PENGARUH TINDAKAN IRIGASI DENGAN KITOSAN
BLANGKAS (
Tachypleus gigas
), SODIUM HIPOKLORIT
DAN EDTA TERHADAP PENYINGKIRAN
SMEAR LAYER
(PENELITIAN IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
AYU FASKAWATI S
NIM : 090600137
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Konservasi Gigi
Tahun 2013
Ayu Faskawati
Pengaruh tindakan irigasi dengan kitosan blangkas (Tachypleus gigas), sodium
hipoklorit dan EDTA terhadap penyingkiran smear layer (penelitian in vitro)
xi + 57
Bahan irigasi yang sering digunakan adalah sodium hipoklorit (NaOCl) dan
dapat mengangkat senyawa organik tetapi tidak mengangkat anorganik. Untuk
mencapai sifat ideal dari bahan irigasi, banyak penelitian yang meneliti tentang
alternatif bahan irigasi. Kitosan blangkas memiliki kemampuan mengangkat
anorganik. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat pengaruh kedua bahan irigasi
dalam mengangkat smear layer digunakan scanning electron microscope (SEM)
Penelitian ini menggunakan 30 sampel penelitian yang dibagi menjadi 6
kelompok, yaitu kelompok I larutan kitosan 0,1%, kelompok II larutan kitosan 0,2%,
kelompok III larutan NaOCl 2,5% + larutan kitosan 0,1%, kelompok IV larutan
NaOCl 2,5% + larutan kitosan 0,2%, kelompok V larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5%
dan kelompok VI larutan saline. Dilakukan preparasi dengan menggunakan ProTaper
rotary instrument. Pada setiap kelompok, setiap pergantian file, sampel diirigasi
dengan bahan irigasi sesuai dengan kelompok perlakuan sebanyak 3 ml selama 1
menit dan final rinse sebanyak 5 ml dengan menggunakan jarum irigasi two-side
vented 30G. Gigi kemudian dibelah arah bukolingual, dikeringkan lalu dilapisi
dengan pembesaran 1000x pada bagian 1/3 apikal. Data analisis menggunakan uji
Kruskall-Wallis dan uji statistik Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam
mengangkat smear layer dari kitosan 0,1% jika dibandingkan dengan kitosan 0,2%
(p=, kombinasi NaOCl 2,5% dan Kitosan 0,1% serta kombinasi EDTA 17% dan
NaOCl l2,5% (p>0,05). Tetapi terdapat perbedaan signifikan dalam mengangkat
smear layer dari kitosan 0,2% jika dibandingkan dengan kombinasi NaOCl 2,5% dan
kitosan 0,2 serta kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% (p<0,05). Dari hasil
tersebut diketahui bahwa kitosan molekul tinggi dengan konsentrasi 0,2% merupakan
bahan irigasi yang dapat mengangkat smear layer pada 1/3 apikal.
Kata Kunci : smear layer, irigasi, NaOCl, kitosan blangkas
PENGARUH TINDAKAN IRIGASI DENGAN KITOSAN
BLANGKAS (
Tachypleus gigas
), SODIUM HIPOKLORIT
DAN EDTA TERHADAP PENYINGKIRAN
SMEAR LAYER
(PENELITIAN IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
AYU FASKAWATI S
NIM : 090600137
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 10 Mei 2013
Pembimbing Tanda tangan
1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes. Sp.KG(K) ……….
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
Pada tanggal 27 Mei 2013
TIM PENGUJI
KETUA : Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Ucapan terimakasih yang tiada henti penulis hantarkan kepada Ayahanda Drs.
Jekmen Sinulingga M.Hum dan Ibunda Nurita br. Depari Amd tercinta yang telah
membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberikan dukungan
moril maupun materil kepada penulis, juga kepada abang Samerdanta Sinulingga
SST. Par, M.Par dan Sahmanbanta Sinulingga serta keluarga besar atas motivasi dan
doanya selama ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penelitian ini, penulis mendapat bimbingan, motivasi serta doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph. D., Sp.Ort, selaku dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
2. Cut Nurliza, drg, M.Kes selaku Ketua Departemen Konservasi Gigi
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes, Sp. KG (K), selaku dosen pembimbing
skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
4. Lasminda Syafiar, drg. M.Kes selaku dosen pembimbing akademik penulis,
yang telah membina dan mengarahkan penulis selama perkuliahan di FKG USU;
5. Prof. Dr. H. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil, selaku konsultan dalam penelitian
dan penulisan skripsi ini, sekaligus Kepala Bagian Laboratorium Pusat Penelitian
FMIPA USU;
6. Inadhitya Rasti P, drg, Sp.KG, Dennis, drg dan Nevi Yanti, drg., M.Kes yang
memberi saran dan motivasi serta membantu peneliti untuk menyelesaikan penelitian
di Departemen Konservasi Gigi FKG USU;
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan
pegawai di Departemen Konservasi Gigi FKG USU;
8. Keluarga besar Anggi Hayani Harahap yang membantu peneliti selama di
Tanggerang serta memberikan tempat tinggal kepada peneliti selama melaksanakan
penelitian di Tanggerang, dan kepada Epifeni Doloksaribu yang membantu peneliti
menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis Dameria, Karsa, Mercedita dan Filya yang
memberikan dukungan kepada penulis. Kepada David Siregar yang memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Serta teman-teman angkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya
satu-persatu, dan teman seperjuangan skripsi di bagian Konservasi Gigi.
Medan, 10 Mei 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI ...
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Smear Layer dalam Endodontik ... 6
2.2 Irigasi dalam Endodontik ... 9
2.3 Jenis Bahan Irigasi ... 10
2.3.1 Sodium Hipoklorit ... 10
2.3.2 Hidrogen Peroksida ... 13
2.3.3 Khlorheksidin ... 14
2.3.4 Ethylene Diaminetetraacetate (EDTA) ... 15
2.4 Kitosan ... 16
2.4.1 Kitosan Blangkas ... 18
2.4.2 Aplikasi Klinis Kitosan ... 19
2.5 Teknik Irigasi ... 19
2.5.2 Teknik Irigasi Machine-assisted ... 22
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA 3.1 Kerangka Konsep ... 24
3.2 Hipotesa ... 26
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27
4.2 Tempat dan Waktu ... 27
4.3 Sampel Penelitian dan Kriteria Sampel ... 27
4.4 Besar Sampel ... 27
4.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 29
4.5.1 Variabel Penelitian ... 29
4.5.1.1 Variabel Bebas ... 30
4.5.1.2 Variabel Tergantung ... 30
4.5.1.3 Variabel Terkendali ... 30
4.5.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 30
4.5.2 Defenisi Operasional ... 31
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 33
4.6.1 Alat Penelitian ... 33
4.6.2 Bahan Penelitian ... 35
4.7 Prosedur Penelitian ... 35
4.7.1 Persiapan Sampel ... 35
4.7.2 Pengenceran Larutan NaOCl ... 35
4.7.3 Pembuatan Larutan Kitosan ... 36
4.7.4 Perlakuan Sampel ... 37
4.7.5 Pengamatan pada Sampel ... 38
4.8 Analisa Data ... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 42
BAB 6 PEMBAHASAN ... 48
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 53
7.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Hasil kappa test melihat perbedaan pendapat antara Pengamat A
dan Pengamat B 45
2 Hasil Uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Scanning Electron Microscope (SEM), dengan pembesaran 20x. Menunjukkan bahwa terdapat smear layer pada permukaan saluran
akar yang terinstrumentasi ... 6
2. Penentuan skor Torabinejad dengan menggunakan SEM pada pembesaran 1000x. (1) = tidak ada smear layer pada permukaan saluran akar; seluruh tubulus bersih dan terbuka; (2) = moderate smear layer. Tidak ada smear layer yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi tubulus dentin tredapat smear layer; (3) heavy smear layer. Smear layer melapisi permukaan saluran akar dan tubulus dentin ... 8
3. Reaksi sodium hipoklorit dan asam lemak ... 11
4. Reaksi sodium hipoklorit dan asam amino ... 12
5. Reaksi Chloramine ... 12
6. Struktrur senyawa kitin ... 16
7. Struktur senyawa kitosan (dari hasil deasitilasi dengan NaOH Pekat) ... 17
8. Blangkas (Horseshoe-crab) ... 18
9. Irigasi manual dengan menggunakan jarum two side vented ... 32
10. Protaper (dentsply, USA) ... 33
11. Endomotor (VDW) ... 33
12. Absorbent Paper Points ... 34
13. Neraca Akrilik Elektronik ... 34
14. Scanning Electron Microscope (JEOL JSM-6390A) ... 34
16. Bubuk Kitosan dan asam asetat diaduk dengan magnetic stirrer ... 36
17. File S1 untuk preparasi saluran akar ... 37
18. File F3 untuk finishing dalam preparasi saluran akar ... 38
19. Sampel yang telah dibelah dan disimpan pada botol kecil ... 38
20. Sampel yang dikeringkan dan lapisi dengan Platina Emas pada Auto Fine Coater ... 39
21. Hasil SEM dengan pembesaran 10x ... 40
22. Foto dengan pembesaran 1000x dibagi menjadi 9 area pengamatan . 40 23. Hasil scanning electron microscop, larutan kitosan 0,1% ... 42
24. Hasil scanning electron microscop, larutan kitosan 0,2% ... 43
25. Hasil scanning electron microscop, larutan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1% ... 43
26. Hasil scanning electron microscop, larutan NaOCl 2,5% +Kitosan 0,2% ... 44
27. Hasil scanning electron microscop, larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5% ... 44
DAFTAR GRAFIK
Grafik
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Skema Alur Pikir
2. Skema Alur Penelitian
3. Hasil Scanning Electron Microscop (SEM)
4. Hasil Skoring dari Pengamat A dan Pengamat B
5. Hasil Uji Kappa Test
6. Hasil Uji Kruskal-Wallis
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Konservasi Gigi
Tahun 2013
Ayu Faskawati
Pengaruh tindakan irigasi dengan kitosan blangkas (Tachypleus gigas), sodium
hipoklorit dan EDTA terhadap penyingkiran smear layer (penelitian in vitro)
xi + 57
Bahan irigasi yang sering digunakan adalah sodium hipoklorit (NaOCl) dan
dapat mengangkat senyawa organik tetapi tidak mengangkat anorganik. Untuk
mencapai sifat ideal dari bahan irigasi, banyak penelitian yang meneliti tentang
alternatif bahan irigasi. Kitosan blangkas memiliki kemampuan mengangkat
anorganik. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat pengaruh kedua bahan irigasi
dalam mengangkat smear layer digunakan scanning electron microscope (SEM)
Penelitian ini menggunakan 30 sampel penelitian yang dibagi menjadi 6
kelompok, yaitu kelompok I larutan kitosan 0,1%, kelompok II larutan kitosan 0,2%,
kelompok III larutan NaOCl 2,5% + larutan kitosan 0,1%, kelompok IV larutan
NaOCl 2,5% + larutan kitosan 0,2%, kelompok V larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5%
dan kelompok VI larutan saline. Dilakukan preparasi dengan menggunakan ProTaper
rotary instrument. Pada setiap kelompok, setiap pergantian file, sampel diirigasi
dengan bahan irigasi sesuai dengan kelompok perlakuan sebanyak 3 ml selama 1
menit dan final rinse sebanyak 5 ml dengan menggunakan jarum irigasi two-side
vented 30G. Gigi kemudian dibelah arah bukolingual, dikeringkan lalu dilapisi
dengan pembesaran 1000x pada bagian 1/3 apikal. Data analisis menggunakan uji
Kruskall-Wallis dan uji statistik Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam
mengangkat smear layer dari kitosan 0,1% jika dibandingkan dengan kitosan 0,2%
(p=, kombinasi NaOCl 2,5% dan Kitosan 0,1% serta kombinasi EDTA 17% dan
NaOCl l2,5% (p>0,05). Tetapi terdapat perbedaan signifikan dalam mengangkat
smear layer dari kitosan 0,2% jika dibandingkan dengan kombinasi NaOCl 2,5% dan
kitosan 0,2 serta kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% (p<0,05). Dari hasil
tersebut diketahui bahwa kitosan molekul tinggi dengan konsentrasi 0,2% merupakan
bahan irigasi yang dapat mengangkat smear layer pada 1/3 apikal.
Kata Kunci : smear layer, irigasi, NaOCl, kitosan blangkas
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesuksesan perawatan saluran akar didasarkan pada diagnosis yang akurat
dan memberikan perawatan yang tepat, mengetahui tentang anatomi serta morfologi
dari gigi dan saluran akar, melakukan debridement, desinfeksi dan obturasi dari
seluruh saluran akar. Pada awalnya, obturasi merupakan tahap yang paling penting
dalam perawan saluran akar. Obturasi diharapkan dapat memblok permukaan saluran
akar dari kelembaban yang membuat terjadinya mikroleakge. Tetapi tidak ada teknik
ataupun material dari obturasi yang dapat secara sempurna memblok daerah
permukaan saluran akar. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya obturasi
yang dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan endodonti, tetapi cleaning and shaping termasuk pada tahap yang menentukan keberhasilan perawatan endodonti.1
Pada saat cleaning dan shaping seluruh jaringan pulpa harus dihilangkan serta
dapat membunuh bakteri yang ada pada saluran akar.2 Salah satunya dengan cara
mengirigasi saluran akar agar terjadinya debridemen dan desinfeksi pada saluran
akar.3 Irigasi saluran akar dapat menghilangkan mikroorganisme, sisa-sisa jaringan
dan menghilangkan debris dentin dari saluran akar.4 Tetapi pada saat cleaning dan shaping dengan menggunakan instrumen endodonti, akan terjadi pembentukan lapisan mikro pada dinding saluran akar yang disebut smear layer.5
Lapisan smear layer tersebut menutup seluruh permukaan saluran akar serta menyumbat tubulus dentin. Adanya smear layer pada permukaan saluran akar akan menghambat proses penetrasi larutan irigasi agar dapat mensterilkan saluran akar.
Smear layer juga dapat menghambat adaptasi dari bahan pengisi saluran akar. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengangkatan smear layer mungkin memiliki kontribusi untuk keberhasilan dalam prosedur desinfeksi intrakanal. Sebab saat terjadi
penyingkiran lapisan tersebut akan memungkinkan antimikroba intrakanal untuk
dilakukan pembersihan, kehadiran smear layer mungkin dapat mencegah masuknya bakteri kedalam tubulus dentin.5
Variasi dari ketebalan dan komposisi smear layer pada permukaan saluran akar disebabkan oleh anatomi dari saluran akar, jaringan dentin, usia pasien, gigi vital
atau nekrotik, teknik preparasi, kuantitas dan jenis bahan irigasi, teknik irigasi. Faktor
yang mempengaruhi efisiensi bahan irigasi dalam menyingkirkan smear layer tergantung pada lebar saluran akar, tipe dan kualitas bahan irigasi, dan teknik irigasi.5
Ketika saluran akar diirigasi ada dua tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk
mengangkat komponen organik (debris yang berasal dari jaringan pulpa dan
mikroorganisme) dan juga anorganik yang merupakan smear layer. Belum ada bahan irigasi yang dapat melarutkan jaringan organik dan smear layer secara bersamaan.6 Larutan irigasi yang paling sering direkomendasikan adalah sodium hipoklorit
(NaOCl) ataupun campurannya dengan larutan lain.7
Sodium hipoklorit sangat sering digunakan dari berbagai konsentrasi, mulai
dari 0,5%-5,25%.7 Sodium hipoklorit memiliki efek antimikrobial yang baik dan
kemampuan melarutkan jaringan tetapi memiliki efek iritasi terhadap jaringan.2
Bahan ini juga memiliki toksisitas pada jaringan vital. Neal et al menyatakan bahwa sodium hipoklorit memiliki sifat korosif yang sangat tinggi sehingga dapat merusak
instrumen.8 Efek pembersihan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi telah diteliti
dengan scanning electron microscopy. Selama instrumentasi smear layer yang terbentuk didominasi oleh anorganik pada saluran akar. Sodium hipoklorit dapat
bereaksi dengan senyawa organik tetapi tidak dengan senyawa anorganik.2
Sodium hipoklorit dapat melarutkan sisa-sisa jaringan pulpa (jaringan vital
atau nekrotik), senyawa organik dari dentin, dan komponen organik dari smear layer. Kemampuan sodium hipoklorit melarutkan jaringan sangat baik dibandingkan dengan
larutan irigasi lainnya. Tetapi walaupun begitu sodium hipoklorit tidak dapat
mengangkat komponen anorganik dari smear layer.9 Maka dari itu, kombinasi penggunaan sodium hipoklorit yang dihubungkan dengan irigasi lain telah diteliti.
irigasi yang berbeda yaitu ethylenediaminetetraaetic (EDTA) dan sodium hipoklorit.10
EDTA adalah larutan dengan konsentrasi 17% yang efektif mengangkat smear layer sebagai chelating pada komponen anorganik dari dentin. EDTA tidak memiliki kemampuan antibakterial, biokompatibel dan dapat membuat demineralisasi
intertubular dentin dan menurunkan tegangan permukaan dentin. Menurut beberapa
penelitian sebelumnya, irigasi dengan menggunakan kombinasi EDTA dan sodium
hipoklorit dapat mengangkat smear layer. 9
Masih banyak kontroversi tentang penggunaan kombinasi larutan irigasi untuk
mengangkat smear layer. Hal yang paling penting diperdebatkan adalah tentang jumlah volume dan waktu pengaplikasian bahan irigasi agar dapat mengangkat smear layer.11 Yamada et al menemukan bahwa irigasi terakhir dengan 10 ml dari 17% EDTA yang diikuti dengan 10 ml 5,25% sodium hipoklorit adalah metode yang
paling efektif.6,11 Pada saat pengkombinasian EDTA dan sodium hipoklorit, dapat
mengurangi kemampuan dari sodium hipoklorit dalam melarutkan jaringan, tetapi
EDTA masih dapat bertahan dalam mengikat kalsium dari dentin.6,9
Banyak penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini untuk mencari
bahan-bahan pengganti bahan-bahan irigasi dengan memakai bahan-bahan dasar dari tanaman tradisional
ataupun bahan-bahan yang dapat diperoleh dari lingkungan alam yang ada di
Indonesia. Sesuai dengan Fokus Area Kegiatan Penelitian, Pengembangan dan
Rekayasa untuk Pembangunan Nasional (JAKSTRA 2000 – 2004) di bidang
kedokteran gigi.12 Antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional dan
limbah alam.
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasitilisasi kitin. Dimana
kitin dapat dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus Mucor, Pycomyce dan Saccharomyces, sebagian besar juga pada kelompok Crustacea seperti udang, kepiting, lobster, dll.13 Kitosan molekul tinggi berasal dari hewan
Kitosan memiliki sifat biokompabilitas yang tinggi, hampir tidak memiilki
toksisitas pada manusia/hewan, bioaktivitas yang tinggi, biodegradabilitas,
reaksi-reaksi dari kelompok deasetilasi amino, aktivitas antimikrobanya, dll.13 Beberapa
hipotesis telah diuji untuk membuktikan jika kitosan molekul rendah sudah dapat
menembus dinding mikroorganisme dan langsung mempengaruhi komponen penting
dari sel dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Sedangkan kitosan molekul tinggi
menunjukkan bahwa mekanisme kerjanya terkait dengan pembentukan film disekitar
sel yang dapat menghambat penyerapan nutrisi mikroorganisme.15
Berdasarkan penelitian Silva PV et al, kitosan (arcos organic) diteliti sebagai larutan irigasi dan hasil penelitian tersebut adalah 0.2% larutan kitosan dapat
menghilangkan smear layer dari 1/3 tengah dan 1/3 apikal saluran akar.16 Kitosan juga diteliti sebagai bahan irigasi yang dilihat berdasarkan waktu. Pada penelitian
tersebut kitosan 0,1% sudah dapat mengangkat smear layer, tetapi tidak mengangkat smear layer yang terdapat di dalam tubulus dentin selama 3 menit. Pada kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer tetapi menyebabkan sedikit erosi selama 3 menit.17 Hal tersebut diperjelas oleh Pimenta et al yang menyatakan bahwa kitosan
0,2% dapat menyebabkan erosi dari dentin tetapi tidak mengenai intertubular
dentin.18
Berdasarkan penelitian diatas menunjukkan bahwa kitosan dapat digunakan
sebagai alternative bahan irigasi. Maka perlu dibuktikan apakah kitosan molekul
tinggi yang berasal dari cangkang blangkas ini memiliki kemampuan yang sama
dalam mengangkat smear layer jika digunakan sebagai alternatif bahan irigasi jika dibandingkan dengan sodium hipoklorit.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas timbul permasalahan:
1. Apakah kitosan bermolekul tinggi dapat mengangkat smear layer jika dipakai
sebagai bahan irigasi dibandingkan dengan sodium hipoklorit (NaOCl).
2. Apakah ada perbedaan antara pembersihan smear layer dengan bahan kitosan
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bahwa kitosan bermolekul tinggi dapat mengangkat smear
layer jika dipakai sebagai bahan irigasi dibandingkan dengan sodium hipoklorit (NaOCl)
2. Untuk mengetahui perbedaan antara pembersihan smear layer dengan bahan
kitosan bermolekul tinggi dan sodium hipoklorit (NaOCl).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai dasar dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan gigi masyarakat
terutama dalam bidang konservasi gigi.
2. Dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya tentang kitosan molekul tinggi
sebagai bahan alternatif untuk irigasi saluran akar.
3. Menghasilkan bahan irigasi alternatif yang tidak toksik dalam perawatan
Gambar 1. Scanning Electron Microscope (SEM), dengan pembesaran 20x. Menunjukkan bahwa terdapat smear layer pada permukaaan saluran akar yang terinstrumentasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kesuksesan perawatan endodontik dari pulpa gigi yang tidak sehat tergantung
pada beberapa faktor seperti cleaning dan shaping yang baik, desinfeksi dan obturasi yang adekuat pada saluran akar. Tetapi preparasi saluran akar (cleaning and shaping) dengan instrumen endodonti akan menyebabkan terbentuknya lapisan mikro pada
dinding saluran akar, yang dikenal sebagai smear layer yang mana telah menjadi perdebatan oleh para endodontis.5
2.1Smear Layer dalam Endodontik
Endodonti smear layer telah dikenal sebagai lapisan material yang menutupi/melapisi dinding saluran akar yang dipreparasi. Material tersebut selalu
dihasilkan ketika permukaan dentin dipreparasi. Menurut Madder et al serta Safer dan Zapke bahwa smear layer ditemukan hanya pada bagian yang terinstrumentasi dari
Sejak smear layer dideskripsikan untuk pertama kali, maka smear layer menjadi kontroversi dan terus didiskusikan. Alasan utamanya adalah karena
morfologi, komposisi dan karakter biologisnya yang masih belum diketahui. Tetapi
banyak kontroversi pada para peneliti bahwa apakah smear layer harus dihilangkan atau tidak tersebut dari permukaan saluran akar. Argumen utama dari para ilmuan
untuk penyingkiran smear layer, bahwa kenyataannya lapisan ini mengisi tubulus dentin pada saluran akar dan mengakibatkan medikasi saluran akar terhambat dan
menurunkan efek desinfektan selama perawatan endodonti.5
Smear layer mengandung sejumlah besar bahan organik yang dapat bertindak sebagai pemicu untuk faktor iritasi pada saluran akar dan dapat mempengaruhi
penyakit lebih parah pada struktur periapeks dari gigi. Ketika lapisan smear layer diangkat dari dinding saluran akar sebelum obturasi, maka adaptasi serta adhesi dari
material akan menjadi meningkat, sehingga dapat mencegah terjadinya mikrolekage.
Pada saat saluran akar dipreparsi manual/mekanik, struktur spesifik langsung
terbentuk pada permukaan dentin, yang mana melapisi tekstur dentin dan menutup
tubulus dentin. Lapisan ini merupakan konsekuensi dari instrumentasi yang terdiri
dari partikel organik dan anorganik dari dentin yang dipreparasi, fragmen-fragmen
pulpa yang vital ataupun nekrotik, sel-sel odontoblas, mikroorganisme dan sel-sel
darah.5
Hasil analisis dengan scanning electron microscope (SEM), smear layer pada saluran akar terlihat tidak beraturan dengan permukaan yang berbutir-butir. Smear layer terdiri atas dua bagian, yaitu : (a) superfisial, lapisan tipis dan melekat pada dinding dentin dan (b) underlying, yang mana melekat pada dentin di tubulus dentinnya.5,19 Secara kimia, smear layer punya dua komponen yaitu organik dan anorganik. Organik terdiri dari fiber-fiber kolagen dentin dan glycosaminoglycane yang berasal dari matriks ekstraseluler. Beberapa yang didominasi oleh anorganik
adalah hidroksiapatit, bakteri (saluran akar yang terkontaminasi dengan instrumen
Gambar 2. Penentuan skor Torabinejad dengan menggunakan SEM pada pembesaran 1000x. (1) = tidak ada smear layer pada permukaan saluran akar; seluruh tubulus bersih dan terbuka.; (2) = moderate smear layer. Tidak ada smear layer yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi tubulus dentin terdapat smear layer; (3) = heavy smear layer. Smear layer melapisi permukaan saluran akar dan tubulus dentin.
Variasi dari ketebalan dan komposisi smear layer pada permukaan saluran akar disebabkan oleh anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin (usia pasien,
nektrotik/vitalnya jaringan pulpa), teknik preparasi (manual, mekanik), kuantitas dan
tipe bahan irigasi contohnya teknik irigasi (ukuran jarum, blunt perforated needle).5 Ketebalan dari smear layer juga tergantung pada keadaan dentin, apakah dentin terpreparasi dalam keadaan kering atau basah.6 Ahlquist et al mengatakan bahwa saluran akar yang dipreparasi secara manual menghasilkan smear layer yang lebih sedikit dibandingkan dengan rotary instrumen.19
dentin dapat mencapai 40 µm.5,6 Branstrom dan Johnson serta Mader et al menyimpulkan bahwa fenomena dapat masuknya smear layer ke dalam tubulus dentin merupakan aksi dari bur/instrument. Cengiz et al memperkirakan bahwa penetrasi smear layer kedalam tubulus dentin terjadi karena adanya aksi kapiler yang menghasilkan gaya adhesive antara tubulus dentin dan material smear layer.6
Banyak bakteri yang dapat terdeteksi pada smear layer yang ada pada dinding saluran akar. Mengingat bahwa kompleksnya morfologi saluran akar dan beberapa
permukaan saluran akar yang tidak dapat dicapai instrumentasi endodontik. Maka
sangat mungkin beberapa jumlah bakteri tertinggal dalam saluran akar. Itu berarti
bahwa bakteri pada seluruh permukaan saluran akar dan di tubulus dentin dari saluran
akar dapat terinfeksi. Bakteri tersebut kemungkinan dapat berkembang pada smear layer ini.5
Banyak hal yang dapat mempengaruhi terbentuknya smear layer. Beberapa hal diantaranya sesuatu yang dapat tidak dapat dimodifikasi seperti morfologi saluran
akar, kurva saluran akar dan beberapa hal yang dapat dimodifikasi adalah pemilihan
instrumentasi, teknik preparasi (step-back , crown-down) dan lainnya.5
2.2Irigasi dalam Perawatan Endodonti
Dari tahun ke tahun, banyak jenis bahan irigasi yang telah digunakan dan
dikembangkan untuk mencapai kesuksesan endodonti dalam melarutkan jaringan dan
mencegah kontaminasi ulang dari bakteri. Kesuksesan perawatan saluran akar
ditentukan berdasarkan diagnosa dan perencanaan perawatan yang akan diberikan
mengaplikasikan pengetahuan tentang morfologi gigi dan anatomi saluran akar dan
melakukan debridemen, desinfeksi dan obturasi.4
Saluran akar dapat dibentuk dengan manual atau rotary instrumen seiring dengan irigasi untuk mengangkat jaringan nekrotik, mikroba/biofilm, dan sisa-sisa
dari saluran akar. Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik canggih seperti
microcomputed tomography (CT) scanning telah menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa daerah didinding saluran akar yang tidak tersentuh oleh instrumen, maka
pada saluran akar. Bahan irigasi yang optimal biasanya merupakan gabungan dari dua
atau beberapa larutan irigasi untuk mencapai tujuan irigasi yang aman dan efektif,
karena tidak semua larutan irigasi memiliki seluruh sifat-sifat ideal dari larutan
irigasi. Oleh karena itu, banyak senyawa digunakan sebagai bahan irigasi yang telah
dimodifikasi secara kimia dan telah dikembangkan untuk meningkatkan penetrasi dan
efektivitas dari bahan irigasi.4
Syarat ideal dari bahan irigasi :1,4,7
• Membantu debridement dari saluran akar
• Melarutkan debris dan jaringan nekrotik pada daerah yang tidak dapat dicapai saat instrumentasi. Bahan irigasi dapat melarutkan dan memisahkan
jaringan lunak dan jaringan keras serta sisa-sisa debris. Dan juga memiliki
kemampuan melarutkan bahan anorganik.
• Tegangan permukaan yang rendah. Larutan irigasi harus memiliki tegangan permukaan yang rendah agar dapat dengan mudah mengalir pada daerah
yang tidak tercapai.
• Tidak toksik, sterilisasi dan desinfeksi
• Lubrikasi akan membantu instrumen pada saat menyusuri saluran akar
• Mengangkat smear layer. Larutan irigasi harus dapat mencegah terbentuknya smear layer selama instrumentasi dan setelah itu mengangkat smear layer tersebut.
2.3Jenis bahan irigasi
2.3.1 Sodium Hipoklorit
Sodium hipoklorit merupakan larutan berwarna hijau kuning dengan bau yang
kuat dari klorin serta mudah larut dengan air dan akan terurai oleh cahaya. Sodium
hipoklorit diperkenalkan pertama kali saat Perang Dunia I oleh Henry Drysdale Dakin
untuk merawat luka infeksi.7 Sodium hipoklorit adalah irigasi alkalin yang memiliki
hipoklorit untuk perawatan saluran akar. Oleh Grossman mendemonstrasikan tentang
kemampuan soda chlorinated (sodium hipoklorit 5%) dalam melarutkan jaringan.7
Sekarang ini konsentrasi dari sodium hipoklorit masih menjadi perdebatan beberapa
peneliti menyarankan 5.25% (Harisson), yang lain menyatakan konsentrasi 3% atau
0.5% ( Spangberg et al, Baumgartner dan Cuenin ).3
Sodium hipoklorit telah digunakan sebagai salah satu bahan irigasi yang
efektif terhadap bakteri spektrum luas dan melarutkan jaringan nekrotik.
Keuntungannya juga sebagai desinfektan dengan melepaskan chloramies.8 Menurut
Spanberg bahwa sodium hipoklorit 0.5% cukup untuk membuktikan dalam
membunuh kuman dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan sodium
hipoklorit 5%.7
Sodium hipoklorit meningkatkan kemampuannya dalam melarutkan jaringan
jika terjadi peningkatan temperatur dari larutan tersebut. Sodium hipoklorit dapat
melarutkan sisa pulpa (vital atau nekrotik), komponen organik dari dentin, komponen
organik dari smear layer. Tetapi sodium hipoklorit belum memiliki kemampuan yang sempurna dalam mengangkat smear layer.21
Telah diteliti sodium hipklorit beraksi dengan organik dan asam lemak maka
akan berubah membentuk sabun (soap) dan glycerol (alkohol) dari asam lemak, yang
mana dapat menurunkan tegangan permukaan.20,21
Gambar 3. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam Lemak
Sodium hipoklorit juga dapat menetralisir asam amino menjadi air dan garam.
HOCl- merupakan senyawa yang dihasilkan dari sodium hipoklorit, saat berkontak
dengan jaringan organik maka jaringan tersebut akan larut, dan akan menghasilkan Gliserin
Asam lemak Natrium
chlorine yang mana akan berkombinasi dengan protein amino yang disebut chloramines yang dapat menghambat metabolisme sel dari bakteri.20,21
Gambar 4. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam amino
Gambar 5. Reaksi Chloramine
Bagaimanapun juga telah dibuktikan bahwa sodium hipoklorit toksik terhadap
jaringan vital, dapat menyebabkan hemolisis, ulser, dan kematian jaringan (Phasley et al). Oleh Becking melaporkan 3 kasus karena terjadi ekstrusi sodium hipoklorit ke jaringan periapikal yang mana menyebabkan pembengkakan, rasa sakit, dan parastesi.
Oleh Kaufman dan Keila melaporkan adanya kasus hipersensitivitas terhadap sodium
hipoklorit. Oleh Ehrich et al melaporkan adanya pasien yang tidak menyukai rasa dari sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit juga korosif terhadap metal dan dapat
merusakkan instrumen saat instrumentasi.3,8 Asam amino Natrium
Hidroksida
Garam Air
Asam amino Asam
Hipoklorit
Adapun keuntungan dari sodium hipoklorit:7
• Kemampuan mengalirkan debris dari saluran akar
• Kemampuan melarutkan jaringan
• Aksi antimikrobialnya dan bleaching
• Aksi lubrikasi
Sedangkan, kerugiannya dari sodium hipoklorit:7
• Akan menyebabkan iritasi pada jaringan jika terjadi ekstrusi ke jaringan periapikal.
• Dapat menyebakan inflamasi ginggiva
• Karena tegangan permukaannya tergolong tinggi sehingga kemampuan dalam melembabkan dentin berkurang.
• Memiliki bau yang tidak menyenangkan
• Memiliki rasa yang tidak enak
• Uap dari sodium hipoklorit tersebut dapat mengiritasi mata
• Memiliki sifat korosif sehingga dapat merusak instrumen.
2.3.2 Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida merupakan larutan irigasi yang tidak memiliki bau tidak
sedap. Larutan irigasi yang biasa digunakan adalah 3% hidrogen peroksida. Larutan
ini sangat tidak stabil dan sangat mudah terdekomposisi oleh panas dan cahaya.
Larutan ini akan cepat berdekompisisi menjadi H2O + (O) (air dan oksigen). Saat
larutan berkontak dengan enzim-enzim katalase yang ada dijaringan dan peroksida
maka (O) akan memiliki efek sebagai bakterisidal. Tetapi reaksi ini tidak akan
bertahan lama dan akan berkurang karena adanya komponen organik dari debris.
Senyawa (O) jika berekasi dengan komponen organik dari jaringan akan
menghasilkan gelembung-gelembung sehingga dapat mengangkat jaringan nekrotik
dan debris-debris yang ada ke permukaan.7
Bagaimanapun juga hydrogen peroksida tidak dapat digunakan sebagai larutan
sehingga memproduksi gas yang dapat meningkatkan tekanan di dalam gigi sehingga
menghasilkan rasa sakit.7
2.3.3 Klorheksidin
Klorheksidin pertama kali dikembangan pada tahun 1940 pada penelitian
laboratorium dan merupakan basa kuat dan bentuknya lebih stabil. Klorheksidin
cukup popular sebagai larutan irigasi dan medikamen intrakanal. Larutan ini
menunjukkan aktifitas yang optimal sebagai antimikrobial pada pH 5.5-7.0.7
Klorheksidin biasa digunakan sebagai desinfeksi karena antimikrobial
spektrum luas dan memiliki toksisitas yang rendah. Salah satu sifat yang sangat
popular dari klorheksidin adalah subtansivitasnya karena CHX dapat berikatan
dengan jaringan keras dan tetap bersifat antimikrobial. Pada konsentrasi 2 dan 0.2%
klorheksidin akan menyebabkan aktivitas antimikrobial yang berkelanjutan selama 72
jam jika digunakan sebagai bahan irigasi. Mekanisme antibakterinya terkait dengan
stuktur molekul cationic bisbiguanide. Klorheksidin dapat menembus dinding sel mikroba atau lapisan terluar dari membrane tersebut dan menyerang sitoplasma
bakteri atau plasma membran dari jamur.4,7
Klorheksidin dapat digunakan sebagai irigasi pada konsentrasi 2%. Pada
klorheksidin 2%, larutan ini sifat antimicrobial sama dengan 5.25% sodium hipoklorit
dan lebih efektif terhadap Enterecoccus faecalis. Beberapa penelitian telah membandingkan efek antibakteri pada sodium hipoklorit dan 2% klorheksidin
terhadap infeksi intrakanal. Hasilnya sedikit menunjukkan atau hampir tidak ada
perbedaan dari efektivitas antimicrobial dari masing-masing larutan.4
Klorheksidin dapat bekerja sebagai antiseptik yang mana sangat berguna
dalam mengontrol plak didalam rongga mulut pada konsentrasi 0.2%. Pada
konsentrasi rendah sifatnya akan menjadi bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi
yang tinggi klorheksidin akan menyebabkan koagulasi dan presipitasi dari sitoplasma
dan bersifat bakterisid.7 Klorheksidin tidak memiliki beberapa karakteristik yang
tidak diinginkan dari sodium hipoklorit (seperti bau yang tidak menyenangkan dan
kemampuan melarutkan jaringan dan mengangkat smear layer, oleh karena itu bahan tersebut tidak dapat menggantikan sodium hipoklorit.4
Adapun keuntungan dan kegunaan dari klorheksidin:7
1. Pada konsentrasi 2% larutan ini dapat digunakan sebagai bahan irigasi
2. Pada konsentrasi 0.2% larutan ini dapat digunakan sebagai control plak
3. Lebih efektif terhadap bakteri gram positif
Sedangkan kerugian dari klorheksidin :7
1. Tidak disarankan sebagai standar bahan irigasi untuk perawatan endodonti
2. Tidak dapat melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik
2.3.4 Ethylene Diaminetetraacetate (EDTA)
Untuk membersihkan saluran akar dibutuhkan bahan irigasi yang dapat
melarutkan bahan organik dan inorganik. EDTA efektif melarutkan senyawa
anorganik. Larutan ini hampir tidak memiliki efek terhadap jaringan organik dan jika
larutan ini digunakan secara tunggal maka EDTA tidak memiliki sifat antibakterial.4
EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator amat penting dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya dalam mengeliminasi jaringan anorganik seperti
smear layer.5 Konsentrasi EDTA yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar adalah 10-17%.4,22 Bentuk sediaan EDTA terdapat 2 tipe, yaitu berbentuk pasta dan
berbentuk cairan. Penelitian Chen & Chang menunjukkan bahwa EDTA dalam
bentuk cairan lebih efektif dalam mengeliminasi smear layer, terutamanya pada 1/3 apikal saluran akar. Peneliti berpendapat bahwa EDTA yang berbentuk pasta tidak
dapat mengalir ke 1/3 apikal saluran akar karena konsistensinya yang lebih padat.23
EDTA yang biasa digunakan adalah konsentrasi 17%. Beberapa kasus
melaporkan beberapa konsentrasi yang lebih rendah dari EDTA (10%, 5% ataupun
1%) dapat mengangkat smear layer dan hampir sama efektifnya dengan NaOCl.4 EDTA tidak mempunyai efek antibakteri dan tidak dapat melarutkan jaringan organik
Gambar 6. Struktur Senyawa Kitin
karena smear layer terdiri dari jaringan anorganik dan organik, yaitu debris dentin, sisa jaringan pulpa, sisa sel odontoblast, mikroorganisme dan sel-sel darah.5 Maka,
kombinasi NaOCl dan EDTA secara penggantian dianjurkan untuk mendapatkan efek
eliminasi smear layer dan mikroorganisme yang maksimum.22
Mekanisme EDTA dalam mengeliminasi jaringan anorganik merupakan
demineralisasi jaringan anorganik sehingga terlarut dalam bahan irigasi.22 EDTA
bereaksi dengan jaringan anorganik dan menggantikan ion kalsium dengan ion
natrium sehingga membentuk senyawa yang dapat terlarut dalam bahan irigasi.23
Maka, waktu aplikasi EDTA harus dikendali dengan baik agar tidak terjadi
demineralisasi pada dentin radikular yang dapat melemahkan struktur jaringan gigi.
Waktu aplikasi EDTA yang dianjurkan adalah 1 menit.24
2.4Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasitilasi kitin. Kitosan juga
dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasitilasi kitosan dapat
dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan
basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi
yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun, proses kimiawi menghasilkan kitosan
dengan bobot molekul yang beragam dan deasitilasinya juga sangat acak, sehingga
sifat fisik dan kimia kitosan itu tidak seragam. Proses enzimatik dapat menutupi
kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat
selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan
Gambar 7. Struktur Senyawa Kitosan (dari hasil deasetilasi dengan NaOH Pekat)
Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0,
tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air,
alkohol dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut
pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak
larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut
pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita
ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasitilasi,
dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi
serta transformasinya.13
Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi tiga, yaitu: kitosan
bermolekul rendah, bermolekul sedang dan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul
rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan bermolekul sedang dengan
berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau
kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Untuk kitosan bermolekul
tinggi biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras, misalnya kepiting, kerang
dan blangkas, dengan berat molekulnya 800.000-1.100.000 Mv.14
Ciri-ciri kitosan bergantung pada sumber (asal) bahan baku, derajat deasetilasi
(DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai dan distribusi bobot
molekul. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan
Gambar 8. Cangkang Blangkas (Tachypleus gigas)
reaktifitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga
dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).25
2.4.1 Kitosan Blangkas
Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang diperoleh dari
cangkang blangkas. Kitosan Blangkas yang diuji oleh Trimurni et al mempunyai derajat deasetilasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 MV.14
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan molekul tinggi yang
diperoleh dari blangkas dapat memacu dentinogenesis jika dipakai sebagai bahan
pulpcaping.14 Tarigan Gita dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.26 Feby dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi memiliki efek antibakteri
terhadap Fusobacterium nucleatum.27 Daya hambat kitosan terhadap bakteri disebabkan karena terjadinya proses pengikatan sel bakteri pada dindingnya oleh
kitosan. Kitosan tersebut memiliki gugus NH2 yang merupakan sisi reaktif yang dapat
berikatan dengan protein dinding sel bakteri, terjadinya proses pengikatan ini
disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan permukaan sel
2.4.2 Aplikasi Klinis Kitosan
Aplikasi kitosan banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, diantaranya bidang
pangan, mikrobiologi, kesehatan, dan pertanian. Aplikasi kitosan dalam bidang
pangan salah satunya sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa
feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar kolesterol
(Brine et al). Dalam bidang kesehatan kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah,
antitumor (penggumpal) sel-sel leukimia (Brine et al).28
Dalam bidang kesehatan, kitosan relatif banyak digunakan karena dapat
berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Dalam kedokteran gigi,
Kitosan telah diteliti oleh Sapeli et al dan Muzzarelli et al pada perawatan jaringan periodontal baik dengan pemakaian kitosan bubuk maupun kitosan membran. Chung
et al menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antibakterial kitosan yang menghambat permukaan dinding sel bakteri. Kitosan dan derivatnya (75% DD
dan 95%) terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negatif daripada bakteri gram
positif. 28
Silvia et al meneliti tentang kitosan 0,2% dan EDTA 17%. Dari peneitian tersebut diketahui bahwa kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan memiliki kemampuan yang sama dengan EDTA 17 %.16 Serta Flamini et al telah
meneliti kitosan (arcos organic) terhadap lama waktu pengaplikasiannya saat digunakan sebagai bahan irigasi. Dari penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa
kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan kemampuannya hampir sama dengan EDTA 15%.29 Pimenta et al juga meneliti tentang pengaruh kitosan 0,2% dengan terhadap keuatan dentin. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan
memiliki sifat chelating jika digunakan sebagai bahan irigasi, tetapi dapat menyebabkan erosi dentin walaupun tidak mengenai intertubular dentin.18
2.5 Teknik Irigasi
Penggunaan bahan irigasi yang efektif dan efisien pada perawatan akar tidak
Teknik agitasi dapat menggunakan manual atau mesin. Penggunaan teknik tersebut
memiliki keunggulan dalam menghantarkan bahan irigasi hingga ke struktur anatomi
saluran akar yang kompleks dan sulit. Teknik irigasi dengan agitasi manual adalah
teknik pemberian larutan irigasi ke saluran akar menggunakan tangan tanpa
menggunakan mesin. Contoh teknik irigasi tersebut adalah irigasi syringe dengan jarum/kanula, brushes, dan irigasi manual-dinamik. Sedangkan irigasi dengan agitasi mesin adalah teknik irigasi menggunakan rotary brushes, getaran sonik, getaran ultrasonik, dan alternasi tekanan.24,41
2.5.1 Teknik Irigasi Manual
Teknik irigasi manual secara pasif (jarum/kanula) merupakan teknik irigasi
konvensional yang menggunakan syringe dan telah banyak dianjurkan sebagai metode yang efisien dalam pemberian bahan irigasi sebelum ditemukan aktivasi
ultrasonic pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas baik oleh dokter gigi umum
dan dokter gigi spesialis endodontik. Teknik tersebut dilakukan dengan pemberian
bahan irigasi ke saluran akar melalui jarum/kanula dengan diameter yang bervariasi
baik secara pasif atau dengan agitasi. Teknik terbaru dilakukan dengan menggerakkan
jarum masuk dan keluar saluran akar. Desain jarum terbaru dikembangkan untuk
meningkatkan aktivasi hidrodinamik bahan irigasi dan menurunkan ekstrusi
apeks.30,31
Jarum yang digunakan dalam teknik ini ada 2 tipe, yaitu jarum ujung terbuka
(open-ended) dan jarum ujung tertutup (close-ended).32-4 Setiap tipe desain jarum memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Jarum ujung terbuka dapat
menghasilkan tekanan shear dinding yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kemampuan membersihkan debris dentin pada dinding saluran akar.33 Jarum ujung
terbuka juga dapat memasukkan bahan irigasi ke jarak yang lebih dalam dan jauh dari
ujung jarum sehingga penggantian bahan irigasi dalam saluran akar lebih efisien jika
dibandingkan dengan jarum ujung tertutup.34 Akan tetapi, jarum ujung terbuka dapat
meningkatkan tekanan pada apikal sehingga menyebabkan ekstrusi bahan irigasi ke
Gambar 9. Irigasi manual dengan menggunakan jarum two side vented
irigasi ke jaringan periapikal karena lubang jarum berada di lateral sehingga tekanan
tidak menuju ke arah apikal, tetapi ke arah dinding saluran akar.33-5
Selain itu, penetrasi ujung jarum dalam saluran akar yang lebih dekat ke ujung
apikal, jumlah bahan irigasi yang lebih banyak, dan ukuran jarum irigasi yang lebih
kecil juga dapat meningkatkan efisiensi teknik tersebut.33-4 Akan tetapi, dengan
penetrasi jarum dalam saluran akar yang lebih dalam, kemungkinan terjadinya
ekstrusi bahan irigasi ikut meningkat. Hal ini disebabkan jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang. Vortex merupakan aliran berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear dinding dan kadar penggantian bahan irigasi. Kecepatan aliran akan berkurang dengan setiap vortex ke arah apikal sehingga dengan bertambah banyaknya vortex yang terbentuk, kecepatan aliran pada foramen apikal
berkurang, kemungkinan ekstrusi bahan irigasi dan debris ikut berkurang.33
Ukuran jarum irigasi juga berperan dalam mempengaruhi ekstrusi bahan
irigasi dan debris sewaktu irigasi. Menurut penelitian Boutsioukis et al, dengan ukuran jarum yang semakin kecil, kecepatan aliran bahan irigasi akan semakin
berkurang. Kecepatan aliran yang dihasilkan pada jarum 30G lebih rendah
0,39ml/detik. Maka dari itu, dengan berkurangnya kecepatan aliran bahan irigasi,
kemungkinan terjadi ekstrusi juga akan berkurang.35
Teknik lain dari teknik irigasi manual adalah teknik secara manual-dinamik
dan brushes. Teknik irigasi secara manual dinamik bertujuan agar larutan irigasi dapat berkontak dengan daerah apeks saluran akar, karena adanya efek vapor lock. Oleh Machtou dan Caron menunjukkan bahwa pergerakan kon utama gutaperca
secara lembut naik dan turun 2 hingga 3 mm (irigasi manual-dinamik) sepanjang
saluran akar dapat menghasilkan efek hidrodinamik. Hal ini efektif dan secara
signifikan meningkatkan perpindahan dan pertukaran cairan irigasi. Walaupun
penggunaan irigasi manual-dinamik telah disarankan sebagai metode irigasi saluran
akar yang sederhana dan cost-effective, prosedur penelitian secara in vitro tersebut sulit diterapkan pada praktik klinis.30,31
Teknik irigasi manual dengan brushes tidak secara langsung mengeluarkan cairan irigasi ke dalam saluran akar. Penggunaan teknik ini adalah sebagai pelengkap
untuk debridement dinding saluran akar atau agitasi cairan irigasi. Pengginaan alat ini
secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan cairan irigasi didalam saluran akar.
Contohnya adalah jarum irigasi ukuran 30G yang dilapisi dengan brushes (NaviTip FX®).30,31
2.5.2 Teknik Irigasi Machine-assisted
Teknik irigasi dengan agitasi machine-assisted adalah teknik pemberian bahan irigasi ke saluran akar menggunakan mesin. Contoh teknik irigasi tersebut adalah
teknik irigasi menggunakan rotary brushes, getaran sonik, getaran ultrasonik, dan alternasi tekanan.30,31
Teknik irigasi dengan rotary brushes terdiri dari lengan dan bagian brush yang meruncing. Brush terbaru memiliki bulu yang meluas secara radial dari pusat kawat inti. Pada fase debridement, microbrush berotasi sekitar 300rpm, menyebabkan perubahan bentuk pada iregularitas saluran akar. Hal tersebut menyebabkan
Teknik irigasi sonik berbeda dengan irigasi ultrasonik karena digunakan
dengan frekuensi yang lebih rendah (1-6 kHz) dan menghasilkan shear stress lebih rendah. Energy sonic juga menghasilkan amlitudo yang lebih baik secara signifikan
atau pergerakan unjung instrument back-and-forth yang lebih baik. Terdapat satu nodus pada perlekatan file dan satu antinodus pada ujung tip file. Model getaran seperti ini terbukti efisien untuk debridement saluran akar, karena teknik ini tidak
terpengaruhi oleh beban dan menunjukkan amplitude yang besar. Contoh alat irigasi
ini adalah system Endoactivator®.30,31
Teknik irigasi ultrasonik jika dibandingkan dengan energi sonik, bahwa energi
ultrasonik menghasilkan frekuensi tinggi tetapi amplitudo yang rendah. File tersebut didesain untuk osilasi dengan frekuensi ultrasonic antara 25-30 kHz, yang berada
pada rentang diluar persepsi pendengaran manusia. Alat tesebut dioprasikan dengan
getaran transversal dengan karakteristik pola nodus dan antinodus sepanjang tip.
Terdapat dua tipe irigasi ultrasonik yaitu kombinasi instrumentasi ultrasonik dan
irigasi yang simultan (Ultrasonic Instrumentation / UI) dan irigasi ulrtasonik pasif tanpa menggunakan instrumentasi simultan (Passive Ultrasonic Instrumentation / PUI). Penggunaan teknik irigasi ultrasonik merupakan salah satu teknik irigasi
menggunakan mesin yang telah lama digunakan untuk meningkatkan bahan irigasi
didalam anatomi saluran akar.30,31
Teknik irigasi dengan alternasi tekanan merupakan teknik yang tidak
melebarkan saluran akar karena tidak menyebabkan instrumentasi mekanis pada
dinding saluran akar. Pada teknik ini pembersihan saluran akar dan pelarut debri
organic termasuk matriks predentin kolagen, dapat dicapai dengan penggunaan
larutan irigasi yang dimasukkan dan dikeluarkan ke dalam saluran akar menggunakan
alternasi tekanan. Teknik tersebut menghasilkan bubble implosion dan turbulensi hidrodinamik yang memfasilitasi penetrasi larutan irigasi kedalam ramifikasi saluran
akar. Walaupun teknik tersebut cenderung aman pada studi in vivo di binatang, teknik
tersebut tidak dilanjutkan pada mausia karena teknik tersebut lebih sulit dilakukan di
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA
3.1Kerangka Konsep
Perawatan Saluran Akar (PSA)
Desinfeksi Cleaning and Shaping Obturasi Saluran Akar
Teknik Preparasi Saluran Akar Larutan Irigasi
ethylenediaminetetraaceticacid (EDTA) Sodium Hipoklorit Kitosan Molekul Tinggi
EDTA + Sodium Hipoklorit
• EDTA dapat melarutkan
jaringan anorganik, yaitu dengan melarutkan dentin
• Sodium hipoklorit dapat melarutkan senyawa organik
Sodium Hipoklorit + Kitosan Molekul Tinggi
• Sodium hipoklorit dapat bereaksi dengan senyawa organik
• Kitosan molekul tinggi dapat bereaksi dengan senyawa anorganik
Tingkat Kebersihan Permukaan Dinding Saluran Akar
Kitosan Molekul Tinggi
• Kitosan molekul tinggi
mempunyai sifat sebagai
Perawatan saluran akar dapat dibagi dalam tiga fase (triad endodontics) yaitu : preparasi biomekanis saluran akar (pembersihan dan pembentukan/pemberian
bentuk), disinfeksi dan obturasi. Langkah pertama untuk pembersihan dan
pembentukan saluran akar adalah mendapatkan orifisi yang benar ke saluran akar
agar membantu penetrasi bahan irigasi pada perawatan saluran akar. Langkah
selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang masih
tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik dan verifikasi/ pembuktian kedalaman
instrumen. Langkah ini diikuti oleh instrumentasi, irigasi dan debridemen yang benar,
serta disinfeksi (sanitization) saluran akar. Obturasi biasanya melengkapi prosedur. Irigasi adalah pengambilan fragmen kecil-kecil debris organik dan serpihan
dentin dari saluran akar. Tindakan irigasi adalah salah satu kunci keberhasilan dalam
perawatan endodonti. Sebab jika diabaikan dapat menyebabkan kegagalan perawatan
endodonti. Karena dinding saluran akar yang tidak bersih dapat menjadi tempat
persembunyian bakteri, mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar dan
meningkatkan celah apikal. Fungsi utama bahan irigasi adalah membuang debris dari
saluran akar, bahan irigasi bisa pula memiliki sifat lain yang dapat membantu
pembersihan dan pembentukan saluran akar. Adapun sifat bahan irigasi yang ideal
adalah merupakan pelarut debris atau pelarut jaringan, tidak toksis, memiliki
tegangan permukaan rendah, sebagai pelumas, serta mampu membuang smear layer. Salah satu bahan irigasi tersebut adalah sodium hipoklorit yang sangat banyak
digunakan. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2,5%. Keuntungan dari
penggunaan sodium hipoklorit ini adalah sifat antimikrobialnya, kemampuan
melarutkan jaringan, aksi lubrikasinya dan lain-lain. Tetapi disamping itu kerugian
dari sodium hipoklorit adalah toksisitasnya sehingga dapat mengiritasi jaringan jika
terjadi ekstrusi ataupun dapat mengiritasi ginggiva. Sodium hipoklorit dapat juga
dikombinasikan dengan EDTA 17%. Sebab EDTA memiliki aksi lubrikasi, serta
memiliki keuntungan dapat melarutkan senyawa dari dentin sehingga dapat lebih
mudah membentuk atau memanipulasi saluran akar. Tetapi efek toksisitas dari NaOCl
tetap ada. Sehingga banyak dilakukan penelitian tentang bahan irigasi lain untuk
Larutan alternatif yang akan digunakan sebahai bahan irigasi tersebut adalah
kitosan bermolekul tinggi. Kitosan banyak digunakan dalam perindustrian ataupun di
bidang kesehatan. Sebab memiliki sifat yang sangat biokompatibel, biodegradable,
antimirobial dapat berekasi dengan zat-zat organik seperti protein dan lain-lain.
Kitosan juga sudah diteliti agar dapat menjadi bahan irigasi. Dari penelitian tersebut,
diketahui bahwa kitosan 0,2% dapat mengangkat smear layer dari permukaan dentin. Maka dari itu, kitosan molekul tinggi yang berasal dari cangkang blangkas diteliti
untuk melihat kemampuannya dalam mengangkat smear layer.
3.2Hipotesa
Dari uraian diatas , maka diambil suatu hipotesa bahwa :
1. Kitosan bermolekul tinggi dapat mengangkat smear layer jika digunakan
sebagai bahan irigasi dibandingkan dengan sodium hipoklorit (NaOCl)
2. Ada perbedaan antara pembersihan smear layer antara bahan kitosan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian : Eksperimental laboratorium
Rancangan penelitian : Post test only kontrol desain
4.2 Tempat dan Waktu
Tempat : 1. Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU
2. Laboratorium Kimia FMIPA USU
3. Laboratorium Ilmu Dasar Biologi USU
4. Penelitian Metalurgi – LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia)
Waktu : 9 bulan ( Juli 2012 sampai Mei 2013)
4.3 Sampel Penelitian dan Kriteria Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah gigi-gigi premolar bawah bersaluran akar
tunggal dan telah dicabut untuk keperluan ortodonti dengan kriteria seperti berikut :
1. Akar utuh dan relatif lurus
2. Hanya memiliki satu saluran akar
3. Mahkota dan akar utuh serta tidak ada karies
4. Akar dan foramen apikal telah terbentuk sempurna
4.4 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer
(1995) :
Keterangan :
t = banyaknya kelompok perlakuan (6)
r = jumlah replikasi
(t-1) (r-1) > 15
(6-1) (r-1) > 15
5 (r-1) > 15
r > 4
r = 5
Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas
adalah 5 (lima). Penelitian ini terdapat kelompok perlakuan sebanyak 6 kelompok,
yaitu :
a. Kelompok 1 : 5 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan molekul
tinggi 0,1%
b. Kelompok 2 : 5 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan molekul
tinggi 0,2%
c. Kelompok 3 : 5 sampel gigi yang diirigasi dengan NaOCl 2,5% + larutan
kitosan molekul tinggi 0,1 %
d. Kelompok 4 : 5 sampel gigi yang diirigasi dengan NaOCl 2,5% + larutan
kitosan molekul tinggi 0,2 %
e. Kelompok 5 : 5 sampel gigi diirigasi dengan larutan 17 % EDTA + NaOCl
2,5%
4.5 Variabel dan Definisi Operasional 4.5.1 Variabel Penelitian
Variabel bebas
– Kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5% dan
EDTA 17%
– Larutan irigasi kitosan molekul tinggi dari
kulit blangkas dengan konsentrasi 0,1%
dan 0,2%
Variabel tergantung
– Penyingkiran Smear layer
Variabel terkendali
– Gigi premolar bawah bersaluran akar tunggal – Teknik standardized untuk preparasi saluran akar
dengan Ni-Ti Rotary Instrument
– Jumlah bahan irigasi sewaktu pergantian file
adalah 3 ml dan waktu pengaplikasiannya selama 1 menit
– Desain ujung jarum, yaitu two side-vented
– Ukuran jarum yang digunakan 30G
– Sampel direndam selama 3 hari didalam larutan
salin, untuk mendapatkan kondisi yang sama. – Diameter akhir saluran akar dengan menggunakan
F3 yang memiliki tapering 9% – Ukuran panjang gigi 20-24 mm
– Jarak penetrasi jarum irigasi adalah 2mm dari dari
panjang kerja
– Kitosan molekul tinggi berasal dari Tachypleus gigas
– Larutan kitosan dibuat 1 hari sebelum
penggunaan.
– Kemampuan operator dalam menggunakan
Variabel tidak terkendali
– Diameter awal saluran akar gigi – Jarak waktu pencabutan dengan
4.5.1.1 Variabel bebas
– Kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5% dan EDTA 17%
– Larutan irigasi kitosan molekul tinggi dari kulit blangkas dengan konsentrasi 0,1% dan
0,2%
4.5.1.2 Variabel tergantung
– Penyingkiran Smear layer
4.5.1.3 Variabel terkendali
– Gigi premolar bawah bersaluran akar tunggal
– Teknik standardized untuk preparasi saluran akar dengan Ni-Ti Rotary Instrument
– Jumlah bahan irigasi sewaktu pergantian file adalah 3 ml dan waktu pengaplikasiannya
selama 1 menit
– Desain ujung jarum, yaitu two side-vented
– Ukuran jarum yang digunakan 30G
– Sampel direndam selama 3 hari didalam larutan saline, untuk mendapatkan kondisi yang
sama.
– Diameter akhir saluran akar dengan menggunakan F3 yang memiliki tapering 9%
– Ukuran panjang gigi 20-24 mm
– Jarak penetrasi jarum irigasi adalah 2mm dari dari panjang kerja
– Kitosan molekul tinggi berasal dari Tachypleus gigas
– Larutan kitosan dibuat 1 hari sebelum penggunaan.
– Kemampuan operator dalam menggunakan ProTaper rotary instrument.
4.5.1.4 Variabel Tidak Terkendali
– Diameter awal saluran akar gigi
4.5.2 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Satuan Ukur Skala Variabel bebas
1 Larutan kitosan molekul tinggi
kitosan yang berasal dari
cangkang blangkas (Tachypleus gigas) yang
dilarutkan dalam asam asetat 1% sehingga menghasilkan konsentrasi kitosan 0,1% dan 0,2%.
Menimbang berat bubuk kitosan sebanyak 0,1 gr dan 0,2 gr. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1%.
Neraca
akrilik dan labu ukur
Gram dan milliliter Rasio
2 Kombinasi
larutan EDTA 17% dengan NaOCl 2,5%
Bahan irigasi yang digunakan untuk mengangkat smear layer
dengan menggunakan EDTA dengan konsentrasi 17% untuk mengangkat anorganik dan NaOCl 2,5% agar dapat melarutkan senyawa organik sesuai dengan prosedur klinis.
Menghitung volume EDTA dan NaOCl
yang akan dibutuhkan.
Variabel tergantung
Defenisi Operasional Cara ukur Alat ukur Satuan Ukur Skala
Penyingkiran smear layer
Terangkatnya / terlarutnya smear
layer dari permukaan dentin dan tubulus-tubulus dentin karena kemampuan dari masing-masing bahan irigasi.
Menggunakan three point scoring oleh Torabinejad.
Dengan menggunakan Scanning electron microscope (SEM)
1 = Tidak ada smear layer 2 = Moderate smear layer. (-) smear layer di permukaan saluran akar, tetapi terdapat di tubulus dentin.
3 = Smear layer menutupi permukaan saluran akar dan tubulus dentin.
Gambar 11. Endomotor (VDW)
4.6 Alat dan Bahan Penelitian 4.6.1 Alat penelitian
• K-File #20 dan #25 (Diadent, europe)
• Protaper Rotary Instrument (Dentsply, USA)
• Endomotor (VDW, Germany)
• Spuit 5 ml (Tanscoject®, Germany)
• Jarum irigasi berbentuk twoside-vented 30G (Tanscoject®, Germany)
Gambar 10. Protaper (dentsply, USA)
• Masker dan handskun
• Tissue • Alas kerja
• Endo accses (Dentsply, USA)
• Mikromotor (Strong B, Korea Selatan)
• X-ray film (Hanshin, Japan)
• Penggaris logam dan jangka
• Endometer (Diadent, Europe)
• Absorbent Paper Points (Diadent, Europe)
• Neraca analitik elektronik (Sartorius, Japan)
• Labu ukur (Pyrex®, USA)
Gambar 15. Auto Fine Coater (JEOL JFC-1600)
[image:51.612.346.488.213.356.2]Gambar 14. Scanning Electron Microscope (JEOL JSM-6390A)
[image:51.612.116.312.431.707.2]Gambar 13. Neraca analitik elektronik Gambar 12. Absorbent Paper Points
• Magnetic stirrer
• Botol kecil
• Separating disk
• Scanning Electron Microscope (JEOL JSM-6390A)
• Chisel
• Auto Fine Coater (JEOL JFC-1600)
• Carbon tip
[image:51.612.333.527.486.672.2]4.6.2 Bahan penelitian
• Lautan kitosan blangkas molekul tinggi
• Larutan NaOCl 2,5% (Bayclin, Indonesia)
• Gigi premolar mandibular
• Aquadest
• Larutan saline
• Larutan Asam asetat 1%
• Carboxymethyl Cellulose
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Persiapan sampel
Sampel sebanyak 30 buah premolar mandibula yang dicabut untuk keperluan
perawatan ortodonti dan direndamkan di larutan saline sebelum diberi perlakuan.
Sampel dibagi menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok berjumlah 5
sampel.
4.7.2 Pengenceran larutan NaOCl
Pada penelitian ini, jumlah NaOCl yang diberikan tergantung masing-masing
kelompok perlakuan. Maka total larutan NaOCl 2,5% yang dibutuhkan adalah 310
ml. Larutan NaOCl 2,5% disediakan dengan mengencerkan larutan NaOCl 5,25%
karena hanya terdapat larutan NaOCl 5,25% di pasaran. Pengenceran dilakukan
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
C1 = Konsentrasi sebelum diencerkan
C2 =Konsentrasi sesudah diencerkan
V1 = Volume larutan sebelum diencerkan
V2 = Volume larutan sesudah diencerkan
Gambar 16. Bubuk kitosan dan asam asetat diaduk dengan magnetic stirrer
Dengan diketahuinya C1, C2 dan V1, yaitu 5,25%, 2,5% dan 310 ml, volume
larutan sebelum diencerkan dapat dihitung, yaitu 147,6 ml. Maka, 162,4 ml aquadest
yang harus ditambahkan ke 147,6 ml larutan NaOCl 5,25% untuk diencerkan menjadi
larutan NaOCl 2,5%.
4.7.3 Pembuatan larutan kitosan
Larutan kitosan molekul tinggi dengan konsentrasi 0,1% dibuat dengan
melarutkan bubuk kitosan blangkas (DD 84,20% dan berat molekul 893.000 Mv)
sebanyak 0,1 gram dalam 100ml asam asetat dan diaduk hingga homogen dengan
magnetic stirrer selama 2 jam, lalu setelah homogen diberikan penambahan bahan pengemulsi Carboxymetil Celulose (CMC). Kemudian lautan disaring agar tidak ada residu pengadukan yang tertinggal. Proses pembuatan larutan kitosan molekul tinggi
dengan konsentrasi 0,1 dan 0,2 dibuat dengan proses yang sama. Pembuatan larutan
kitosan 0,1% dan 0,2% masing-masing menggunakan bubuk kitosan 0,1 gram dan
Gambar 17. File S1 untuk preparasi saluran akar
4.7.4 Perlakuan Sampel
Gigi yang telah direndam pada larutan saline, terlebih dahulu diukur panjang
gigi dari setiap sampel sebelum melakukan preparasi. Setelah itu maka gigi tersebut
diletakkan didalam botol agar dapat dipreparasi. Lalu setiap gigi tentukan outline form untuk preparasi kavitas agar mendapatkan akses ke orifisi saluran akar dengan menggunakan endo accses. Setelah itu irigasi dengan larutan aquadest agar mendapatkan akses yang jelas.
Lalu ekstirpasi jaringan pulpa dengan nerve broaches. Setiap kelompok terdiri atas 5 sampel, maka dari setiap kelompok diwakili oleh 1 sampel akan dilakukan
ronsen foto terlebih dahulu untuk melihat panjang kerja, dengan cara memasukkan
k-file #20 ke dalam saluran aka