• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Islam Fundamental di Indonesia

Perkembangan gerakan Islam yang terjadi di Timur Tengah sering kali memberikan pengaruh yang kuat bagi gerakan Islam di tanah air. Timur Tengah yang dipersepsikan sebagai pusat Islam selalu menjadi rujukan bagi gerakan Islam di Indonesia. Maka gagasan, pemikiran dan gerakan yang berkembang di Timur Tengah memiliki daya tarik yang kuat, sehignga dengan mudah dianut, disosialisasikan dan dipraktekkan di Indonesia. Demikian juga dengan gerakan fundamentalisme Islam kontemporer di Timur Tengah. Gerakan ini telah ditransmisikan ke Indonesia dan saat ini tengah tumbuh dengan subur di negeri yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.

Gerakan revivalisme Islam11 di Indonesia menjelang dan awal abad ke 21. Sesungguhnya telah tumbuh sejak awal 1980-an. Ekspresi revivalisme ini terbentuk meningkatnya gairah kesantrian di tengah masyarakat. Terdapat peningkatan perhatian terhadap ajaran-ajaran agama seperti : perintah meramaikan masjid dengan berbagai pengajian, kewajiban sembahyang, puasa, haji, pengembangan berbagai program dan publikasi-publikasi keagamaan. Hal ini juga diikuti oleh meningkatnya praktek nilai-nilai Islam, dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pemakaian busana muslim dan revitalisasi sufisme.11 12 Sebagai sebuah gerakan, munculnya revivalisme Islam

11 M. Imdadun Rahmat menyebut gerakan fundamentalisme Islam dengan revivolisme Islam, sebenarnya maknanya sama yakni berorientasi pada penciptaan kembali masyarakat salaf (generasi Nabi Muhammad dan para sahabatnya) dengan cara-cara keras dan radikal yang dianggap merupakan Islam yang paling sempurna, masih mumi dan bersih dari berbagai tambahan atau campuran (bid’ah) yang dipandang mengotori Islam. Radikalisme religio-historis ini diperkuat dengan pemahaman terhadap ayat-ayat Al Qur'an dan hadis Nabi secara harfiah tekstual

12 M. Imdadun Rahmat, A rus Baru Islam R adikal (Transm isi Revivalism e Islam Tim ur

di Indonesia ditandai dengan lahirnya gerakan dakwah kampus pada awal 1980an. Gerakan dakwah yang dimotori kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi umum dengan metode usroh (gerakan rahasia dan tersembunyi) ini merupakan cikal bakal dari lahirnya tiga gerakan Islam baru yang menonjol, yakni tarbiyah,13 Hizbut Tahrir Indonesia dan dakwah salafi.

Setelah runtuhnya rezim orde baru, berbagai organisasi tumbuh secara mencengangkan, seperti Majlis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, berbagai kelaskaran yang tumbuh di berbagai kota serta 3 organisasi yang disebut di atas. Organisasi-organisasi baru inilah yang menjadi aktor utama revivalisme Islam di Indonesia. Organisasi-organisasi yan sering disebut “gerakan Islam baru” (New Islamic Movement) ini dapat dilacak asal muasalnya dari pemikiran organisasi gerakan Islam di Timur Tengah yang nyata-nyata mengimpor pemikiran dari Timur Tengah. Gerakan Tarbiyah pemikirannya sangat dengan Ikhwanul Muslimin (IM), bahkan menyebut dirinya “anak ideologis” IM. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara resmi merupakan cabang dari Hizbut Tahrir Internasional yang berpusat di Yordania. Sedangkan dakwah salafi termasuk didalamnya laskar jihad adalah himpunan dari para aktivitis dakwah salafi yang beijejaring dengan gerakan Alafi di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Kuwait.14

Pada masa lalu, pola transmisi gerakan dari Timur Tengah yang paling utama adalah melalui para alumni pendidikan di Timur Tengah, mereka

13 Gerakan Tarbiyah dalam Perkembangannya di Indonesia kemudian menjadi partai keadilan sejahtera yang dimotori oleh Dr. Hidayat Nur Wahid, Dr. Nur Mahmudi Ismail, dkk.

14 Ali Abdul Halim Mahmud, Ikhw anul M uslim in Konsep Gerakan Terpadu, teij. Masykur Hakim dkk, Gema Insani press, Jakarta, 1997, him. 247

berkenalan dan mendalami pemikiran dan gerakan pembaharu Islam di Timur Tengah, kemudian membawanya ke Indonesia dan menyebarkannya di komunitas mereka dengan gerakan dakwah. Meskipun mengalami perkembangan pola yang lebih kompleks, pola ini (alumni Timur Tengah sebagai transmittor) masih menjadi pola utama transmisi gerakan revivolisme

(fundamentalisme) Islam kontemporer Timur Tengah ke Indonesia akhir-akhir ini.15

Dalam kasus gerakan tarbiyah, peranan para alumni Timur Tengah dalam proses tranmisi ini sangat besar. Mereka berperan dalam membawa pemikiran Ikhwanul Muslimin. Secara lebih utuh ke dalam kancah gerakan dakwah kampus yang lebih eksis dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin sangat dominan dalam gerakan ini. Mereka juga terlibat sangat intensif dalam gerakan tarbiyah, hingga pada pembentukan dan pergerakan Partai Keadilan Sejahtera.

Sedangkan dalam kasus Hizbut Tahrir, peranan utama transmisi ini dilakukan oleh seorang aktivis Hizbut Tahrir dari Libanon yakni Abdurrohman Al Baghdadi dan Muhammad Musthofa, (seorang alumni perguruan tinggi di Yordania). Merekalah yang memperkenalkan pemikiran pemikiran Hizbut Tahrir dan ikut menyebarkannya di kalangan kampus, Abdurrahman Al Baghdadi pulalah yang membuka jalan bagi para aktivis Hizbut Tahrir di Indonesia kepada jaringan Hizbut Tahrir Internasional.

Untuk kasus gerakan salafi, para alumnus LIPIA Jakarta memiliki peran yang sangat menonjol. Lembaga pendidikan yang merupakan cabang dari Universitas Islam Muhammadiyah Ibnu Sa’ad Riyadh Arab Saudi ini memang dimaksudkan untuk menyebarkan pemikiran salafi (Wahabi) di Asia Tenggara khususnya di Indonesia. Kurikulum pendidikan yang diterapkannya mengadopsi Universitas Induknya yang berbasis Wahabi, para pengajarnya didatangkan dari Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia. Maka tak heran jika mayoritas alumninya menjadi para penganut dan penganjur Wahabi - Salafiyah.16

Gerakan fundamentalisme, khususnya di Indonesia dengan stigma seperti literalis, radikalis dan ekstremis yang penuh menghiasi soal-soal kebangsaan pasca tragedi 11 September agak mulai meredup, bagitu pula wacana-wacana opini publik dan pemberitaan media seputar gerakan fundamentalisme kurang mendapat perhatian.

Pada tanggal 29 Juli 2004 jaringan Islam liberal mengadakan diskusi dengan tema “Gerakan fundamentalisme dan radikalisme di negara-negara Islam” dengan menghadirkan pembicara Ihsan Ali Fauzi dan Khorsid Ahmed.17 Salah satu kesimpulannya mengungkapkan bahwa gerakan fundamentalisme di Indonesia akan kembali memanas, meredupnya gerakan ini karena tergeser oleh isu-isu politik, terutama di masa pemilu legislatif/ presiden.

16 Ibid, him. 74

1( Ihsan Ali Fauzi adalah mahasiswa doktoral Ohio University Sedangkan Khursid Ahmed adalah seorang Intelektual Muslim - liberal Asal Pakistan

Gerakan fundamentalisme sudah dapat dipastikan kembali menghiasi dalam wacana kebangsaan, terkait belum terselesaikannya agenda krusial mereka seperti hendak mempeijuangkan isu-isu syariat Islam, penegakan khilafah dan sebagainya. Bertolak dari fenomena itu posisi negara terhadap gerakan fundamentalisme kemungkinan besar bersikap represif. Konflik sosial kebangsaan antara “negara vis a vis gerakan fundamentalisme” tak terelakkan lagi. Ada beberapa tesis mengapa negara akan represif terhadap gerakan fundamentalisme, di antaranya yakni :

1. Dari segi internal, karena kepentingan negara yang berbau “sekulerisme”, liberalisasi dan sebagainya akan direcoki (ditentang) dengan gerakan fundamentalisme yang menolak secara mentah-mentah kepentingan negara.

Gerakan fundamentalisme menganggap negara harus mengakomodasi sebesar mungkin kepentingan umat Islam (jika perlu ditegakkannya syariat Islam semi otonom) dengan penafsiran versi mereka.

2. Dari segi eksternal yakni karena negara berhadapan dengan kompromi kekuatan-kekuatan kapitalisme dan liberalisme global yang mengharapkan negara domestik dapat meredam aksi-aksi gerakan fundamentalisme yang merugikan dan membahayakan bagi kepentingan kekuatan kapitalisme liberalisme.18

Mantan mentri Agama “Tarmizi Taher” mengatakan bahwa pemeluk kristen protestanlah yang pertama kali menggunakan istilah fundamentalisme.

Mereka ingin kembali ke dasar ajaran agama dengan penafsiran kitab suci secara harfiah tekstual. Namun demikian pengertian fundamentalisme akhirnya dinisbatkan kepada semua pemeluk agama, fundamentalisme merupakan keinginan untuk kembali ke ajaran kitab suci dan mencontoh para pembawa risalah agama.19

Jadi berdasarkan fundamentalisme bisa mengarah kepada hal yang bagus maupun yang jelek. Para ulama dan kalangan intelektual memaknai fundamentalisme sebagai hal yang bagus karena terkait dengan upaya kembali dan menjalankan ajaran agam asecara sempurna akan tetapi fundamentalisme juga menimbulkan dampak negatif, terutama dalam sebuah masyarakat yang sangat plural, baik etnik maupuna gama. Bila setiap pemeluk agama tak mengedepankan toleransi, fundamentalisme ini menimbulkan masalah. Setiap pemeluk agama tentu akan menyatakan bahwa ajaran agamanyalah yang paling benar bila tidak ada upaya untuk saling menghormati, maka akan menimbulkan konflik antar pemeluk agama. Inilah mengapa perwujudan fundamentalisme harus diiringi dengan toleransi. Namun, kini banyak telunjuk yang menunjuk dan berprasangka terhadap fundamentalisme yang teijadi di kalangan umat Islam meski fundamentalisme teijadi di semua agama.

Dokumen terkait