• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI PADA

B. Kuasa Blanko

c. Akta adalah akta notaris sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat 7 UUJN, akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

d. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu mempunyai hak dan pihak yang lainnya mempunyai kewajiban.42

e. Jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual dengan berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikatkan diri dengan berjanji untuk membayar harga.43

f. Perikatan Jual beli adalah perjanjian antara pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut.44

41

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),Op.Cit,pasal 1792

42J.Satrio,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal.3 43M. Yahya Harahap,Op.cit, hal 182

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sitematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Saat ini sangat diperlukan metode yang akan dipergunakan untuk memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang akan dibahas.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu analitis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data atau menunjukkan komparisi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.45

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis empiris didukung oleh pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melihat kenyataan secara langsung yang terjadi dalam praktek di lapangan sedangkan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan- peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan mengingat permasalahan yang diteliti pada peraturan-peraturan

45Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan (Library Research) yakni dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer yakni :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Umum Pembuat Akte Tanah (PPAT).

Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain, pandangan ahli hukum atau pendapat para sarjana.

Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan bahan sekunder, antara lain, kamus besar bahasa Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan penelitian lapangan. Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini didukung oleh data primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan dengan wawancara beberapa orang dari praktisi Notaris di Kota Medan.

3. AlatPengumpulan Data a. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (Library Research) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi teori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Studi kepustakaan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soemitro dokumen pribadi dan pendapat ahli hukum termasuk dalam bahan hukum sekunder.46

b. Wawancara

Disamping studi kepustakaan, penelitian ini juga melakukan wawancara langsung dengan narasumber dengan mempergunakan pedoman wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan data pendukung menjamin ketepatan dan keabsahan hasil wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa orang Notaris di Kota Medan sebagai narasumber yaitu :

1. Notaris Soeparno, SH

2. Notaris Darmansyah Nasution, SH 3. Notaris Suprayitno, SH

4. Notaris Alimin Danutirto, SH 5. Notaris Abidin S Panggabean, SH 6. Notaris Mangatas Nasution, SH 7. Notaris Muhammad Syafei, SH 8. Notaris Junita Ritonga, SH 9. Notaris Ekoevidolo, SH 10. Notaris Erna Waty Lubis, SH 11. Notaris Tri Yanty Putri, SH 12. Notaris Iflina Roswani, SH 13. Notaris Dewi Lestari, SH

14. Notaris Irma Yolanda Handayani, SH 15. Notaris Elvina Yuliana, SH

16. Notaris Zulnafriyanti, SH

17. Notaris Adawiyah Nasution, SH, MKn 18. Notaris Agustina Karnawati, SH 19. Notaris Indira Teratai Anniezoen, SH

20. Nyonya Delima (Pegawai Pensiunan Notaris) 4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas.47

Semua data yang telah diperoleh terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan gambaran yang sesuai dengan kebutuhan, kemudian dianalisi dengan menggunakan analisis kualitatif, data-data primer, data skunder maupun data tertier dikumpulkan kemudian diseleksi dan kemudian ditentukan data yang penting dan data yang tidak penting kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan cara deduktif agar mendapatkan jawaban dari permasalahan.

47 Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-Metode

BAB II

KEDUDUKAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI PADA HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

A. Pengertian Akta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan) tentang peristiwa hukum yang dibuat, dan disahkan oleh pejabat resmi.

Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian mengenai akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.48

Subekti mengatakan suatu akta ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.49

A Pitlo menyebutkan akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat, untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.50

1. Akta Notaris

Semua akta yang dibuat di hadapan notaris dapat disebut sebagai akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah sebuah akta yang dibuat dalam

48

Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2006, Hal. 149 49Subekti,Hukum Pembuktian, Pradya Paramitha, Jakarta, 1995, Hal 25

50

A Pitlo,Pembuktian dan Daluarsa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, diterjemah oleh M Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1986, Hal 52

bentuk akta yang ditentukan oleh undang-undang atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat pembuatan akta itu. Akta otentik itu proses pembuatan dan penandataganannya dilakukan dihadapan notaris. Akta otentik dapat membantu bagi pemegang/pemiliknya jika tersangkut kasus hukum.

Suatu akta otentik dapat dibagi lebih lanjut menjadi akta yang dibuat oleh pejabat dan akta yang dibuat oleh para pihak. Akta otentik dapat dibedakan menjadi akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum dan akta yang dibuat ”dihadapan” pejabat umum. Akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum lazimnya disebut dengan istilah ”akta pejabat” atau ”relaas akta”. Akta tersebut merupakan uraian secara otentik tentang suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum yaitu Notaris didalam menjalankan jabatannya.51 Contohnya berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas. Dalam akta tersebut, notaris hanya menerangkan atau memberikan kesaksian dari semua yang dilihat, disaksikan dan dialaminya, yang dilakukan oleh pihak lain.

Sedangkan akta yang dibuat ”dihadapan” pejabat umum, lazimnya disebut dengan istilah ”akta partij” (akta pihak).52 Akta ini merupakan akta yang berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Pejabat Umum (Notaris), artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh

51

Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Telematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), hal. 128

52 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta,

para pihak kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya.53Contohnya adalah akta- akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), wasiat, kuasa dan lain-lain.

Di Indonesia jabatan notaris diatur dalam sebuah undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). Di dalam undang-undang tersebut yang disebut notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya.54 Undang-undang ini mengatur secara detail tentang praktik kenotariatan di Indonesia.

UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris Indonesia harus mengacu kepada UUJN.55

Pasal 1Reglement op het Notaris Ambt in IndonesieStaatsblad 1860 Nomor 3 menyatakan:56

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd om authentieke akten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten en beschikkingen,

53G.H.S Lumban Tobing,Op. Cit., hal. 51 54Pasal 1 angka 1 UUJN

55Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum

Pengaturan Notaris, Renvoi, Nomor 28.Th.III, 3 September 2005, Hal. 38

56Artinya Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift blijken zal, daarvan de dagtekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afshriften en uittreksels uit te geven; alles voorzover het opmaken dier akten door eene algemene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.

Adapun pengertian notaris berdasarkan bunyi Pasal 1 butir 1 jo Pasal 15 ayat 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.57 Menempatkan notaris sebagai jabatan58merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

57 Suatu lembaga yang dibuat atau diciptakan oleh negara, baik kewenangan atau materi muatannya tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandat melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum (Beleidsregel atau Policyrules). Bagir Manan,Hukum Positif Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004, Hal. 15

58

Penyebutan Notaris sebagai jabatan dalam UUJN tidak konsisten, karena dalam UUJN disebut pula notaris sebagai suatu profesi atau sebagai suatu profesi jabatan. Misalnya dalam UUJN pada Konsiderans Menimbang huruf c disebutkan, bahwa notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi. Pasal 1 angka 5 UUJN, disebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris. Pengertian Jabatan dan Profesi berbeda. Kehadiran lembaga notaris merupakan Beleidsregel dari negara dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) atau jabatan notaris sengaja diciptakan negara sebagai implementasi dari negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, khususnya dalam pembuatan alat bukti yang otentik yang diakui oleh negara. Profesi lahir sebagai hasil interaksi di antara sesama anggota masyarakat, yang lahir dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri.

(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.59 Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.60

Dengan demikian Notaris merupakan suatu Jabatan Publik mempunyai karakteristik, yaitu:61

1. Sebagai Jabatan;

UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu;

59 Secara substantif akta notaris dapat berupa: (1) suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan

hukum yang dikehendaki oleh para pihak agar dituangkan dalam bentuk akta otentik untuk dijadikan sebagai alat bukti;(2) berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa tindakan hukum tertentu wajib dibuat dalam bentuk akta otentik.

60Habib Adjie, Buku I,Op.Cit., Hal. 32 61Ibid., Hal.32

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar wewenang.

3. Diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah;

Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya, pemerintah.

Salah satu unsur penting dari pasal tersebut penyebutan Notaris sebagai Pejabat Umum, yang berarti bahwa kepada Notaris diberikan dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menjangkau publik (openbare gezag). Sebagai pejabat umum, Notaris diangkat dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum (public service), dalam arti bidang pelayanan pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang dibebankan kepada Notaris, yang melekat pada predikat sebagai pejabat umum dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan Notaris.

Pelayanan kepentingan umum merupakan hakekat tugas bidang pemerintahan yang didasarkan pada asas memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga anggota masyarakat. Dalam bidang tertentu, tugas itu oleh undang- undang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris, sehingga oleh karenanya

masyarakat juga harus percaya bahwa akta notaris yang diterbitkan tersebut memberikan kepastian hukum bagi para warganya. Tugas notaris adalah mengkonstatir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.62 Adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan kepercayaan (trust) dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris dalam lalu lintas hukum.63

2. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

Selain Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disebut PPAT) juga berwenang membuat akta otentik. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 yaitu PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.64

Khususnya Perbuatan hukum atas penguasaan dan pemilikan hak atas tanah tidak terlepas dari peran serta notaris atau PPAT. Salah satu tugas notaris dan PPAT adalah dalam hal pembuatan akta pengalihan hak atas tanah.

Pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat dilakukan oleh Notaris. Sedangkan pengalihan hak atas tanah yang telah bersertifikat dilakukan dihadapan PPAT sebagai Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti

62

Tan Thong Kie,Op. Cit., hal. 159

63 Paulus Effendy Lotulung, Perlindungan Hukum Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam

Menjalankan Tugasnya, Notariat, April-Juni 2003, hal. 64-65.

mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah. Dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah65 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah sebagai dasar alat bukti peralihan hak atas tanah.

Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran untuk melakukan perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Jenis-jenis perbuatan hukum yang memerlukan akta PPAT yaitu :66

a. Jual beli b. Tukar menukar c. Hibah

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik g. Pemberian hak tanggungan

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan

65Indonesia,Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN

No.59 Tahun 1997,TLN N0.3696

Notaris dikatakan sebagai pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Notaris/PPAT bekerja untuk kepentingan Negara, namun Notaris/PPAT bukanlah pegawai, sebab notaris/PPAT tidak menerima gaji dari pemerintah, tetapi adalah berupa honorarium sebagai penghasilannya dari klien,67 untuk pembuatan akta-akta dan pekerjaan Notaris/PPAT yang lainnya.

Dalam hal jual beli hak atas tanah, diatur bahwa dalam melakukan jual beli hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah tanah yang telah bersertipikat maka pejabat yang berwenang adalah PPAT yang daerah kerjanya meliputi daerah di tempat tanah yang diperjualbelikan tersebut berada. Selain itu akta pemindahan haknya yaitu akta jual belinya juga dibuat oleh PPAT dan akta jual beli tersebut adalah merupakan akta otentik dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelum melakukan jual beli hak atas tanah dihadapan pejabat yang berwenang yaitu PPAT, maka para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah sebelumnya harus memenuhi semua persyaratan yang telah diatur dalam pelaksanaan jual beli tanah. Persyaratan tentang objek jual belinya, misalnya hak atas tanah yang akan diperjualbelikan merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dapat dibuktikan dengan adanya tanah atau tanda bukti sah lainnya mengenai hak tersebut, dan tanah yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain.

Jual beli harus dibayar secara lunas dan semua pajak yang berkaitan dengan jual beli seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak pembeli yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga harus telah dilunasi oleh pihak-pihak yang akan melakukan jual beli agar pembuatan akta jual belinya dapat dilakukan di hadapan PPAT serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.

Namun apabila persyaratan-persyaratan tersebut belum dapat terpenuhi maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual beli hak atas tanah belum dapat dilakukan di hadapan PPAT untuk membuatkan akta jual belinya sebagai akibat belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan akta jual beli.

Keadaan tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan atau bahkan dapat merugikan para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah, karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, akibatnya penjual harus menunda keinginannya untuk mendapatkan uang dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. hal yang sama juga berlaku terhadap pihak pembeli, dengan keadaan tersebut maka pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya.

Untuk mengatasi hal tersebut, dan guna kelancaran tertib administrasi pertanahan maka dibuatlah Akta Perikatan Jual Beli yang dilaksanakan dihadapan Notaris dimana isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pendahuluan.

B. Perjanjian dan Perikatan 1. Perjanjian

Ada beberapa istilah yang perlu di klarifikasi, yaitu istilah Hukum Perjanjian dan Hukum Perikatan. Masing-masing istilah tersebut berbeda-beda.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.68

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut

Dokumen terkait