• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Isolasi DNA

Analisis molekular merupakan suatu metode analisis yang lingkup pengerjaanya sampai ke tahap molekul seperti analisis asam nukleat dan protein. Salah satu analisis molekular adalah metode PCR (Polymerase Chain Reaction) yang dalam tahapannya ada proses isolasi DNA. Isolasi DNA adalah proses pemisahan DNA dari komponen-komponen penyusun sel lainnya. Proses ini melibatkan penghancuran membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein, dan pemurnian (purifikasi) DNA (Muladno, 2010).

Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan awal dari isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998). Secara kimiawi penghancuran sel dilakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti lisozim dan dikombinasikan dengan EDTA (Etilendiamin tetraasetat), SDS (Sodium Dodecyl Sulphate), sarkosil dan CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) (Muladno, 2010 dan Subandiyah, 2006).

Menurut Giacomazzi et al (2005) ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghancurkan sel atau jaringan, yaitu dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi. Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K bertujuan untuk melisiskan membran pada sel

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

darah (Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Surzycki, 2000).

SDS merupakan deterjen kationik yang mampu melarutkan komponen lipid dan merusak struktur sekunder dan tersier protein yang terdapat pada membran sel sehingga merusak struktur membran sel (Kesmen et al., 2009; Maftuchah & Zainudin, 2006; Malisa et al., 2006). Metode isolasi dengan SDS lebih dikenal dengan metode fenol-kloroform. Buffer lisis metode ini biasanya terdiri atas EDTA, Tris HCL, NACL, dan SDS (Utami, et al., 2012). Setelah struktur sel rusak, komponen-komponen yang ada di dalamnya, yaitu RNA, DNA, lipid, dan karbohidrat akan keluar (Dale & Malcom, 2002).

Penggunaan EDTA dalam proses lisis berfungsi untuk melindungi DNA dari aktivitas endogenous nucleases karena EDTA ini merupakan agen pengkelat ion yang dibutuhkan sebagai kofaktor sebagian besar nucleases

dengan cara mengikat kation divalen (Muladno, 2010; Dale & Malcom, 2002; Chawla, 2003). Kation divalen merupakan aktivator bagi DNAse yang dapat memutuskan ikatan fosfodiester pada DNA sehingga dengan pengikatan kation divalen oleh EDTA dapat menghambat aktivitas DNAse (Saili, 2006; Weir, 1993; Muladno, 2010; Wilson & Walker, 2005 dalam Rahmawati, 2012 ). Selain EDTA dan SDS ada juga deterjen yang sifatnya sama untuk menghancurkan membran sel, yaitu CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). CTAB merupakan detergen yang berguna untuk melarutkan membran plasma sel dan akan membentuk komplek dengan DNA. CTAB adalah detergen yang berkation yang akan membentuk komplek presipitasi dengan DNA ketika konsentrasi NaCl di bawah 0,7 M.. Presipitasi DNA dari buffer CTAB dengan adanya etanol atau isopropanol sering menghasilkan massa bergelatin yang komposisinya tidak diketahui. DNA pada umumya terlihat jelas dalam massa tersebut, tetapi sulit untuk memisahkannya, sehingga untuk menghindari terbentuknya massa ini digunakan presipitasi yang tidak menggunakan alkohol (Chawla, 2003). Setelah penambahan bufer lisis larutan diinkubasi dan proses lisis berakhir dengan pemisahan komponen-komponen hasil lisis dengan cara sentrifugasi (Muladno, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahapan isolasi DNA yang kedua adalah pemisahan DNA dengan protein dengan cara penambahan fenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA), kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) dan RNAse (Muladno, 2010 & Utami, 2012). Selain ketiga bahan kimia tersebut ada pula dalam proses ini menambahkan isoamil alkohol (kloroform:isoamil alkohol 24:1). Adanya isoamil alkohol bertujuan untuk mengurangi pembentukan busa (anti foaming agent) (Marmur, 1961 & Restu et al., 2012). Pada tahapan selanjutnya adalah purifikasi yang sebelumnya dilakukan proses presipitasi DNA dengan penambahan garam (NaCl) dengan konsentrasi tinggi sehingga dapat mengendapkan protein dikarenakan adanya proses salting out

(Kurniati, 2009). Pada salting out terjadi kompetisi antara protein dan garam dalam menghidrasi dalam proses solvasi, sehingga protein dapat mengendap (Plummer, 1971).

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, metode isolasi DNA dapat dilakukan dengan waktu pengerjaan yang lebih efisien. Hal ini dikarenakan kegiatan preparasi larutan yang mendukung kerja isolasi dapat diminimalkan atau tidak dilakukan. Salah satu pengembangan teknik isolasi DNA, yaitu dengan penggunaan kit komersial yang semua larutannya sudah tersedia dalam satu paket dengan pertimbangan untuk penggunaan beberapa kali reaksi.

Pengukuran jumlah DNA hasil isolasi dapat dilakukan dengan mengukur melalui spektrofotometer yang didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan.penyerapan iradiasi sinar UV secara maksimal oleh DNA dicapai pada panjang gelombang 260nm, sedangkan penyerapan oleh protein pada panjang gelombang 280nm. Perbandingan absorbansi pada 260 nm dan 280 nm (A260/A280) dapat memberikan validasi kemurnian DNA. Nilai rasio 1,8 – 2,0 menunjukkan sampel DNA yang murni (Muladno, 2010). Nilai rasio yang lebih rendah dari 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi protein (Teare et al., 1997; Gallagher, 1989), sedangkan nilai rasio melebihi 2,0 menunjukkan adanya kontaminasi RNA.

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Polymerase Chain Reaction PCR

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida melalui bantuan enzim dalam suatu thermocycler (Gaffar, S., 2007; Muladno, 2010; & Sulistyaningsih, 2007). Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA yang baru dikenal disebut enzim polimerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP (Muladno, 2010).

Menurut Gaffar (2007), PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polymerase.

Keunggulan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan basa nukleotida ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2008 dalam widiastika).

2.5.1 Komponen PCR

Ada 5 komponen penting dalam reaksi PCR, yaitu DNA target/tamplate, sepasang primer, enzim Taq Polymerase,

deoxynucleoside triphosphate (dNTP), dan larutan buffer PCR (Gaffar, 2007 dan Muladno, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam proses PCR, DNA template berfungsi sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama atau molekul DNA yang menjadi sekuen target yang akan diamplifikasi dan biasanya berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA yang mengandung fragmen DNA target yang dituju. Keberhasilan PCR tergantung dari ada atau tidaknya sekuen yang sama dengan primer.

2. Primer

Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan

untuk proses eksistensi DNA. Pasangan primer terdiri dari 2 oligonukleotida yang mengandung 16 – 30 nukleotida dan mempunyai 40 – 60 % basa G-C content. Sekuen primer kurang dari 16 basa dapat memicu amplifikasi produk PCR non spesifik. Untuk ukuran primer yang pendek kemungkinan terjadinya mispriming

(penempelan primer pada situs non-target) tinggi, ini akan menyebabkan berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. 3. dNTPs (Deoxynucleotide Triphosphates)

Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block

DNA yang diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer membentuk

untai baru yang komplementer dengan untai DNA template. dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosintrifosfat).

4. Buffer PCR dan MgCl2

Fungsi buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium karena reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Adanya MgCl2 akan meningkatkan interaksi primer dengan template DNA.

5. Enzim DNA Polimerase

Enzim DNA polymerase berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang digunakan pada proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 950 C. Aktivitas polymerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polymerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). Penggunaan jenis polymerase DNA berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai.

2.5.2 Tahapan PCR

Adapun beberapa tahapan dalam proses PCR (gambar 2.7) adalah denaturasi (pemutusan untai ganda menjadi untai tunggal melalui pemanasan pada suhu 900 C – 950 C).

Gambar 2.7 Tahapan PCR (Sumber. www. faculty.unlv.edu)

Hal ini dikarenakan putusnya ikatan hydrogen diantara basa-basa yang komplemen, annealing (penempelan primer reverse-forward pada suhu 550 C-720 C akibat katalis enzim Taq Polymerase yang akan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berikatan dengan ikatan hydrogen pada suhu melting dimana separuh jumlah primer menempel pada template), dan extension (pemanjangan DNA dengan katalis enzim polymerase) (Gaffar, 2007; Muladno, 2010).

Dokumen terkait