dakin untuk merawat luka infeksi.7 Sodium hipoklorit adalah irigasi alkalin yang memiliki pH 11-12.Pada tahun 1936 oleh walker menyarankan menggunakan sodium

hipoklorit untuk perawatan saluran akar. Oleh Grossman mendemonstrasikan tentang kemampuan soda chlorinated (sodium hipoklorit 5%) dalam melarutkan jaringan.7 Sekarang ini konsentrasi dari sodium hipoklorit masih menjadi perdebatan beberapa peneliti menyarankan 5.25% (Harisson), yang lain menyatakan konsentrasi 3% atau 0.5% ( Spangberg et al, Baumgartner dan Cuenin ).3

Sodium hipoklorit telah digunakan sebagai salah satu bahan irigasi yang efektif terhadap bakteri spektrum luas dan melarutkan jaringan nekrotik. Keuntungannya juga sebagai desinfektan dengan melepaskan chloramies.8 Menurut Spanberg bahwa sodium hipoklorit 0.5% cukup untuk membuktikan dalam membunuh kuman dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan sodium hipoklorit 5%.7

Sodium hipoklorit meningkatkan kemampuannya dalam melarutkan jaringan jika terjadi peningkatan temperatur dari larutan tersebut. Sodium hipoklorit dapat melarutkan sisa pulpa (vital atau nekrotik), komponen organik dari dentin, komponen organik dari smear layer. Tetapi sodium hipoklorit belum memiliki kemampuan yang sempurna dalam mengangkat smear layer.21

Telah diteliti sodium hipklorit beraksi dengan organik dan asam lemak maka akan berubah membentuk sabun (soap) dan glycerol (alkohol) dari asam lemak, yang mana dapat menurunkan tegangan permukaan.20,21

Gambar 3. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam Lemak

Sodium hipoklorit juga dapat menetralisir asam amino menjadi air dan garam. HOCl- merupakan senyawa yang dihasilkan dari sodium hipoklorit, saat berkontak dengan jaringan organik maka jaringan tersebut akan larut, dan akan menghasilkan

Gliserin Asam lemak Natrium

chlorine yang mana akan berkombinasi dengan protein amino yang disebut chloramines yang dapat menghambat metabolisme sel dari bakteri.20,21

Gambar 4. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam amino

Gambar 5. Reaksi Chloramine

Bagaimanapun juga telah dibuktikan bahwa sodium hipoklorit toksik terhadap jaringan vital, dapat menyebabkan hemolisis, ulser, dan kematian jaringan (Phasley et al). Oleh Becking melaporkan 3 kasus karena terjadi ekstrusi sodium hipoklorit ke jaringan periapikal yang mana menyebabkan pembengkakan, rasa sakit, dan parastesi. Oleh Kaufman dan Keila melaporkan adanya kasus hipersensitivitas terhadap sodium hipoklorit. Oleh Ehrich et al melaporkan adanya pasien yang tidak menyukai rasa dari sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit juga korosif terhadap metal dan dapat merusakkan instrumen saat instrumentasi.3,8

Asam amino Natrium Hidroksida

Garam Air

Asam amino Asam

Hipoklorit

Adapun keuntungan dari sodium hipoklorit:7

• Kemampuan mengalirkan debris dari saluran akar

• Kemampuan melarutkan jaringan

• Aksi antimikrobialnya dan bleaching

• Aksi lubrikasi

Sedangkan, kerugiannya dari sodium hipoklorit:7

• Akan menyebabkan iritasi pada jaringan jika terjadi ekstrusi ke jaringan periapikal.

• Dapat menyebakan inflamasi ginggiva

• Karena tegangan permukaannya tergolong tinggi sehingga kemampuan dalam melembabkan dentin berkurang.

• Memiliki bau yang tidak menyenangkan

• Memiliki rasa yang tidak enak

• Uap dari sodium hipoklorit tersebut dapat mengiritasi mata

• Memiliki sifat korosif sehingga dapat merusak instrumen.

2.3.2 Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida merupakan larutan irigasi yang tidak memiliki bau tidak sedap. Larutan irigasi yang biasa digunakan adalah 3% hidrogen peroksida. Larutan ini sangat tidak stabil dan sangat mudah terdekomposisi oleh panas dan cahaya. Larutan ini akan cepat berdekompisisi menjadi H2O + (O) (air dan oksigen). Saat

larutan berkontak dengan enzim-enzim katalase yang ada dijaringan dan peroksida maka (O) akan memiliki efek sebagai bakterisidal. Tetapi reaksi ini tidak akan bertahan lama dan akan berkurang karena adanya komponen organik dari debris. Senyawa (O) jika berekasi dengan komponen organik dari jaringan akan menghasilkan gelembung-gelembung sehingga dapat mengangkat jaringan nekrotik dan debris-debris yang ada ke permukaan.7

Bagaimanapun juga hydrogen peroksida tidak dapat digunakan sebagai larutan irigasi tunggal, karena dapat berekasi dengan debris – debris dipulpa dan darah

sehingga memproduksi gas yang dapat meningkatkan tekanan di dalam gigi sehingga menghasilkan rasa sakit.7

2.3.3 Klorheksidin

Klorheksidin pertama kali dikembangan pada tahun 1940 pada penelitian laboratorium dan merupakan basa kuat dan bentuknya lebih stabil. Klorheksidin cukup popular sebagai larutan irigasi dan medikamen intrakanal. Larutan ini menunjukkan aktifitas yang optimal sebagai antimikrobial pada pH 5.5-7.0.7

Klorheksidin biasa digunakan sebagai desinfeksi karena antimikrobial spektrum luas dan memiliki toksisitas yang rendah. Salah satu sifat yang sangat popular dari klorheksidin adalah subtansivitasnya karena CHX dapat berikatan dengan jaringan keras dan tetap bersifat antimikrobial. Pada konsentrasi 2 dan 0.2% klorheksidin akan menyebabkan aktivitas antimikrobial yang berkelanjutan selama 72 jam jika digunakan sebagai bahan irigasi. Mekanisme antibakterinya terkait dengan stuktur molekul cationic bisbiguanide. Klorheksidin dapat menembus dinding sel mikroba atau lapisan terluar dari membrane tersebut dan menyerang sitoplasma bakteri atau plasma membran dari jamur.4,7

Klorheksidin dapat digunakan sebagai irigasi pada konsentrasi 2%. Pada klorheksidin 2%, larutan ini sifat antimicrobial sama dengan 5.25% sodium hipoklorit dan lebih efektif terhadap Enterecoccus faecalis. Beberapa penelitian telah membandingkan efek antibakteri pada sodium hipoklorit dan 2% klorheksidin terhadap infeksi intrakanal. Hasilnya sedikit menunjukkan atau hampir tidak ada perbedaan dari efektivitas antimicrobial dari masing-masing larutan.4

Klorheksidin dapat bekerja sebagai antiseptik yang mana sangat berguna dalam mengontrol plak didalam rongga mulut pada konsentrasi 0.2%. Pada konsentrasi rendah sifatnya akan menjadi bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi klorheksidin akan menyebabkan koagulasi dan presipitasi dari sitoplasma dan bersifat bakterisid.7 Klorheksidin tidak memiliki beberapa karakteristik yang tidak diinginkan dari sodium hipoklorit (seperti bau yang tidak menyenangkan dan iritasi pada jaringan periapikal). Bagaimanapun juga, klorheksidin tidak memiliki

kemampuan melarutkan jaringan dan mengangkat smear layer, oleh karena itu bahan tersebut tidak dapat menggantikan sodium hipoklorit.4

Adapun keuntungan dan kegunaan dari klorheksidin:7

1. Pada konsentrasi 2% larutan ini dapat digunakan sebagai bahan irigasi 2. Pada konsentrasi 0.2% larutan ini dapat digunakan sebagai control plak 3. Lebih efektif terhadap bakteri gram positif

Sedangkan kerugian dari klorheksidin :7

1. Tidak disarankan sebagai standar bahan irigasi untuk perawatan endodonti 2. Tidak dapat melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik

2.3.4 Ethylene Diaminetetraacetate (EDTA)

Untuk membersihkan saluran akar dibutuhkan bahan irigasi yang dapat melarutkan bahan organik dan inorganik. EDTA efektif melarutkan senyawa anorganik. Larutan ini hampir tidak memiliki efek terhadap jaringan organik dan jika larutan ini digunakan secara tunggal maka EDTA tidak memiliki sifat antibakterial.4 EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator amat penting dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya dalam mengeliminasi jaringan anorganik seperti smear layer.5 Konsentrasi EDTA yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar adalah 10-17%.4,22 Bentuk sediaan EDTA terdapat 2 tipe, yaitu berbentuk pasta dan berbentuk cairan. Penelitian Chen & Chang menunjukkan bahwa EDTA dalam bentuk cairan lebih efektif dalam mengeliminasi smear layer, terutamanya pada 1/3 apikal saluran akar. Peneliti berpendapat bahwa EDTA yang berbentuk pasta tidak dapat mengalir ke 1/3 apikal saluran akar karena konsistensinya yang lebih padat.23

EDTA yang biasa digunakan adalah konsentrasi 17%. Beberapa kasus melaporkan beberapa konsentrasi yang lebih rendah dari EDTA (10%, 5% ataupun 1%) dapat mengangkat smear layer dan hampir sama efektifnya dengan NaOCl.4 EDTA tidak mempunyai efek antibakteri dan tidak dapat melarutkan jaringan organik sehingga smear layer tidak dapat dieliminasi dengan hanya aplikasi EDTA. Hal ini

Gambar 6. Struktur Senyawa Kitin

karena smear layer terdiri dari jaringan anorganik dan organik, yaitu debris dentin, sisa jaringan pulpa, sisa sel odontoblast, mikroorganisme dan sel-sel darah.5 Maka, kombinasi NaOCl dan EDTA secara penggantian dianjurkan untuk mendapatkan efek eliminasi smear layer dan mikroorganisme yang maksimum.22

Mekanisme EDTA dalam mengeliminasi jaringan anorganik merupakan demineralisasi jaringan anorganik sehingga terlarut dalam bahan irigasi.22 EDTA bereaksi dengan jaringan anorganik dan menggantikan ion kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa yang dapat terlarut dalam bahan irigasi.23 Maka, waktu aplikasi EDTA harus dikendali dengan baik agar tidak terjadi demineralisasi pada dentin radikular yang dapat melemahkan struktur jaringan gigi. Waktu aplikasi EDTA yang dianjurkan adalah 1 menit.24

2.4Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasitilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasitilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun, proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasitilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan itu tidak seragam. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya.13

Gambar 7. Struktur Senyawa Kitosan (dari hasil deasetilasi dengan NaOH Pekat)

Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasitilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya.13

Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi tiga, yaitu: kitosan bermolekul rendah, bermolekul sedang dan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Untuk kitosan bermolekul tinggi biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras, misalnya kepiting, kerang dan blangkas, dengan berat molekulnya 800.000-1.100.000 Mv.14

Ciri-ciri kitosan bergantung pada sumber (asal) bahan baku, derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai dan distribusi bobot molekul. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai

Gambar 8. Cangkang Blangkas (Tachypleus gigas)

reaktifitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).25

2.4.1 Kitosan Blangkas

Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang diperoleh dari cangkang blangkas. Kitosan Blangkas yang diuji oleh Trimurni et al mempunyai derajat deasetilasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 MV.14

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan molekul tinggi yang diperoleh dari blangkas dapat memacu dentinogenesis jika dipakai sebagai bahan pulpcaping.14 Tarigan Gita dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.26 Feby dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi memiliki efek antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.27 Daya hambat kitosan terhadap bakteri disebabkan karena terjadinya proses pengikatan sel bakteri pada dindingnya oleh kitosan. Kitosan tersebut memiliki gugus NH2 yang merupakan sisi reaktif yang dapat

berikatan dengan protein dinding sel bakteri, terjadinya proses pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan permukaan sel bakteri.25

2.4.2 Aplikasi Klinis Kitosan

Aplikasi kitosan banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, diantaranya bidang pangan, mikrobiologi, kesehatan, dan pertanian. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar kolesterol (Brine et al). Dalam bidang kesehatan kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah, antitumor (penggumpal) sel-sel leukimia (Brine et al).28

Dalam bidang kesehatan, kitosan relatif banyak digunakan karena dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Dalam kedokteran gigi, Kitosan telah diteliti oleh Sapeli et al dan Muzzarelli et al pada perawatan jaringan periodontal baik dengan pemakaian kitosan bubuk maupun kitosan membran. Chung et al menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antibakterial kitosan yang menghambat permukaan dinding sel bakteri. Kitosan dan derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. 28

Silvia et al meneliti tentang kitosan 0,2% dan EDTA 17%. Dari peneitian tersebut diketahui bahwa kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan memiliki kemampuan yang sama dengan EDTA 17 %.16 Serta Flamini et al telah meneliti kitosan (arcos organic) terhadap lama waktu pengaplikasiannya saat digunakan sebagai bahan irigasi. Dari penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan kemampuannya hampir sama dengan EDTA 15%.29 Pimenta et al juga meneliti tentang pengaruh kitosan 0,2% dengan terhadap keuatan dentin. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan memiliki sifat chelating jika digunakan sebagai bahan irigasi, tetapi dapat menyebabkan erosi dentin walaupun tidak mengenai intertubular dentin.18

Dokumen terkait