• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian ini ada 30 sampel gigi yang diberi perlakuan yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok pertama adalah sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan 0,1%, kelompok kedua adalah sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan 0,2%, kelompok ketiga adalah sampel yang diisi dengan larutan NaOCl 2,5% disetiap pergantian file dan larutan kitosan 0,1% sebagai final rinse, kelompok keempat adalah sampel yang diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% disetiap pergantian file dan larutan kitosan 0,2% sebagai final rinse, kelompok kelima adalah sampel yang diirigasi dengan larutan EDTA 17% disetiap pergantian file dan NaOCl 2,5% sebagai final rinse, dan kelompok keenam adalah sampel yang diirigasi dengan larutan saline.

Masing-masing kelompok tersebut akan dilihat pada scanning electron microscope (SEM), sesuai dengan pembesar yang disarankan yaitu 1000x.

1 2 2

1 1 1

Gambar 25. Hasil SEM dengan pembesaran 1000x serta skor yang diberikan oleh pengamat. Kelompok larutan NaOCl 2,5% + kitosan 0,1%

Gambar 24. Hasil SEM dengan pembesaran 1000x serta skor yang diberikan oleh pengamat. Kelompok larutan kitosan 0,2%

2 1 1

1 1 1

1 1 1

2 2 2

3 1 1

3 2 2

Gambar 27. Hasil SEM dengan pembesaran 1000x serta skor yang diberikan oleh pengamat. Kelompok larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5%

Gambar 26. Hasil SEM dengan pembesaran 1000x serta skor yang diberikan oleh pengamat. Kelompok larutan NaOCl 2,5% + kitosan 0,2%

3 3 3

3 3 3

3 3 3

3 2 2

2 2 2

2 3 3

Gambar 28. Hasil SEM dengan pembesaran 1000x serta skor yang diberikan oleh pengamat. Kelompok larutan salin

3 3 3

3 3 3

3 3 3

Hasil dari SEM akan diberikan skor oleh dua pengamat, yaitu pengamat A dan pengamat B. Lalu hasil dari pengamatannya akan diuji perbedaan dari pengamatan keduanya. Dengan menggunakan kappa test, maka dapat diketahui jika terdapat perbedaan yang bermakna. Hasil dari kappa test ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil kappa test melihat perbedaan pendapat antara Pengamat A dengan Pengamat B

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa 1.000 .000 20.805 .000

N of Valid Cases 270

Nilai kappa = 1 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengamatan diantara pengamat A dan B, sehingga dapat mengambil hasil skor dari pengamat A atau B.

Pada hasil dari kappa-test, skor yang akan diambil berasal dari pengamat 1. Hasil skor tersebut akan diambil mediannya, dan diperlihatkan pada grafik dibawah.

Grafik 1. Hasil skor dari setiap sampel yang diambil mediannya

Dari hasil scoring oleh pengamat A, maka diuji menggunakan uji Kruskal-Wallis Test dan diperoleh hasil sesuai tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji Kurskal-Wallis α=0,05

Kebersihan Permukaan Saluran akar

Chi-Square 12,993

Df 5

Asymp. Sig.* .023

Keterangan : * = signifikan bila P < 0,05

Dari hasil tabel 2, diketahui bahwa terdapat perbedaan kemampuan larutan irigasi dalam mengangkat smear layer (P = 0,023). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan diantara kelompok perlakuan. Maka untuk melihat masing-masing perbedaan yang signifikan digunakan uji Mann-whitney. (Tabel 3)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Kelompok 1 (Larutan Kitosan 0,1%) Kelompok 2 (Larutan Kitosan 0,2%) Kelompok 3 (Larutan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1%) Kelompok 4 (Larutan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,2%) Kelompok 5 (Larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5% ) Kelompok 6 (Larutan Salin) Sa m p el Kelompok perlakuan Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Tabel 3. Hasil Uji Mann-Whitney

Kelompok Kit 0,1% Kit 0,2% NaOCl 2,5% + Kit 0,1% NaOCl 2,5% + Kit 0,2% EDTA 17% + NaOCl 2,5% Saline Kit 0,1% - .823 .439 .120 .212 .050* Kit 0,2% .823 - .180 .015* .042* .004* NaOCl 2,5% + Kit 0,1% .439 .180 - .072* .221 .014 NaOCl 2,5% + Kit 0,2% .120 .015* .072* - .513 .317 EDTA 17% + NaOCl 2,5% .212 .042* .221 .513 - .134 Saline .050* .004* .014* .317 .314 -

Keterangan : *= signifikan bila α < 0,05

Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan mengangkat smear layer pada larutan kitosan 0,1% dengan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1%, EDTA 17% + NaOCl 2,5% dan Kitosan 0,2% dengan p > 0.05. Tetapi terdapat perbedaan kemampuan mengangkat smear layer pada larutan kitosan 0,2% dengan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1% dan EDTA 17% + NaOCl 2,5% dengan p < 0,05.

Kelompok kitosan 0,2% jika dibandingkan dengan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% terdapat perbedaan kemampuan bahan irigasi dalam mengangkat smear layer (p < 0,05). Larutan lain jika dibandingkan dengan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05). Pada kitosan 0,1% jika dibandingkan dengan kombinasi EDTA 17% dengan NaOCl 2,5% tidak berbeda dengan p=0,212. Terlihat pada SEM kemampuan kitosan 0,1% hampir sama dengan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% dalam mengangkat smear layer. Pada kitosan 0,2% terlihat pada SEM memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengangkat smear layer. Tetapi pada saat pengkombinasian kitosan 0,1% dan kitosan 0,2% dengan NaOCl 2,5% hasilnya tidak lebih baik jika dibandingkan dengan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5%.

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh tindakan irigasi dengan larutan kitosan molekul tinggi dengan kombinasi EDTA dan sodium hipoklorit terhadap pengangkatan smear layer yang terbentuk pada saat instrumentasi saluran akar. Dalam bidang endodonti, sodium hipoklorit dipilih sebagai larutan irigasi utama karena memiliki sifat antimikrobial spektrum luas sehingga dapat melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik dan komponen organik dari smear layer. Namun diperlukan suatu larutan tambahan berupa larutan kelasi untuk melarutkan komponen anorganik yang terkandung pada smear layer. Maka dari itu dibutukan EDTA untuk membentuk kelat dengan ion kalsium dari dentin dan smear layer sehingga mudah larut dalam air dan dikeluarkan dari saluran akar gigi.2,8

Tetapi sodium hipoklorit memiliki kekurangan yaitu tidak mampunya melarutkan jaringan anorganik, bau yang tidak menyenangkan, menyebabkan korosi pada bahan metal dan sebagainya.2,8 Sehingga banyak penelitian yang mencari alternatif untuk mencapai larutan irigasi yang ideal. Pada penelitian ini digunakan kitosan molekul tinggi sebagi alternatif larutan irigasi. Kitosan molekul tinggi yang berasal dari cangkang blangkas (Tachypleus gigas) yang dilarutkan pada larutan asam asetat 1%. Kitosan yang telah diuji memiliki konsentrasi 0,1% dan 0,2%.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pengirigasian dengan larutan kitosan 0,1% dibandingkan dengan kitosan 0,2%, NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1% dan EDTA 17% + NaOCl 2,5%, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan larutan tersebut dalam mengkangkat smear layer. Pada kelompok kitosan 0,2% jika dibandingkan dengan NaOCl 2,5% + Kitosan 0,2% dan EDTA 17% + NaOCl 2,5%.

Pada saat dilihat dengan scanning electron microscop (SEM) larutan kitosan 0,1% sudah dapat mengangkat smear layer, walaupun masih terlihat adanya smear plug pada tubulus dentin. Tetapi pada larutan kitosan 0,2% mampu mengangkat

smear layer. Pada Kombinasi NaOCl 2,5% dan kitosan 0,1% terlihat pada SEM bahwa terdapat lebih banyak smear layer didalam tubulus dentin begitu juga dengan kombinasi NaOCl 2,5% dan kitosan 0,2%. Pada kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% hampir sama kemampuannya dengan kitosan 0,1% dalam mengangkat smear layer.

Pengkombinasian EDTA dan NaOCl sering digunakan dalam irigasi saluran akar. EDTA dapat melarutkan jaringan dentin dengan cara bereaksi dengan senyawa anorganik, tetapi waktu pengaplikasian yang lama akan menyebabkan erosi dentin. Maka dari itu diberikan NaOCl untuk menghentikan aktifitas dari EDTA. Tetapi kombinasi tersebut dapat menghambat reaksi chloramines dari NaOCl.36 Kombinasi EDTA dan NaOCl dapat menyebabkan erosi dentin sampai ke area peritubular dan intertubular dentin. Hue et al melaporkan bahwa permukaan kasar yang dihasilkan dari kombinasi kedua bahan irigasi tersebut dapat meningkatkan ikatan mikromekanikal dari bahan adhesif dengan permukaan saluran akar. Tetapi bagaimanapun permukaan kasar tersebut dapat menjadi tempat bersembunyi bagi bakteri sehingga dapat menyebabkan mikroleakge.

Kitosan merupakan derivat dari kitin yang biokompatibel, memiliki efek antibakteri dan bisa berfungsi sebagi kelat. Walaupun kitosan memiliki konsentrasi rendah, kitosan mampu mengangkat smear layer dari permukaan dentin. Silva et al meneliti tentang larutan kitosan sebagai larutan irigasi dalam pengangkatan smear layer. Dari penelitian tersebut digunakan kitosan konsentrasi 0,2% yang dibandingkan dengan EDTA 15%. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan 0,2% dapat mengangkat smear layer pada 1/3 tengah dan 1/3 apikal.16 Silva et al juga meneliti tentang efek kitosan terhadap struktur dentin berdasarkan waktu. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan 0,1% dan kitosan 0,2% dapat mengangkat smear layer selama 3 menit, tetapi kitosan 0,2% menyebabkan erosi dentin walaupun tidak parah, serta konsentrasi 0,2% selama 3 menit sudah dapat mengangkat smear layer dan kemampuannya hampir sama dengan EDTA 15%.17,29

Silva et al menegaskan bahwa kitosan 0,2% dengan konsentrasi yang rendah sudah dapat mengangkat smear layer, dan diketahui bahwa kemampuan tersebut berasal dari kitosan bukan dari larutan asam asetat 1%. Hal ini dibuktikan dari penelitiannya yang mana asam asetat 1% memiliki kemampuan mengangkat smear layer yang sama dengan kelompok yang tidak diberikan irigasi akhir.17 Pimenta et al meneliti efek kitosan sebagai chelating terhadap kekuatan dentin. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan 0,2% dan EDTA 15% dapat menurunkan permukaan dentin, walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua bahan irigasi tersebut. Tetapi terlihat pada SEM bahwa larutan kitosan dapat menyebabkan penipisan pada dinding dentin tanpa adanya perubahan intertubular dentin.18

Pada penelitian Silva et al, sifat chelating dari kitosan didemonstrasikan, dan ditunjukkan bahwa larutan kitosan dapat melarutkan anorganik dari smear layer.16 Meskipun belum diketahui secara pasti bagaimana mekanismenya, tetapi diyakini bahwa hal tersebut karena adanya sifat adsorpsi, efek pertukaran ion dan sifat chelating yang berfungsi untuk pembentukan kompleks substansi kitosan dengan ion-ion logam.18,29 Efisiensi dari chelating dipengaruhi oleh waktu pengaplikasian bahan irigasi, pH, konsentrasi larutan dan jumlah larutan. Sedangkan interaksi dari bahan irigasi tergantung pada ion-ion yang terlibat, pH larutan dan struktur kimia dari kitosan.17-8,29 Pada penelitian ini waktu pengaplikasian bahan irigasi yang digunakan adalah 1 menit dengan pH ±3 serta konsentrasi yang digunakan adalah 0,1% dan 0,2% yang didasarkan pada penelitian Inadthitnya dkk dan Silva et al.

Kitosan memiliki tiga gugus yaitu gugus amino, gugus hidroksi primer dan gugus hidroksi skunder. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).28 Sampai saat ini, ada 2 teori yang mencoba menjelaskan proses chelating dari kitosan. Pertama, diketahui model jembatan dari kitosan, yang didasarkan pada teori bahwa ada dua atau lebih dari kelompok amino dari satu rantai kitosan dapat berikatan dengan ion

logam yang sama. Kedua, teori yang menyatakan bahwa hanya satu kelompok amino dari substansi kitosan yang terlibat, dan ion-ion logam tersebut terikat ke kelompok amino.18,29

Polimer-polimer kitosan dibentuk dari rantai dimer kitin. Reaksi molekul-molekul EDTA sama dengan reaksi dari dimer-dimer tersebut. Dimer tersebut menunjukkan bahwa dua atom nitrogen berpasangan dengan electron bebas yang bertanggung jawab untuk interaksi ion metal dan sifat chelating. Pada suasana asam, kehadiran dari kelompok amino akan terprotonasi dan menyebabkan perubahan posisi serta menghasilkan NH+3. Bentuk tersebut akan bertanggung jawab atas reaksi adsorpsi dengan molekul-molekul lain.29

Bahan irigasi digunakan untuk mengangkat smear layer dari permukaan akar, yang mana terbentuknya smear layer tersebut karena adanya instrumentasi. Pembentukan smear layer dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : morfologi saluran akar, kurva saluran akar, instrumentasi secara manual atau mekanik, teknik preparasi, kuantitas dari larutan irigasi, usia pasien, gigi vital atau nekrotik, dan sebagainya. Telah dipastikan bahwa preparasi saluran akar tanpa irigasi menyebabkan 70% adanya kehadiran smear layer. Pengangkatan smear layer tergantung pada beberapa hal, yaitu lebar saluran akar, tipe dan kuantitas bahan irigasi serta teknik irigasi.5

Pada penelitian ini, sampel akan dironsen foto terlebih dahulu, dan masing-masing kelompok diwakili oleh satu sampel. Oleh karena tidak semua sampel dilakukan ronsen foto, sehingga tidak semua saluran akar dapat dipastikan memiliki satu saluran akar yang lurus. Penelitian ini menggunakan alat preparasi yaitu ProTaper rotary instrument (Dentsply, USA) dengan diameter akhir saluran akar 9% yang menghasilkan flaring saluran akar lebih besar dibandingkan bila menggunakan instrumen konvensional sehingga mempermudah penetrasi larutan irigasi ke dalam saluran akar dan mengangkat debris ke luar. Tetapi penggunaan rotary instrument akan menghasilkan lebih banyak smear layer serta dapat membuang matriks dentin semakin banyak sehingga dapat menurunkan ikatan adhesive antara bahan obturasi dan permukaan saluran akar.6

Teknik irigasi pada penelitian ini menggunakan teknik irigasi manual menggunakan spuit dan jarum. Teknik ini masih luas digunakan oleh para praktisi dokter gigi umum maupun endodontis dan dianggap sebagai teknik irigasi yang paling efisien dan mampu mengatur kedalaman penetrasi jarum dalam saluran akar dan volume cairan yang digunakan. Jarum yang digunakan adalah two-side-vented 30G. Berdasarkan penelitian sebelumnya, desain ujung jarum dan ukuran jarum mempengaruhi tekanan apikal yang dihasilkan sehingga menyebabkan terjadinya ekstrusi debris. Jarum dengan ujung tertutup memberi efek yang lebih kecil dibandingkan dengan jarum ujung terbuka. Sedangkan jarum berukuran 30G memberi laju aliran yang lebih kecil dibandingkan dengan jarum 28G dan memiliki kemungkinan ekstrusi lebih kecil.35 Penetrasi jarum merupakan faktor yang penting dalam terjadinya ekstrusi debris. Penetrasi jarum 2mm dari panjang kerja direkomendasikan menjadi penetrasi yang ideal. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jarak penetrasi jarum 2mm dari panjang kerja. Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, dapat terjadi kesalahan penetrasi ujung jarum sehingga penetrasi menjadi lebih dalam dan kemungkinan ekstrusi menjadi lebih besar.

Kemampuan bahan irigasi dalam mengangkat smear layer diteliti dibawah scanning electron microscop (SEM). Dari hasil pembesaran 1000x tersebut digunakan untuk melihat efek bahan irigasi terhadap kemampuannya melarutkan bahan irigasi dengan menggunakan larutan kitosan molekul tinggi dengan konsentrasi 0,1% dan 0,2% serta kombinasi EDTA dan sodium hipoklorit. Dimana terlihat pada SEM bahwa kitosan 0,2% lebih bersih pada 1/3 apikal dibandingkan dengan kelompok lainnya. Tetapi pada penelitian ini terdapat kekurangan pada hasil (SEM) yang menghasilkan gambar yang tidak fokus karena pergantian opertator saat meneliti serta terjadinya kesalahan dalam pemilihan sampel.

BAB 7

Dokumen terkait