HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi DNA
Penelitian ini diawali dengan mengisolasi DNA E. coli. Metode yang umum digunakan dalam isolasi DNA yang banyak mengandung polisakarida adalah dengan menggunakan metode CTAB (Cetyltrimetyl Ammonium Bromide). Ada tiga langkah utama dalam isolasi DNA, yaitu perusakan dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Syafaruddin dan Tri Joko Santoso, 2011).
Langkah pertama yang dilakukan adalah perusakan dinding sel (lisis). Perusakan dinding sel dilakukan dengan menggunakan TE buffer, SDS, dan CTAB. Pemisahan bahan padat seperti selulosa dan protein dengan menggunakan proteinase-K, NaCl, kloroform : isoamilalkohol (24:1), dan PCI (fenol : kloroform : isoamilalkohol). Sedangkan pemurnian DNA dengan menggunakan isopropanol dan etanol (K. Nishiguchi, Michele, dkk., 2002).
Sampel diisolasi sebanyak satu koloni, kemudian ditambahkan larutan TE buffer, SDS, dan proteinase-K kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama satu jam. Metode ini menggunakan TE buffer pH 8,0 yang terdiri dari 100 mM Tris-Cl pH 8,0 dan 10 mM EDTA pH 8,0 (Sambrook dan Russel, 2001). Tris-Cl merupakan dapar yang berfungsi untuk menjaga pH, sangat larut dalam air dan inert untuk berbagai jenis reaksi enzimatik (Sambrook dan Russel, 2001). Sedangkan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid) berfungsi sebagai bahan pengkhelat yang mengikat kation divalen, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan membran (Dale dan Malcom, 2002). Penggunaan SDS (Sodium Dedosil Sulfate/Natrium Lauril Sulfat) sebagai detergen anonik untuk melisiskan dinding sel dengan cara melarutkan membran lipid, sehingga dinding sel menjadi rusak dan mengeluarkan komponen-komponennya, yaitu protein, lipid, polisakarida, DNA, dan RNA (Dale dan Malcom, 2002; Surzycki, 2003).
Proteinase-K digunakan pada tahap pemecahan protein. Proteinase-K disini yang merupakan salah satu dari enzim golongan serin protease yang merupakan protease endolitik, memecah ikatan peptida sisi karboksilat pada
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gugus alifatik dan aromatik khususnya alanin, sehingga digunakan untuk menghilangkan kontaminan dari protein. (Sweeney dan Walker, 1993; Surzycki, 2003; Agrawal, 2008). Kemudian ditambahkan NaCl 5 M yang berfungsi sebagai pengendap protein dan CTAB dalam larutan dengan ion yang tinggi (konsentrasi NaCl >0,7 M) digunakan sebagai pengendap protein dimana CTAB akan membentuk kompleks dengan protein dan polisakarida tetapi tidak akan mengendapkan DNA (Sambrook dan Russel, 2001). NaCl dengan kandungan garam yang tinggi dapat memisahkan polisakarida dari dinding sel (Syafaruddin dan Tri Joko Santoso, 2011) yang dikenal dengan fenomena salting out, yaitu fenomena penurunan kelarutan protein pada konsentrasi garam yang tinggi (Holme, David. J dan Hazel Peck, 1998).
Residu dari protein dan lipid dapat dihilangkan dengan penambahan kloroform dan isoamilalkohol dengan perbandingan 24:1 (K. Nishiguchi, Michele, dkk., 2002). Kloroform dan isoamilalkohol memiliki fungsi sebagai pendenaturasi protein, dimana DNA dan RNA sendiri tidak akan ikut terdenaturasi karena DNA dan RNA ini tidak larut dalam pelarut organik seperti kloroform (Syafaruddin dan Tri Joko Santoso, 2011). Kemampuan deproteinisasi dari kloroform didasarkan pada kemampuan dari kloroform untuk mendenaturasi rantai polipeptida yang sebagian masuk atau termobilisasi pada interfase air-kloroform sedangkan isoamilalkohol digunakan untuk mempermudah dalam meningkatkan luas tegangan permukaan dari air-kloroform, sehingga memudahkan dalam pemisahan air dan kloroform (Agrawal, 2008). Pengendapan protein dengan polisakarida dan komponen lain yang telah lisis selain dengan bantuan garam juga dipisahkan dengan cara pengendapan dengan bantuan sentrifugasi.
Penambahan PCI (Fenol-Kloroform-Isoamilalkohol) juga membantu dalam menghilangkan protein dari DNA (Sambrook dan Russel, 2001. Penambahan kloroform-isoamilalkohol dengan PCI dilakukan dua kali untuk memaksimalkan pemisahan DNA dengan komponen-komponen lain yang dapat mengkontaminasi DNA.
DNA total kemudian dipisahkan dari larutan dengan cara pengendapan dengan menggunakan isopropanol (Sambrook dan Russel, 2001) dan etanol 70% (Agrawal, 2008; Surzycki, 2003). Etanol 70% selain berfungsi sebagai pengendap
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DNA juga sebagai penghilang fenol-kloroform dan juga garam yang masih terdapat dalam DNA (Sambrook dan Russel, 2001; Syafaruddin dan Tri Joko Santoso, 2011).
Konsentrasi dari genom diukur dengan menggunakan Nano Drop ND-1000 pada panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi yang diperoleh dari pengukuran genom Leptospira dengan menggunakan Nano Drop 225,5 ng/l dan kemurnian 1,825. Sedangkan genom E. coli memberikan konsentrasi 546,8 ng/l dengan kemurnian 2,065. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan kualitas dan kuantitas DNA baik.
Nilai kemurnian genom diperoleh antara perbandingan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (Harisha. S., 2007) dan dikatakan murni jika berada dalam kisaran antara 1,8-2,0 (Sambrook, dkk, 1989). Sementara itu nilai kemurnian yang ditunjukkan dari isolasi genom E. coli memberikan hasil lebih dari 2,0 yang menunjukkan adanya kontaminasi dari RNA (Stephenson, 2003). Kontaminasi dari RNA disebabkan tidak digunakannya RNase yang berfungsi untuk memecah RNA yang dapat mengurangi adanya kontaminasi dari RNA (Surzycki, 2003) dan adanya kontaminasi dari RNA dapat dibuktikan dengan adanya pola bayangan smear di bawah pita DNA pada visualisai gel agarosa (Sauer, dkk., 1998).
Genom kemudian divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1% dengan menggunakan tegangan 100 volt. Gel ditambahkan SYBR
safe yang digunakan untuk memvisualisasikan DNA di agarosa dan diformulasikan khusus untuk menjadi alternatif yang lebih aman dibanding etidium bromida (Anonim, 2013).
DNA yang akan dielektroforesis ditambahkan loading dye yang terdiri dari glycerol dan bromphenol blue. Glycerol berfungsi sebagai pemberat yang menyebabkan DNA berada di bawah sumur gel, sedangkan bromphenol blue berfungsi sebagai visualisasi pada gel (Carson, 2006) sehingga proses elektroforesis dapat terlihat dan tidak melebihi jarak yang diinginkan. Hasil elektroforesis tersebut ditampilkan pada Gambar 7.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : 1. Leptospira 2. E. coli
M. Ladder 100 bp
Gambar 7. Hasil elektroforesis isolasi genom dari Leptospira dan E. coli Hasil pengamatan pada gel documentation (Gambar 7) menunjukkan hasil isolasi dari genom E. coli dan Leptospira. Gambar ini menunjukkan pola bayangan smear di bawah pita DNA yang menunjukkan DNA tidak utuh sehingga menyebabkan timbulnya fragmen-fragmen yang berbeda ukuran dan tertahan pada gel sesuai dengan ukurannya. Pola bayangan smear juga dapat menunjukkan adanya kontaminasi dari RNA sedangkan hasil isolasi yang baik ditandai dengan pita yang dihasilkan jelas dan tidak adanya pola bayangan smear di bawah pita DNA(Sauer dkk., 1998).
4.2 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan konsentrasi DNA template 200 ng/ 25 l. Konsentrasi ini optimal untuk mendapatkan amplikon yang tebal pada 25 siklus. Suhu optimal annealing yang digunakan untuk primer Leptospira adalah 50oC untuk dan waktu reaksi PCR untuk mengamplifikasi DNA Leptospira dengan primer spesifik Leptospira adalah 150 menit.
Uji spesifitas dari primer Leptospira dilakukan untuk menguji kemampuan dari primer Leptospira yang digunakan hanya mampu mengamplifikasi DNA Leptospira dan tidak dapat mengamplifikasi DNA yang lain, yang dalam penelitian ini yang digunakan sebagai pembanding adalah E. coli. Gambar 8 merupakan hasil uji spesifitas dari primer Leptospira yang digunakan.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : 1. E. coli 2. Leptospira M. Ladder 100 bp
139 bp
Gambar 8. Hasil elektroforesis produk PCR menggunakan primer Leptospira pada uji spesifitas primer
Pada gambar 8 dapat terlihat bahwa primer Leptospira yang digunakan hanya dapat mengamplifikasi DNA Leptospira, sedangkan DNA E. coli tidak teramplifikasi sama sekali, sehingga dapat dikatakan bahwa primer Leptospira yang digunakan spesifik. Proses amplifikasi DNA Leptospira menghasilkan panjang produk 139 pasang basa yang terletak pada lokus 16S Ribosomal RNA. Pasang basa yang dihasilkan diusahakan dalam kisaran pendek untuk mempermudah dalam pengujian dengan menggunakan ii-PCR (Anonim, 2012).
Uji sensitivitas dari primer Leptospira ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dari primer Leptospira yang digunakan dalam mengamplifikasi konsentrasi terendah dari DNA Leptospira yang digunakan dalam sampel. Sensitivitas primer Leptospira dilakukan dengan melakukan pengenceran DNA Leptospira dengan seri konsentrasi yang digunakan adalah 200 ng/25l, 20ng/25l, 2ng/25l, 0,2 ng/25l, 0,02 ng/25l, 0,002 ng/25l, dan 0,0002 ng/25l. Gambar 9 menunjukkan hasil elektroforesis dari uji sensitivitas dari primer yang digunakan.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : 1. Konsentrasi DNA 200 ng/25 µ L 2. KonsentrasiDNA 20 ng/25 µ L 3. KonsentrasiDNA 2 ng/25 µL 4. KonsentrasiDNA 0,2 ng/25 µ L 5. KonsentrasiDNA 0,02ng/25 µ L 6.KonsentrasiDNA 0,002ng/25 µ L 7.KonsentrasiDNA 0,0002ng/25 µ L
Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA Leptospira pada uji sensitivitas primer.
Pada gambar 9 dapat terlihat, dari tujuh konsentrasi yang digunakan, primer Leptospira mampu mengamplifikasi DNA Leptospira sampai dengan konsentrasi 0,002 ng/25 µL, meskipun pada konsentrasi 0,002 ng/25 µL menghasilkan pita yang tipis. Pada konsentrasi 0,0002 ng/25 µL tidak terlihat adanya pita pada gel elektroforesis yang menandakan bahwa primer Leptospira tidak dapat mengamplifikasi DNA Leptospira pada konsentrasi 0,0002 ng/25 µL, sehingga dapat dikatakan bahwa primer spesfik Leptospira yang digunakan sensitif dan mampu mengamplifikasi DNA Leptospira sampai konsentrasi 0,002 ng/25 µ L.
4.3 Insulated Isothermal Polymerase Chain Reaction (ii-PCR)
Alat ii-PCR tidaksepertialat PCR konvensional, alat ii-PCR tidak mempunyai pengaturan suhu dan waktu denaturasi, annealing ,dan ekstensi. Reaksi ii-PCR dilakukan dalam tabung kapiler khusus yang disebut R-tube. R-tube dirancang khusus karena R-tube terbuat dari bahan plastik optis untuk memastikan transmisi dari fluoresensi optimal. Bahan plastik optis tersebut memastikan tidak adanya kontaminasi dari DNA maupun RNase dari luar reaksi
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang tidak diinginkan. Desain dari struktur tabung dan rasio yang dihitung dari diameter tabung atau panjang yang memastikan efisiensi dari reaksi konveksi termal pada proses reaksi ii-PCR. Penutup karet R-tube juga didesain khusus untuk membuat cairan reaksi aman dan mencegah penguapan selama reaksi yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi (Anonim, 2012).
Reaksi ii-PCR bergantung pada tiga temperatur yang digunakan, yaitu denaturasi pada suhu 92-95oC, annealing pada suhu 37-65oC, dan ekstensi pada suhu 72oC (Anonim, 2012). Suhu annealing pada saat proses ii-PCR berlangsung tidak dapat diketahui secara pasti dan suhu annealing dapat berbeda-beda di setiap siklusnya, sehingga optimasi komposisi perlu dilakukan.
Optimasi komposisi campuran ii-PCR dengan melakukan variasi dari Taq DNA polymerase dan buffer yang digunakan. Taq DNA polimerase yang digunakan adalah dari Thermo Scientific™ Long PCR Enzyme Mix dan KAPA2G™ Robust PCR Kit serta buffer yang digunakan adalah ii-buffer dan buffer dari masing-masing Taq polimerase yang digunakan.
Pada akhir reaksi ii-PCR yang berlangsung selama 58 menit didapati hasil positif dan negatif pada layar touch panel (Gambar 10). Gambar tersebut menunjukkan hasil reaksi ii-PCR dengan ii-buffer dengan buffer dari Taq DNA polimerase Thermo Scientific™ Long PCR Enzyme Mix yang keduanya menggunakan Taq DNA polimerase Thermo Scientific™ Long PCR Enzyme
Mix.Gambar 11 menunjukkan hasil reaksi ii-PCR dengan ii-buffer danTaq DNA polimerase KAPA2G™ Robust PCR Kit dengan buffer dari Taq DNA
KAPA2G™ Robust dimana keduanya menggunakan Taq DNA polimerase
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 10.Hasilreaksi ii-PCR denganTaq DNA polimerase Thermo
Scientific™ Long PCR Enzyme Mix (A) dengan ii-buffer dan (B) dengan menggunakan buffer dari kit.
Gambar 11.Hasilreaksi ii-PCR dengan menggunakanTaq DNA polimerase
KAPA2G™ Robust(A) dengan menggunakan buffer dari kit dan (B) dengan ii-buffer.
Pada Gambar 10 dan 11 dapat terlihat hasil positif diperoleh dengan menggunakan Taq DNA polimerase KAPA2G™ Robust PCR Kit dengan ii -buffer, sedangkan reaksi lainnya menunjukkan hasil negatif. Hal ini berkaitan dengan jenis dari Taq DNA polymerase dan buffer yang digunakan. Jenis dari Taq DNA polymerase berhubungan dengan panjang target yang akan diamplifikasi dan efisiensi dari amplifikasi suatu produk (Handoyo, Darmodan Ari Rudiretna, 2001; Arezi, dkk., 2003). Taq DNA polymerase Thermo Scientific™ Long PCR
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Enzyme Mix yang memiliki hasil dan ketepatan yang tinggi digunakan untuk hasil amplifikasi dengan panjang basa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Taq DNA polymerase KAPA2G™ Robust PCR Kit dan membutuhkan proses reaksi PCR yang cukup lama jika dibandingkan dengan Taq DNA polymerase
KAPA2G™ Robust PCR Kit, sedangkan proses reaksi yang terdapat pada ii-PCR hanya dalam waktu singkat, sehingga efisiensi dari Taq DNA polymerase Thermo
Scientific™ Long PCR Enzyme Mix memberikan hasil yang tidak baik dan memunculkan hasil negatif pada alat ii-PCR.
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu, oleh karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR (Handoyo, Darmodan Ari Rudiretna, 2001). Penggunaan buffer yang disarankan oleh alat PCR adalah ii-buffer yang berfungsi untuk menstabilkan gradient suhu, mengurangi interaksi antara campuran reaksi dan R-tube, dan meningkatkan efisiensi DNA polymerase untuk mensukseskan reaksi ii-PCR (Anonim, 2012). Oleh karena itu penggunaan buffer selain ii-buffer memunculkan hasil negatif.
Hasil dari reaksi ii-PCR tersebut kemudian dielektroforesis untuk melihat pita yang dihasilkan dari reaksi ii-PCR ini (Gambar 12).
Keterangan :
1. KAPA2G™ Robust + ii -buffer
2. KAPA2G™ Robusrt +
buffer kit
3. Thermo scientific™ Long
PCR Enzyme Mix + buffer kit
4. Thermo scientific™ Long
PCR Enzyme Mix + ii-buffer
M. Ladder 100 bp Gambar 12. Hasil elektroforesis produk ii-PCR
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada Gambar 12 menunjukkan hasil elektroforesis dari reaksi ii-PCR dengan menggunakan empat komposisi yang berbeda. Gambar ini menunjukkan dua komposisi yang digunakan dapat teramplifikasi, yaitu dengan menggunakan Taq DNA polimerase KAPA2G™ Robust, namun hanya reaksi yang menggunakan komposisi no.1 yang terdeteksi positif oleh alat ii-PCR.
Hasil positif yang dimunculkan oleh alat ii-PCR disebabkan oleh fluoresensi dari probe hidrolisis dapat dideteksi secara efisien oleh sistem optik di dalam alat ii-PCR. Fluoresensi yang dihasilkan di dalam alat ii-PCR ditunjukkan dalam rasio S/N (signal intensityafter/signal intensitybefore) yang mempunyai ambang batas minimal 1,34 untuk dapat memberikan hasil positif pada alat ii-PCR (Tsai, dkk., 2012). Pada sampel no. 1 menunjukkan rasio S/N 1,8062 sedangkan pada sampel no.2 sampai dengan no.4 menunjukkan rasio S/N di bawah 1,34 (Lampiran 6). Rasio S/N yang dihasilkan sampel no.1 menunjukkan nilai ambang batas di atas 1,34, sehingga memberikan hasil positif pada alat ii-PCR.
Pada Gambar 12 dapat terlihat juga bahwa hasil elektroforesis yang didapat dari keempat hasil reaksi ii-PCR menunjukkan pita yang smear. Hasil pita yang smear ini disebabkan oleh suhu annealing yang beragam dari alat ii-PCR yang berkisar pada 37-65oC. Suhu annealing yang terlalu tinggi dari suhu annealing optimum akan menyebabkkan primer tidak menempel dengan DNA cetakan. Sedangkan jika suhu penempelan primer terlalu rendah dari suhu penempelan primer optimum menyebabkan mispriming, yaitu penempelan primer pada tempat yang salah pada DNA cetakan sehingga dihasilkan produk non spesifik (Yuwono, 2006).
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN