modifikasi Bioteknologi PROM)
Tahapan proses dengan menggunakan kit komersial dilakukan sesuai dengan anjuran dari produsen yang bersangkutan, salah satunya berdasarkan protokol/handbook
yang dikeluarkan oleh Qiagen untuk penggunaan QIAamp® DNA Blood Mini Kit dalam mengisolasi/mengekstraksi DNA mikroba. Kit tersebut terdiri dari empat jenis buffer (AW1, AW2, AE, dan AL), collection tube, dan kolom mini dimana di dalamnya terdapat filter putih. Di bawah ini (Gambar 9.) merupakan gambar kit komersial yang digunakan pada penelitian ini.
Gambar 9. Kit komersial QIAamp® DNA Blood Mini Kit (Qiagen)
Proses isolasi/ekstraksi DNA dilakukan dengan penambahan buffer AL yang dilakukan setelah penambahan proteinase K dimana bersama-sama dengan proteinase K berfungsi untuk melisiskan sel bakteri sehingga dinding sel bakteri rusak. Supernatan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi suspensi tersebut dimasukkan ke dalam kolom mini berfilter sehingga DNA tersangkut/terikat di dalamnya. Penambahan buffer AW1 dan buffer AW2 yang dilakukan setelahnya kedalam kolom mini berfilter yang berfungsi untuk pencucian dimana proses pencucian tersebut dapat meningkatkan kemurnian DNA nantinya serta meyakinkan penghilangan kontaminan secara keseluruhan dari proses tersebut tanpa mempengaruhi pengikatan DNA pada filter.
Penambahan buffer AE ke dalam kolom mini dan dilakukan proses sentrifugasi setelah proses pencucian berfungsi untuk mengelusi DNA dari filter dan juga berfungsi dalam penyimpanan purifikasi DNA. Supernatan yang dihasilkan merupakan isolat DNA yang kemudian disimpan di dalam freezer suhu -20oC. Buffer AE yang digunakan mengandung 10 mM Tris.Cl; 0,5 mM EDTA pH 9,0 dimana pH yang basa dapat menghindari DNA dari degradasi karena hidrolisis asam.
Teknis pengisolasian DNA dengan kit komersial pertama-tama adalah satu ml suspensi kultur murni mikroba spesifik yang terdapat dalam media HIB atau sampel susu UHT dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifus. Kemudian ditambahkan dengan 1 ml CTAB sebagai suatu modifikasi metode dari prosedur yang ditunjukkan pada handbook
produsen kit, kemudian divortex hingga homogen. Suspensi tersebut disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 13000 rpm dan supernatan yang dihasilkan dibuang sehingga menyisakan pelet pada tabung mikrosentrifus. Jika tidak dihasilkan pelet, maka suspensi disisakan sebanyak 200 µl supernatan pada tabung mikrosentrifus. Kemudian ditambahkan proteinase K sebanyak 30 µl ke dalam tabung mikrosentrifus, dan
22 dihomogenkan dengan vortex kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu 65oC. Setelah itu, ditambahkan buffer AL sebanyak 300 µl dan dihomogenkan dengan vortex.
Suspensi diinkubasi selama 10 menit di dalam water bath pada suhu 65oC. Setelah itu, ditambahkan 500 µl etanol (96-100%), dihomogenkan dengan vortex dan disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom mini yang sudah dipasang pada collection tube, kemudian disentrifus 8000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 500 µl buffer AW1 ditambahkan ke dalam kolom mini yang masih terpasang pada collection tube dan disentrifus 8000 rpm selama 1 menit.
Tahap selanjutnya adalah kolom mini dipindahkan ke dalam collection tube yang baru dan ditambahkan dengan 500 µl buffer AW2 ke dalam kolom mini, kemudian disentrifus 13000 rpm selama 3 menit. Kolom mini dipindahkan kembali ke dalam
collection tube dan disentrifus kembali selama 1 menit 13000 rpm. Kolom mini dipindahkan ke dalam tabung mikrosentrifus steril dan ditambahkan ke dalamnya sebanyak 80 µl buffer AE yang kemudian disentrifus 8000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang diperoleh pada tabung mikrosentrifus merupakan isolat DNA yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dan isolat tersebut disimpan pada freezer dengan sehu 20oC. Diagram alir proses ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Kemudian kemurnian isolat DNA yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukurnya pada spektrofotometer. Gambar penggunaan kolom mini dan collection tube dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 10.).
(a) (b)
Gambar 10. Proses isolasi/ekstraksi DNA dengan menggunakan metode kit komersial, (a) penambahan buffer AW1 ke dalam kolom mini, (b) hasil sentrifugasi setelah penambahan AW1 dan supernatan yang terdapat di bawah dibuang untuk selanjutnya filter dicuci kembali dengan buffer AW2.
4.
Pengujian Salmonella Typhimurium dengan Real-Time PCR
Penggunaan real-time PCR dilakukan dengan membuat master mix terlebih dahulu kemudian diamplifikasi dengan memasukkan master mix tersebut ke dalam alat real-time
PCR.
a)
Pembuatan Master Mix
Master mix untuk pengujian dengan real-time PCR terdiri dari 7 µl buffer TE, 10 µl SsoFastTM EvaGreen® Supermix (terdiri dari 2x reaction buffer dengan dNTPs, Sso7d- fusion polymerase, MgCl2, EvaGreen dye, dan penstabil), dan masing-masing 0,5 µl
filter pada kolom mini
reverse dan forward primer InvA pada konsentrasi tertentu. Volume master mix keseluruhan untuk pengujian satu jenis template DNA adalah 18 µl. Bahan-bahan untuk membuat master mix tersebut dicampur dalam satu tabung mikrosentrifus 2 ml dan dihomogenkan dengan vortex. Untuk melakukan pengujian beberapa jenis template DNA, maka volume masing-masing bahan dikali dengan banyaknya jenis template DNA yang akan diuji pada real-time PCR dan dicampur di dalam tabung mikrosentrifus. Kemudian masing-masing 18 µl campuran master mix yang telah dibuat pada tabung mikrosentrifus tersebut diambil dan dimasukkan kedalam setiap well yang kemudian ditambahkan dengan 2 µl template DNA yang selanjutnya dihomogenkan pada MixMate PCR 96 dan dimasukkan pada alat real-time PCR.
b)
Amplifikasidengan real-time PCR
Masing-masing sebanyak 18 µl master mix dan 2 µl template/isolat DNA yang telah dibuat dimasukkan ke dalam setiap well pada plate 96 Well Reaction. Kemudian well
ditutup dengan PCR SealerTM Microseal® ‘B’ Film dan dihomogenkan dengan menggunakan MixMate PCR 96. Well dimasukkan ke dalam real-time PCR yang telah diatur dengan protokol PCR tertentu. Protokol PCR yang digunakan adalah pre- denaturasi pada suhu 95oC selama 1 menit, diikuti dengan 35 siklus denaturasi pada suhu 95oC selama 30 detik dan annealing pada suhu 58.1oC selama 1 menit. Primer elongasi dilakukan pada suhu 72oC selama 1 menit 30 detik dan final elongasi selama 10 menit pada suhu 72oC. Analisis melting curve dari produk akhir PCR dilakukan sebanyak 81 siklus pada suhu 55oC selama 10 detik. Kemudian dilakukan running dengan real-time
PCR.
5.
Penentuan Konsentrasi Primer
Penentuan konsentrasi primer pada penelitian ini dilakukan dengan cara menguji primer dengan konsetrasi 0,0125; 0,025; dan 0,125 µM pada sampel kultur murni Salmonella
Typhimurium, menguji primer dengan konsentrasi 0,025 dan 0,125 µM untuk sampel suspensi 103 sel/ml Salmonella Typhimurium dan sampel susu UHT spike Salmonella
Typhimurium ke dalam real-time PCR dengan melalui dua tahap yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Kemudian dipilih konsentrasi primer yang sesuai/tepat. Konsentrasi primer yang sesuai/tepat adalah konsentrasi primer yang menghasilkan nilai Ct yang paling rendah dan tanpa menghasilkan atau seminimal mungkin menghasilkan primer-dimer pada kurva puncak pelelehan (Pestana et al. 2010).
6.
Penentuan Spesifisitas Primer (Ahmed et al. 2009)
Isolat DNA kultur murni Salmonella Typhimurium sebagai kontrol positif dan isolat DNA Shigella sonnei sebagai kontrol negatif diuji dengan real-time PCR. Pengujian dengan
real-time PCR telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Penentuan spesifisitas dilakukan dengan menggunakan primer InvA forward dan reverse yang telah dianalisis dengan Basic Local Alignment Search Tool (NCBI 2011) dimana sekuen oligonukleotida primer yang digunakan tersebut telah spesifik untuk Salmonella dan tidak sesuai dengan sekuen gen pada patogen tertentu yang biasa terdapat pada susu. Kemudian setelah pengujian dengan real- time PCR selesai, dilakukan analisis terhadap kurva puncak pelelehan (melt peak curve) dan kurva amplifikasi yang dihasilkan. Jika primer yang digunakan spesifik untuk Salmonella
24 nilai Tm pada melt peak curve sedangkan Salmonella Typhimurium akan teramplifikasi dan menghasilkan nilai Tm.
7.
Pengkuantifikasian Salmonella Typhimurium pada Sampel Pangan
Proses pengkuantifikasian dilakukan dengan membuat kurva standar yang menghubungkan nilai Ct yang diperoleh dengan real-time PCR pada sumbu-y dan log konsentrasi mikroba pada sumbu-x. Kurva standar dibuat dengan mengencerkan 100 µl kultur murni Salmonella Typhimurium ke dalam 9 ml larutan pengencer NaCl 0,85%. Suspensi tersebut dihitung kandungan sel dalam setiap ml pengencer dengan hitungan mikroskopi pada petroff-hausser. Setelah diperoleh sejumlah 108 sel/ml dalam suspensi, maka dilakukan pengenceran hingga 103 sel/ml. Kemudian dilakukan isolasi DNA dan pengujian dengan real-time PCR sampai diperoleh nilai Ct dan kurva standar yang menghasilkan persamaan garis dengan efisiensi 96-110%; dan slope -3,1 hingga -3,6 (Pestana et al. 2010). Efisiensi merupakan faktor penting untuk setiap metode kuantitatif PCR yang reliable (Siebert 1999). Efisiensi amplifikasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:% E = [(10-1/slope)-1] x 100%
Nilai Threshold Cycle (Ct) dari hasil pengujian sejumlah 105 sel/ml Salmonella
Typhimurium pada sampel susu spike dimasukkan ke dalam persamaan garis yang diperoleh. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai konsentrasi Salmonella Typhimurium yang terdapat pada susu berdasarkan pengujian dengan real-time PCR. Nilai konsentrasi hasil pengujian dengan real-time PCR tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai konsentrasi yang sesungguhnya dimana dihitung dengan petroff-hausser dan dengan metode konvensional pada media XLDA.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Kultur Murni Hasil Pengecekan Kemurnian
Hasil goresan kuadran kultur murni ke dalam media Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA) menghasilkan koloni Salmonella Typhimurium berwarna merah muda dengan inti hitam di tengahnya dimana hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan pada Bacteriological Analytical Manual mengenai
Salmonella (Andrews dan Hammack 2011). Sedangkan Shigella sonnei membentuk koloni merah muda tanpa ada inti hitam (Health Protection Agency 2007). Hasil pengisolasian Salmonella
Typhimurium dan Shigella sonnei dapat dilihat pada Gambar 11. di bawah ini.
(a) Salmonella Typhimurium (b) Shigella sonnei
Gambar 11. Isolasi bakteri (a) Salmonella Typhimurium dan (b) Shigella sonnei pada media XLDA
Masing-masing satu koloni spesifik tersebut kemudian diisolasi dalam Heart Infusion Broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC sebagai kultur murni mikroba spesifik Salmonella
Typhimurium dan Shigella sonnei yang selanjutnya digunakan dalam proses isolasi/ekstraksi DNA dan juga diinokulasi ke dalam sampel pangan susu UHT (sampel susu UHT spike). Penelitian yang dilakukan Omiccioli et al. (2009) dan Hadjinicolaut et al. (2009) juga menggunakan XLDA dalam tahap pengayaan mengkulturkan mikroba.
26
B.
Inokulasi Susu dengan Kultur Murni Salmonella Typhimurium dan Shigella
sonnei (Sampel Susu UHT spike)
Hasil hitungan secara mikroskopi dengan menggunakan petroff-hausser terhadap suspensi
Salmonella Typhimurium pada larutan pengencer NaCl 0,85% yaitu sebesar 1,4 x 108 sel/ml
Salmonella Typhimurium untuk proses isolasi DNA dengan metode kit komersial dan 1,6 x 107 sel/ml
Salmonella Typhimurium untuk proses isolasi DNA dengan metode pendidihan, sedangkan penghitungan terhadap Shigella sonnei yaitu sebesar 2,5 x 107 sel/ml. Ketiga penghitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Karena konsentrasi suspensi lebih besar dari 105 sel/ml maka dilakukan pengenceran terhadap suspensi tersebut hingga diperoleh konsentrasi suspensi sekitar 105 sel/ml. Setelah dilakukan pengenceran, jumlah Salmonella Typhimurium pada susu UHT yang akan diisolasi/diekstraksi dengan metode kit komersial yaitu sebanyak 7,0 x 104 atau 0,7 x 105 sel/ml, pada susu UHT yang akan diisolasi/diekstraksi dengan metode pendidihan sebanyak 8,0 x 104 atau 0,8 x 105 sel/ml Salmonella Typhimurium, dan jumlah Shigella sonnei pada susu UHT yang akan diisolasi/diekstraksi dengan metode kit komersial sebanyak 1,2 x 105 sel/ml.
Hasil penghitungan konsentrasi akhir Salmonella Typhimurium pada sampel susu UHT spike dan penghitungan awal mikroba natural pada susu UHT dengan metode konvensional dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel susu UHT tidak mengandung mikroba
Salmonella Typhimurium dan ketika diinokulasi dengan Salmonella Typhimurium maka sampel susu UHT spike tersebut mengandung 3,9 x 104 CFU/ml (penghitungan ke-1) dan 2,6 x 104 CFU/ml (penghitungan ke-2) Salmonella Typhimurium yang tumbuh dan hidup di dalamnya. Penghitungan ke-1 merupakan tahapan inokulasi Salmonella Typhimurium ke dalam susu yang akan disolasi/ diekstraksi dengan metode kit komersial dan penghitungan ke-2 merupakan tahapan inokulasi
Salmonella Typhimurium yang akan disolasi/diekstraksi dengan metode pendidihan.
Konsentrasi Salmonella Typhimurium yang terkandung di dalam sampel susu UHT spike (104 CFU/ml) tidak sama dengan konsentrasi Salmonella Typhimurium yang ditambahkan dimana diukur dengan menggunakan pengukuran mikroskopi pada petroff-hausser (105 sel/ml). Hal tersebut dikarenakan penghitungan dengan petroff-hausser tidak dapat membedakan mikroba yang hidup dan yang telah mati sehingga Salmonella Typhimurium yang telah mati juga ikut terhitung bersama dengan sel yang hidup. Sedangkan metode konvensional pada media XLDA, Salmonella
Typhimurium yang terhitung adalah mikroba yang hidup saja. Sehingga hitungan konsentrasi
Salmonella Typhimurium yang ditambahkan lebih besar dibandingkan konsentrasi akhir pada sampel susu UHT spike.
C.
Isolat/Template DNA yang Dihasilkan
Satu hal penting yang dibutuhkan untuk mendeteksi suatu mikroba dengan menggunakan real- time PCR adalah DNA mikroba tersebut yang murni tanpa pengotor. Cara memperolehnya adalah dengan mengisolasi/mengekstraksi DNA dari dalam sel. Berbagai teknik ekstraksi DNA salah satunya metode pendidihan telah dikembangkan dari prinsip dasar tersebut, sehingga saat ini muncul berbagai teknik ekstraksi dan purifikasi DNA dalam bentuk kit, dimana prosesnya cukup mudah, cepat, dan sederhana (Sulandari dan Zein 2003).
1.
Isolasi/Ekstraksi DNA dengan Metode Pendidihan
DNA yang berasal dari bakteri Gram negatif (contohnya: Salmonella) dapat dengan mudah diisolasi/diekstraksi dengan menggunakan metode pendidihan atau mendidihkan sel bakteri di dalam air (Lee et al. 2006). Kemurnian isolat DNA yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukurnya pada UV-VIS spektrofotometer. Isolat DNA dikatakan murni jika rasio diantara nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 berada pada selang 1,8 hingga 2,0 (Nolan
et al. 2007). Di bawah ini merupakan hasil pengukuran kemurnian isolat/template DNA yang diperoleh dengan metode pendidihan (Tabel 2.).
Tabel 2. Kemurnian isolat DNA Salmonella Typhimurium dan Shigella sonnei
dengan metode pendidihan
Sampel A1 (260) A2 (280) Rasio A1/A2 [DNA] ng/µl [Protein] ng/µl Spike ST1 0,068 0,097 0,6 0,367 86,964 Spike ST2 0,068 0,096 0,6 0,356 82,964 Spike SS1 0,071 0,100 0,6 0,360 85,708 Spike SS2 0,062 0,089 0,6 0,329 81,386 KM ST1 0,127 0,077 1,6 5,188 23,002 KM ST2 0,098 0,059 1,7 4,009 16,948 KM SS1 0,079 0,057 1,4 2,909 28,399 KM SS2 0,105 0,076 1,4 3,871 36,948
Ket: Spike ST1 & 2 (Sampel susu UHT spikeSalmonella Typhimurium ulangan 1 dan 2); Spike SS1 & 2 (Sampel susu UHT spikeShigella sonnei ulangan 1 dan 2); KM ST1 & 2 (Kultur Murni Salmonella
Typhimurium ulangan 1 dan 2); KM SS1 & 2 (Kultur Murni Shigella sonnei ulangan 1 dan 2). A1 adalah nilai absorbansi pada panjang gelombang 260; A2 adalah nilai absorbansi pada panjang gelombang 280.
Berdasarkan hasil pengukuran spektrofotometri tersebut menunjukkan bahwa isolat DNA yang dihasilkan dari metode pendidihan belum murni yang artinya selain DNA, masih terdapat pengotor yang terkandung di dalam isolat tersebut salah satunya adalah protein. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio yang tidak berada pada selang 1,8-2,0 baik pada sampel susu UHT
spike Salmonella Typhimurium dan Shigella sonnei maupun sampel kultur murni Salmonella
Typhimurium dan Shigella sonnei yang diambil dari media pengayaan HIB. Adanya pengotor pada isolat tersebut ditunjukkan pula dengan tingginya nilai konsentrasi protein yang dihasilkan.
Nilai konsentrasi protein yang dihasilkan pada sampel susu UHT spike jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi protein yang diperoleh dari sampel kultur murni mikroba spesifik. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya modifikasi metode pendidihan khusus untuk sampel pangan yang mengandung protein tinggi seperti susu. Selain mengandung protein, susu juga mengandung lemak, kation (kalsium/Ca2+), dan pengkelat yang tinggi dimana komponen pangan tersebut menjadi inhibitor pada pengujian dengan menggunakan real-time
PCR. Inhibitor tersebut dapat mengikat dan menurunkan aktivitas enzim polimerase, menyebabkan perubahan konformasi dalam DNA target, atau bersaing dengan primer untuk menempati primer binding sites (Lee et al. 2006 dan Siebert 1999).
Hasil spektrofotometri tersebut membuktikan bahwa tahap pengisolasian DNA dari suatu matriks pangan merupakan hal yang sangat kritis dan kompleks dalam menjalankan pengujian dengan menggunakan real-time PCR. Keberadaan komponen gizi pada pangan dapat menjadi inhibitor PCR dimana dapat memberikan efek yang bervariasi, tetapi secara umum inhibitor tersebut dapat mempersulit pendeteksian DNA bakteri yang memiliki konsentrasi rendah (Lee et al. 2006).
Hasil isolasi/ekstraksi DNA pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amagliani et al. (2006) yang membandingkan metode isolasi/ekstraksi DNA dengan cara pendidihan dan dengan kit komersial DNeasy Tissue Kit (Qiagen) berdasarkan pengukuran rasio
28 A260/A280 pada UV-1700 spektrofotometer di dalam sampel pangan keju mozarela yang kaya akan lemak dan kalsium sebagai inhibitor dimana inhibitor tersebut juga terkandung pada susu UHT sebagai sampel pangan yang diuji pada penelitian ini. Penelitian Amagliani et al. (2006) tersebut menunjukkan bahwa metode pendidihan menghasilkan kemurnian isolat DNA yang kurang baik dimana nilai rasio A260/A280 lebih rendah dari 1,8.
Hal tersebut terbukti pada pengujian kuantifikasi Salmonella Typhimurium dengan real-time
PCR yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya. Walaupun terdapat inhibitor di dalam isolat DNA yang diisolasi/diekstraksi dengan metode pendidihan, tetapi isolat tersebut masih dapat teramplifikasi contohnya pada pengujian penentuan spesifisitas primer InvA yang digunakan dan juga pada pengujian penentuan konsentrasi primer yang tepat dimana akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
2.
Isolasi/Ekstraksi DNA dengan Kit Komersial
Keberadaan inhibitor baik dalam media kultur murni maupun dalam sampel pangan dapat menghambat proses amplifikasi dengan real-time PCR. Untuk mengatasinya, Chen et al. (1997) diacu dalam Lee et al. (2006) menggunakan metode kit komersial dalam proses isolasi/ekstraksi DNA Salmonella dari sampel susu nonpasteurisasi (raw milk), selain itu juga menggunakan proses pengayaan dan sentrifugasi untuk tahapan memanen/mengambil patogen. Begitu juga Omiccioli et al. (2009) dimana melakukan hal yang sama, namun menggunakan merk kit komersial yang berbeda. Isolat/template DNA yang dihasilkan diuji tingkat kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer dimana prinsipnya sama dengan pengukuran isolat DNA metode pendidihan. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Kemurnian isolat DNA Salmonella Typhimurium dan Shigella sonnei
dengan metode kit komersial Sampel A1 (260) A2 (280) Rasio A1/A2 [DNA] ng/µl [Protein] ng/µl KM ST 0,047 0,029 2,0 1,610 -0,034 KM SS 0,003 0,001 2,0 0,180 0,075 Spike ST 0,036 0,021 2,1 1,305 -0,162
Ket: KM ST (Kultur Murni Salmonella Typhimurium); KM SS (Kultur Murni Shigella sonnei); Spike
ST ( Sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium)
Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa isolat DNA ketiga sampel yaitu kultur murni
Salmonella Typhimurium, kultur murni Shigella sonnei, dan sampel susu UHT spikeSalmonella
Typhimurium memiliki nilai rasio yang diharapkan yaitu berada pada selang 1,8-2,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemurnian ketiga isolat DNA sangat baik, namun pada sampel susu UHT spikeSalmonella Typhimurium, nilai rasio yang dihasilkan sedikit melebihi 2,0. Jika nilai rasio yang dihasilkan melebihi 2,0 maka, hal tersebut mengindikasikan bahwa isolat DNA tidak mengandung/terkontaminasi protein tetapi masih mengandung RNA di dalamnya (Anonoim 2007). Sedangkan kultur murni Salmonella Typhimurium dan kultur murni Shigella sonnei
menghasilkan nilai rasio tepat 2,0 dan konsentrasi protein yang dihasilkan pun sangat rendah jika dibandingkan dengan isolat kultur murni Shigella sonnei yang diisolasi/diekstraksi dengan metode pendidihan. Hal ini menunjukkan bahwa metode isolasi dengan menggunakan kit komersial menghasilkan isolat DNA yang jauh lebih murni dibandingkan dengan metode
pendidihan yang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan metode kit komersial memiliki prinsip metode dengan perlakuan proteinase K yang diikuti dengan pengikatan DNA pada membran gel silika/filter sehingga kontaminan akan turun/terpisah ke dalam spin column/collection tube
(Dauphin et al. 2009).
Hasil isolasi/ekstraksi DNA pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amagliani et al. (2006) yang membandingkan metode isolasi/ekstraksi DNA dengan cara pendidihan dan dengan kit komersial DNeasy Tissue Kit (Qiagen). Penelitian Amagliani et al.
(2006) tersebut menunjukkan bahwa nilai rasio pada isolat DNA yang dihasilkan dengan DNeasy Tissue Kit (Qiagen) dimana memiliki tingkat kemurnian yang kurang baik bahkan lebih jelek dibanding dengan metode pendidihan, namun tidak pada penelitian yang dilakukan dimana isolat/template DNA yang dihasilkan dengan kit komersial QIAamp® DNA Blood Mini Kit (Qiagen) menghasilkan isolat/template DNA yang lebih murni dibanding dengan metode pendidihan. Hal tersebut dapat dikarenakan pengaruh modifikasi metode kit komersial yang dilakukan pada penelitian ini dari metode sesungguhnya yang berdasarkan petunjuk produser kit terkait.
Penelitian Amagliani et al. (2006) juga menunjukkan konsentrasi/yield DNA yang dihasilkan dengan metode pendidihan lebih besar dibandingkan dengan metode kit komersial. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian ini dimana konsentrasi DNA kultur murni Salmonella Typhimurium dan kultur murni Shigella sonnei yang diperoleh dengan metode pendidihan lebih besar dibandingkan dengan metode kit komersial, namun tidak terjadi pada sampel susu UHT spike
dimana konsentrasi/yield DNA yang dihasilkan lebih besar dengan metode kit komersial dibandingkan dengan metode pendidihan. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa DNA
Salmonella Typhimurium lebih mudah diisolasi/diekstraksi dari sampel susu UHT dengan menggunakan metode kit komersial yang dimodifikasi.
Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Dauphin et al. (2009) dimana membandingkan kemurnian isolat/template DNA yang dihasilkan dengan berbagai macam kit salah satunya adalah QIAamp® DNA Blood Mini Kit (Qiagen) dimana kit tersebut juga digunakan pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Dauphin et al. (2009) menunjukkan bahwa isolat/template DNA yang dihasilkan dengan kit QIAamp® DNA Blood Mini Kit (Qiagen) memiliki kemurnian yang kurang baik dimana nilai rasio A260/A280 lebih kecil dari 1,8 sehingga menandakan bahwa isolat DNA tersebut masih mengandung inhibitor/pengotor. Hal tersebut tidak sesuai dengan kemurnian yang dihasilkan dari penelitian ini dimana menghasilkan isolat/template DNA dengan kemurnian yang baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa modifikasi dengan penambahan CTAB terhadap metode yang berasal dari produsen berkait memperbaiki hasil kemurnian isolat DNA menjadi lebih baik.
D.
Hasil Penentuan Konsentrasi Primer
Pertama kali yang perlu dilakukan dalam pengujian real-time PCR adalah mengevaluasi dan mengkaji penggunaan konsentrasi primer yang tepat (Pestana et al. 2010). Pemilihan konsentrasi