• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari SMC

Isolasi bakteri dari SMC dilakukan untuk memperoleh galur bakteri yang murni untuk selanjutnya diidentifikasi. Dari hasil isolasi ini ditemukan 14 isolat kemudian diidentifikasi. Deskripsi hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil identifikasi ditemukan galur bakteri Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis dan Chromobacterium spp (Gambar 18). Dari beberapa penelitian terdahulu ditemukan bahwa Pseudomonas sp dan Bacillus sp dapat mendegradasi pestisida golongan organofosfat. Aktivitas

bersama Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi paration. Sedangkan Bacillus cereus dapat mendegradasi pestisida jenis piretroid (Cookson 1995).

Pseudomonas stutzeri Bacillus mycoides

Bacillus cereus Bacillus brevis

Chromobacterium spp

Gambar 18 Bentuk bakteri hasil identifikasi

Bakteri yang telah diidentifikasi kemudian ditumbuhkan pada media padat NA yang mengandung diazinon 100 ppm sebagai media adaptasi. Ternyata bakteri jenis Pseudomonas stutzeri, Bacillus cereus, Bacillus mycoides, dan Chromobacterium spp dapat tumbuh dengan baik sedangkan Bacillus brevis tidak dapat tumbuh pada media tersebut. Pertumbuhan bakteri seperti terlihat pada Gambar 19. Bakteri tersebut kemudian ditumbuhkan lagi pada media padat NA yang mengandung diazinon 500 ppm dan ternyata hanya Bacillus cereus yang mampu tumbuh pada media padat tersebut.

Bacilllus mycoides Bacilllus cereus

Chromobacterium spp Pseudomonas stutzeri

Namun demikian belum dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh pada media tersebut adalah yang berperan dalam mendegradasi diazinon karena tidak semua bakteri yang dapat tumbuh dalam media yang mengandung diazinon adalah bakteri yang langsung dapat mendegradasi diazinon. Akan tetapi bakteri lainnya hanya dapat menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dalam media yang mengandung diazinon dan mengakumulasikannya dalam sel atau menggabungkan diazinon dengan senyawa yang terdapat di alam. Oleh karena itu dilakukan uji degradasi diazinon dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Oshiro et al. (1996), yaitu dicirikan dengan terbentuknya zona jernih/bening di sekeliling bakteri yang tumbuh.

Diazinon mempunyai kelarutan dalam air 0.004% pada suhu 20oC, sehingga bila diazinon ditambahkan dalam media yang kandungan terbesarnya adalah air maka media tersebut akan membentuk suspensi dan menimbulkan sifat opaque (buram). Jika diazinon terdegradasi akan menghasilkan suatu senyawa turunan yang lebih sederhana dan bersifat polar serta mempunyai kelarutan dalam air yang lebih tinggi. Dengan kelarutan yang lebih tinggi dalam air akan menyebabkan hilangnya sifat opaque, sehingga media akan menjadi jernih. Oleh karena itu jika suatu koloni bakteri yang mampu mendegradasi diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana ditumbuhkan diatas permukaan media padat, maka di sekeliling koloni bakteri akan membentuk zona jernih (Margot & Stammbach 1964).

Bacillus cereus ditumbuhkan pada media MSPY yang mengandung diazinon 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1700 ppm dan diinkubasi selama empat hari. Bacillus cereus mampu membentuk zona jernih di sekelilingnya. Kemampuan pembentukan luas zona jernih seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Dari Tabel tersebut terlihat adanya peningkatan luas zona jernih yang terbentuk. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sehingga terjadi suatu proses perombakan (degradasi) diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Tabel 7 Pembentukan zona jernih oleh Bacillus cereus Konsentrasi diazinon (ppm)

Luas zona jernih (cm2) Hari ke-2 Hari ke-4 1000 6.6 10.2

1500 1.0048 4.8

1700 1.0048 1.8

Bacillus cereus mampu menggunakan diazinon sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya sehingga terjadi peningkatan aktivitas bakteri. Aktivitas Bacillus cereus pada media diazinon 1000 ppm mengalami peningkatan yang lebih besar dibanding dengan pada media 1500 ppm dan 1700 ppm karena pada media yang mengandung diazinon 1500 dan 1700 ppm mempunyai sifat yang lebih toksik terhadap bakteri tersebut. Akan tetapi Bacillus cereus masih mampu melakukan aktivitas untuk mendegradasi diazinon hingga mencapai 1700 ppm.

4.4. Komposting

SMC yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos setengah matang dan segar yang telah mengalami proses pengomposan selama media tersebut dijadikan sebagai media pembibitan jamur. Miselia jamur sebagian besar tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah substrat (media) tanam jamur masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Hasil analisis unsur hara SMC seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Pengomposan (komposting) adalah suatu proses aerobik thermofilik yang secara umum digunakan untuk proses daur ulang residu organik. Gradien oksigen, nutrien dan temperatur dalam kompos akan mendukung peningkatan populasi mikroba dan mempercepat konversi bahan organik (Reddy & Michel 1999).

Selain terjadi proses degradasi juga diharapkan terjadi proses komposting karena adanya aktivitas mikroba. Bacillus dan Pseudomonas dapat memanfaatkan bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa maupun lignin sebagai sumber energi

sehingga terjadi proses dekomposisi. Bahan organik tersebut akan menghasilkan CO2, H2O, NO3, SO4, CH4, dan H2S (Rao, 1994).

Tabel 8 Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan No Parameter Komposisi 1 pH 7 2 N-organik (%) 0.44 3 N-NH4 (%) 0.07 4 N-NO3 (%) td 5 N-total (%) 0.51 6 P2O5 (%) 1.36 7 K2O (%) 0.08 8 Na (%) 0.03 9 Ca (%) 6053 10 Mg (%) 59 11 S (%) 1.99 12 C-organik (%) 35.98 13 Fe (ppm) 1035 14 Al (ppm) 1777 15 Mn (ppm) 291 16 Cu (ppm) 29 17 Zn (ppm) 22 18 B (ppm) 54 19 Pb (ppm) 9.3 20 Cd (ppm) td 21 Cr (ppm) 1.7 22 Ni (ppm) td 23 Co (ppm) 0.4 24 KTK (meq/100g) 262.4 25 C/N 70.5 26 Kadar air (%) 10.56 27 Kadar abu (%) 25.45

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah proses bioremediasi terjadi penurunan nilai C/N dan perubahan kandungan unsur-unsur hara lainnya. Penurunan nilai C/N berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme pengurai yang membebaskan CO2, dimana pemanfaatan bahan organik oleh mikroorganisme tersebut akan menurunkan kandungan karbon. Sedangkan kandungan nitrogen

bertambah dan kadar amonium mengalami penurunan karena terjadi fiksasi, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya penurunan nilai C/N. Kondisi pH (7.39-7.68) dan kadar air (33.8-34.31) adalah kondisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri. Rasio C/N awal bahan yang komposkan mempengaruhi proses pengomposan dimana dengan rasio kompos yang tinggi maka proses pengomposan akan lambat.

Tabel 9 Hasil analisis unsur hara pada sampel (tanah + kompos) No Parameter Komposisi/jumlah

Awal (H+0) Akhir (H+28) 1 pH 7.39 7.68 2 N-organik (%) 0.1 0.14 3 N-NH4 (%) 0.04 0.02 4 N-NO3 (%) < 0.01 0.02 5 N-total (%) 0.14 0.16 6 P2O5 (%) 0.18 0.22 7 K2O (%) 0.02 0.02 8 Na (%) 0.01 0.02 9 Ca (%) 0.23 0.67 10 Mg (%) 0.11 0.1 11 S (%) 0.08 0.07 12 C-organik (%) 7.19 7.12 13 Fe (ppm) 33447 25678 14 Al (ppm) 99516 53790 15 Mn (ppm) < 1 259 16 Cu (ppm) 11 34 17 Zn (ppm) 57 66 18 B (ppm) 40 22 19 Pb (ppm) 14.7 15.8 20 Cd (ppm) td < 1 21 Cr (ppm) 1.6 0.9 22 Ni (ppm) td td 23 Co (ppm) 17.9 17.8 24 KTK (meq/100g) 135.4 114.5 25 C/N 51.4 44.5 26 Kadar air (%) 33.85 34.31

Dengan adanya bakteri Bacillus dan Pseudomonas maka bahan-bahan organik SMC akan mengalami proses dekomposisi tapi butuh waktu yang lama untuk memperoleh kompos yang memenuhi standar kualitas kompos yaitu sesuai dengan SNI 19-7030-2004 (Tabel 10).

Tabel 10 Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004) Kandungan Baku Bahan organik (%) 27-58 Kadar air (%) <50 Total N (%) >0.40 Karbon (%) 9.80-32.00 Rasio C/N 10-20 P (%) >0.10 K (%) >0.20 pH 6.80-7.49

Dalam proses pengomposan, diazinon akan terurai dengan cepat dan bahkan hampir seluruhnya dapat diuraikan. Dengan keragaman dan aktivitas mikroba yang tinggi dalam pengomposan, maka akan menyebabkan peningkatan degradasi (Barker & Bryson 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Bavcon (2003) dengan menggunakan bahan organik, dilaporkan bahwa setelah 21 hari diazinon mengalami dekomposisi secara fotolisis sebesar 30%, sedangkan sampel yang tidak terkena cahaya tidak ditemukan adanya hasil degradasi. Penurunan konsentrasi yang terjadi pada penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam SMC sangat berperan dalam proses degradasi diazinon tersebut. Dengan pengomposan diazinon lebih cepat mengalami degradasi dibanding dalam tanah secara alamiah karena temperatur yang tinggi dan kandungan air yang besar. Volatilisasi diazinon tergantung pada konsentrasi diazinon yang ditambahkan, bahan yang digunakan, rasio kompos, dan kandungan air dalam kompos (Reddy & Michel 1999). Tabel 7 menunjukkan beberapa perbandingan hasil degradasi atau biotransformasi diazinon selama pengomposan.

Tabel 11 Beberapa data degradasi diazinon

Metode Waktu Konsentrasi Penurunan Keterangan

(hari) awal (ppm) konsentrasi (%)

Alami 120 - 75-100 Rao (1994)

Bahan organik terkena cahaya

matahari 21 6.9 30 Bavcon (2003)

Bahan organik

tanpa cahaya 21 6.9 0 Bavcon (2003)

Komposting (sistem windrow) 10 10 >97 Reddy dan Michel (1999) Komposting (pupuk, serbuk gergaji dengan cahaya) 10 100 100 Reddy dan Michel (1999) Komposting (rumput dengan cahaya) 10 9 99 Reddy dan Michel (1999) Komposting (SMC tanpa cahaya)* 21 1000 90

*Hasil dari penelitian ini.

Dokumen terkait