• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Karakteristik BAL Asal Ayam Kampung terhadap Bakteri Uji

1. Isolasi dan Karakteristik Kualitas BAL Asal Ayam Kampung

Hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan medium MRSA + CaCO3 1% dan diinkubasi selama 48 jam, setelah itu diperoleh koloni yang menunjukkan adanya zona bening disekitar koloni. Salah satu isolat yang menunjukkan adanya zona bening pada sekitar koloninya seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5 : Kultur Murni Isolat BAL

Gambar 5 diperoleh dari koloni yang memperlihatkan adanya zona bening pada medium MRSA + CaCO3 1%. Medium yang direkomendasikan untuk menumbuhkan BAL adalah medium MRSAyang merupakan medium selektif untuk menumbuhkan BAL. Sedangkan penambahan CaCO3 1% bertujuan untuk menyeleksi BAL yang tumbuh pada medium maka setelah inkubasi 48 jam akan terlihat zona bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh. Hal ini disebabkan karena pada masa pertumbuhannya selama inkubasi BAL menghasilkan asam laktat yang bereaksi dengan CaCO3 yang tidak larut di dalam medium sehingga membentuk kalsium laktat yang larut, dengan menunjukkan adanya daerah atau zona bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh (Djide dan Sartini, 2008).

a. Karakteristik Isolat BAL

Setelah dilakukan pengamatan secara makroskopis dan didapatkan kultur murni kemudian dilakukan pengamatan secara mikroskopis terhadap ke-6 isolat yang menunjukkan karakteristik BAL. Adapun bentuk morfologi, jumlah koloni BAL dan karakteristik BAL dari ke-6 isolat yang diperoleh, dapat dilihat dari pada Tabel 6.

Tabel 6 : Jumlah Koloni BAL dan Karakteristik Isolat BAL

Sumber Isolat

Jumlah Koloni (cfu/gr)

Karakteristik Isolat BAL Bentuk

Pewarnaan

Gram Motilitas Katalase Proventriculus 1.01X109 Coccus Positif - - Ventriculus 8.7 X108 Coccus Positif - - Duodenum 9.2 X108 Basil Positif - - Yeyenum 9.7 X108 Basil Positif - - Ileum 1.45 X109 Coccus Positif - - Cecum 6.9 X108 Basil Positif - - Ket: - tidak tumbuh

Tabel 6 menunjukkan bahwa bentuk isolat diperoleh 2 macam bentuk bakteri yaitu

basil (batang) seperti terlihat pada isolat D, Y dan C, serta bentuk coccus (bulat) seperti pada isolat P, V dan I. Menurut Surono (2004) BAL ada yang berbentuk batang (basil) dan ada pula yang berbentuk bulat (coccus).

Berdasarkan pewarnaan gram pada Tabel 6 menunjukkan bahwa semua isolat merupakan bakteri gram positif yang ditandai dengan sel bakteri yang berwarna ungu. Hal ini dapat diketahui sifat dinding sel bakteri terhadap cat pewarna kristal violet dan safranin. Bakteri yang menyerap kristal violet akan tetap berwarna ungu setelah pelunturan dengan alkohol aseton dan ketika diberi safranin yang berwarna merah bakteri tersebut tetap akan berwarna ungu disebut bakteri gram positif, sedangkan bakteri yang warna ungunya luntur pada pencucian dengan alkohol, akan menyerap zat warna safranin sehingga akan berwarna merah muda disebut bakteri gram negatif (James et al., 2008).

Motilitas merupakan kemampuan suatu mikroba bergerak sendiri (Volk, 1988). Sifat motilitas pada bakteri dapat dilihat dengan pertumbuhan yang menyebar disekeliling tempat penusukan kultur atau adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel (Fardiaz, 1993).

Berdasarkan Tabel 6 dilihat bahwa uji motilitas dari ke-6 isolat bersifat nonmotil. Hal ini terlihat dengan tidak adanya pergerakan bakteri yang menyerupai rambatan-rambatan akar disekitar daerah tusukan (inokulasi) dan media tidak berubah menjadi keruh seperti kabut. Menurut Savadago et al. (2006), hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian sel bakteri yang berbentuk batang bersifat motil (bergerak). Akan tetapi, BAL tidak membentuk spora serta berbentuk batang dan bulat yang bersifat nonmotil. Menurut Surono (2004) bakteri probiotik memiliki kemampuan biosintesis yang sangat terbatas, sehingga bersifat nonmotil. Perolehan energinya semata-mata hanya bergantung pada metabolisme secara fermentatif yang dilakukan pada tempatnya. Hasil negatif pada uji motilitas menunjukkan bahwa bakteri uji tidak memiliki flagella sebagai alat pergerakan.

Uji katalase digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yang mampu menghasilkan enzim katalase yang digunakan untuk memecah H2O2 yang terbentuk dari proses respirasi aerob dan bersifat toksik terhadap bakteri, menjadi H2O dan O2 yang tidak bersifat toksik terhadap sel mikroba.

Uji katalase pada Tabel 6 terhadap ke-6 isolat menunjukkan hasil negatif untuk semua isolat, tidak terdapat gelembung gas pada H2O2 yang telah disuspensikan dengan isolat bakteri. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari (Djide dan Wahyudin, 2008) yang menjelaskan bahwa reaksi katalase menunjukkan hasil positif bila terbentuk gelembung udara yang mengindikasikan terbentuknya gas O2 dan hasil negatif jika tidak menunjukkan adanya gelembung gas. Hal ini menunjukkan bahwa isolat BAL tersebut bersifat heterofermentatif.

b. Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu Tabel 7 : Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu

Nama Uji Ketahanan Isolat BAL terhadap

Isolat Asam (pH) Garam Empedu (%) Temperatur (0C)

2,5 3 1 5 15 30 45 Proventriculus ++ ++ ++ + ++ ++ ++ Ventriculus + + ++ + + ++ ++ Duodenum + + ++ + + ++ ++ Yeyenum + + ++ + + ++ ++ Ileum ++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ Cecum + + + + + ++ +

Keterangan: +++ = sangat keruh dan banyak endapan, ++ = keruh dan cukup banyak endapan, + = tidak keruh dan sedikit endapan, - = tidak tumbuh

BAL harus mampu bertahan dalam menghadapi rintangan-rintangan dalamsaluran pencernaan agar dapat mencapai usus halus dalam keadaan tetap hidup serta dalam jumlah yang cukup memadai untuk berkembangbiak dan menyeimbangkan mikrobiota dalam usus (Surono, 2004). Kondisi saluran pencernaan erat kaitannya dengan pH yang berbeda beda. Salah satu faktor yang menonjol dalam menentukan kadar pH dalam saluran pencernaan adalah keasaman asam lambung. Kondisi keasaman lambung berfungsi sebagai pintu gerbang pertama untuk melakukan seleksi mikroba sebelum masuk ke usus (Khan dan Wiyana, 2011).

Uji ketahanan BAL terhadap kadar keasaman (pH) pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ke-6 isolat mampu tumbuh pada medium yang memiliki derajat keasaman (pH) 2,5 dan 3. Isolat P dan I menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik dan mampu bertahan pada pH 2,5 dan 3. Hal ini terlihat dari banyak endapan yang tumbuh pada dasar tabung reaksi dan kondisi media yang keruh. Hal ini membuktikan isolat BAL tersebut mampu untuk melewati asam lambung sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik. Sedangkan isolat V, D, Y, C menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan kurang optimum dilihat dengan sedikit endapan.

Menguji potensi BAL sebagai bakteri probiotik, BAL tidak hanya harus tahan terhadap pH rendah, akan tetapi juga harus tahan terhadap garam empedu. Menurut Russel (1992), ketahanan terhadap pH dan garam empedu merupakan ciri yang penting bagi BAL sebab menentukan aktivitasnya dalam saluran pencernaan, terutama di saluran usus bagian atas tempat empedu disekresikan. Kemampuan kultur probiotik meningkatkan koloni laktobasili pada bagian atas usus dapat mengendalikan pertumbuhan patogen usus yang memasuki sistem pencernaan.

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada uji ketahanan BAL terhadap garam empedu sintetik setelah 24 jam terlihat adanya endapan didasar tabung dan isolat menjadi lebih keruh. Hal ini menandakan bahwa terjadi pertumbuhan bakteri pada medium MRSB yang telah ditambahi garam empedu sintetik 1 % dan 5 %, Dari hasil pengujian pada Tabel 6 diperolah data bahwa isolat I menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik pada garam empedu sintetik 1% dan adanya endapan pada dasar tabung menunjukkan bahwa isolat tersebut bersifat anaerob. Isolat P, V, D, Y dan C juga mampu untuk tumbuh pada kadar garam empedu sintetik 1% dan 5% dan membuat media menjadi keruh tanpa endapan. Hal ini menunjukkan bahwa isolat tersebut tersuspensi pada media sehingga memiliki sifat anaerob fakultatif. Semua isolat mampu tumbuh pada kadar garam empedu 1% dan 5%.

Menurut Dwyana dan Gobel (2011), pertumbuhan bakteri dalam tabung memperlihatkan perbedaan respon terhadap oksigen atmosferik, bila bakteri berkumpul di permukaan tabung makan bersifat aerob, bila bakteri berkumpul di dasar tabung maka bersifat anaerob, namun apabila bakteri tersuspensi merata pada media dalam tabung maka bersifat anaerob fakultatif. Penelitian yang dilakukan oleh Djide dan Wahyudin (2008), membuktikan bahwa isolat BAL mampu tumbuh pada medium yang telah ditambahkan garam empedu sintetik 1% dan 5%. Hal ini berarti bahwa isolat BAL tersebut mampu

melewati saluran pencernaan dimana terdapat garam empedu yang disekresikan oleh hati sehingga dapat digunakan sebagai bakteri probiotik.

Garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri. Bakteri yang tidak tahan terhadap garam empedu diduga mengalami permeabilitas membran sel sehingga mengalami kebocoran materi intraselular yang besar dan menyebabkan lisisnya sel. Garam empedu memiliki sifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang selanjutnya menyebabkan perubahan dan kerusakan struktur membran. Keragaman struktur asam lemak pada membran sel bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan mempengaruhi ketahan bakteri terhadap garam empedu (Kusumawati, et al., 2003).

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, perbanyakan dan daya tahan bakteri yaitu suhu. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 6 dilihat bahwa ke-6 isolat mampu tumbuh pada suhu 150C, 370C, dan 450C. Akan tetapi, ketahanan suhu terhadap isolat BAL menunjukkan laju pertumbuhan yang berbeda pada tiap variasi suhu. Pada suhu 150C isolat ventriculus, duodenum, yeyenum dan cecum tidak menunjukkan pertumbuhan yang optimal, sedangkan pada isolat ileum pada suhu 370C dan 450C dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat dikatakan bahwa isolat BAL asal ileum bersifat termofilik. Hal ini sesuai dengan penjelasan Surono (2004) yang menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan BAL beragam pada setiap strain. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, BAL dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu mesofilik (suhu optimum pertumbuhannya 250C dan suhu maksimumnya 370C – 400C) dan termofilik (suhu optimum pertumbuhannya 370C - 450C dan suhu maksimumnya 450C – 520C).

2. Uji Daya Hambat BAL terhadap E. coli

Untuk melihat kemampuan ke-6 isolat BAL dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen maka dilakukan uji daya hambat terhadap bakteri patogen tersebut. Bakteri uji yang digunakan yaitu Escherichia coli (gram negatif) dengan waktu inkubasi selama 48 jam untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen (antibakteri) apakah bakteri probiotik yang diuji bersifat bakteriostatik atau bakteriosida.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa diameter daerah penghambatan BAL terhadap E. coliberkisar antara 4,33 mm2 - 14,33 mm2

Tabel 8: Luas Zona Bening (mm

. Makin luas diameter daerah penghambatan yang terbentuk menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan BAL dalam menghambat bakteri E. coli. Zona bening terjadi karena tidak adanya pertumbuhan bakteri patogen pada medium agar. Daya hambat BAL terhadap E.coli dapat dilihat pada Tabel 8.

2

No.

) dan Total Asam Tertitrasi (%) Sumber

Isolat

Rataan Diameter Zona Bening (mm2

Rataan Total Asam

) Tertitrasi (%) 1 Proventriculus 10.33 0.63 2 Ventriculus 8.33 0.54 3 Duodenum 5.33 0.63 4 Yeyenum 4.67 0.63 5 Cecum 4.33 0.54 6 Ileum 14.33 0.72 7 Amoksilin 4.00 -

Dari hasil penelitian pada Tabel 8, didapat bahwa zona hambat BAL dari isolat ileum terhadap E.coli lebih tinggi sebesar 14,33 mm2 dibandingkan dengan isolat lainnya dan bersifat bakteriosidal yaitu kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang lebih baik untuk membunuh dan menghambat bakteri E.coli. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Jeevaratnam et al., 2003) yang menyatakan bahwa BALbiasanya memproduksi bakteriosin yang merupakan peptida dengan sifat sebagai antibakteri yang menyerang suatu strain. Bakteriosin mampu meningkatkan kemampuan dari BAL terhadap pencegahan dari

pertumbuhan bakteri yang berbahaya disamping karena menghasilkan lingkungan yang asam bagi bakteri lain. Surono (2004) menjelaskan bahwa BAL menghasilkan bakteriosin. Secara umum bakteriosin dihasilkan selama masa tumbuh cepat (Exponential growth phase) pada siklus pertumbuhan mikroba, namun nisin dihasilkan dalam jumlah besar setelah sel mencapai fase stasioner. Nisin merupakan bahan antimikroba yang berperan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif termasuk pembentuk spora.

Hasil uji menunjukkan bahwa ke-6 isolat BAL mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hal ini dapat dilihat dengan terbentuknya zona bening disekitar kertas cakram yang sebelumnya telah direndam dalam suspensi isolat. Menurut Surono (2004) kriteria bakteriosin (antimikroba) yang dihasilkan oleh bakteri gram positif yaitu, suatu jenis protein, bersifat bakteriosidal tidak hanya bakteriostatik, mencegah pertumbuhan bakteri sejenis, dan mempunyai tempat perlekatan yang spesifik bagi patogen, yang membedakannya dengan senyawa antimikroba lainnya.

Hal ini juga diduga karena BAL dari ileum didominasi oleh BAL tipe heterofermentatif yang produk fermentasinya selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan asam asetat dan propionat. Kombinasi asam-asam tersebut memiliki kemampuan untuk menekan kerja bakteri patogen lebih baik dibandingkan dengan satu jenis asam saja. Axelsson (1998) menyatakan bahwa kombinasi asam laktat, asetat dan propionat mampu menekan kerja bakteri patogen yang diindikasikan semakin besar daya hambat yang dihasilkan. BAL yang diisolasi dari ileum lebih baik dibandingkan dari isolat lainnya khususnya dalam menghasilkan jumlah koloni BAL dan daya hambat E.coli. Oleh karena itu apabila dilihat dari segi jumlah koloni, karakteristik dan uji ketahanan BAL, serta daya hambat BAL terhadap E.coli maka untuk penelitian tahap selanjutnya, BAL yang digunakan adalah BAL yang bersumber dari isolat ileum.

Gambar 6 : Daya Hambat BAL terhadap Eschericia Coli

Dokumen terkait