• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isi pengertian yang terkandung dalam pembukaan a Alinea Pertama

HUBUNGAN PANCASILA DENGAN BATANG TUBUH UUD

F. Kedudukan Pembukaan Berbeda Dengan Batang Tubuh Tetapi Hubungannya Sangat Erat

1. Isi pengertian yang terkandung dalam pembukaan a Alinea Pertama

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bansa dan oleh sebab itu, maka penjajajah di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

b. Aline Kedua

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indoensia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhu, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.

d. Alinea Keempat

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang- undang Dasar Negara, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rkayat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang beradil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan seuatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Sumber : Rahmat Nurdiansyah, 2007

https://independent.academia.edu/rahmadrahmadnurdiansyah 13 desember 2014) 2. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan

a. Pokok Pikiran Pertama

“Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Hal ini berarti bahwa negara menghendaki persatuan dengan menghilangkan faham golongan, mengatasi segala faham perseorangan. Dengan demikian Pokok Pikiran Pertama merupakan penjelmaan Sila Ketiga Pancasila.

“Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian Pokok Pikiran Kedua merupakan penjelamaan Sila Kelima Pancasila.

c. Pokok Pikiran Ketiga

“Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan”.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang- Undang Dasar haruslah berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasar permusyawaratan/perwakilan. Pokok Pikiran Ketiga merupakan penjelmaan Sila Keempat Pancasila;

d. Pokok Pikiran Keempat

“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Oleh karena itu Undang-Undaang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita, moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini identik dengan sila ke-1 dan ke-2.

(Sumber: Lidya Maranatha Sinaga, 2006

https://independent.academia.edu/LidyaMaranathaSinaga 13 desember 2014) 3. Hakikat & Kedudukan Pembukaan UUD 1945

a. Hakikat Pembukaan UUD 1945

hukum Indonesia, memiliki dua aspek yang sangat fundamental, yaitu memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia dan termasuk dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi. Sementara kedudukan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.

Berdasarkan penjelasan tentang isinya Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam Berita RI tahun II No. 7, Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan Negara Indonesia serta yang mewujudkan suatu cita-cita hukum dengan menguasai dasar tertulis (UUD) maupun tidak tertulis. Adapun pokok-pokok pikiran tersebut diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai sumber hukum positif Indonesia. Sebagaiman isi yang terkandung dalam penjelasan resmi pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 selanjutnya diwujudkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum positif dibawahnya seperti Ketetapan MPR, UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, PP dan peraturan-peraturan lainnya. Maka seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang mengandung asas kerohanian negara atau dasar filsafat negara RI.

 Pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat unsur-unsur yang memuat ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts orde), atau legal order, yaitu suatu keseluruhan peraturan-peraturan hukum. Syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud meliputi empat hal, yaitu :

i. Adanya Kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum.

ii. Adanya kesatuan asas kerohanian, yang merupakan dasar dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum dan sumber dari segala sumber hukum.

iii. Adanya kesatuan daerah di mana peraturan-peraturan hukum itu berlaku.

iv. Adanya kesatuan waktu, di mana sumber dari segala sumber hukum berlaku.

Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai berikut :

i. Menjadi dasar tertib hukum, karena Pembukaan UUD 1945 memberikan empat syarat adanya tertib hukum Indonesia.

ii. Menjadi ketentuan hukum tertinggi, sesuai dengan kedudukannya sebagai asas hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi) serta peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah (Notonagoro, 1974: 45)

 Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara Yang Fundamental

 Dalam hubungannya dengan pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut :

i. Dalam hubungannya dengan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan yang terpisah dari batang tubuh UUD 1945.

ii. Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi dan pada hakikatnya mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada batang tubuh UUD 1945.

iii. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental yang menentukan adanya UUD 1945 yang

menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis, jadi merupakan sumber hukum dasar negara.

iv. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental mengandung pokok-pokok pikiran yang harus

dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.

Para ahli hukum memang berbeda pendapat mengenai hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945, walaupun pada akhirnya mereka tiba pada suatu kesimpulan yang sejalan. Di satu pihak ada pendapat yang mengatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan, sedangkan di pihak lain ada yang menyatakan bahwa keduanya terpisah.

Namun karena hakikat kedudukan Pembukaan UUD 1945 tersebut memiliki kedudukan fundamental bagi kelangsungan hidup negara, kedua pendapat tersebut akhirnya tiba pada kesimpulan sebagai berikut :

 Sebagai pokok kaidah negara yang mempunyai kedudukan yang tetap dan tidak berubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara yang telah dibentuk.

 Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental memiliki kedudukan tertinggi, lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, sehingga secara hukum dapat dikatakan terpisah dari pasal-pasal UUD 1945. Pengertian terpisah sebenarnya bukan berarti tidak memiliki hubungan sama sekali tetapi antara Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945 terdapat hubungan kausal organis, di mana UUD harus menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, pengertian terpisah di sini adalah keduanya mempunyai hakikat dan kedudukan sendiri-sendiri, di mana

Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, bahkan yang tertinggi dalam tertib hukum Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 Tetap pada Kelangsungan Hidup Negara RI. Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan hukum yang kuat bahkan secara yuridis tidak dapat diubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara, hal ini berdasarkan alsan-alasan sebagai berikut :

 Menurut tata hukum, suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau dihapuskan oleh penguasa atau peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya daripada penguasa yang menetapkannya.

 Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi di negara RI. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 mengandungfaktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.

 Selain dari segi yuridis formal juga secara material, yaitu hakikat isi, Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah dan senantiasa melekat pada kelangsungan hidup negara RI.

b. Kedudukan Pembukaan dalam UUD 1945

Pembukaan Konstitusi, baik yang secara resmi disebut dengan nama Pembukaan maupun tidak, memuat norma-norma dasar kehidupan bernegara (kaidah fundamental hidup bernegara). Isi pembukaan konstitusi bukan rumusan pasal-pasal hukum tata negara. Namun demikian, karena berupa norma-norma dasar, isi pembukaan itu mempertinggi kekuatan mengikat pasal-pasal dalam Konstitusi. Demikian juga yang terjadi dengan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum yang melandasi lahirnya hukum negara, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Di

dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok kaidah negara yang fundamental. Secara konkret pokok-pokok kaidah negara yang fundamental itu adalah dasar negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945

(Sumber: Melinda Hadi Pratiwi, 2013

http://melindahadip.blogspot.com/2013/09/hakikat-kedudukan-pembukaan-uud- 45.html 13 desember 2014)

BAB 9