• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMAKAIAN KUASA BLANKO DAN ISI KUASA

B. Isi Kuasa Blanko

Bunyi kalimat mengenai isi kuasa blanko yang terdapat di dalam salah satu pasal akta Perikatan Jual Beli adalah sebagai berikut :

--- Pasal 6 ---

--Apabila syarat-syarat yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli telah dipenuhi, sedang pihak pertama tidak bersedia atau tidak dapat memberikan bantuannya di dalam melangsungkan jual beli dari “Tanah dan Bangunan” tersebut kepada pihak kedua dihadapan Pejabat yang berwenang untuk itu, maka pihak pertama dengan ini memberikan kuasa kepada pihak kedua dan -

-

(siapa saja yang ditunjuk secara sepihak oleh Pihak kedua); --- -baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, dengan di bebaskan dari kewajiban untuk memberikan perkiraan dan pertanggung jawaban (rekening

en verantwoording) selaku penerima kuasa, untuk melaksanakan jual beli dari “Tanah dan Bangunan tersebut kepada pihak kedua dihadapan Pejabat yang dimaksud di atas; --- --untuk keperluan itu, menghadap dimana perlu, memberikan keterangan dan laporan, membuat atau suruh membuat serta menandatangani semua surat atau akta yang diperlukan, terutama akta jual belinya dan melakukan segala tindakan dan perbuatan yang dianggap perlu dan berguna untuk itu, tidak ada yang dikecualikan.--- Dari bunyi salah satu pasal dalam akta perikatan jual beli tersebut jelas dikatakan bahwa pihak pertama memberikan kuasa tersebut hanya untuk proses akta jual beli kepada pihak kedua dan siapa saja yang namanya dicantumkan dalam akta perikatan jual beli tersebut sebagai pihak kedua (pembeli). Pemberian Kuasa dalam akta perikatan jual beli tersebut mutlak semata-mata hanya untuk kepentingan dari si pembeli, apabila kepentingan itu bukan untuk pihak pembeli atau pihak kedua maka pemberian kuasa tersebut bukanlah pemberian kuasa yang sebenarnya.137

Mangatas Nasution, mengatakan bahwa kuasa mutlak tersebut bukan yang dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. Kuasa mutlak yang dimaksud dalam Instruksi tersebut adalah yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa yang berarti kuasa mutlak memberikan kewenangan

kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya, melakukan segala tindakan dan perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, seakan-akan penerima kuasa bertindak selaku pemilik yang sah atas hak atas tanah tersebut. Kuasa mutlak ini biasanya berdiri sendiri sedang kuasa dalam perikatan jual beli hanya untuk menjalankan proses penandatanganan akta jual beli guna balik nama sertipikat keatas nama pembeli.138

Pihak Kedua (pembeli) dapat melakukan sendiri penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT, pembeli bertindak selaku penjual dan selaku pembeli atau kuasa blanko tersebut diisi nama pegawai PPAT. Hal ini tidak bertentangan sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 16 Desember 1976 nomor: 731 K/Sip/1976 yang berbunyi :

“ ……… dengan demikian maka akta jual beli tersebut di atas meskipun dilakukan oleh yang diberi kuasa tersebut selaku penjual dengan ia sendiri sebagai pembeli adalah sah menurut hukum(rechtsgelding)dan tidak batal.”

Penerimaan kuasa blanko dalam in minuut dan kuasa blanko in originali

dalam tersebut semata-mata untuk mewakili kepentingan pemberian kuasa.

Menurut Sudikno Mertokusumo yang merupakan Guru Besar Universitas Gajah Mada di Yogyakarta seperti yang disampaikan pada Konperda IPPAT (Konferensi Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah) Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 2004, menyatakan bahwa seorang Notaris dapat menemukan suatu

hukum. Notaris memang bukan seorang hakim yang harus memeriksa dan mengadili perkara, namun seorang Notaris mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penerapan seperti yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh yang bersangkutan. Notaris menghadapi suatu masalah hukum konkrit yang diajukan oleh klien yang minta dibuatkan akta. Masalah hukum konkrit atau peristiwa yang diajukan oleh klien adalah merupakan suatu peristiwa konkrit yang masih harus dipecahkan atau dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas Notaris, disinilah Notaris melakukan penemuan hukum.139

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo tersebut terlihat bahwa penemuan hukum yang dilakukan dan diterapkan oleh Notaris yang dalam hal ini mengenai pembuatan akta Perikatan Jual Beli dalam membantu pelaksanaan jual beli hak atas tanah yang merupakan perjanjian pendahuluan sebelum pembuatan Akta Jual Beli dilakukan bukanlah sesuatu hal yang melanggar ketentuan dan norma hukum yang ada, sehingga perikatan jual beli sah untuk diterapkan dan dipakai. Karena menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum yang konkrit.140

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Darmansyah Nasution yang menyatakan bahwa Perikatan Jual Beli pada dasarnya merupakan perjanjian dibawah

139 Sudikno Mertokusumo, Artikel “Arti Penemuan Hukum”, Majalah Renvoi, edisi tahun I,

Nomor. 12, Bulan Mei 2004, hal 48.

tangan, hanya saja jika dilakukan atau dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang yaitu Notaris maka akan menjadi akta notaril yang bersifat akta otentik.141

Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur kuasa blanko dalam in minuutsebagaimana yang telah diatur di negeri Belanda yang wajib mencantumkan huruf pertama, pekerjaan dan alamat yang diberi kuasa sedangkan di dalam Undang- Undang Jabatan Notaris baik kuasa blanko dalamin originali atau dalam in minuut, nama yang diberi kuasa dibiarkan kosong, sehingga untuk menghindari penyelundupan hukum atau penyalahgunaan kuasa blanko dalam in minuut, maka kuasa blanko hanya boleh dibuat semata-mata hanya untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa.

Dalam akta pendirian dan perubahan anggaran dasar, akta perikatan jual beli atau akta perubahan data badan hukum yang selama ini sudah diterima dalam praktek sebagai kebiasaan dan juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris.

Menurut GHS. Lumban Tobing, apabila diberikan 3 (tiga) helai kuasa blanko yang sama bunyinya dan kemudian di dalam tiap-tiap helai diisi nama dari orang- orang yang diberi kuasa yang berlainan, maka akta tersebut tidak lagi sama bunyinya dan tidak lagi semuanya berlaku untuk satu dan satu untuk semuanya dimuka pengadilan. Ratio atau larangan pasal 35 ayat 2 PJN, mudah untuk diselundupi jika

kuasa blanko dibuat dalamin minuut, karena kuasa blanko dalamin minuut, salinan atau turunannya dapat diminta sebanyak mungkin dan kemudian nama yang diberi kuasa diisi secara berlainan antara salinan yang satu dengan salinan yang lain, sehingga hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 35 ayat 2 PJN, karena akan terjadi satu kuasa blanko dalam in minuut tapi salinan atau turunannya diisi dengan nama yang diberi kuasa yang berlainan.142

Dokumen terkait